• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refleksi Womans Day Perempuan sebagai Ga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Refleksi Womans Day Perempuan sebagai Ga"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Refleksi Woman’s Day: Perempuan sebagai Gate

Keeper Media Massa

19 Maret 2013 - 09:11 WIB

Tweet

DINAMIKA gerakan perempuan tidak pernah surut sehingga kini, dan peran media massa tidak bisa diabaikan dalam dinamika gerakan perempuan tersebut. Sejak hasil Konferensi Beijing 1995 banyak disebarluaskan oleh media massa, isu-isu perempuan menjadi wacana yang semakin menguat.

Terutama isu pentingnya melibatkan perempuan dalam pengambil keputusan (politik). Berita-berita media massa tentang Konferensi Beijing mendorong akselerasi diterapkannnya kuota 30 persen perempuan dalam politik di Indonesia dan di negara-negara berkembang. Penelitian Machya Astuti Dewi (2009) menunjukkan pada kurun waktu 2001-2009, khusus di Indonesia isu perempuan yang paling banyak disorot oleh media massa adalah persoalan perempuan di lembaga politik serta kekerasan terhadap perempuan.

Media massa juga digunakan oleh organisasi-organisasi perempuan untuk membuka kesadaran publik tentang arti penting keadilan gender. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sehati Yogjakarta misalnya senantiasa bekerja sama dengan berbagai media massa untuk mengampanyekan isu-isu perempuan. Menurut Sehati, penggunaan media massa lebih efektif sebagai media berkampanye dibandingkan merumuskan rekomendasi yang tebal, yang belum tentu dibaca oleh pengambil kebijakan (Wawancara dengan Esti Susilarti, 11 September 2009 dalam penelitian Machya (2009). Penelitian Machya juga mengungkap bahwa organisasi perempuan yang lain seperti Yayasan Annisa Swasti memanfaatkan media massa untuk mengampanyekan hak-hak perempuan.

Terutama menggunakan siaran radio untuk melakukan dialog interaktif sebagai usaha melakukan penyadaran masyarakat dan pendidikan politik bagi buruh perempuan. Dalam siaran langsung, mereka mengundang 20-an orang yang terdiri dari buruh, aktivis buruh dengan seorang atau beberapa aktivis perempuan dan pakar hukum.

Kemajuan teknologi informasi semakin mendorong media massa memiliki peran besar dalam

penyebaran gerakan perempuan di seluruh penjuru dunia (Tarrow: 1994). Situs-situs feminis bisa dengan mudah di akses melalui teknologi internet. Misalnya situs Rahima, Interseksi Foundation, Dewa-ap, Women Research Institute, Komunitas Perempuan Institut Studi untuk Penguatan Masyarakat (INDIPT) Kebumen, Jaringan Islam Liberal, dan sebagainya.

Sementara itu media massa, baik itu surat kabar maupun majalah juga melihat isu perempuan sebagai suatu hal yang selalu memiliki nilai berita. Tengok Jawa Pos, misalnya. Koran Jawa Pos (grup Batam Pos) bahkan perlu menyisipkan rubrik For Her sebanyak tiga halaman penuh di edisinya. Demikian juga koran Batam Pos dengan rubrik Womaniesta. Menunjukkan media massa melihat ‘perempuan’ dalam posisi nilai berita yang kuat.

(2)

Ancaman dan Peluang

Berseliwerannya berita tentang perempuan, dan gerakan perempuan di media massa mesti dilihat dari dua sisi. Sisi ancaman dan sisi peluang. Sebagai ancaman, manakala perempuan tidak mampu sebagai gate keeper dalam mengonstruksi realitas media massa. Sebaliknya sebagai peluang karena bagi media massa, perempuan selalu mengandung ‘nilai berita’ dibandingkan pria. Tidak bisa dipungkiri kritik bahasan tentang perempuan di media massa selalu diwarnai oleh perempuan sebagai pigura (hiasan semata).

Perempuan sebagai objek sensual. Bahkan lebih ekstrim perempuan dalam berita sebagai monster mistik (mythical monster) apabila tokoh perempuan tersebut dianggap bersalah melakukan kejahatan. Baik ‘kejahatan politik’ maupun tindak kriminal lainnya. Oleh karena itu, perempuan perlu memiliki kecerdasan sebagai gate keeper. Mulai sebagai sumber berita, pembuat berita, sampai sebagai penentu kebijakan yang tinggi di institusi media massa, bahkan bila perlu perempuan harus menjadi pemilik media massa!

Perempuan sebagai sumber berita, memerlukan beberapa kompetensi yang harus dikuasai. Pertama, kompetensi membingkai isu. Pengetahuan tentang nilai berita menjadi mutlak dimiliki oleh seorang sumber berita. Kedua, kompetensi sebagai spoken person. Perempuan sebagai sumber berita mesti tampil dengan asertif saat wawancara. Bukan tampil genit. Ketiga, kompetensi menulis berita.

Minimal membuat press release sehingga wartawan terbantukan dengan adanya press release sebagai guide. Keempat, kompetensi membina dan menjaga hubungan baik dengan pers. Perempuan sebagai wartawan dan redaksi, selain harus memiliki kompetensi profesional, juga perlu memiliki wawasan pengaruh utamaan gender. Kompetensi ini akan mewarnai pembingkaian (framing) berita yang berkaitan dengan isu perempuan maupun berita-berita yang bersifat umum. Framing media massa yang ramah dengan gerakan perempuan akan mampu ‘menyembunyikan’ gerakan itu menjadi sesuatu yang ‘sangat halus’.

Perempuan sebagai pemilik media, harus menjadi cita-cita sebagian aktivis gerakan perempuan. Bukan rahasia lagi peran pemilik media dalam konstruksi realitas media sangat kuat. Pemilik media yang memiliki semangat perjuangan perempuan akan mampu menjadi boundary spanner atas bias berita yang tidak ramah pada perempuan.

Saat ini kemajuan teknologi juga sangat memungkinkan bagi perempuan menjadi semua hal di atas. Teknologi internet, memungkinkan perempuan mengelola secara independen sebuah web site, micro blog, dan secara aktif menjadi citizen journalist di media sosial. Sehingga perempuan tidak lagi muted dalam ranah publik.

Jadi, menunggu apa lagi wahai para perempuan Indonesia? ***

Frida Kusumastuti

(3)

Batam Pos

(4)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tepung beras ketan dan labu siam berpengaruh nyata (Fhit= 186,99; p= 1,536) terhadap kadar serat

bukaan 2.5 cm menunjukkan nyala api paling baik yang ditandai dengan hasil nyala api yang stabil serta serbuk gergaji dari pengumpan bahan bakar yang dihasilkan

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tentang faktor yang mempengaruhi penyakit tuberkulosis, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

Sebagai bagian dari Direktorat Perlindungan perkebunan, tujuan utama pelaksanaan kegiatan dan sub-sub kegiatan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak dalam kurun

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan, dengan memperhatikan Tabel 5, pada hasil rekapitulasi rerata nilai organoleptik 20 (dua puluh) orang responden, untuk

Az utóbbi időben előtérbe került újrahasznosítási kritériumok sok esetben válaszút elé állítják a kompozit gyártókat. A jelenleg feldolgozott térhálós

Kasmir (2006;258) “pesaing adalah perusahaan yang menghasilkan atau menjual barang atau jasa yang sama atau mirip dengan produk yang kita tawarkan”. Pesaing utama dari usaha

Tes morfologi untuk membedakan C.albicans yang patogen dari spesies yang lainnya yaitu dengan uji GTT, setelah diinikubasi menggunakan serum selama 90 menit pada suhu 37