• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek-Aspek Hukum Internasional Tentang Ekstradisi Alberto Fujimori (Mantan Presiden Peru)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek-Aspek Hukum Internasional Tentang Ekstradisi Alberto Fujimori (Mantan Presiden Peru)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Semakin majunya teknologi dan ilmu pengetahuan, tentu membuat modus

kejahatan dan pelarian dalam dunia kejahatan semakin beragam. Bentuk-bentuk

kejahatan mengalami berbagai perkembangan, baik dari segi kuantitas maupun

kualitas. Banyak jenis kejahatan yang semula sukar untuk dilakukan, dengan

kemajuan teknologi informasi menjadi hal yang mudah dilakukan oleh siapa saja.

Pada saat ini para pelaku kejahatan dapat melakukan kejahatan dan pelarian dari

suatu negara menuju ke negara lainnya dengan sangat mudah.

Kondisi yang mengkhawatirkan sebagai dampak dari perkembangan

teknologi infomasi adalah lingkup kejahatan tidak hanya terbatas pada lingkup lokal

atau nasional saja, tetapi telah menjangkau lingkup internasional. Kejahatan yang

menjangkau lingkup internasional inilah yang disebut dengan kejahatan

transnasional. Dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan transnasional pada

dasarnya amat sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan dalam proses penegakan hukum

terhadap kejahatan transnasional memerlukan kerjasama antar negara yang terlibat

dalam kasus kejahatan transnasional yang bersangkutan.

Kerjasama antar negara tersebut dapat berupa perjanjian. Kerjasama antar

negara dalam bentuk perjanjian disebut perjanjian internasional. Dalam hal ini

(2)

kejahatan transnasional antara lain adalah perjanjian ekstradisi. Perjanjian ekstradisi

merupakan dasar dari permintaan dan penyerahan seorang tersangka kejahatan

transnasional oleh negara yang mengajukan permohonan ekstradisi. Ekstradisi sendiri

adalah penyerahan seorang tertuduh atau seorang terhukum oleh suatu negara di

wilayah mana ia suatu waktu berada kepada negara tempat ia disangka melakukan

atau telah dihukum karena berbuat kejahatan.1

Selain itu ekstradisi bertujuan untuk menjamin agar pelaku kejahatan berat

tidak dapat menghindarkan diri dari penuntutan dan pemidanaan karena seringkali

suatu negara yang wilayahnya dijadikan tempat berlindung oleh seorang penjahat

tidak dapat menuntut atau menjatuhkan pidana kepadanya semata-mata disebabkan

oleh beberapa aturan teknis hukum pidana atau karena tidak adanya yurisdiksi atas

penjahat tersebut. Penjahat harus dipidana oleh negara tempat ia berlindung atau

diserahkan kepada negara yang dapat dan mau memidananya (aut punier aut dedere). Kecuali dari itu negara yang wilayahnya merupakan tempat dilakukannya kejahatan

adalah yang termampu mengadili penjahat karena di tempat tersebut bukti-bukti

dapat diperoleh dengan lebih bebas, dan negara tersebut mempunyai kepentingan

terbesar dalam memidana penjahat tersebut serta mempunyai fasilitas terbesar untuk

mencapai kebenaran.

2

1 Fika Habbina, Urgensi Pembentukan Konvensi Ekstradisi ASEAN Sebagai Upaya Preventif dan Represif Kejahatan Transnasional di Asia Tenggara, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2012, Hal. 4.

2 J. G. Starke, An Introduction to International Law, (London,Butterwordhs & Co (Publisher), 4th Edition)) 1958, Hal. 261.

Pada umumnya, ekstradisi sebagai tujuan politik dan

(3)

dipraktekkan guna menembus batas wilayah negara dalam arti agar hukum pidana

negara pemohon ekstradisi tersebut dapat diterapkan terhadap para penjahat yang

melarikan diri ke negara lain atau agar keputusan pengadilan terhadap seorang

penjahat yang melarikan diri ke luar negeri dapat dilaksanakan.3

Secara umum terdapat dua alasan bagi suatu negara untuk melakukan

ekstradisi, pertama goodwill dan keprihatinan internasional. Suatu perjanjian ekstradisi yang terjadi antara negara yang tidak mempunyai perjanjian hanya terjadi

karena komitmen internasional, kedua, komitmen dimungkinkan karena adanya

perjanjian antar negara.4 Dalam ekstradisi, penyerahan seorang tersangka kejahatan

transnasional hanya dapat terjadi apabila telah ada pengajuan permohonan untuk

menyerahkan oleh negara pemohon kepada negara yang dimohonkan. Penyerahan

dan permohonan itu haruslah berdasarkan pada perjanjian ekstradisi antara

masing-masing pihak, karena menurut hukum internasional jika tidak ada perjanjian,maka

negara tidak mempunyai kewajiban untuk mengekstradisi pelaku kejahatan5

3 Rakmad Saddam, Lembaga Ekstradisi sebagai Suatu Sarana dalam Pencegahan dan Pemberantasan Kejahatan Korupsi Ditinjau dari Hukum internasional, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2012, Hal. 9.

4 Shaufy Rahmi, Tinjauan Yuridis terhadap Persetujuan antara Republik Indonesia dan Hongkong Special Administrative Region di Bidang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana ,Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010, Hal. 22.

5 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Pidana Internasional (Ekstradisi), PT TataNusa, Jakarta, 2010, Hal. 4.

.

Penyerahan ini merupakan intervensi yang cukup besar terhadap kebebasan dari

(4)

kepentingan umum setiap negara dalam memerangi kejahatan dan menghapuskan

perlindungan terhadap buronan.6

Sifat dari ekstradisi merupakan proses hukum yang dilakukan oleh dan antara dua atau lebih negara berdasarkan hukum internasional, dan hukum nasional dari setiap negara yang terlibat. Hal tersebut hanya merupakan bagian dari proses politik antar pemerintah. Implikasi dari konsepsi itu adalah bahwa individu hanya merupakan objek dan bukan subjek dari proses hukum. Sebagai konsekuensi dari konsepsi ini, individu yang menjadi subjek dari proses tersebut tidak akan memiliki hak untuk mengklaim terhadap negara masing-masing (negara-peminta dan negara yang diminta) kecuali masing-masing negara yang bersangkutan akan mengakui pandangan modern, bagaimanapun juga, bahwa individu adalah subjek hukum yang berhak untuk mengklaim dan menegaskan hak-hak yang diberlakukan untuk keuntungan mereka dari hukum internasional, perjanjian yang berlaku, termasuk perjanjian ekstradisi, dan huku m nasional termasuk hak konstitusional.

Selain itu, Menurut Cherif Bassiouni,

7

Oleh karena itu dapat diakui bahwa ekstradisi adalah merupakan suatu

lembaga atau sarana yang ampuh untuk dapat memberantas suatu tindak kejahatan.

Hal ini hanya dapat diwujudkan jika adanya hubungan yang baik antara

negara-negara di dunia, sehingga dapat lebih memudahkan di dalam pelaksanaan kerjasama

antar negara dan dapat mempercepat penyerahan penjahat pelarian dari suatu negara

ke negara lain. Namun bukanlah tidak mungkin yang terjadi adalah sebaliknya,

dimana antara negara si pelaku kejahatan dengan negara dimana ia melarikan diri

saling bermusuhan, sehingga akan sangat sulit untuk melakukan suatu perjanjian dan

penyerahan penjahat yang melarikan diri ke negara tersebut.8

6 Robert Cryer, An Introduction to International Criminal Law and Procedure, Cambridge University Press, New York, 2007. Hal. 79.

7 M.Cherif Bassiouni, International Criminal Law, Volume II: Procedure, Transnational Publisher, New York, 1986. Hal 406.

8 Rakhmad Saddam, Op. Cit. Hal. 8.

(5)

Perjanjian ekstradisi sendiri tidak hanya dikenal dalam bentuk hubungan

bilateral antara dua negara saja. Ada juga perjanjian ekstradisi yang bersifat regional

meliputi suatu kawasan yang terdiri dari beberapa negara atau sering juga disebut

multi-regional. Beberapa negara di dunia sudah menerapkan konvensi ekstradisi

untuk kawasannya. European Union telah menerapkan European Convention on Extradition, 1957. Amerika juga menerapkan melalui Inter-American Convention on Extradition, 1981.9

Mutual Legal Assistance atau Perjanjian Saling Bantuan Hukum adalah perjanjian antara dua negara asing untuk tujuan informasi dan bertukar informasi

dalam upaya menegakkan hukum pidana. Bantuan ini dapat berlangsung berupa

memeriksa dan mengidentifikasi orang, tempat dan sesuatu, transfer custody, dan memberikan bantuan dengan immobilization dari alat-alat kegiatan kriminal. Bantuan mungkin ditolak oleh salah satu negara (sesuai dengan perjanjian rincian) untuk

politik atau alasan keamanan, atau jika pelanggaran pidana dalam pertanyaan tidak Namun apabila penyerahan pelaku kejahatan transnasional yang bersangkutan

tidak dapat dilakukan oleh karena tidak adanya perjanjian ekstradisi yang dapat

dijadikan dasar dalam pelaksanaan proses penyerahan tersebut maka proses

penyerahan tersebut dapat didasarkan pada asas timbal balik yang telah disepakati.

Asas timbal balik yang telah disepakati tersebut disebut Mutual Legal Assistance.

(6)

dihukum sama di kedua negara. Beberapa perjanjian dapat mendorong bantuan

dengan bantuan hukum bagi warga negara di negara-negara lain.10

Mutual Legal Assistance pada dasarnya merupakan suatu bentuk perjanjian timbal balik dalam masalah pidana. Pembentukan Mutual Legal Assistance

dilatarbelakangi adanya kondisi faktual bahwa sebagai akibat adanya perbedaan

sistem hukum pidana diantara beberapa negara mengakibatkan timbulnya

kelambanan dalam pemeriksaan kejahatan. Seringkali masing-masing negara

menginginkan penggunaan sistem hukumnya sendiri secara mutlak dalam

penanganan kejahatan, hal yang sama terjadi pula pada negara lain sehingga

penahanan kejahatan menjadi lambat dan berbelit-belit.

11

Objek Mutual Legal Assistance antara lain, pengambilan dan pemberian barang bukti. Ini termasuk pernyataan, dokumen, catatan, identifikasi lokasi

keberadaan seseorang, pelaksanaan permintaan untuk pencarian barang bukti dan

penyitaan, pencarian, pembekuan, dan penyitaan hasil aset hasil kejahatan, serta

mengusahakan persetujuan orang yang bersedia memberikan kesaksian atau

membantu penyidikan di negara-peminta Mutual Legal Assistance. Terdapat tiga alasan bagi suatu negara untuk melaksanakan Mutual Legal Assistance yaitu dua diantaranya sama dengan ekstradisi, dan yang ketiga adalah adanya persetujuan

10 Mekar Sinurat, “Perbandingan Ekstradisi dan MLA”, http://mekar-sinurat.blogspot.com /2009/10/perbandingan-ekstradisi-dan-mla.html , diakses pada 18 April 2014

(7)

internasional dengan interpol yang dilakukan oleh pihak kepolisian suatu negara.12

Dalam prakteknya, pelaksanaan Mutual Legal Assistance di antara negara-negara didasari pada beberapa prinsip penting, antara lain: prinsip kerjasama, prinsip

reciprocity (timbal balik) atas dasar hubungan baik, instrumen hukum Mutual Legal Assistance.13

Mutual Legal Assistance muncul sebagai salah satu upaya dalam mengatasi dan memberantas berbagai kejahatan yang sifatnya lintas batas (transnasional). Hal

ini sangat wajar terjadi, mengingat terhadap kejahatan yang dimensinya nasional,

dalam pengertian dampak dari kejahatan tersebut sifatnya nasional, dan pelaku

kejahatan hanya warga negara setempat, cukup ditangani secara nasional tanpa perlu

melibatkan negara lain.14 Mutual Legal Assistance ini sangat dianjurkan dalam berbagai pertemuan internasional dan konvensi PBB misalnya, dalam United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Negara penandatangan dianjurkan untuk memiliki kerjasama internasional antara lain dalam bentuk Mutual Legal Assistance

guna memberantas korupsi.15

Mutual Legal Assistance pada intinya dapat dibuat secara bilateral atau multilateral, Mutual Legal Assistance bilateral ini didasarkan pada perjanjian Mutual

12 Mekar Sinurat, Loc. Cit.

13 Nathania Dea Myrilla, “Penggunaan Mutual Legal Assistance dalam Upaya Ekstradisi”, sebagaimana dimuat dalam

14 Shaufy Rahmi, Op. Cit. Hal. 23.

(8)

Legal Assistance atau dasar hubungan timbal balik dua negara.16 Frasa timbal balik mengindikasikan bahwa bantuan hukum tersebut diberikan dengan harapan bahwa

akan adanya timbal balik bantuan dalam suatu kondisi tertentu meskipun tidak selalu

timbal balik tersebut menjadi prasyarat untuk pemberian bantuan. Supaya bantuan

hukum timbal balik itu berjalan efektif dalam hal pelacakan, pembekuan, penyitaan,

konfiskasi dan pengembalian aset seyogyanya hal tersebut didasarkan konvensi atau

perjanjian internasional yang memungkinkan terjadinya bantuan hukum timbal balik.

Untuk maksud ini, dorongan pada negara agar mengikatkan diri pada suatu perjanjian

dan/atau melakukan perjanjian regional atau bilateral.17

“ States Parties shall afford one another the widest measure of Mutual Legal Assistance in investigations, prosecutions and judicial proceedings in relation to the offences covered by this Convention. Mutual Legal Assistance shall be afforded to the fullest extent possible under relevant laws, treaties, agreements and arrangements of the requested State Party with respect to

Instrumen hukum terkait dengan bantuan timbal balik yang akan dielaborasi

lebih lanjut adalah sebagai berikut :

1. United Nation Convention Against Transnational Organized crime (TOC) 2. United Nation Convention Against Corruption 2003

3. Article 46

16 Yunus Husein, Loc. Cit.

(9)

investigations, prosecutions and judicial proceedings in relation to the offences for which a legal person maybe held liable in accordance with article 26 of this Convention in therequesting State Party.”

4. Treaty on Mutual Legal Assistance

5. International Convention for The Suppression of The Financing of The Terrorism.

Mutual Legal Assistance merupakan salah satu bentuk perjanjian yang dibentuk di antara negara-negara dalam upaya mengatasi maraknya kejahatan

transnasional terorganisasi, seperti kejahatan narkotika dan psikotropika, kejahatan

pencucian uang (money laundering), dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak setiap kejahatan memerlukan penanganan melalui Mutual Legal Assistance, hanya kejahatan yang berdimensi internasional serta kejahatan yang memenuhi asas

kejahatan ganda18 (double criminality) saja yang memerlukan penanganan melalui

Mutual Legal Assistance. Mutual Legal Assistance memiliki cakupan/ruang lingkup yang sangat luasmulai dari proses pencarian bukti-bukti atau keterangan-keterangan

berkaitan dengan kejahatan yang sedang diperiksa hingga pelaksanaan

putusan,sehingga hal ini akan memudahkan dalam pengungkapan berbagai bentuk

kejahatan.19

18 Asas kejahatan ganda (double criminality) adalah kejahatan yang dijadikan sebagai dasar untuk meminta penyerahan (ekstradisi) adalah merupakan kejahatan atau peristiwa pidana menurut sistem hukum kedua pihak (negara yang meminta dan negara yang diminta), sebagaimana dimuat dalam I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum internasional dan Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990, Hal. 29.

(10)

Dalam pelaksanaan MLA, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai

otoritas sentral (central authority) dapat meminta pejabat yang berwenang untuk melakukan tindakan kepolisian. Hal ini berupa penggeledahan, pemblokiran,

penyitaan, pemeriksaan surat, dan pengambilan keterangan. Sebaliknya, Menteri

Hukum dan HAM dapat menolak permintaan kerja sama MLA dari negara lain dalam

hal tindakan yang diajukan itu dapat mengganggu kepentingan nasional atau

berkaitan dengan kasus politik atau penuntutan yang berkaitan dengan suku, agama,

ras, kebangsaan, atau sikap politik seseorang. Komunikasi dalam kerja sama MLA

dapat dilakukan, baik melalui jalur diplomatik maupun melalui jalur Central Authority. Ada juga negara yang melakukan kerja sama MLA hanya melalui jalur diplomatik, seperti Malaysia.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan hukum internasional tentang ekstradisi?

2. Bagaimana pelaksanaan ekstradisi menurut hukum internasional?

3. Bagaimana penyelesaian ekstradisi Alberto Fujimori menurut hukum

internasional?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah:

(11)

2. Untuk mengetahui pelaksanaan ekstradisi menurut hukum internasional.

3. Untuk mengetahui penyelesaian ekstradisi Alberto Fujimori menurut hukum

internasional.

Manfaat penulisan skripsi ini adalah :

a. Manfaat teoritis

1. Untuk memberikan informasi mengenai aspek hukum internasional dalam

penyelesaian kasus ekstradisi Alberto Fujimori.

2. Untuk menambah bahan pustaka bagi penelitian di bidang yang sama yakni

pengaturan hukum internasional tentang pelaksanaan ekstradisi, khususnya

dalam masalah penyelesaian kasus ekstradisi Alberto Fujimori.

b. Manfaat praktis

Untuk menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam memahami upaya

penegakan hukum terhadap kejahatan transnasional serta menjadi upaya preventif

bagi masyarakat untuk tidak meniru Alberto Fujimori sebagai pelaku kejahatan

transnasional

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Aspek-Aspek Hukum Internasional Tentang

Ekstradisi Alberto Fujimori (Mantan Presiden Peru)”.

Penulisan skripsi tentang ekstradisi telah beberapa kali dilakukan oleh

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul yang

(12)

Ekstradisi Augusto Pinochet (Mantan Presiden Chili). Persamaan dengan penulisan

ini adalah bahwa objek penulisan sama-sama mengenai aspek-aspek hukum

internasionnal tentang seseorang. Perbedaannya adalah pada orang yang dijadikan

subjek penulisan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penulisan ini

berbeda dengan penulisan sebelumnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Kejahatan Transnasional (Transnational Crime) adalah tindakan yang memiliki dampak lebih dari satu negara, melibatkan atau memberikan dampak

terhadap warga negara lebih dari satu negara,sarana dan prasarana serta metode yang

digunakan melampaui batas territorial suatu negara. Jenis kejahatan yang bersifat

lintas batas negara berkembang mulai dari kejahatan internasional (international crimes), kejahatan transnasional (transnational crimes), sampai kejahatan lintas batas yang terorganisir (transnational organized crimes).

Kejahatan Internasional adalah setiap tindakan yang ditetapkan di dalam

konvensi-konvensi multilateral dan diakui oleh sejumlah negara-negara peserta,

sekalipun didalamnya terkandung salah satu.

Transnational Organized Crimes adalah kejahatan terorganisir yang dilakukan lintas batas negara dimana kejahatan tersebut dilakukan lebih dari satu

negara; dilakukan di satu negara namun bagian penting seperti persiapan,

(13)

dari negara lain di lebih dari satu negara atau dilaksanakan di satu negara tetapi

berdampak pada negara lain.

Oleh karena setiap negara memiliki otoritas hukum atas orang yang berada

dalam batas negaranya berdasarkan prinsip sovereignty, maka dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan transnasional diperlukan kerja sama antar

negara untuk menanggulanginya. Kerja sama ini diperlukan karena setiap negara

tidak memiliki kewajiban untuk menyerahkan tersangka pelaku kejahatan kepada

negara asing. Kerjasama antar negara ini disebut perjanjian internasional.

Perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu,

yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan

hak dan kewajiban di bidang hukum publik.

Salah satu jenis perjanjian internasional yang dapat dipergunakan untuk

menanggulangi kejahatan transnasional adalah perjanjian mengenai ekstradisi. .

Menurut I Wayan Parthiana SH:

”Ekstradisi adalah penyerahan yang dilakukan secara formal baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang diadakan sebelumnya atau berdasarkan prinsip timbal balik atas, atas seseorang yang tertuduh (terdakwa) atau atas seseorang yang telah dijatuhi hukuman atas kejahatan yang telah dilakukannya (terhukum,terpidana) oleh negara tempatnya melarikan diri atau berada atau bersembunyi kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya atas permintaan dari negara tersebut,dengan tujuan untuk mengadili atau melaksanakan hukumnya.”20

(14)

Sedangkan menurut L.Oppenheim :

Ekstradisi adalah penyerahan seorang tertuduh oleh suatu negara diwilayah mana ia suatu waktu berada, kepada negara dimana ia disangka melakukan atau telah melakukan atau telah dihukum karena perbuatan kejahatan.”21

“Mutual Legal Assistance adalah Perjanjian yang bertumpu pada pada permintaan bantuan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di depan sidang pengadilan, dan lain-lain, dari negara-diminta dengan negara-peminta.”

Secara sederhana, ekstradisi merupakan bentuk kerja sama antar negara

berkaitan dengan pemberantasan kejahatan lintas batas negara (transnasional) dengan

cara pengembalian tersangka, terdakwa, terpidana kepada negara yang memiliki

yurisdiksi terhadap tersangka, terdakwa maupun terpidana tersebut. Hal ini

merupakan bentuk dari aspek formal prosedural dari hukum internasional. Tujuan

utama dari lembaga ekstradisi adalah mempelajari perilaku masyarakat internasional,

yaitu perilaku para aktor (negara maupun non-negara) di dalam area transaksi

internasional.

Selain ekstradisi, Mutual Legal Assistance juga dapat dipergunakan untuk menanggulangi kejahatan transnasional. Mutual Legal Assistance merupakan perjanjian saling bantuan hukum antar negara dalam masalah pidana dimana

negara-negara dapat bertukar informasi dalam upaya menegakkan hukum pidana.

Menurut Siswanto Sunarso:

22

(15)

Dalam Chapter VIII International Legal Cooperation-United Nations of Drugs and Crime (UNODC) Toolkit, Mutual Legal Assistance diartikan sebagai proses kerjasama internasional dimana negara-negara meminta dan menyediakan

bantuan dalam mengumpulkan bukti yang akan digunakan dalam penyelidikan dan

pengadilan kasus pidana, dan dalam melacak, membekukan, menyita dan akhirnya

menyita kekayaan yang berasal dari perbuatan pidana.

Dalam prakteknya pelaksanaan Mutual Legal Assistance diantara negara-negara didasari beberapa prinsip penting antara lain prinsip kerjasama dan prinsip

reciprocity (timbal balik) atas dasar hubungan baik. Prinsip kerjasama atau kerjasama internasional dalam kasus-kasus khusus merujuk pada kerjasama hukum atau

kerjasama peradilan. Prinsip kerjasama biasanya diatur oleh perjanjian atau instrumen

hukum legal diantara beberapa negara, atau pengaturan khusus diantara dua negara.

Kerjasama yang diatur dalam perjanjian berbeda-beda, terkadang hanya menetapkan

hal-hal umum, namun juga berkemungkinan untuk mengatur masalah pidana khusus

seperti narkotika, korupsi sesuai kesepakatan negara-negara.

Prinsip reciprocity (timbal balik) atas dasar hubungan baik pada umumnya didasarkan pada hukum acara pidana, perjanjian yang dibuat antar negara, konvensi

serta kebiasaan internasional. Namun, kesepakatan serta kerjasama negara-negara

dalam memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana tidak selalu dituang

dalam sebuah perjanjian formal, hubungan baik antara negara-negara sering kali

dijadikan dasar diberikannnya bantuan timbal balik, walaupun sebelumnya belum ada

(16)

Dalam melaksanakan bantuan timbal balik dalam masalah pidana, terdapat

aspek-aspek penting yang mendasari dilakukan kerjasama negara-negara, yakni:

sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang mendukung proses penegakan

hukum, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang lahir dari hubungan antar

negara yang menekankan pada prinsip kerjasama, hubungan antara kewenangan

penegak hukum yang lebih sistematik dan upaya untuk menerapkan sistem bantuan

timbal balik sebagai upaya pemberantasan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), sistem bantuan timbal balik yang menekankan pelaksanaannya pada perjanjian dan

resiprositas sebagai perwujudan good governance.23

F. Metode Penelitian

Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan suatu metode

yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami

objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah

pedoman-pedoman, cara seseorang mempelajari dan memahami

lingkungan-lingkungan yang dihadapi sebagaimana suatu tulisan yang bersifat ilmiah dan untuk

mendapatkan data yang valid dan relevan dengan judul dan tujuan penulisan skripsi

ini, maka penulis berusaha semaksimal mungkin mengumpulkan data-data yang valid

dan relevan sehingga tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam

penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:

(17)

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

melalui metode penelitian hukum yuridis normatif atau disebut juga dengan studi

kepustakaan (library research) yang berhubungan dengan penulisan ini. Penelitian hukum yuridis normatif adalah penelitian hukum dengan hanya mengolah dan

menggunakan data-data sekunder yang berkaitan dengan ekstradisi Alberto Fujimori.

Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir deduktif (cara berpikir

dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang

sudah dibuktikan kebenarannya dan kesimpulan itu ditujukkan untuk sesuatu yang

sifatnya khusus). Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian yang

bersifat deskriptif, yaitu peneltian untuk memberikan data yang seteliti mungkin

tentang suatu gejala atau fenomena, dalam hal ini adalah kasus ekstradisi Alberto

Fujimori.

2. Sumber Data

Data yang diperlukan adalah data sekunder. Bahan hukum sekunder yaitu

bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti

hasil-hasil penelitian dan tulisan para ahli hukum, buku-buku, pendapat para sarjana

yang berhubungan dengan skripsi ini. Materi skripsi ini diambil dari data-data

(18)

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari peraturan dasar, dan

yurisprudensi tentang ekstradisi.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer seperti buku-buku tentang ekstradisi dan peraturannya, jurnal-jurnal,

majalah dan surat kabar serta media internet yang memuat artikel tentang ekstradisi

Alberto Fujimori.

c. Bahan Huku m Tertier

Yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Analisis Data

Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah analisis data secara

kualitatif, yakni data yang ada adalah data yang digambarkan dalam kalimat, tidak

ada unsur angka tetapi tidak mengurangi validitas data tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan atau gambaran isi yang dimaksud adalah

mengemukakan garis-garis besar dari uraian skripsi. Pembahasan skripsi ini, secara

garis besar akan dibagi dalam 5 (lima) bab. Setiap bab menguraikan masalah-masalah

(19)

bab dengan bab lainnya. Masing-masing bab dibagi lagi dalam sub bab sesuai dengan

kebutuhan penulisan skripsi ini. Maka akan mempermudah pemahaman pembaca

untuk mengetahui inti pembahasan secara keseluruhan. Sistematika penulisan skripsi

ini, yakni:

BAB I : Bab pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang

pemilihan judul skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Menguraikan tentang sejarah ekstradisi, asas-asas ekstradisi, dan

pengaturan hukum internasional tentang ekstradisi.

BAB III : Menjelaskan mengenai jenis-jenis kejahatan yang dapat diekstradisi,

syarat-syarat pelaksanaan ekstradisi, dan pelaksanaan ekstradisi

menurut hukum internasional.

BAB IV : Membahas tentang latar belakang kasus Alberto Fujimori, penolakan

ekstradisi Alberto Fujimori oleh Jepang ditinjau dari hukum

internasional, dan penyelesaian kasus ekstradisi Alberto Fujimori

ditinjau dari hukum internasional.

Bab V : Berisi kesimpulan dari uraian jawaban rumusan masalah yang

dibahas dalam skripsi ini dan berisi saran dari penulis terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Semantik adalah proses setelah melewati proses scanning dan parsing. Pada tahap ini dilakukan pengecekan pada struktur akhir yang telah diperoleh dan diperiksa

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa: kecernaan bahan kering dan bahan organik relatif sama antara rumput kumpai segar dengan rumput

Seluruh dosen Jinan University yang mengajar di Program Studi Sastra China dari saya semester satu sampai semester akhir semester delapan ini, dan staf pengajar Fakultas Ilmu

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya melalui alat analisis Partial Least Square atau PLS mengenai Pengaruh Employee Engagement, Budaya

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif Ny “S” selama kehamilan normal trimester II dengan kram kaki sudah teratasi pada persalinan dengan persalinan

Tujuan perawatan hygiene mulut pasien adalah pasien akan memiliki mukosa mulut utuh yang terhidrasi baik serta untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkan melalui

Sedangkan pada tahap identifikasi, dilakukan pembandingan kemiripan sketsa wajah yang didapat dari proses rekonstruksi, dengan seluruh citra buronan yang ada di

Maka dari itu, rumusan masalah yang menjadi dasar penelitian ini adalah seberapa tinggi penerapan aspek jurnalisme damai dalam mengemas berita konflik Papua di Kompas.com