Edisi Pertama
Judul Awal: Sebuah Dunia Yang Dilipat: Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Postmodernisme
Penulis: Yasraf Amir Piliang
Penerbit: Mizan
Kota: Bandung
Tahun Terbit: 1998
Edisi Kedua
Judul: Dunia Yang Dilipat: Tamasya Melalui Batas-Batas Kebudayaan
Penulis: Yasraf Amir Piliang
Penerbit: Jalasutra
Kota: Yogyakarta
Tahun Terbit: 2004
Edisi Ketiga (Cetakan 1, April 2011)
Judul: Dunia Yang Dilipat: Tamasya Melalui Batas-Batas Kebudayaan (Edisi 3 Plus DVD)
Penulis: Yasraf Amir Piliang
Penerbit: Matahari
Kota: Bandung
Editor: Alfathri Adlin
Desain Sampul dan Fotografi: Herry Mardian
Layout dan proof-reader: Junaedi
ISBN: 978-602-98762-0-8
Sinopsis
memudahkan pembaca untuk memasuki berbagai telisikannya, serta menunjukan bahwa teori-teori tersebut bukan semata tempelan agar terkesan ilmiah dan berwibawa.
Bayangkan bahwa dunia itu seperti selembar kertas. Bagai seorang ahli origami, lipatlah kertas tersebut menjadi dua, empat, delapan, enam belas, dan seterusnya, sampai pada satu titik kertas itu tidak bisa dilipat lagi, bagaimanapun dilakukan. Kertas itu tidak dapat dilipat lagi disebabkan ada batas kemampuan struktur kertas tersebut yang menahan perubahan dirinya.
Pemaksaan—berupa penekanan, pemadatan, pemampatan, atau perusakan akan
memungkinkan kertas dilipat lebih lanjut. Akan tetapi, ini berarti kita melampaui batas-batas struktur, sifat dan karakteristik yang seharusnya tidak dilewati. Melipat melewati batas yang seharusnya tidak dilewati—melalui cara pemaksaan, pemadatan, pemampatan, penekanan, perusakan, dan pengerdilan (miniaturisasi)—itulah lukisan sesungguhnya dari apa yang disebut sebagai dunia yang dilipat yang ingin dilukiskan di dalam buku ini.
Biografi Yasraf Amir Piliang
Yasraf Amir Piliang lahir di Maninjau, Sumatra Barat, pada 30 September 1956 dari pasangan Lathifah Luthan dan Amir St. Sati. Menjadi dokter adalah cita-citanya sejak kecil, namun pada sebuah perantauan ke Bandung pada tahun 1975 (setamat ia SMA), ia terpesona akan semangat kreativitas dan artistik Seni Rupa Bandung. Ia kemudian menjadi mahasiswa Departemen Seni Rupa ITB dengan bidang khusus Desain Produk dan lulus pada tahun 1984.
Pada tahun 1981, ia bersama rekan-rekan seni rupa, mendirikan Studio Desain Idessa di Bandung yang bergerak di bidang jasa konsultan desain produk, desain interior, desain grafis, dan desain tekstil. Ia meninggalkan studio desain tersebut pada 1984, kemudian ditawari menjadi dosen di jurusan Desain ITB. Sebagai dosen, ia memperdalam ilmu di Inggris atas biaya The British Council pada 1990, dan mendalami bidang industrial design dan metodologi desain. Ia diterima di Central Saint Martins College of Art & Design, London. Ia lulus dengan tesis berjudul Decoding Postmodern Style, dibawah bimbingan Lorraine Gamman, seorang feminis dan Jane Grave, seorang psikoanalisis.
Ia kembali ke Indonesia setelah meyandang gelar Master of Art dibelakang namanya dan kemudian mengajar di Program Pascasarjana Seni Rupa dan Desain ITB, untuk subjek kuliah yang bertema studi kebudayaan. Ia—bersama rekan-rekan di Fakultas Seni Rupa dan Desain juga pernah mengelola Jurnal Seni Rupa. Kemudian, sejak 1994 hingga 2000 ia menjabat sebagai Ketua Jurusan Desain, Institut Teknologi Nasional (ITENAS).
Selain itu, dia juga cukup rajin menuangkan renungannya di Harian Kompas yang, katanya, sebagai sekedar tawaran bagi “pemikiran alternatif” dalam studi kebudayaan Indonesia kontemporer.