• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI - Digital Watermarking pada File Audio Menggunakan Metode Least Significant Bit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI - Digital Watermarking pada File Audio Menggunakan Metode Least Significant Bit"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pendahuluan

Dengan perkembangan komputer digital dan perangkat- perangkat lainnya yang serba digital, telah membuat data digital banyak digunakan. Ada beberapa faktor yang membuat data digital (seperti audio, citra, video, dan text) banyak digunakan, antara lain:

1.Mudah diduplikasi dan hasilnya sama dengan aslinya.

2.Murah untuk penduplikasian dan penyimpanan.

3.Mudah disimpan untuk kemudian diolah atau diproses lebih lanjut.

4.Mudah didistribusikan, baik dengan media disk maupun melalui jaringan seperti Internet.

Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi Internet yang dapat menyajikan dan

mempersatukan berbagai jenis data digital, data-data digital tersebut semakin banyak digunakan untuk membentuk suatu sistem multimedia. Dengan adanya Internet sebagai sistem jaringan terluas di dunia yang menghubungkan hampir seluruh komputer- komputer dunia, membuat semua komputer di dunia ini semakin mudah untuk bertukar data. Dalam “Dunia Maya” ini, hampir segala jenis informasi dapat diperoleh, yang dibutuhkan hanyalah sebuah komputer yang terhubung dengan internet ini. Seiring dengan semakin banyaknya pemakaian data digital, maka proses pengolahan data digital juga semakin berkembang. Berbagai jenis metoda pengolahan digital untuk berbagai

(2)

jenis data digital sudah tersedia saat ini. Salah satu jenis pengolahan data digital untuk berbagai data digital yang akan dibicarakan disini adalah watermarking.

Dari Steganography (Ilmu yang mempelajari bagaimana menyembunyikan suatu data pada data yang lain), dalam mempelajari teknik-teknik bagaimana penyimpanan suatu data (digital) ke dalam data host digital yang lain. Istilah host digunakan untuk data / sinyal digital yang ditumpangi.

2.2. Pengertian Watermarking

Watermarking merupakan suatu bentuk aplikasi dari Steganography yang merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana menyembunyikan suatu data pada data yang lain. Watermarking ini agak berbeda dengan tanda air pada uang kertas. Tanda air pada uang kertas masih dapat dilihat oleh mata telanjang manusia (pada posisi kertas tertentu) tetapi watermarking pada media digital disini dimaksudkan agar tidak akan dirasakan kehadirannya oleh manusia tanpa alat bantu mesin pengolah digital seperti komputer dan sejenisnya.

Steganography berbeda dengan cryptography, letak perbedaannya adalah hasil keluarannya. Hasil dari cryptography biasanya berupa data yang berbeda dari bentuk aslinya dan biasanya datanya seolah-olah berantakan (tetapi dapat dikembalikan ke bentuk semula) sedangkan hasil keluaran dari steganography ini memiliki bentuk persepsi yang sama dengan bentuk aslinya, tentunya persepsi disini oleh indera manusia, tetapi tidak oleh komputer atau perangkat pengolah digital lainnya. Watermarking ini memanfaatkan kekurangan-kekurangan sistem indera manusia seperti mata dan telinga. Dengan adanya kekurangan inilah, metoda

watermarking ini dapat diterapkan pada berbagai media digital. Jadi watermarking merupakan suatu cara untuk penyembunyian atau penanaman data/informasi tertentu (baik hanya berupa catatan umum maupun rahasia) ke dalam suatu data digital lainnya, tetapi tidak diketahui kehadirannya oleh indera manusia (indera penglihatan atau indera pendengaran), dan mampu menghadapi proses-proses pengolahan sinyal digital sampai pada tahap tertentu.

(3)

Gambar 2.1. Teknologi Watermarking Pada Sebuah Citra [11]

2.3. Aplikasi Watermarking

Watermarkig sebagai suatu teknik penyembunyian data pada data digital lain dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan seperti:

1.Tamper-proofing; watermarking digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasikan atau alat indikator yang menunjukkan data digital (host) telah mengalami perubahan dari aslinya.

2.Feature location; menggunakan metoda watermarking sebagai alat untuk identifikasikan isi dari data digital pada lokasi-lokasi tertentu, seperti contohnya penamaan objek tertentu dari beberapa objek yang lain pada suatu citra digital.

3.Annotation/caption; watermarking hanya digunakan sebagai keterangan tentang data digital itu sendiri.

4.Copyright-Labeling; watermarking dapat digunakan sebagai metode untuk penyembunyikan label hak cipta pada data digital sebagai bukti otentik kepemilikan karya digital tersebut.

Semua aplikasi dari watermarking tersebut, menuntut hal-hal (parameter) yang berbeda dari penerapan metode watermarking. Parameter-parameter yang perlu diperhatikan dalam penerapan metode watermarking yaitu:

1. Jumlah data (bitrate) yang akan disembunyikan.

2. Ketahanan (robustness) terhadap proses pengolahan sinyal. 3. Invisible (tidak tampak) oleh indera manusia

(4)

Terdapat suatu trade-off diantara kedua parameter (bitrate dan robustness) tersebut dengan invisible (tidak tampak). Bila diinginkan robustness yang tinggi maka bitrate akan menjadi rendah, sedangkan akan semakin visible, dan sebaliknya semakin invisible maka robustness akan menurun. Jadi harus dipilih nilai-nilai dari parameter tersebut agar memberikan hasil yang sesuai dengan kita inginkan (sesuai dengan aplikasi) [13].

Hubungan invisibility dengan robustness dapat diterangkan sebagai berikut: misalkan suatu data asli diubah (ditambah atau dikurangi) sesedikit mungkin dengan maksud memberikan efek invisible yang semakin tinggi, maka dengan adanya sedikit proses pengolahan digital saja, perubahan tadi akan berubah/hilang. Dengan demikian dikatakan robustness rendah, tetapi invisibility tinggi.

Ada beberapa kriteria yang perlu dipenuhi dalam digital watermarking, yaitu:

1. Robustness, yaitu ketahanan watermark terhadap manipulasi yang dilakukan pada arsip penampungnya.

2. Fidelity, yaitu perbandingan antara kualitas arsip penampung setelah penyisipan watermark dengan kualitas arsip semula. Pada penyisipan yang baik, perubahannya tidak dapat dikenali oleh manusia.

3. Recovery, yaitu pengungkapan terhadap data yang disembunyikan. Watermark yang disisipkan harus dapat diambil kembali.

4. Security, yaitu keamanan watermark. Watermark tidak boleh terdeteksi oleh pihak lain, sekalipun algoritma penyisipannya bersifat publik.

Watermarking dalam penerapannya terhadap data digital, dapat diterapkan pada berbagai domain. Maksudnya penerapan watermarking pada data digital seperti text, citra, video dan audio, dilakukan langsung pada jenis data digital tersebut (misalnya untuk citra dan video pada domain spasial, dan audio pada domain waktu) atau terlebih dahulu dilakukan transformasi ke dalam domain yang lain. Penerapan watermarking pada berbagai domain dengan berbagai transformasi turut mempengaruhi berbagai parameter penting dalam watermarking (bitrate, invisible, dan robustness).

(5)

2.4. Watermarking untuk Pelabelan Hak Cipta (HAKI) di Indonesia

Masalah Hak Cipta dari dahulu sudah menjadi hal yang utama dalam segala ciptaan manusia, ini digunakan untuk menjaga originalitas atau kreatifitas pembuat akan hasil karyanya. Hak cipta terhadap data digital sampai saat ini belum terdapat suatu mekanisme atau cara yang handal dan efisien, dikarenakan adanya berbagai faktor-faktor tadi (faktor-faktor yang membuat data digital banyak digunakan).

Sejak tanggal 1 Januari 2000 Indonesia dan negara anggota World Trade Organization (WTO) telah menerapkan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Indonesia juga termasuk salah satu negara penanda tangan persetujuan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pada tahun 1994.

Namun demikian, di Indonesia tetap saja banyak beredar barang-barang bajakan, berupa

compact disc (baik berisi program aplikasi kantor, permainan, lagu, film, dan sebagainya), kaset audio, dan media elektronik lain. Barang-barang bajakan ini telah banyak digunakan sebagai media pendistribusi yang berisi informasi, khususnya yang diperoleh dari penyadapan saluran komunikasi data melalui internet menggunakan WWW (World wide web). Jika Indonesia mampu memberikan solusi teknik digital watermarking yang dapat diandalkan, maka tentunya akan dapat memulihkan nama Indonesia yang sudah terkenal sebagai ‘sarang’ barang bajakan. Beberapa cara yang pernah dilakukan oleh orang-orang untuk mengatasi masalah pelabelan hak cipta pada data digital, antara lain:

1.Hearder Marking

Pencipta memberikan keterangan atau informasi hak cipta pada header dari suatu data digital. Kelemahan :

Ada beberapa software, seperti Hex Editor dan sejenisnya, yang dapat digunakan untuk membuka dokumen yang berisi data digital tersebut (dalam bentuk kode heksadesimal), kemudian menghapus informasi yang berkaitan dengan hak cipta dan sejenisnya yang terdapat di dalam header dokumen tersebut.

(6)

2.Visible Marking

Pencipta memberikan tanda atau simbol hak cipta pada dokumen digital secara eksplisit (terlihat oleh pengamatan manusia).

Kelemahan :

Sama seperti kondisi sebelumnya, dengan tersedianya software untuk image processing, maka dengan sedikit ketrampilan dan kesabaran untuk memanipulasi citra digital, tanda atau simbol tersebut dapat dihilangkan dari data digitalnya.

Gambar 2.2. Penghilangan Label Hak Cipta 3.Encryption

Pencipta mengkodekan data digital ke dalam bentuk representasi lain yang berbeda dengan aslinya, dan untuk mengembalikan ke kondisi semula diperlukan sebuah kunci rahasia tertentu. Kelemahan :

Kunci rahasia tersebut dapat berupa kunci publik maupun kunci privat. Pemegang kunci publik adalah suatu badan yang dipercaya oleh masyarakat umum (Key Distribution System / KDS). Jika informasi yang disimpan oleh KDS bocor, maka penyebaran data digital secara ilegal dapat dengan mudah dilakukan.

4.Copy Protection

Pencipta memberikan proteksi pada dokumen digital miliknya dengan membatasi akses pengguna sedemikian rupa sehingga data digital tersebut tidak dapat diduplikasi.

(7)

Kelemahan :

Sampai saat ini, proteksi dilakukan secara hardware, namun dengan adanya Internet, proteksi secara hardware menjadi tidak lagi bermanfaat.

Dengan demikian, kita memerlukan suatu cara untuk mengatasi hal yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta ini, yang memiliki sifat-sifat seperti:

1. Invisible atau inaudible; Tidak tampak (untuk data digital seperti citra, video, text) atau tidak kedengaran (untuk jenis audio) oleh pihak lain dengan menggunakan panca indera kita (dalam hal ini terutama mata dan telinga manusia).

2. Robustness; Tidak mudah dihapus/diubah secara langsung oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan tidak mudah terhapus/terubah dengan adanya proses pengolahan sinyal digital, seperti kompresi, filter, pemotongan dan sebagainya.

3. Trackable; Tidak menghambat proses penduplikasian tetapi penyebaran data digital tersebut tetap dapat dikendalikan dan diketahui.

Teknik watermarking tampaknya memiliki ketiga sifat-sifat di atas, karena faktor-faktor invisibility dan robustness dapat kita atur, dan data yang terwatermark dapat diduplikasi seperti layaknya data digital. Watermarking sebagai metode untuk pelabelan hak cipta dituntut

memiliki berbagai kriteria ideal agar memberikan unjuk kerja yang bagus. Label Hak Cipta yang unik mengandung informasi pembuatan, seperti nama, tanggal, dst, atau sebuah kode hak cipta seperti halnya ISBN (International Standard for Book Notation) pada buku-buku. Data terlabel tidak dapat diubah atau dihapus (robustness) secara langsung oleh orang lain atau dengan menggunakan software pengolahan sinyal sampai tingkatan tertentu. Pelabelan yang lebih dari satu kali dapat merusak data digital aslinya, supaya orang lain tidak dapat melakukan pelabelan berulang terhadap data yang telah dilabel dari berbagai penelitian yang sudah

dilakukan belum ada suatu metoda watermarking ideal yang bisa tahan terhadap semua proses pengolahan digital yang mungkin. Biasanya masing-masing penelitian menfokuskan pada hal–hal tertentu yang dianggap penting. Penelitian dibidang

(8)

watermarking ini masih terbuka luas dan semakin menarik, salah satunya karena belum ada suatu standar yang digunakan sebagai alat penanganan masalah hak cipta ini.

Sistem watermarking terdapat 3 sub-bagian yang membentuknya yaitu: 1. Penghasil Label Watermark

2. Proses penyembunyian Label

3. Menghasilkan kembali Label Watermark dari data yang terwatermark.

Gambar 2.3. Proses Watermark Dan Menghasilkan Kembali Label Watermark

Pada gambar di atas digunakan untuk mencegah penghapusan secara langsung watermark oleh pihak tak bertanggung jawab, dengan menggunakan metode enkripsi yang sudah ada.

Sedangkan ketahanan terhadap proses-proses pengolahan lainnya, itu tergantung pada metoda watermarking yang digunakan. Tetapi dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan belum ada suatu metode watermarking ideal yang bisa tahan terhadap semua proses pengolahan digital yang mungkin. Biasanya masing-masing penelitian menfokuskan pada hal-hal tertentu yang dianggap penting.

Terdapat kontraversi antara beberapa penelitian mengenai masalah:

(9)

1. Label Watermark; Label harus panjang atau hanya memberitahu ada tidaknya watermark pada data digital yang terwatermark. Maksudnya bila label yang panjang, maka kita dapat mendapatkan informasi tambahan dari data yang terwatermark tersebut, sedangkan sebaliknya hanya diperoleh ada tidaknya (ada atau tidak saja) watermark dalam data terwatermark. 2. Cara menghasilkan kembali (ekstrasi atau verifikasi) label watermark tersebut apakah diperlukan data digital aslinya, atau tidak. Dari hasil penelitian memberikan hasil bahwa verifikasi dengan menggunakan data aslinya akan memberikan performansi yang lebih baik dibandingkan dengan cara yang tanpa menggunakan data asli. Dan cara ini dapat digunakan untuk menangani masalah pengakuan kepemilikan oleh beberapa orang. Label watermark adalah sesuatu data/informasi yang akan kita masukkan ke dalam data digital yang ingin diwatermark.

Ada 2 jenis label yang dapat digunakan :

1. Text biasa; Label watermark dari text biasanya menggunakan nilai-nilai ASCII dari

masing-masing karakter dalam text yang kemudian dipecahkan atas bit-per-bit, kelemahan dari label ini adalah, kesalahan pada satu bit saja akan menghasilkan hasil yang berbeda dengan text sebenarnya.

2. Logo atau Citra atau Suara; Berbeda dengan text, kesalahan pada beberapa bit masih dapat memberikan persepsi yang sama dengan aslinya oleh pendengaran maupun penglihatan kita, tetapi kerugiannya adalah jumlah data yang cukup besar

2.5. Watermarking pada Citra Digital

Terdapat banyak metode watermarking untuk citra digital yang sudah diteliti. Ada yang bekerja pada domain spasial atau waktu, dan ada yang mengalami transformasi terlebih dahulu (seperti DCT, FFT, dsb) misalnya ke domain frekuensi. Bahkan ada yang menerapkan

teknologi-teknologi lain seperti fraktal, spread spectrum untuk telekomunikasi dan sebagianya.

(10)

Gambar 2.4. Proses Watermarking Pada Sebuah Citra Digital [5]

Beberapa metode yang pernah diteliti, diantaranya adalah: 1.LSB (Least Significant Bit) Coding

Metoda ini merupakan metoda yang paling sederhana tetapi yang paling tidak tahan terhadap segala proses yang dapat mengubah nilai-nilai intensitas pada citra. Metode ini akan mengubah nilai LSB (Least Significant Bit) komponen luminansi atau warna menjadi bit yang bersesuai dengan bit label yang akan disembunyikan. Memang metode ini akan menghasilkan citra rekontruksi yang sangat mirip dengan aslinya, karena hanya mengubah nilai bit terakhir dari data. Tetapi sayang tidak tahan terhadap proses-proses yang dapat mengubah data citra terutama kompresi JPEG (Joint Picture Exchange Graphics). Metoda ini paling mudah diserang, karena bila orang lain tahu maka tinggal membalikkan nilai dari LSB-nya maka data label akan hilang seluruhnya.

(11)

Gambar 2.5. Blok Diagram Dari Sistem Watermarking [11]

2.Secure Spread Spectrum Watermarking for Multimedia

Metode yang diperkenalkan oleh Ingemar J. Cox dkk ini didasarkan pada domain frekuensi, dengan menanamkan sejumlah urutan bilangan real sepanjang n pada citra N x N dengan menghitung/mentransformasikan terlebih dahulu menjadi koefisien DCT N x N. Bilangan tersebut ditanamkan pada n koefisien DCT yang paling penting/besar, tidak termasuk komponen DC.

(12)

Gambar 2.6.a. Penyisipan Watermark Gambar 2.6.b Encoding/Decoding [12]

3.Patchwork

Metoda ini diusulkan oleh Bender et al. Metoda ini menanamkan label 1 bit pada citra digital dengan menggunakan pendekatan statistik. Dalam metoda ini, sebanyak n pasang titik (ai ,bi)

pada citra dipilih secara acak. Brightness dari ai dinaikkan 1 (satu) dan brightness dari pasangannya bi diturunkan satu. Nilai harapan dari jumlah perbedaan n pasang titik tersebut adalah 2n. Ketahanan metode ini terhadap kompresi JPEG dengan parameter kualitas 75%, maka label tetap dapat dibaca dengan probabilitas kebenaran sebesar 85%.

(13)

Gambar 2.7. Single Iteration Metode Patchwork

Dua patch dipilih secara pseudorandom, yang pertama A, yang kedua B. Data image dalam patch A diterangi sedang data dalam patch B digelapkan. Statistik unik ini menandai adanya ketidakhadiran atau kehadiran suatu tandatangan. Patchwork tidak terikat pada content/isi host image.

4. Pitas & Kaskalis

Mengusulkan metode yang hampir sama dengan metoda yang diusulkan oleh Bender. Metode ini membagi sebuah citra atas dua bagian (subsets) sama besar (misalnya dengan menggunakan random generator) atau dengan sebuah digital signature S yang merupakan pola biner dengan ukuran N x M dimana jumlah biner "1" (satu) sama dengan jumlah biner "0" (nol). Kemudian salah satu subset ditambahkan dengan faktor k (bulat positif). Faktor k diperoleh dari

perhitungan variansi dari kedua subset. Verifikasi dilakukan dengan menghitung perbedaan rata-rata antara kedua subset. Nilai yang diharapkan adalah k bila ada label yang ditanamkan. Metode ini hanya tahan terhadap kompresi JPEG dengan ratio 4:1 (faktor kualitas kira-kira lebih dari 90%)

5. Caroni

(14)

Mengusulkan metode penyembunyian sejumlah bit label pada komponen luminansi dari citra dengan membagi atas blok-blok, kemudian setiap pixel dari satu blok akan dinaikan dengan faktor tertentu bila ingin menanamkan bit '1', dan nilai-nilai pixel dari blok akan dibiarkan bila akan menanamkan bit '0'. Untuk mendapatkan labelnya kembali, maka brightness setiap titik dari citra yang terlabel akan dikurangkan dengan citra asli. Jika rata-rata dari satu blok pixel melewati suatu nilai (threshold) tertentu, maka akan dinyatakan sebagai bit '1', bila tidak maka dinyatakan sebagai bit '0'. Setelah mengalami kompresi JPEG, metode ini dapat tahan terhadap faktor kualitas sebesar 30%.

6. Metoda Cox

Menanamkan sejumlah urutan bilangan real sepanjang n pada citra N x N dengan

mentransformasikan terlebih dahulu menjadi koefisien DCT Nx N. Bilangan real tersebut ditanamkan pada n koefisien DCT yang paling besar, tidak termasuk komponen DC-nya. Verifikasi menggunakan citra asli dikurangi dengan citra terwatermark.

7. Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code (RSPPMC)

Yang diusulkan oleh Zhao & Koch, bekerja pada domain DCT seperti metoda Cox. Berbeda dengan metoda Cox, metoda ini berdasarkan prinsip format citra JPEG, membagi citra menjadi blok-blok 8 x 8 dan kemudian dilakukan transforamsi DCT, kemudian menggunakan prinsip spread spectrum (metoda frequency hopped) dan RSPPMC (Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code), koefisien-koefisien DCT tersebut diubah sedemikian rupa sehingga akan mengandung informasi 1 bit dari label, seperti dipilih tiga koefisien untuk disesuaikan dengan bit label yang ingin ditanamkan. Contohnya untuk menanamkan bit '1' ke dalam suatu blok koefisien DCT 8 x 8, koefisien ketiga dari ketiga koefisien yang terpilih harus diubah sedemikian rupa sehingga lebih kecil dari kedua koefisien lainnya.

8. Improved Spread Spectrum : A new modulation technique for robust watermarking.

(15)

Metode ini diusulkan oleh Henrique S. Malvar, memperkenalkan teknik yang disebut Improved Spread Spectrum (ISS), meningkatkan metode yang telah diperkenalkan oleh Ingemar J. Cox. Dalam prakteknya memindahkan signal yang menjadi sumber inteferensi, untuk menghasilkan peningkatan kualitas dari proses watermarking. Dari hasil yang didapatkan metode ini memiliki karakteristik yang lebih robust dari metode Spread Spectrum yang sudah pernah dilakukan. 9. Data Hiding for Copyright Protection of Still Images

Metode ini diusulkan oleh J.R. Hernandez, Signal Host Source Encoder bersesuaian dengan citra yang akan di-watermark. Sumber informasi yang disembunyikan membangkitkan suatu pesan yang mengidentifikasi kedua-duanya issuer dan penerima host data, dan secara bebas pilih informasi tambahan. Pesan ini kemudian dipetakan ke suatu bentuk gelombang yang dimodulasi yang ditambahkan pada citra. Salah satu tujuan dari skema watermark ini adalah untuk membuatya sulit untuk ditebak pemetaan yang tepat antara informasi dan bentuk gelombang yang dimodulasi. Untuk maksud ini proses modulasi mempunyai suatu kunci rahasia K sebagai salah satu parameter.

Pada model ini perubahan bentuk oleh citra selama distribusi dan hak pemakaian oleh penerima yang diharapkan, citrayang dikirimkan dapat diinterupsi dan digerakkan oleh suatu agen yang tidak sah atau bahkan oleh penerima yang diharapkan yang menghapus atau merusak watermark dan secara tidak sah mendistribusikan citra tersebut. Dalam rangka untuk menjamin proses watermark

yang terjamin, sinyal yang disembunyikan harus tidak dapat dipisahkan dari citra yang asli. Dengan kata lain, harus sukar untuk menaksir citra yang asli dari citra yang diwatermark dengana kunci rahasia yang tidak dikenal.

(16)

Gambar 2.8. Model Umum Sistem Penyembunyian Data [10]

10. Multimedia Rights Protection Digital Image Watermarking Techniques

Metode yang dibahas oleh James Padgett, mengemukakan suatu cara digital image dapat diwatermark dengan menggunakan citra yang utuh teknik transformasi DCT spread spektrum untuk melindungi hak kepemilikan data multimedia. Variasi dalam faktor skala á (embedding strength) dan memberi panjangnya watermark n yang telah diuji dengan algoritma yang mula-mula diusulkan oleh Cox ( 1995) dan kemudian ( Cox 1997). Dari hasil pengujian

menunjukkan bahwa faktor skala mempunyai efek yang sangat besar pada ketahanan algoritma. Sebagai faktor skala (embedding strength) meningkatkan ketahanan melawan terhadap

serangan. Dalam paper Cox ( 1997) menyatakan " .... watermark yang lebih panjang mungkin digunakan untuk suatu citra yang terutama sensitif pada modifikasi besar dari komponen spektralnya... " Pada paper ini statement tersebut telah dibuktikan.

2.6. Jenis-jenis Watemarking

Secara garis besar, ada dua jenis watermarking : 1. Robust watermarking

Jenis watermark ini tahan terhadap serangan (attack), namun biasanya watermark yang dibubuhi ke dokumen masih dapat ditangkap oleh indera penglihatan atau pendengaran manusia.

Metoda robust watermarking dibagi menjadi tahap generasi oleh Mitrea yang akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikut.

(17)

1.1 Teknik Robust Watermarking Generasi Pertama

Gambar 2.9. Skema Teknik Robust Watermarking Generasi Pertama [10]

Dalam metode watermarking generasi pertama, tanda (mark) yang diberikan terdiri dari sebuah pseudo random zero mean Gaussian sequence, dihasilkan berdasarkan sebuah informasi rahasia (yang selanjutnya disebut kunci / key). Tanda ini ditambahkan ke suatu citra. Citra yang sudah ditandai ini dapat mengalami perubahan yang disebabkan oleh dua kemungkinan.

Kemungkinan pertama adalah timbulnya gangguan yang muncul ketika citra diproses, biasanya disebut sebagai noise. Kemungkinan kedua adalah adanya usaha dari user yang tidak

bertanggung jawab untuk membuat tanda watermark menjadi tidak terdeteksi, gangguan ini biasanya disebut sebagai serangan (attack).

Proses deteksi membutuhkan kunci dan citra asli kemudian menyediakan jawaban apakah citra telah ditandai atau tidak (yes / no answer). Watermark ditambahkan ke citra pada bit paling tidak signifikan (least significant bit) dari tiap pixel pada citra, sehingga penurunan kualitas dari citra akan menjadi minimum. Namun, cara ini sangat mudah terkena serangan, yaitu jika bit yang paling tidak signifikan diganti secara acak, maka watermark akan hilang. Contoh dari aplikasi ini ditunjukkan pada Gambar 3, suatu panorama dengan kedalaman pixel 512x512 dan derajat keabuan sebanyak 256 level. Gambar a adalah citra asli, b menunjukkan citra yang telah diberi tanda dengan Gaussian sequence (zero mean, 1 variance), sedangkan c menunjukkan gambar yang telah diberikan serangan dengan mengganti LSB dengan bilangan acak.

(18)

(a) Citra Asli (b) Citra Yang Terwatermark

(c) Citra Yang Sudah Terkena Serangan (Watermark Hilang)

Gambar 2.10. Watermarking Generasi Pertama Pertama Gagal Terhadap Serangan.

(19)

1.2 Teknik Robust Watermarking Generasi Kedua

Gambar 2.11. Skema Teknik Robust Watermarking Generasi Kedua [10]

Pada generasi kedua, metode watermarking tidak secara langsung menambahkan watermark ke dalam citra digital, tetapi pada citra yang sebelumnya ditransformasi terlebih dahulu (misalnya Dicrette Cosine Transform, Hadamard transform, Fourier transform, Mellin–Fourier

transform, Wavelet Transform, dan sebagainya). Masing-masing transformasi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Misalnya, metode dengan Transformasi DCT akan tahan terhadap kompresi JPEG, sedangkan Transformasi Mellin-Fourier tahan terhadap proses rotasi. Contoh algoritma generasi kedua ini adalah metoda Cox. Penerapan

watermarking pada berbagai domain dengan berbagai transformasi turut mempengaruhi berbagai parameter penting dalam watermarking (bitrate, invisibility, dan robustness).

1.3 Teknik Robust Watermarking Generasi Ketiga

Gambar 2.12. Skema Teknik Robust Watermarking Generasi Ketiga [10]

(20)

Teknik watermarking generasi ketiga mencoba untuk memanfaatkan citra asli. Saluran pengiriman data (channel) juga membawa informasi tambahan (side information). Selain itu, kapasitas saluran transmisi harus ditingkatkan permasalahannya tidak lagi terletak pada

pengiriman informasi 1 bit saja (yes/no answer), tetapi juga untuk memulihkan logo, nama, dan sebagainya, yang direpresentasikan dalam beberapa bit, misalnya 60-70 bit. Citra asli tidak digunakan pada waktu proses deteksi.

Untuk mengukur hasil dari metode watermarking ini, Peticolas telah membuat prosedur yang disebut sebagai Stirmark. Prosedur ini akan memcoba berbagai transformasi yang akan

membuat detektor watermarking tidak mampu untuk mendeteksi ada tidaknya watermark pada citra, yaitu kuantisasi ulang (resampling), proses geometri, perentangan (stretching),

pemotongan (shearing), pergeseran (shifting), dan rotasi, dan bending (deviasi kecil pada setiap pixel yang nilainya bergantung pada posisi di citra). Dari berbagai metode yang diusulkan para ahli,hanya sedikit yang mampu bertahan oleh serangan Stirmark.

2. Fragile watermarking

Jenis watermark ini akan mudah rusak jika terjadi serangan, namun kehadirannya tidak terdeteksi oleh indera manusia. Jika diinginkan untuk membuat suatu algoritma yang dapat mengimplementasikan watermarking yang memiliki fidelity yang tinggi (adanya watermark tidak disadari oleh pengamatan manusia) maka hasilnya akan semakin rentan terhadap serangan.

Gambar 2.13. Penyisipan dan Deteksi Watermarking [9]

(21)

Ada tiga tahap utama dalam proses watermarking : 1. mengintegrasikan watermark pada citra (embedding)

2. serangan terhadap citra yang telah dibubuhi watermark, baik yang disengaja (misalnya dikompresi, dipotong sebagian, di-filter, dan sebagainya) ataupun yang tidak disengaja

(misalnya disebabkan oleh noise atau gangguan dalam saluran transmisi data). 3. proses ekstraksi watermark dari dokumen yang akan diuji.

2.7. Syarat-syarat sebuah Digital Watermarking yang ideal

Untuk mendapatkan suatu teknik digital watermarking yang baik, maka teknik tersebut harus dapat memenuhi kondisi di bawah ini :

1. Elemen dari suatu data digital dapat secara langsung dimanipulasi dan informasi dapat ditumpangkan ke dalam data digital tersebut

2. Penurunan kualitas dari data digital setelah dibubuhkan watermark, dapat seminimal mungkin.

3. Watermark dapat dideteksi dan diperoleh kembali meskipun setelah data digital diubah sebagian, dikompresi, ataupun di-filter.

4. Struktur dari watermark membuat penyerang sulit untuk mengubah informasi yang terkandung di dalamnya.

5. Proses untuk membubuhkan watermark dan mendeteksinya cukup sederhana

6. Jika watermark dihapus, maka kualitas dari data digital yang ditumpanginya akan berkurang jauh atau bahkan rusak sama sekali.

7. Informasi watermark yang diselipkan dalam isi data digital dapat dideteksi ketika dibutuhkan.

8. Label hak cipta yang unik mengandung informasi pembuatan, seperti nama, tanggal, dan sebagainya, atau sebuah kode hak cipta seperti halnya ISBN (International Standard for Book Notation) pada buku-buku.

9. Watermark tidak dapat diubah atau dihapus (robustness) secara langsung oleh orang lain atau dengan menggunakan software pengolahan sinyal sampai tingkatan tertentu.

(22)

10. Watermarking yang diberikan lebih dari satu kali dapat merusak data digital aslinya. Cara ini dilakukan supaya orang lain tidak dapat melakukan pelabelan berulang terhadap data yang telah dilabel.

Sampai saat ini, belum ada teknik watermarking yang dapat memenuhi seluruh kriteria di atas. Semua metoda penggabungan watermark pada dokumen digital memiliki

keuntungan dan kerugiannya masing-masing.

2.8 Watermarking pada FileAudio

Industri rekaman kehilangan 42 milyar dolar hampir setiap tahun. Pabrikan yang tidak sah membakar (burning) CD dan menjualnya kepada pelanggan. Para pelanggan dapat membeli CD yang sama dengan harga sepuluh kali lebih murah daripada yang dijual di beberapa toko musik. Lebih lagi, beberapa situs web menyediakan layanan download atau mendegarkan musik online kepada penggemar. Bagaimanapun, sebuah audio memerlukan watermarking sebagai terobosan dalam industri rekaman. Sebenarnya audio watermark seperti suatu tandatangan yang berbeda kepada setiap salinan dan potongan dari musik. Bisa juga digunakan untuk melacak distribusi kepemilikan yang tidak sah dan bisa juga digunakan sebagai suatu hak cipta untuk pemilik. Secara sifat, harus dipastikan bahwa pemberian watermark pada audio itu tidak bisa terdengar dan menghalangi mutu bunyi yang asli dan bisa bertahan hidup pada distorsi yang kadang terjadi pada audio.

Sebenarnya, kata watermark berasal dari industri kertas. Suatu watermark adalah suatu desain timbul ke dalam secarik kertas selama produksi dan digunakan untuk identifikasi kertas dan pembuatan kertas. Watermark itu dapat dilihat ketika kertas diarahkan pada cahaya. Desain itu bisa beberapa pola atau gambaran-gambaran yang menandai adanya mutu merek dagang dari kertas. Lalu diperkenalkan kata watermark di dalam field digital. Watermark adalah suatu kode identifikasi yang membawa informasi tentang pemilik hak cipta, pencipta suatu pekerjaan dan konsumen-konsumen yang diberi hak juga.

(23)

Watemark adalah suatu tanda yang tidak kelihatan dan secara permanen menempel ke dalam data digital untuk perlindungan hak cipta dan sebagai tanda apabila data sudah dirusak. Dokumen elektronik yang diberi watermark dapat berupa gambar digital, audio atau bahkan video. Tetapi penulis hanya berkonsentrasi pada audio watermark berarti suatu watermark yang menempel dalam suatu arus audio untuk mengidentifikasi asal-muasalnya. Suatu sistim pendeteksi watermark pada file audio dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

seorang pemilik hak cipta menggunakan suatu kunci pribadi untuk membuat satu watermark yang tidak dapat didengar di file audio. Sehingga kunci pribadi digunakan untuk menyandi watermark digital ke dalam musik. Kemudian, pemilik itu dapat menguji apakah suatu file audio diberi watermark yang dicurigai untuk menjadi copy yang tidak sah, berisi watermark miliknya dan sebagai bukti yang legal dalam hukum. Di dalam blok deteksi watermark, suatu kunci publik digunakan untuk dekode watermark dari musik. Rencana dasar berisi berbagai kemungkinan kedua-duanya untuk file termampatkan dan untuk file-file yang tidak

dimampatkan. Di bawah ini sebuah gambar bagaimana watermark audio ditempelkan ke dalam file termampatkan seperti MP3. Mekanisme itu disebut bitstream pemberian watermark.

(24)

Gambar 2.15. Bitstream Pemberian Watermark [14]

Beberapa persyaratan dasar yang harus dimiliki oleh suatu watermark audio yaitu 1.Bersifat biaya komputasional rendah

Biaya komputasional rendah berarti tidak memerlukan waktu bagi watermark untuk

ditempelkan dan dideteksi. Ini merupakan suatu faktor yang penting di dalam sistim watermark. 2. Tanpa distorsi dari sinya asli dan perubahan bentuk,

Watermark disisipkan di dalam file audio itu sama sekali tidak mengurangi mutu file audio dan mengubah bentuk. Jika suatu watermark ditempelkan dalam satu file MP3, pelanggan itu dapat juga memainkannya di beberapa player yang mendukung file MP3, mereka tidak perlu membeli player yang baru kembali.

3.Serta ketahanan dari hal yang tak dapat diketahui.

Ketahanan mengacu pada kemampuan untuk mendeteksi watermark setelah operasi pengolahan sinyal yang umum dan serangan-serangan lainnya yang mungkin bisa terjadi. Contoh dari operasi yang umum di file audio yakni memasukkan didalamnya suara gaduh (noise), pengurangan (kompressi), penyesuaian volume atau normalisasi, konversi digital ke analog dan sebagainya.

(25)

Sejauh ini terjadi penyerangan yang berbeda pada watermark audio. Serangan yang terjadi adalah penyerangan gabungan, penyerangan sinyal dan penyerangan yang tidak terdeteksi. Suatu serangan gabungan mempunyai salinan dari file audio dengan watermark yang sama, penyerang merata-ratakan nilai watermark dari sinyal audio. Sebagai suatu nilai perhitungan pada jenis serangan, dan menjadi lebih baik untuk menyisipkan watermark lebih dari satu kali dalam satu file audio atau menyisipkan watermark yang berbeda untuk file-file yang berbeda. Sinyal penghancur penyerang mengacu pada operasi sinyal yang berbeda seperti lossy

kompressi, modulasi, konversi, dll. Sekarang dimungkinkan untuk menyisipkan watermark lebih dari satu pada suatu file audio.

Jika seseorang mencuri file yang diberi watermark dan file watermark tersebut telah diberi kunci pribadi. Bisa dipastikan bahwa file yang dicuri tersebut dapat ditemukan pemiliknya karena telah diberikan watermark. Bagaimanapun, satu serangan pada file akan memeriksa prosedur penciptaan. Dengan demikian sulit untuk memutuskan siapa sebagai pemilik riil dari file audio. Properti yang lain dari audio watermark adalah hal tak dapat diketahui

(imperceptibility). Harus hampir tidak ada perbedaan antara yang diberi watermark dan yang tidak diberi watermark. Pada gambar ada suatu grafik gelombang suara dari musik yang sama dengan watermark dan yang tidak diberi watermark. Seperti yang terlihat, hanya ada sedikit perbedaan yang tidak diperhatikan karena hanya terjadi di sepintas lalu dan dapat juga diabaikan.

Gambar 2.16 Gelombang Suara Dari File Audio Yang Sama [14]

Audio Watermarking dapat digunakan dengan banyak cara. Pertama bisa digunakan untuk pembuktikan dari kepemilikan, informasi selama produksi, informasi hak cipta dalam suatu bentuk watermark, dapat diarahkan secara

(26)

langsung di dalam perekaman. Kepemilikan spesifik mempunyai informasi penyisipan yang berbeda. Dapat juga digunakan untuk kendali akses, watermark menjadi suatu pemicu untuk untuk memainkan musik. Melacak salinan tidak sah adalah suatu aplikasi yang sangat penting. Informasi pribadi disisipkan kedalam musik. Informasi pribadi bisa dijadikan nomor bagi pelanggan untuk menelusuri musik. Jika musik seperti itu ditemukan di dalam internet, watermark akan dikacaukan dan nomor pelanggan bisa dikenaal untuk tindakan-tindakan hukum selanjutnya.

2.9 Flowchart

Flowchart adalahbagan-bagan yang mempunyai arus yang menggambarkan langkah-langkah penyelesaian suatu masalah.

Ada 2 macam Flowchart yaitu:

1.System Flowchart merupakan urutan proses dalam sistem dengan menunjukkan alat media input, output serta jenis media penyimpanan dalam proses pengolahan data.

2.Program Flowchart merupakan urutan instruksi yang digambarkan dengan symbol tertentu untuk memecahkan masalah dalam suatu program.

Simbol-simbol Flowchart yakni:

1.Flow Direction Symbols (Simbol penghubung alur)

(27)

Gambar 2.17 Flow Direction Symbol

(28)

2.Processing Symbols (Simbol proses).

Gambar 2.18 Processing Symbol

(29)

3.Input-output Symbols (Simbol input output)

Gambar 2.19 Input – Output Symbol

2.10 Pengertian Kriptografi

Kriptografi (cryptography) merupakan ilmu dan seni penyimpanan pesan, data, atau informasi secara aman. Kriptografi (Cryptography) berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata Crypto dan Graphia yang berarti penulisan rahasia. Kriptografi adalah suatu ilmu yang mempelajari penulisan secara rahasia.

(30)

Kriptografi merupakan bagian dari suatu cabang ilmu matematika yang disebut Cryptology. Kriptografi bertujuan menjaga kerahasiaan informasi yang terkandung dalam data sehingga informasi tersebut tidak dapat diketahui oleh pihak yang tidak sah. Dalam menjaga kerahasiaan data, kriptografi mentransformasikan data jelas (plaintext) ke dalam bentuk data sandi

(ciphertext) yang tidak dapat dikenali. Ciphertext inilah yang kemudian dikirimkan oleh pengirim (sender) kepada penerima (receiver). Setelah sampai di penerima, ciphertext tersebut ditranformasikan kembali ke dalam bentuk plaintext agar dapat dikenali.

Proses tranformasi dari plaintext menjadi ciphertext disebut proses Encipherment atau enkripsi (encryption), sedangkan proses mentransformasikan kembali ciphertext menjadi plaintext disebut proses dekripsi (decryption).

Untuk mengenkripsi dan mendekripsi data. Kriptografi menggunakan suatu algoritma (cipher) dan kunci (key). Cipher adalah fungsi matematika yang digunakan untuk mengenkripsi dan mendekripsi. Sedangkan kunci merupakan sederetan bit yang diperlukan untuk mengenkripsi dan mendekripsi data.

Suatu pesan yang tidak disandikan disebut sebagai plaintext ataupun dapat disebut juga sebagai cleartext. Proses yang dilakukan untuk mengubah plaintext ke dalam ciphertext disebut encryption atau encipherment. Sedangkan proses untuk mengubah ciphertext kembali ke plaintext disebut decryption atau decipherment.

Pada penulisan thesis ini digunakan enkripsi dengan RC4 pada dokumen text yang dijadikan file watermarking. Hal ini dilakukan agar text yang disipkan pada file MP3 seolah-olah berantakan jika ada seseorang yang tidak memiliki wewenang mengakses file MP3 dan coba menghapusnya. Jika terjadi hal yang demikian maka, file MP3 itu akan mengalami kerusakan dan tidak dapat dimainkan lagi dengan bantuan audio player apapun. Teknik enkripsi ini juga digunakan agar kapasitas file tidak mengalami perubahan yang signifikan jika disisipi text dan tentu saja agar keberadaan text yang menyisip pada file MP3 tersebut tidak diketahui dan dirasakan oleh panca indera manusia.

(31)

Secara logika, jika text yang dijadikan file watermark berukuran 1000 bit maka, kapasitas file juga akan mengalami perubahan ukuran, tetapi dengan dilakukan enkripsi pada text, maka ukuran file hanya mengalami perubahan yang tidak berarti, bahkan tidak mempengaruhi kualitas suara sedikitpun. Berikut ini ini merupakan isi dari file MP3 yang digunakan pada uji coba thesis ini. Pada file MP3 yang terwatermark terlihat pada bit terakhir ada penyisipan text dan terlihat acak, hal ini terjadi karena enkripsi pada text.

Penulis tidak membahas lebih dalam tentang teknik enkripsi yang digunakan, karena

pembahasan yang diangkat hanya sebatas teknik penyisipan dan cara mempertahankan file MP3 agar aman dari serangan dalam berbagai bentuk. Hal ini akan dibahas pada bab 4.

Gambar 2.20 Penyisipan Text Pada Bit Terakhir (kiri)

(32)

File MP3 yang disebelah kiri merupakan file MP3 yang diberi watermark, sedangkan file MP3 yang disebelah kanan merupakan file MP3 yang asli. File MP3 ini dibuka dengan notepad yang dapat melihat text yang terlihat acak pada file MP3 yang diuji coba oleh penulis.

Gambar

Gambar 2.1. Teknologi Watermarking Pada Sebuah Citra [11]
Gambar 2.14.
Gambar 2.15. Bitstream P1.Beberapa persyaratan dasar yang harus dimiliki oleh suatu emberian Watermark [14]  watermark audio yaitu    Bersifat biaya komputasional rendah
Gambar 2.16 Gelombang Suara Dari File Audio Yang Sama [14]  Audio Watermarking dapat digunakan dengan banyak cara

Referensi

Dokumen terkait

Negara dapat dikatakan terikat pada suatu perjanjian internasional, apabila negara tersebut telah melakukan proses pengesahan terhadap perjanjian internasional yang dibentuk

Tanah yang baik untuk kakao adalah tanah yang bila musim hujan drainase. baik dan pada musim kemarau dapat

Identifikasi beberapa masalah-masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas antara lain: (1) Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih bersifat transfer

Menurut Moehji (2003), telah banyak penelitian yang membuktikan adanya hubu ngan antara terpenuhinya kebutuhan gizi terutama kebutuhan energi, baik terhadap

Skarifikasi benih pada bagian pangkal menyebabkan benih lebih cepat berkecambah dibanding skarifikasi pada bagian lainnya, diduga karena skarifikasi dilakukan dekat

Pada uji sitotoksik ekstrak etanol daun pepaya terhadap sel MCF-7 terlihat bahwa peningkatan konsentrasi dapat menyebabkan penurunan persentase sel hidup namun nilai IC50

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa pemilik usaha di industri di Kota Banda Aceh sebagian besar berumur 26 sampai 35 tahun, didominasi

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh arus dan waktu pada proses pelapisan hard chrome terhadap ketebalan