Untuk Apa dan Untuk Siapa Pendidikan Itu?
Pernahkah kita membaca lirik sajak ‘Seonggok Jagung’ (1975) karya WS Rendra. Aku bertanya,
Apakah gunanya pendidikan bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya?
Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibukota, kikuk pulang ke daerahnya?
Apakah gunanya seseorang belajar filsafat, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja ketika ia pulang ke daerahnya,
lalu berkata “di sini aku merasa asing dan sepi.”
Sajak Rendra seolah menggugat kesadaran, untuk apa dan untuk siapa pendidikan itu? Sekolah itu penting, tapi belajar jauh lebih penting. Karena esensi hidup itu untuk belajar, bukan Cuma bersekolah. Belajar itu menuntut ilmu. Menuntut ilmu untuk meningkatkan kualitas hidup, bukan sarana untuk mencari pekerjaan. Karena belajar, benar dan keliru pun jadi tahu.
Ketika murid bersekolah, siapa bisa jamin murid sudah belajar? Jika tak ada perubahan yang relatif permanen dalam dimensi tahu, dimensi bisa, dimensi mau, dimensi biasa, maka itu tanda seorang murid hanya bersekolah tapi tak belajar. Itulah inti terdalam dari makna pendidikan.
Mengajar itu penting, tapi mendidik jauh lebih penting. Mengajar itu memindahkan ilmu pengetahuan, dari guru ke murid. Mendidik itu ikhtiar memperbaiki perilaku dan berusaha menjadi teladan. Banyak guru perankan diri sebagai pengajar, berapa banyak guru yang konsisten membenahi perilaku diri?
Kita butuh pendidik yang terampil mengajar. Tak sekadar pengajaran.
Karena bisa perankan diri sebagai pengajar dan pendidik, lakon seorang guru jadi peripurna. Itulah esensi mendidik.
Tugas terakhir pendidik adalah mewariskan keteladanan pada murid-murid. Akhirnya, tugas paling utama pendidik ternyata mendidik diri sendiri.
Sumber :