• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Penuntun Praktikum Biokimia Sistem Urogenitalia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Laporan Penuntun Praktikum Biokimia Sistem Urogenitalia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Praktikum Biokimia Sistem Urogenitalia

Percobaan 1 : Sifat-sifat Urin

1. Volume Urin

Volume urin dalam 24 jam tergantung pada faktor fisiologik (misalnya intake cairan, suhu dan kerja fisik) dan faktor patologik (misalnya penyakit ginjal, diabetes mellitus dan sebagainya). Beberapa obat misalnya golongan diuretik, kopi, alkohol dapat pula memengaruhi volume urin. Pada manusia, normalnya volume urin antara 600-2500 ml/24jam.

Kelainan-kelainan dalam volume urin :

 Poliuria : bila volume urin > 2500 ml/24 jam  Oligouri : bila volume urin < 600 ml/24 jam  Anuri : bila tidak terbentuk urin

Prinsip : Untuk menentukan volume urin diperlukan urin yang dikumpulkan dalam 24 jam

Hasil : Volume total urin 24 jam = 1100 ml

(2)

hingga 0,5 liter/hari pada orang yang dehidrasi atau bisa sebanyak 20 liter/hari pada orang yang meminum sejumlah besar air (misalnya atlet) 1.

Kesimpulan : Volume urin pada sampel adalah normal. 2. Berat Jenis Urin

Berat jenis urin normal antara 1,003 – 1,030 tergantung pada jumlah zat-zat yang terlarut di dalamnya dan volume urin. Jumlah total zat padat dalam urin 24 jam kira-kira 50 gram. Berat jenis urin berubah terutama pada penyakit ginjal.

Prinsip : Untuk menentukan berat jenis urin diperlukan alat hydrometer/urinometer. Urin yang digunakan adalah urin 24 jam. Rumus untuk menentukan berat jenis (BJ) urin sesungguhnya :

BJ urinsesungguhnya=BJ ukur+(suhu urinsuhu tera)

3 ×0,001

Rumus untuk menentukan jumlah zat padat dalam 1 liter urin

Jumlah zat padat = dua angka terakhir pada BJ urin sesungguhnya x koefisien Long (2,6) gram

Hasil : > Berat jenis urin yang terukur = 1,018 : > Suhu urin = 30°C

: > Suhu tera pada hydrometer/urinometer = 15°C

: > Berat jenis urin sesungguhnya = 1,018×30−15

3 ×0,001=1,023

: > Jumlah zat padat total = 23 x 2,6 = 59,8 gram

(3)

Pembahasan : Tahapan terakhir dari proses pembentukan urin oleh ginjal adalah proses sekresi bahan-bahan kimia yang sudah tidak berguna lagi bagi tubuh ke tubulus ginjal yang kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Beberapa bahan-bahan yang harus dilepaskan, diberikan kembali ke dalam urin melalui transpor aktif di dalam saluran-saluran ginjal. Yang termasuk bahan-bahan ini adalah ion hidrogen dan kalium, asam urat dan kreatinin, tetapi juga obat-obatan seperti penisilin2. BJ urin ditentukan oleh konsentrasi zat-zat

yang terlarut (hasil sekresi di tubulus) dalam urin dan jumlah air dalam urin. Semakin kecil perbandingan konsentrasi keduanya, maka BJ urin semakin besar.3

Kesimpulan : BJ urin pada sampel adalah normal. Tetapi Jumlah zat padat yang terdapat dalam sampel meningkat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh asupan makanan yang dikonsumsi oleh pasien.

3. pH Urin

Urin dapat bersifat asam, netral atau basa dengan pH antara 4,7 – 8,0. Tetapi urin yang dikumpulkan selama 24 jam biasanya bersifat asam. Urin yang diambil pada waktu-waktu tertentu mempunyai pH yang berbeda-beda. Beberapa waktu setelah makan, urin akan bersifat netral bahkan alkalis. Ini disebut alkaline tide. Bila dibiarkan untuk waktu lama, urin dapat mengalami ammoniacal fermentation

atau acid fermentation. Hal ini disebabkan oleh bakteri dan pH urin menjadi basa.

Prinsip : pH urin ditentukan dengan indikator universal, urin yang digunakan adalah urin 24 jam.

Hasil : pH urin = 5

2 Kuliah Biokimia Urin oleh dr. Syahrijuita, M.Kes, Sp.THT. 2011.

3 Price, Sylvia A. & Lorraine M.W. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :

(4)

Pembahasan : Salah satu fungsi utama tubulus proksimal dan tubulus distal ginjal adalah mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh4. pH urin

ditentukan oleh adanya metabolit-metabolit yang dihasilkan oleh nutrien ataupun kerusakan jaringan tubuh. Diet yang mengandung banyak protein hewani cenderung membentuk urin asam., sedangkan diet yang banyak mengandung sayur-sayuran lebih cenderung membuat urin basa. Urin yang terus meneruh bersifat asam dapat terjadi pada asidosis metabolik atau respiratorik dan pada pireksia (deman), sedangkan urin yang terus menerus bersifat basa, menyatakan adanya infeksi pada saluran kemih5.

Kesimpulan : pH urin pada sampel masih dalam batas normal.

4. Bau, Warna dan Kekeruhan

Urin yang baru dikeluarkan mempunyai bau yang khas. Bila urin mengalami dekomposisi, timbul bau amonia yang tidak enak. Pada penderita diabetes mellitus dengan ketosis maka urin akan berbau aseton.

Warna urin berbeda-beda sesuai dengan kepekatannya, tetapi dalam keadaan normal urin berwarna kuning muda. Warna terutama disebabkan oleh pigmen urokrom yang berwarna kuning & sejumlah kecil oleh urobilin & hematoporfirin.

Dalam keadaan demam karena pemekatan, warna urin berubah menjadi kuning tua atau agak coklat. Pada penyakit hati, pigmen empedu dapat menyebabkan urin menjadi hijau, coklat atau kuning tua. Darah/hemoglobin menyebabkan warna urin merah, sedangkan methemoglobin atau asam hemogenitisat menyebabkan warna urin coklat tua.

Urin normal biasanya jernih pada waktu dikeluarkan, tetapi bila dibiarkan dalam waktu lama akan timbul kekeruhan disebabkan oleh nukleoprotein, mukoid atau sel-sel epitel. Selain itu pada urin yang alkalis, kekeruhan dapat disebabkan oleh endapan fosfat sedangkan pada urin asam, biasanya disebabkan endapat asam urat.

Hasil : Bau = Amonia (pesing) : Warna = Kuning muda : Kekeruhan = Jernih

4 Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga, 2006.

5 Price, Sylvia A. & Lorraine M.W. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :

(5)

Pembahasan : Bau pesing yang timbul pada urin berasal dari amaniak yang teroksidasi saat bersentuhan dengan udara bebas. Warna urin dapat menunjukkan berbagai keadaan fisiologik maupun patologik yang terjadi dalam tubuh. Perubahan warna yang terjadi merupakan mekanisme kompensasi ginjal untuk menjaga homeostatis dan menjadi pertanda adanya gangguan fungsi ginjal (terutama pada proses filtrasi). Saat terjadi gangguan proses filtrasi, maka molekul-molekul berukuran besar seperti protein dan glukosa dapat menembus glomerulus dan akan muncul pada hasil akhir urin yang dapat mempengaruhi kejernihan maupun bau daru urin. Tekanan pada saluran kemih saat proses mikturisi dapat menyebabkan terlepasnya endotel pada saluran kemih dan muncul pada urin.6

Kesimpulan : Bau urin pada sampel adalah normal, ini terjadi akibat oksidasi amonia pada urin yang telah dibiarkan kontak dengan udara luar dalam waktu lama.

: Warna urin dan kekeruhan urin pada sampel masih normal. Warna urin yang kekuningan disebabkan karena adanya urokrom.

Percobaan 2 : Zat-zat fisiologik urin

1. Klorida

Klorida merupakan zat padat yang jumlahnya terbanyak kedua setelah urea dalam urin. Ekskresi melalui urin utamanya dalam bentuk NaCl sekitar 10-15 gr/24am tergantung intake. Dengan menentukan jumlah klorida, maka kita dapat menentukan jumlah NaCl yang diekskresikan melalui urin. Ekskresinya menurun pada perspirasi berlebihan, retensi natrium, radang ginjal menahun, diare dan sebagainya. Sedangkan pada insufisiensi korteks adrenal, ekskresinya akan bertambah.

Hasil : Terbentuk endapan putih pada tabung reaksi.

(6)

Pembahasan : Klorida merupakan ion yang jumlahnya paling banyak ditemukan pada urin normal7. Saat larutan urin + HNO

3 encer ditetesi larutan

AgNO3 2%, akan terbentuk perak klorida yang memberi gambaran

endapan putih.8

Kesimpulan : Terbentuknya endapan putih pada akhir reaksi menandakan adanya klorida dalam urin sampel.

2. Belerang

Dalam keadaan normal, 1 gram belerang dikeluarkan dalam 24 jam. Belerang adalah zat sisa metabolisme asam amino yang mengandung S, tiosulfat, tiosianat, sulfida dan sebagainya. Belerang yang diekskresi terdapat dalam 2 bentuk, yakni belerang yang tak teroksidasi (belerang netral) dan belerang yang teroksidasi (oxidized sulfur). Belerang teroksidasi ada 2 bentuk, yaitu sulfat anorganik dan sulfat eterial. Sulfat anorganik adalah bagian terbesar dari belerang teroksidasi. Sedangkan eterial yang terpenting dalam urin adalah indikan.

Indikan merupakan zat yang berasal dari pembusukan triptofan dalam usus atau di tempat lain dalam tubuh. Jumlah indikan yang diekskresi dalam urin kira-kira 10-24 mg/24jam. Ekskresi indikan meninggi pada beberapa keadaan seperti stagnansi usus, pembusukan dalam usus meningkat, dan pada pemecahan protein jaringan atau protein cairan tubuh (abses, gangren, emfisema dan sebagainya).

Hasil : Pada percobaan dengan metode tes obermeyer, terbentuk warna biru di dasar tabung reaksi.

Pembahasan : Pereaksi obermeyer (FeCl3 dalam HCl pekat) akan mengoksidasi gugus indoksil dan membentuk warna biru indigo yang larut dalam kloroform.9

(7)

Kesimpulan : Terbentuknya warna biru pada dasar tabung pada akhir reaksi menandakan adanya senyawa belerang dalam urin sampel.

3. Fosfat

Pada umumnya jumlah ekskresi fosfat melalui urin kira-kira 1,1 gram/24 jam. Sebagian besar dalam bentuk fosfat anorganik dan hanya 1-4% dalam bentuk fosfat organik. Jumlah fosfat meningkat pada beberapa penyakit, misalnya hiperparatiroidisme, pada beberapa penyakit tulang seperti osteomalasia, ricketsia dan sebagainya. Sedangkan ekskresi fosfat menurun pada hipoparatiroidisme, penyakit ginjal, kehamilan dan lain-lain.

Hasil : Terbentuk warna biru pada akhir reaksi di tabung reaksi.

Pembahasan : Pada urin normal, terdapat senyawa fosfat organik. Reaksi urin pada percobaan uji fosfat akan memberikan warna biru saat direaksikan dengan larutan ferosulfat spesial.10

Kesimpulan : Terbentuknya warna biru pada akhir reaksi menandakan adanya senyawa fosfat dalam urin sampel.

4. Amonia

Amonia merupakan hasil akhir metabolisme protein yang mengandung N. ini merupakan kedua yang terpenting setekah urea. Dalam urin, amonia terdapat dalam bentuk garam amonium dan jumlahnya kira-kira 0,7 gram/24 jam atau 2,5-4,5 % dari nitrogen total /24 jam.

Hasil : Warna kertas lakmus berubah menjadi biru

(8)

Pembahasan : Reaksi amonia dengan natrium hidroksida akan menghasilkan senyawa alkali yang bersifat basa sehingga dapat merubah warna kertas lakmus menjadi biru. Pemanasan dilakukan untuk memberi energi guna membantu terjadinya reaksi kimia.

Kesimpulan : Perubahan warna kertas lakmus menjadi biru menandakan adanya senyawa basa, yaitu amonia pada akhir reaksi dalam urin sampel.

Percobaan 3 : Sisa-sisa metabolisme

1. Urea

Urea merupakan komponen terbanyak zat padat dalam urin. Urea merupakan sisa metabolisme asam amino. Biosintesis urea dari asam amino terjadi dalam 4 tahap, yaitu :

1. Transaminasi 2. Deaminasi oksidatif 3. Pengangkutan amonia 4. Reaksi pada siklus urea

(9)

Ekskresi urea dalam urin jumlahnya sangat dipengaruhi oleh 3 hal, yakni intake makanan berprotein tinggi. Metabolisme protein dalam tubuh dan kemampuan ginjal dalam filtrasi dan reabsorpsi urea. Pada penderita gagal ginjal dimana terjadi gangguan filtrasi urea akan menyebabkan terjadinya peninggian urea dalam darah disebut uremia.

Hasil : Kadar urea pada sampel serum = Absorban sampel

Absorban standar x 40 mg/dl

= 0.057

0.045 x 40 = 50,667 mg/dl Nilai rujukan = 10 – 50 mg/dl

Pembahasan : Urea dihidrolisis oleh adanya air dan urease menjadi amonia dan karbondioksida. Dalam reaksi berthelot ion amonium bereaksi dengan bereaksi dengan hipoklorit dan salisilat untuk membentuk zat warna yang dihasilkan (turunan indophenol) dapat diperkuat dengan menambahkan sejumlah kecil natrium nitroprussid. Intensitas warna sebanding dengan kadar urea diukur secara fotometrik. Kadar urea yang meningkat pada urin dan darah dapat disebabkan karena intake protein yang berlebihan.

Urea+H2O−(urease)2NH4+¿++CO3

2−¿¿

¿

(10)

2. Asam Urat

Asam urat dibentuk dari pemecahan purin dan dengan sintesis langsung dari 5-fosforibosil pirofosfat (5-PRPP) dan glutamin. Kadar asam urat darah normal pada manusia adalah sekitar 4 mg/dl (0,24 mmol/l). Pada manusia, asam urat diekskresi melalui urin, tetapi pada mamalia yang lain, asam urat dioksidasi menjadi allantoin sebelum diekskresi.

Ekskresi asam urat melalui urin jumlahnya dipengaruhi oleh intake makanan sehingga kurang tepat dalam mengekspresikan laju filtrasi glomerulus. Dalam urin, asam urat dapat membentuk kristal yang mengendap dan menyebabkan batu ginjal. Peningkatan asam urat dalam darah (hiperurisemia) dan urin terjadi pada peningkatan intake makanan kaya purin yang meningkat pada penderita anemia hemolitik dan kanker dan penderita penyakit sendi. Hiperurisemia juga terjadi pada penderita gagal ginjal.

Hasil : Kadar asam urat pada sampel serum = Absorban standarAbsorban sampel x 8 mg/dl

= 0.105

0.136 x 8 = 6,176 mg/dl

Nilai rujukan = Laki-laki = 3,4 – 7 mg/dl & Perempuan = 2,4-5,7 mg/dl

(11)

konsumsi tinggi purin dapat menyebabkan hiperurisemia. Asam urat sangat mudah membentuk kristal dan kristal tersebut banyak ditemukan pada persendian

Kesimpulan : Kadar asam urat pada serum sampel masih dalam kadar normal. 3. Kreatinin

Kreatinin disintesis di dalam hati dari asam amino methionin, glisin dan arginin. Dalam otot rangka, kreatinin difosforilasi menjadi fosforil kreatinin yang merupakan simpanan energi penting untuk sintesis ATP. Kreatinin di dalam urin dibentuk dari fosforilkreatinin. Kreatinin tidak dikonversi secara langsung menjadi kreatinin.

Kecepatan ekskresi kreatinin relatif konstan setiap hari, jumlahnya tidak dipengaruhi oleh intake makanan dan tidak direabsorbsi oleh ginjal. Hal ini memungkinkan ekskresi kreatinin menunjukkan kemampuan laju filtrasi glomerulus yang dinyatakan sebagai kreatinin klirens.

Hasil : Kadar kreatinin pada sampel serum = Asp2−Asp1

Ast2−Ast1 x 2 mg/dl

= 0,710.85−0,70

−0,75 x 2 = 0,2 mg/dl

Nilai rujukan = Laki-laki (<50 tahun) = < 1,3 mg/dl (>50 tahun) = < 1,4 mg/dl

Perempuan = < 1,1 mg/dl

(12)

dapat digunakan sebagai indikator penentuan gagal ginjal dan derajat keparahan gagal ginjal.11

Kesimpulan : Kreatinin serum sampel meningkat. Hal ini dapat terjadi karena pasien memiliki massa otot yang banyak ataupun terjadi gagal ginjal stadium awal pada pasien.

(13)

Percobaan 3 : Zat-zat patologik Urin 1. Glukosa

Pada keadaan normal, tidak lebih dari 1 gram glukosa diekskresikan dalam 24 jam. Bila kadar glukosa dalam urin tinggi disebut glukosuria.

Pada keadaan fisiologik glukosuria dapat terjadi setelah makan banyak karbohidrat (alimentary glucosuria).Sedangkan, pada keadaan patologik glukosauria dapat disebabkan oleh :

- Ambang ginjal untuk glukosa menurun. Pada keadaan ini, gula darah dalam batas-batas normal. Hal ini terjadi pada beberapa kelainan ginjal dan disebut renal diabetes.

- Gangguan metabolism karbohidrat ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat sehingga ambang ginjal dilampaui dan glukosa dikeluarkan ke dalam urin. Misalnya, terdapat pada penyakit diabetes mellitus, hipopituitarisme dan hiperadrenalime.

Tujuan : Memeriksa kadar gula dalam urine secara semikuantitatif

Dasar : Dalam suasana alkalis ion kupri akan direduksi menjadi kuprooksida oleh gula yang memiliki gugus aldehide atau keton bebas. Kuprooksida yang terbentuk bersifat tidan larut dan berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sebanding dengan kadar gula yang terdapat dalam urine.

Alat dan Bahan : -4 Tetes urin -Penangas air

- 2,5 ml benedict -Air

Hasil Percobaan :

(14)

Pembahasan : Pemeriksaan glukosa dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens pita. Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi cupro. Dengancara reduksi mungkin didapati hasil positip palsu pada urin yang mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/ dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl. Juga cara ini lebih spesifik untuk glukosa, karena gula lain seperti galaktosa, laktosa, fruktosa dan pentosa tidak bereaksi. Dengan cara enzimatik mungkin didapatkan hasil negatip palsu pada urin yang mengandung kadar vitamin C melebihi 75 mg/dl atau benda keton melebihi 40 mg/dl. Pada orang normal tidak didapati glukosa dalam urin. Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kepasitas maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa seperti pada diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi12.13

Interpretasi :

Kesimpulan : Dari hasil percobaan zat patologik urin ( glukosa ) sampel di atas, setelah dipanaskan selama 1 menit terbentuk warna biru pada urin smapel. Hal ini menunjukkan pada urine sampel tersebut, tidak didapatkan glukosa dalam urin. Hasil negative.

2. Zat-zat Keton

12dr. R. Wirawan, dr. S. Immanuel, dr. R. Dharma. Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin. Cermin Dunia

Kedokteran No.30.

(15)

Yang termasuk zat-zat keton ialah asam asetoasetat, B-hidrtoksibutirat dan aseton. Zat-zat ini merupakan zat antara pada pemecahan asam lemak di dalam hati dan selanjutnya mengalami pemecahan pada jaringan ekstrahepatik. Pada beberapa keadaan patologik, terjadi penimbunan zat-zat keton dalam darah (ketonemia) dan dikeluarkan melalui urin dalam jumlah besar (ketonuria). Keadaan ini disebut ketosis.

Alat dan Bahan :

- 5 ml urin - 1-2 ml ammonium hidroksida pekat

- Kristal Amonium sulfat - Tabung reaksi

- 2-3 tetes Na-nitroprussid 5% - Pipet

Hasil Percobaan :

(16)

dalam jumlah yang tinggi. Hal ini terjadi sebelum kadar benda keton dalam serum meningkat14.

Kesimpulan : Dari hasil percobaan zat patologik urin ( zat-zat keton ) sampel di atas, setelah dipanaskan selama 1 menit terbentuk warna ungu pada urin sampel tetapi tidak seluruh urin berubah menjadi ungu. Hal ini menunjukkan pada urine sampel tersebut, terdapat zat-zat keton pada urin. Hasil tes positif.

3. Protein

Dalam keadaan normal, tidak lebioh dari 30-200 mg protein diekskresi dalam 24 jam. Yang dimaksud dengan proteinuria ialah terdapatnya protein dalam jumlah yang abnormal dalam urin. Urin normal tidak member hasil positif dengan tes-tes terhadap protein yang bisa dikerjakan.

Alat dan Bahan : -2 ml urin -Tabung reaksi

-4 tetes asam sulfosalisilat 10% -Pipet

Hasil :

Rujukan : Kekeruhan atau presipitat menunjukkan adanya albumin atau globulin

Pembahasan : Klsaifikasi protein berdasarkan kelarutannya antara lain albumin, globulin, protamin, histon dan skleroprotein. Albumin larut dalam air dan larutan garam tanpa asam amino khusus. Dari tiga kelompok protein plasma, albumin terdapat dalam konsentrasi massa paling tinggi. Albumin juga memiliki berat molekul rendah, sehingga albumin merupakan kontributor tersbesar untuk tekanan osmotik koloid intravaskuler. Selain itu, albumin juga bekerja sebagai molekul pengangkut untuk bilirubin, asam lemak, unsure runutan dan

(17)

banyak obat-obatan. Pengaruh utama dari konsentrasi albumin serum yang rendah (hipoalbuminemia), yang sering terjadi pada penyakit hati dan ginjal, adalah edeam jaringan lunak siebabkan tekanan osmotic koloid intravaskuler yang menurun15.

Kesimpulan : Dari hasil percobaan zat patologik urin ( protein ) sampel di atas, terbentuk kekeruhan pada urin sampel. Hal ini menunjukkan pada urine sampel tersebut terdapat albumin dan globulin. Hasil tes positif

4. Darah

Bila dalam urin terdapat darah, keadaan ini disebut hematuria atau hemoglobinuria. Hematuria terjadi karena darah masuk ke dalam urin, Sedangkan hemoglobinuria terjadi karena hemolisis sehingga hemoglobin dibebaskan.Darah dapat kita periksa secara mikroskopis atau kimia. Secara kimia yaitu dengan tes yang kita kenal sebagai benzidin test/ orthotoluidine test atau dapat pula dengan menggunakan tes guaiak.

-2 ml urin (tidak dimasak) -Tabung reaksi

-3 ml reagen guaiak 1% -Pipet

-1 ml reagen H2O2 3%

Hasil : Rujukan : Warna merah yang terbentuk menunjukkan hasil positif.

15

(18)

Pembahasan : Eritrosit atau leukosit didalam sedimen urin mungkin terdapat dalam urin wanita yang haid atau berasal dari saluran kernih. Dalam keadaan normal tidak dijumpai eritrosit dalam sedimen urin, sedangkan leukosit hanya terdapat 0 -- 5/LPK dan pada wanita dapat pula karena kontaminasi dari genitalia. Adanya eritrosit dalam urin disebut hematuria. Hematuria dapat disebabkan oleh perdarahan dalam saluran kemih, seperti infark ginjal, nephrolithiasis, infeksi saluran kemih dan pada penyakit dengan diatesa hemoragik. Terdapatnya leukosit dalam jumlah banyak di urin disebut piuria. Keadaan ini sering dijumpai pada infeksi saluran kemih atau kontamina si dengan sekret vagina pada penderita dengan fluor albus16.

Interpretasi :

Hematuria : radang dan kerusakan ginjal dan saluran kemih.

Hemoglobinuria : Ini dapat terjadi pada penyakit malaria, reaksi transfuse atau kongenital.

Kesimpulan : Dari hasil percobaan zat patologik urin ( Darah ) sampel di atas, sebelum dan setelah dipanaskan terbentuk warna merah pada urin. Hal ini menunjukkan pada urine sampel tersebut,terdapat darah pada urin . Hasil tes percobaan tersebut Positif.

5. Bilirubin

Bilirubin normalnya tidak terdapat dalam urin. Pada keadaan-keadaan patologik seperti hepatitis dan batu empedu maka bilirubin akan meninggi kadarnya di dalam dan kemudian akan diekskresikan melalui urin.

Alat dan Bahan : - 5 ml urin - Kertas saring

- 3 ml BaCl2 10% - Pipet

- 2-3 tetes reagen Fouchet -Tabung reaksi

Hasil Percobaan : Rujukan : Warna hijau menandakan bilirubin positif

(19)

Pembahasan : Bilirubin adalah produk perombakan hemoglobin (zat warna merah darah) oleh sel-sel retikuloendotel yang tersebar diseluruh tubuh. Bilirubin semula bersifat tidak larut air, kemudian oleh hati dikonjugasi sehingga larut dalam air. Selanjutnya, bakteri-bakteri dalam usus akan mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Karena proses oksidasi, urobilinogen berubah menjadi urobilin, suatu zat yang memberi warna yang khas pada urin. Dalam keadaan normal, bilirubin tidak ada dalam urin. Adanya bilirubin dalam urin menggambarkan kerusakan sel hati atau sumbatan saluran empedu. Peningkatan urobilinogen dalam urin menggambarkan adanya kerusakan sel hati atau peningkatan perombakan hemoglobin. Sedangkan pada sumbatan saluran empedu, urobilin tidak dijumpai dalam urin17.

Kesimpulan : Dari hasil percobaan zat patologik urin (Bilirubin) sampel di atas, Terbentuk warna kuning kehijauan pada urin. Hal ini menunjukkan pada urine sampel tersebut,tidak terdapat bilirubin dalam urin . Hasil tes percobaan tersebut Negatif.

Referensi

Dokumen terkait