• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEADERSHIP DALAM TATA KELOLA DIKTIKES PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LEADERSHIP DALAM TATA KELOLA DIKTIKES PE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF DALAM TATA KELOLA INSTUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MILIK PEMERINTAH DAERAH DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN DAN OTONOMI PERGURUAN TINGGI MENUJU GOOD UNIVERSITY GOVERNANCE

Kusnadi Jaya, S.Kep., Ns. (NIM. 22020114410044) Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan FK Universitas Diponegoro, Tahun 2014

A. Sejarah

Pendidikan Tinggi Milik Pemerintah Daerah (selanjutya disebut Diktikes Pemda) umumnya adalah konversi Sekolah Perawat Kesehatan mengingat terbitnya undang-undang kesehatan yang mewajibkan tenaga kesehatan minimal berpendidikan Diploma III. Dasar hukum saat itu SKB Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1987 tentang Pendidikan Diploma III Kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Selanjutnya banyak muncul persoalan sebab dalam perspektif Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pemda hanya berwenang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah.

Akibat dinamika yang tidak pasti dan perbedaan pemahaman Pemda yang berbeda-beda, Diktikes Pemda yang semula berjumlah 97 institusi sekarang hanya tersisa 71 institusi sebab sebagian telah berubah menjadi swasta. Eksistensi Diktikes Pemda yang sudah beroperasi sebelum lahirnya UU 20/2003 seolah tidak pernah teradvokasi dalam regulasi hingga menyisakan berbagai masalah yang antre untuk diselesaikan. Kedudukan lembaga perguruan tinggi terhadap Pemerintah Daerah, kewenangan dan tanggung jawab Pemda dalam pengelolaan dan pembinaan, penataan jabatan fungsional, kapasitas dosen mengelola pembelajaran, tata kelola keuangan, remunerasi dan issue politik kedaerahan adalah sederet persoalan yang masih harus dihadapi Diktikes Pemda. Karena itu kepemimpinan yang efektif menjadi urgent dalam pengelolaannya.

Dinamika yang berkembang pada tiap institusi Diktikes Pemda cenderung bervariasi di masing-masing daerah. Meskipun Asosiasi Pendidikan Tinggi Kesehatan Milik Pemerintah Daerah (APTIKESDA) terus melakukan advokasi untuk mengintegrasikan sistem tata kelola ke dalam regulasi yang berlaku bagi PNS, tetapi tetap saja untuk mengelola masalah di institusi masing-masing yang berbeda dibutuhkan seorang leader yang handal dan efektif. Kasus mutasi direktur Diktikes Pemda ke luar PT, mutasi pegawai Diktikes Pemda untuk pengembangan karir dan berubahnya kelembagaan menjadi PTS dibawah yayasan adalah akibat kepemimpinan dan manajemen yang belum efektif mengelola dinamika tadi. Dampak yang ditimbulkan adalah semakin berkurangnya SDM Diktikes Pemda akibat mutasi pegawai dan pengembangan karir dan hambatan bagi PNS untuk menjadi dosen tetap ketika lembaganya berubah menjadi PTS.

B. Kelembagaan

(2)

tentang Sistem Pendidikan Nasional termasuk pengelolaan institusi pendidikan tinggi Diploma bidang Kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemkab/Pemkot/Pemprov. Peraturan Pemerintah No.38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kot mengamanatkan bahwa pemerintah daerah tidak berwenang mengelola pendidikan tinggi. Advokasi terhadap eksistensi Diktikes Pemda mulai dilakukan ketika Kepala Badan PPSDM Depkes RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.03.05/I/II/4/2916/2009 tanggal 12 Juni 2009 dan disusul dengan Surat Edaran Dirjen Dikti Depdiknas No.1252/D/T/2009 tanggal 31 Juli 2009, tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Kesehatan oleh Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa kebutuhan pemerintah daerah akan tenaga kesehatan utamanya keperawatan serta besarnya minat masyarakat/orang tua agar anak-anaknya dapat mengembangkan karier di bidang keperawatan maka keberadaan pendidikan tinggi keperawatan di daerah perlu dipertahankan dan ditingkatkan.

Selanjutnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan surat Nomor 061/2234/SJ tanggal 22 Juni 2009, meminta Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) untuk menyelesaikan masalah yang terjadi akibat di berlakukannya UU Sisdiknas dan UU BHP. Departemen Dalam Negeri (Depdagri) mengusulkan agar Diktikes Pemda ditetapkan menjadi Badan Hukum Pendidikan Pemerintah dan Mendagri bersedia untuk memfasilitasi proses tersebut. Tetapi ketika UU BHP dianulir di Mahkamah Konstitusi maka upaya advokasi kelembagaan stagnan untuk sementara waktu.

Terbitnya Keputusan Bersama Mendiknas, Menkes dan Mendagri Nomor: 07/XII/SKB/2010, Nomor: 1962/Menkes/PB/XII/2010, Nomor: 420-1072 tahun 2010 tanggal 23 Desember 2010 tentang pengelolaan institusi pendidikan Diploma Bidang kesehatan memberikan harapan baru terhadap eksistensi Diktikes Pemda. Point kritis dari SKB Tiga Menteri tersebut adalah : 1) Mendiknas memberikan ijin penyelenggaraan dan melakukan pembinaan akademik pendidikan diploma bidang kesehatan milik Pemda berdasarkan rekomendasi tertulis dari Menkes; 2) Menkes bertanggung jawab atas pembinaan teknis terhadap penyelenggaraan pendidikan diploma bidang kesehatan milik Pemda; dan 3) Mendagri bertanggung jawab atas fasilitasi daerah dalam hal pembiayaan, sarana dan prasarana, pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM) pendidik dan kependidikan serta fasilitas lainnya sambil berkoordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB). Selanjutnya Menpan-RB mengeluarkan surat Nomor: 061/400/SJ tanggal 10 Februari 2011 mengenai Rancangan Peraturan Mendagri tentang Organisasi dan Tata Kerja Institusi Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan Milik Pemda sebagai acuan dalam penataan kelembagaan kedepan.

(3)

menunggu pengaturan lebih lanjut. Namun apabila dipandang perlu untuk menata dalam bentuk Peraturan Daerah maupun Peraturan Kepala Daerah dapat dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. Hingga dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi eksistensi Diktikes Pemda masih juga belum teradvokasi dalam regulasi.

Beberapa institusi Diktikes Pemda yang telah menjadi swasta pada perjalananya banyak menghadapi kendala baik mengenai kelembagaan, ketenagaan, keuangan maupun asset yang tetap menggunakan milik pemda dan tidak sesuai dengan peraturan yang ada bahkan terjadi rebutan antara yayasan dan pemda, sehingga beberapa institusi ingin kembali menjadi Diktikes milik Pemda.

Secara kelembagaan institusi Diktikes Pemda saat ini banyak diposisikan sebagai UPTD Dinas Kesehatan (Dinkes), padahal sebenarnya tidak demikian sebab visi dan misi Dinkes pasti berorientasi terhadap pelayanan kesehatan sedangkan visi dan misi Diktikes Pemda berorientasi pada pengembangan institusi dan program studi. Akan sangat sulit melakukan pengembangan institusi ketika lembaga yang menaungi institusi memiliki arah dan tujuan yang berbeda. Belum lagi arah kebijakan daerah dan komposisi pejabat daerah yang cenderung berubah setiap kali pergantian kepala daerah akan mengganggu tata kelola institusi yang sejatinya memang masih mencari bentuknya. Karena itulah dibutuhkan pimpinan institusi dengan karakter kepemimpinan yang kuat dan tegas, memiliki visi dan misi yang jelas dan realistis tetapi tidak kaku terhadap dinamika yang berkembang serta mampu mentransformasikan “agenda perjuangan” sampai pada lini terbawah organisasi.

Young et al (2011) mengemukakan bahwa faktor kunci untuk mengelola semua itu adalah “academic leaders as expert teachers who build the science of nursing education, mentor and inspire new educators, and guide others in transforming and re-visioning nursing education”. Seorang pemimpin dunia akademik yang ahli dan memiliki kepakaran di bidangnya harus mampu membangun keilmuan keperawatan, menjadi mentor yang menginspirasi dosen-dosen baru dan mampu memandu timnya dalam mentransformasikan dan memperbaharui cara pandang terhadap perkembangan pendidikan keperawatan terkini. Dalam hal ini, upaya advokasi yang dilakukan oleh pimpinan Diktikes Pemda seharusnya meginspirasi dosen-dosen untuk terus mengembangkan diri, meningkatkan kualitas dan tata kelola demi eksistensi keilmuan dan eksistensi kelembagaan.

C. Ketenagaan

(4)

Sesuai dengan Undang-Undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, semestinya seluruh tenaga dosen dapat mengikuti sertifikasi, namun sampai saat ini belum ada tenaga dosen pada institusi Diktikes milik Pemda yang sudah mendapatkan sertifikasi. Hal ini karena dosen Diktikes Pemda baru dalam proses pengajuan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan cq. Dirjen Dikti, serta belum adanya kuota biaya sertifikasi dari Kementerian Dalam Negeri/Pemerintah Daerah.

Jenis ketenagan terdiri dari tenaga akademis (dosen), tenaga administratif (Kasubag Adum, Kasi Akademik, Kasi Kemahasiswaan sebagai tenaga struktural dan staf adum). Sedangkan untuk pimpinan / direktur ada yang berstatus sebagai tenaga struktural eselon III/a atau IV/a dan tenaga dosen yang diberi tugas tambahan sebagai direktur/pembantu direktur. Tenaga dosen Diktikes Pemda seringkali juga dibebani tugas-tugas administrasi, sehingga kegiatan perkuliahan seringkali terganggu. Padahal semestinya disadari bahwa sebagai seorang ilmuan di bidang keperawatan tidak boleh kehilangan jati diri dan fokus menjalankan tri dharma (pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat).

Kebijakan sektor kesehatan dan kebijakan daerah seharusnya mampu dikelola sebagai bahan masukan dalam membangun tata kelola yang baik serta mengembangkan jejaring kerjasama dengan support system yang ada di daerah, bukan sebagai faktor perancu yang membuat pendidikan keperawatan kehilangan arah dan ciri khasnya akibat dinamika lingkungan yang selalu berubah-ubah.

D. Aspek pembiayaan

Pengelolaan keuangan Diktikes Pemda sangat beragam, ada yang dikelola dalam konteks APBD ada pula yang dikelola mandiri/swakelola dan ada yang sebagian di kelola APBD. Kondisi ini berujung pada kesalahan administrasi keuangan. Hal ini terjadi karena pemahaman dan kebijakan tiap Pemda yang berbeda-beda. Administrasi aspek pendapatan juga tidak jelas, ada yang dimasukan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai lain-lain pendapatan yang syah atau pendapatan yang lain.

Aspek belanja; terutama belanja langsung. Berdasarkan Permendagri 59 tahun 2007 tentang perubahan Permendagri 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, kode rekening yang ada belum dapat mengalokasikan kegiatan pendidikan tinggi seperti kegiatan seleksi penerimaan mahasiswa, honorarium dosen bimbingan praktikum bimbingan praktek, biaya ujian, biaya wisuda, kegiatan ko-ekstra kurikuler, porseni, dll. Selain itu juga adanya perbedaan antara tahun anggaran dan tahun ajaran menyulitkan dalam implementasi pengelolaan keuangan. Karena itulah pengelolaan Diktikes Pemda membutuhkan seorang leader yang handal dan berwawasan luas. Disamping memiliki kepakaran dalam keilmuan keperawatan, juga menguasai tata kelola keuangan agar dapat diadministrasikan sesuai aturan yang berlaku dan tidak berimplikasi pada pelanggaran hukum.

(5)

menggunakan pendekatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yang baik. Agar tata kelola institusi Diktikes Pemda ini efektif di tengah ketidakpastian regulasi maka seorang pemimpin wajib mengambil langkah-langkah sistematis sehingga tidak salah mengambil kebijakan dan keputusan dalam menghadapi dinamika sosial politik daerah yang terus berubah.

E. Penyelenggaraan

Izin penyelenggaraan sejak Bulan Oktober 2012 telah dialihkan dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 354/E/O/2012 tahun 2012 tanggal 10 Oktober 2012 tentang Alih Bina Penyelenggaraan Program Studi pada Akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Pasca alihbina Institusi Diktikes milik pemda harus mengacu pada ketentuan Dikti, dengan demikian 2 (dua) tahun setelah SK alihbina institusi wajib memperpanjang izin penyelenggaraan pendidikan kepada Direktorat Kelembagaan dan kerjasama Ditjen Dikti Kemendikbud. Untuk memperoleh perpanjangan izin, institusi/wajib mengirim laporan penyelengaraan pendidikan melalui Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) setiap semester (1 bulan setelah semester berakhir). Pada minggu kedua dan ketiga bulan Mei 2013 pelatihan PDPT bagi Diktikes Pemda telah dapat dilaksanakan dan sedang dalam proses validasi data.

Pelaksanaan akreditasi pasca alih bina bagi institusi Diktikes milik Pemda yang belum diakreditasi atau sudah habis masa berlaku strata akreditasi , maka akan dilakukan akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Peguruan Tinggi (BAN-PT) atau Lembaga Akreditasi Mandiri bidang Kesehatan (LAM-PT Kes) (Pasal 60 UU No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS ). Setiap Institusi pendidikan sesuai dengan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidkan wajib menjalankan penjaminan mutu. Dengan demikian institusi Diktikes wajib membentuk Unit Penjaminan Mutu dan menjalankannya secara menyeluruh, dengan menyusun Kebijakan Mutu, Manual Mutu, standar pendidikan, borang/formulir dan pelaksanaan audit internal.

F. Solusi dan rencana pengembangan

Salah satu tonggak penting UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas adalah aspek otonomi Perguruan Tinggi (PT) yang diatur dalam pasal 24 ayat (2) dan pasal 50 ayat (6) (Dirjen Dikti, 2010). Otonomi PT yang dimaksud adalah kemandirian dalam pengelolaan lembaga sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. Otonomi PT diharapkan mampu mewujudkan Good University Governance dalam pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri/PTN, Perguruan Tinggi Swasta/PTS maupun Perguruan Tinggi dibawah Kementerian Lain/PTKL (termasuk didalamnya adalah perguruan tinggi kesehatan milik pemerintah daerah yang bernang di bawah Kementerian Dalam Negeri) sebagaimana diamanatkan UU Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.

(6)

menimbulkan masalah bukan hanya bagi institusi sendiri tetapi juga bisa berdampak terhadap Pemda dalam hal administrasi keuangan dan aset, ketenagaan dan tata kelola organisasi.

Berbagai issue strategis terkini hanya dapat dikelola sebagai sebuah peluang apabila Diktikes Pemda memiliki otonomi dalam pengelolaannya. Peluang dan tantangan yang harus direspon tersebut antara lain : 1) Kewajiban perawat lulusan SPK untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke level yang lebih tinggi hingga tahun 2020 yang diamanatkan UU 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan harus dijawab dalam bentuk bentuk kerjasama dengan Pemda sebab khittah sejatinya Diktikes Pemda adalah membantu memenuhi kebutuhan akan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di daerah; 2) Fakta bahwa banyak perawat yang mutasi dari daerah terpencil, sangat terpencil dan daerah kurang diminati ke daerah perkotaan serta distribusi perawat yang belum merata dapat dijadikan peluang kerjasama untuk mengalokasikan sedikitnya 20% lulusan SMU yang dibiayai oleh Pemda dari daerah-daerah tersebut untuk mengikuti pendidikan keperawatan; 3) Kewajiban Puskesmas mengembangkan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang diamanatkan Permenkes 75 tahun 2014 Tentang Puskesmas merupakan peluang untuk kerjasama pengembangan UKM dalam konteks wahana praktek mahasiswa dan pengamalan dharma pengabdian masyarakat. Dan menurut Robert & Glod (2013), hanya pemimpin yang peka lingkungan dan visioner saja yang mampu membaca peluang dan mengelolanya demi kepentingan institusi.

Semua ilustrasi yang Penulis paparkan diatas hanya dapat terwujud jika pimpinan institusi Diktikes Pemda mampu menyeimbangkan antara tuntutan otonomi perguruan tinggi dan dinamika yang berkembang di daerah, dengan tata kelola yang baik dan terpercaya sehingga dengan segala sumber daya dan support system yang tersedia mampu mensinergikan Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Akreditasi untuk memenuhi atau bahkan melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi sebagaimana diamanatkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2014.

Kepustakaan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336)

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 307; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612)

(7)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 769)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas.

Keputusan Bersama Mendiknas. Menkes dan Mendagri Nomor: 07/XII/SKB/2010, Nomor: 1962/Menkes/PB/XII/2010, Nomor: 420-1072 tahun 2010 tanggal 23 Desember 2010 Tentang Pengelolaan Institusi Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan.

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 354/E/O/2012 tahun 2012 tanggal 10 Oktober 2012 tentang Alih Bina Penyelenggaraan Program Studi pada Akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/400/SJ Tanggal 10 Februari 2011 Kepada Menpan-RB Tentang Rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Organisasi dan Tata Kerja Institusi Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan Milik Pemerintah Daerah

Surat Menteri Dalam Negeri Kepada Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Nomor 061.1/3079/SJ tanggal 14 Januari 2013 Perihal Permohonan Pertimbangan Rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Organisasi dan Tata Kerja Institusi Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan Milik Pemeritah Daerah

Surat Edaran Dirjen Dikti Depdiknas No.1252/D/T/2009 tanggal 31 Juli 2009, tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Kesehatan oleh Pemerintah Daerah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Kepada Gubernur/Bupati/Walikota se Indonesia

Nomor 421.4/3168/SJ tanggal 18 Juni 2013 Tentang Pengelolaan Institusi Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan Milik Pemerintah Daerah

Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 194/E.E3/AK/2014 tanggal 25 Februari 2014 Tentang Izin Penyelenggaraan dan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi.

Dirjen-Dikti (2010) Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT), K.P. Nasional. Jakarta : Kemendikbud RI

Marquis, B.L., Huston, C.J. (2010) Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan; teori dan aplikasi. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Marwansyah (2012) manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Bandung : Alfa Beta.

Roberts, S. J., & Glod, C. (2013). Faculty Roles: Dilemmas for the Future of Nursing Education. Nursing Forum, 48(2), 99-105. doi:10.1111/nuf.12018

Suwatno, Priansa, D.J. (2011) Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis. Bandung : AlfaBeta

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar model bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) adalah harus terdapat variansi yang sama dari setiap error-nya

PDRB sub-sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesempatan kerja pada sektor pertanian di

Adab diri terhadap makhluk buya Hamka membaginya lagi yakni, menghormati orang tua, kesopanan kepada diri sendiri, kesopanan kepada masyarakat, kesopanan dan majelis ilmu. Pertama,

digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran pembuatan pola rok. Media pembelajaran bisa berupa audio, audio visual, cetak dan lain sebagainya. Media yang akan

Untuk menambahkan header dan footer, Anda harus membuat subclass pada FPDF(). Header dapat ditambahkan dengan membuat function berikut ini dalam subclass PDF

Situasi tutur adalah pada waktu pemberangkatan pengantin dari pihak perempuan ke pihak pngantin laki-laki dan anak boru dalam tuturannya mengharap agar kedua pengantin cepat

Pada penelitian ini Keraton Kasepuhan dijadikan sebagai studi kasus, dengan pertimbangan kraton Kasepuhan merupakan Keraton pertama yang berdiri di Cirebon, Keraton Kasepuhan terkait

Dengan pemberian kumparan dan arus listrik diharapkan medan elektromagnetik yang dihasilkan lebih besar sehingga pemecahan molekul hidrokarbon akan semakin sempurna, hal