• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Sifat Dispersif Pada Model

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Identifikasi Sifat Dispersif Pada Model"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

IDENTIFIKASI SIFAT DISPERSIF PADA MODEL BENDA UJI

TANAH ASLI DENGAN UJI

PINHOLE

Lalu Bayu Adityawarman1, Andre Primantyo Hendrawan 2, Runi Asmaranto 2,

Anggara WWS 2, Suwanto Marsudi 2, Heri Suprijanto 2

1

Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya

2

Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya e-mail:bayu.adityawarman@hotmail.com

ABSTRAK

Tanah dispersif adalah tanah jenis tertentu dimana fraksi lempung akan tererosi akibat adanya air dengan proses deflokulasi. Hal ini dapat terjadi bila gaya tolak antar partikelnya melebihi gaya tariknya sehingga partikel lempung akan terburai dan tersebar menjadi suspensi. Tanah dispersif tidak dapat teridentifikasi melalui uji konvensional seperti distribusi ukuran butiran, batas-batas atterberg dan karakteristik kepadatan. Jadi, sangat penting untuk mengidentifikasi tingkat dispersi tanah terutama bila kita membutuhkannya sebagai bahan timbunan.

Empat uji laboratorium yang umum untuk identifikasi tanah dispersif meliputi uji crumb, uji kimiawi, uji double hydrometer, dan uji pinhole. Pada penelitian ini, uji crumb dan uji pinhole diterapkan pada benda uji tanah yang terbuat dari bubuk komersial (kaolinite dan bentonite) dan dari lapangan (tanah asli). Benda uji akan dibuat dengan plastisitas, kepadatan, dan kadar air yang bervariasi. Pada kondisi tertentu ini, maka setiap benda uji akan diuji dengan uji crumb dan pinhole untuk menentukan derajat dispersivitasnya.

Dari hasil penelitian dapat ditunjukkan bahwa variasi kadar air tidak terlalu berpengaruh terhadap dispersivitasnya, sedangkan plastisitas, kepadatan dan angka pori berpengaruh besar terhadap dispersivitasnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tanah asli yang tidak dipadatkan, sifat fisik dan mekanik sangat berpengaruh terhadap karakteristik dispersivitasnya. Kata kunci : Tanah Dispersif, Model Benda Uji Tanah Asli, Uji Pinhole, Uji Crumb.

.

ABSTRACT

Dispersive soil are a particular type of soil in which the clay fraction erodes in presence of water by the deflocculating process. This occurs when the inter -particle forces of repulsion exceed those attractions so the clay particles are detached and spread into suspension. Dispersive soils cannot be identified by conventional index tests such as particle size distribution, the Atterberg limits and compaction characteristics. So, it is important to identify these soils especially when we need for embankment soils.

Four common laboratory test which can identify dispersive soils are the crumb test, chemistry test, double hydrometer and the pinhole test. In this study, crumb test and pinhole test were carried out on samples made from commercial powder (kaolinite and bentonite) and collected from the field (natural clays). The samples will be made under some variations of plasticity, density and water content. Under these specific conditions, the crumb test and pinhole test will be applied to identify the dispersivity characteristic of these samples.

From the result it is shown that dispersivity was not affected by water content, however, plasticity, density and void ratio influenced their dispersivity. So, it is concluded that physical and mechanical properties of non compacted clays has a great influence to their dispersivity characteristic.

(2)

2

1. PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Wilayah Indonesia berada di tepi lempeng benua Eurasia yang bertubrukan dengan lempeng benua Australia dan lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki banyak gunung berapi aktif, kondisi geologi tergolong relatif muda dan rawan bencana gempa tektonik maupun vulkanik. Sebagian besar sungai dan sumber-sumber air di wilayah Indonesia mengalir di atas lapisan alluvial. Tingkat erosi lahan dan laju angkutan sedimen tinggi. Hal ini menghasilkan banyak wilayah Indonesia yang mempunyai kondisi geoteknik berupa lapisan pasir yang tebal, daerah endapan sedimen dengan daya dukung yang sangat rendah (lapisan tanah lunak), lapisan tanah ekspansif dan juga lapisan tanah dispersif.

Tanah lempung dispersif mudah tererosi baik di permukaan maupun di dalam timbunan tanah walaupun indeks plastisitas tinggi dan dapat dilewati oleh aliran air dengan kecepatan rendah. Identifikasi lapangan biasanya dapat terlihat berupa banyaknya rongga-rongga dan alur-alur yang dalam akibat erosi. Mengingat tingkat dispersivitas tanah lempung, khususnya yang terdapat pada lereng-lereng alami sungai yang rentan terhadap erosi, yang dalam skala besar dapat berbahaya dan menyebabkan kerusakan struktur alami tanah. Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi masalah tersebut dilakukan studi identifikasi sifat dispersif pada model benda uji tanah asli dengan uji pinhole.

1.2.Identifikasi masalah

Tanah yang memiliki sifat dispersif sangat rentan menyebabkan beberapa masalah pada lereng-lereng alami, khususnya lereng-lereng alami di sekitar sungai yang intensitas terjadinya kontak antara tanah dengan air sangat tinggi. Sungai sebagai wadah dan penyalur air, terutama ruas yang berada di daerah yang bertanah lunak, selalu memberikan

respon terhadap kegiatan manusia maupun proses alami dalam bentuk perubahan morfologi sungai. Perubahan morfologi sungai ini terjadi dalam suatu rangkaian proses untuk menuju ke keseimbangan yang baru. Rangkaian proses alami ini sering mengakibatkan keadaan yang merugikan, sehingga memerlukan penanggulangan yang serius. Oleh karena itulah, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam penanggulangan masalah tanah lempung dispersif pada lereng-lereng alami, khususnya yang berkaitan dengan pengaruh kepadatan dan kadar air. Dengan demikian, karakteristik material tanah tanah teridentifikasi dengan lebih baik dan kemungkinan masalah yang akan timbul di kemudian hari dapat diatasi.

1.3.Tujuan dan manfaat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepadatan dan kadar air terhadap dispersivitas tanah.

Manfaat dari studi ini adalah memberikan wawasan baru dalam bidang geoteknik, khususnya tanah lempung dispersif, serta memperkenalkan alat

pinhole kepada seluruh mahasiswa

Fakultas Teknik khususnya Jurusan Teknik Pengairan.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1.Definisi Tanah Dispersif

(3)

3 apabila terendam air maka pertikel

lempung tersebut akan lepas dan larut di dalam air (Djarwadi, 2007 : 11). Tanah lempung dispersif mudah tererosi baik di permukaan maupun di dalam timbunan tanah walaupun indeks plastisitas tinggi dan dapat dilewati oleh aliran air dengan kecepatan rendah. Identifikasi lapangan biasanya dapat terlihat berupa banyaknya rongga-rongga dan alur-alur yang dalam akibat erosi.

2.2.Identifikasi Tanah Dispersif di

Laboratorium

Knodel (1991) menyatakan bahwa sifat

dispersive suatu tanah dapat diketahui

dengan 5 jenis uji yaitu:

1. Uji pinhole (pinhole test) dengan cara pelaksanaan seperti dalam standard ASTM D 4647-93 atau USBR 5410-89

2. Uji crumb (crumb test) dengan cara pelaksanaan seperti dalam standard ASTM D 6572-00 atau USBR 5400-89

3. Uji dobel hidrometer (double

hydrometer test) dengan cara

pelaksanaan seperti dalam standard ASTM D 4221-99 atau USBR 5405-89.

4. Uji kimiawi (chemical test) dengan cara pelaksanaan seperti dalam Handbook 60 dari USDA (Richard, 1954).

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Lokasi Studi

Lokasi penelitian dilakukan di dua laboratorium yaitu Laboratorium Tanah Dan Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan (untuk pengujian dispersivitas tanah ) dan Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (untuk pengujian batas-batas atterberg, specific gravity, analisis saringan, dan hydrometer).

3.2.Pemodelan Benda Uji Tanah.

Pada pemodelan benda uji tanah ini, dibuat 4 ( empat ) buah sampel dengan variasi atau komposisi antara tanah lempung kaolinite dan bentonite serta tanah asli sebagai berikut :

1. Tanah A ( 70 % K + 30 % B ), artinya komposisi sampel dengan jumlah tanah kaolinite sebanyak 70 % dan bentonite sebanyak 30 %. 2. Tanah B ( 50 % K + 50 % B ),

artinya komposisi sampel dengan jumlah tanah kaolinite sebanyak 50 % dan bentonite sebanyak 50 %. 3. Tanah C ( 30 % K + 70 % B ),

artinya komposisi sampel dengan jumlah tanah kaolinite sebanyak 30 % dan bentonite sebanyak 70 %. 4. Tanah Asli (disturbed), Desa

Pagedangan, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.

Adapun tujuan dari variasi tersebut adalah untuk memodelkan plastisitas tanah asli yang mewakili kondisi tanah pada lereng-lereng alami sungai maupun tebing-tebing alam yang akan diuji dispersivitasnya.

3.3.Pengujian Karakteristik Tanah

3.3.1. Uji Batas-Batas Atterberg

Pengujian batas-batas atterberg dilakukan sesuai dengan prosedur ASTM D4318-10.

3.3.1.1. Pengujian Plastic Limit (PL)

(4)

4

3.3.1.2.Pengujian Liquid Limit

Tujuan dari pengujian ini untuk menentukan kadar air suatu tanah pada keadaan batas cair. Batas cair adalah batas kadar air dimana suatu tanah berubah dari keadaan cair menjadi keadaan plastis. Kadar air dinyatakan dalam persen. Kadar air di mana transisi dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair.

3.3.2. Uji Specific Gravity

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis tanah yang mempunyai butiran lewat saringan no. 4 dengan picnometer. Pengujian ini didasarkan pada perhitungan berat jenis tanah, dimana berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Pengujian dilakukan sesuai ASTM D854-10.

3.3.3. Uji Hidrometer

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan menggunakan metode hidrometer. Analisa Hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan) butir-butir tanah dalam air. Bila suatu contoh tanah dilarutkan dalam air, partikel-partikel tanah akan mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada bentuk, ukuran, dan beratnya. Pengujian dilakukan sesuai ASTM D422-63.

3.4. Pengujian Dispersivitas

3.4.1. Pemodelan Variasi Kepadatan

dan Kadar Air

Pada pemodelan kepadatan dan kadar air ini, dilakukan 2 variasi kepadatan dengan 2 variasi kadar air pada masing-masing sampel seperti pada gambar 3.1. berikut :

Pemodelan Variasi Kepadatan dan Kadar air

Kepadatan

Gambar 3.1. Diagram pemodelan variasi kepadatan dan kadar air

Tujuan dari variasi ini adalah untuk melihat pengaruh kepadatan serta kadar air tanah terhadap tingkat dispersivitas sampel benda uji. Sehingga nantinya untuk tiap-tiap jenis tanah akan adalah untuk menegetahui tingkat dispersivitas suatu tanah.

Prinsip Percobaan

Pelaksanaan pengujian dengan alat pinhole berdasarkan beda tinggi air berturut-turut sebesar 50 mm, 180 mm, 380 mm, dan 1020 mm. Percobaan dilakukan dari ketinggian yang paling kecil hingga paling tinggi dan akan diklasifikasikan seperti tabel 3.1 berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3405, 2011.

Prosedur Percobaan

a. Pengujian pada beda tinggi air 50 mm Hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Ukur jumlah air yang mengalir ke dalam geas ukur dalam waktu tertentu. 2. Amati warna air dari dua arah, yaitu dari samping dan dari atas gelas ukur 3. Jika tidak ada air yang keluar, buka

(5)

5 pengujian dengan beda tinggi air 50

mm.

5. Jika pengaliran air untuk beda tinggi ini terlihat keruh dan tidak menjadi lebih jernih setelah selang beberapa waktu, benda uji tergolong lempung dispersif. Petunjuk yang jelas terlihat pada waktu benda uji tergerus adalah keluarnya koloid (terbawanya buti-butir tanah)

6. Pada umumnya lempung dispersif tergerus dengan cepat bila beda tinggi air kurang dari 50 mm dan disertai keluarnya air dalam kondisi keruh. 7. Untuk tanah lempung dispersif,

banyaknya air dapat mencapai maksimum dalam waktu 2 menit s.d 5 menit yaitu sekitar 1,0 ml/s s.d 1,4ml/s.

8. Untuk jenis tanah lempung dispersif, lubang akan membesar > 2 kali diameter jarum setelah pengaliran selama 5 menit jenis ini tergolong

“sangat dispersif” (D1)

9. Pada umunya pengujian dilanjutkan sampai 10 menit. Jika warna air yang keluar menjadi jernih, pengujian dianggap selesai. Jika pengaliran pada beda tinggi air 50 mm, air yang keluar sedikit keruh dan debit aliran tidak melebihi 1,00 ml/s setelah 5 menit, lanjutkan pengujian sampai 10 menit. Setelah 10 menit, jika air masih keruh hentikan pengujian dan ukur lubang pinhole. Klasifikasi tanah adalah D2 jka debit aliran antara 1,0 ml/s s.d 1,4 ml/s dan ukuran lubang 1,5 kali diameter semula.

10.Jika aliran air tetap dan air terus dalam kondisi, hentikan pengujian.

11.Bila setelah 10 menit jumlah air antara 0,8 ml/s s.d 1,0 ml/s dan diameter lubang kurang dari 1,5 kali diameter semula, jenis ini termasuk

“kemungkinan dispersif” (ND4)

12.Bila setelah 10 menit aliran air melampaui 1ml/s dan diameter lubang melewati 1,5 kali diameter semula,

jenis ini tergolong “dispersif” (D2)

13.Bila pengujian diberhentikan setelah 10 menit dan hasilnya adalah ND4 dan D2, pengujian perlu diulangi dengan benda uji baru untuk mengetahui sifat-sifatnya pada beda tinggi air 180mm. 14.Jika aliran pada beda tinggi air 50 mm

dalam kondisi jernih atau hanya

Hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Jika pada beda tinggi ini air keruh dan

pengujian dihentikan, tanah tersebut

tergolong “kemungkinan dispersif”

(ND3), debit aliran yang keluar, biasanya sebesar 1,4 ml/s s.d 2,7 ml/s dan diameter lubang menjadi sama atau lebih besar dari 1,5 sampai 2 kali diameter semula. 380 mm dan lanjutkan pengujian c. Pengujian pada beda tinggi air 380

mm

Hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Jika aliran air bertambah keruh atau

debit aliran bertambah menjadi 1,8 ml/s s.d 3,2 ml/s, hentikan pengujian,

dan tanah tergolong “kemungkinan dispersif” (ND3)

2. Jika air yang keluar tetap jernih dilihat dari atas gelas ukur setelah 5 menit

Hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan adalah sebagai berikut. a) Bila setelah 5 menit aliran di bawah

(6)

6 dilihat dari atas gelas ukur atau debit

aliran melebihi 3,0 ml/s, tanah termasuk klasifikasi non dispersif (ND2).

b) Bila debit aliran sebesar 3,0 ml/s dan ukuran lubang pada saat selesai pengujian kurang dari lubang semula, tanah tergolong non dispersif (ND1).

Diagram Alir Alir Cara Uji Sifat Dispersif Tanah Dengan Alat Pinhole

1. Uji pada H = 50 mm

uji selama 2-5 menit

Apakah jika d >1,5 mm termasuk kelas ND3 Tidak uji selama 2-5 menit

Tidak jika d >1,5 mm termasuk kelas ND3

Ya `

4. Uji pada H = 1020 mm

uji selama 2-5 menit

Apakah air agak keruh atau q >3,0

ml/s

Gambar 3.1. Bagan alir cara uji sifat dispersif tanah dengan alat pinhole

Sumber : SNI 3405, 2011

Gambar 3.2. Skema Alat Pinhole.

Sumber : SNI 3405, 2011

Tabel 3.1. Kriteria Untuk Evaluasi Hasil Pengujian Pinhole

3.4.3. Uji Crumb

Prinsip Percobaan

Uji ini bersifat kwalitatif dengan membandingkan pola keruntuhan benda uji pada interval waktu tertentu dengan pola standar keruntuhan.

Prosedur Percobaan

(7)

7 Tingkat dispersivitas tanah dalam

uji crumb digolongkan dalam 4 tingkat

yaitu:

a. Grade 1, Benda uji luruh atau hancur,

tetapi tidak menyebabkan air keruh.

b. Grade 2, Benda uji luruh atau hancur,

dan menimbulkan air sedikit keruh disekitar benda uji.

c. Grade 3, Benda uji luruh atau hancur,

dan menimbulkan air keruh sampai dengan radius 10 mm disekitar benda uji.

d. Grade 4, Benda uji luruh atau hancur,

dan menimbulkan air keruh pada seluruh dasar bejana.

Gambar 3.3. Tingkat dispersivitas pada

uji crumb.

Sumber : Acciardi, 1985

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Uji Karakteristik Tanah

4.1.1. Uji Batas-batas Atterberg

Pengujian batas-batas atterberg dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya dengan hasil yang dirangkum pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1. Hasil Uji Batas-Batas Atterberg Tanah

Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa semakin meningkatnya kadar bentonite pada sampel benda uji berpengaruh terhadap meningkatnya pula nilai batas-batas atterberg pada tanah, yang berarti bahwa tanah bentonite itu sendiri adalah jenis tanah lempung yang memiliki indeks plastisitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah kaolinite.

4.1.2. Uji Specific Gravity

Pengujian Specific Gravity (Gs)

dilakukan di Laboratorium Tanah Dan Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya dengan hasil yang dirangkum pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2. Hasil Uji Specific Gravity

(8)

8

4.1.3. Uji Analisa Saringan dan

Hidrometer

Pengujian Analisa Saringan dan Hidrometer dilakukan di Laboratorium Tanah Dan Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya dengan hasil yang dirangkum pada tabel berikut ini :

Tabel 4.3. Hasil Uji Analisa Saringan dan Hidrometer

4.2.Klasifikasi Tanah

4.2.1. Klasifikasi Tanah USCS

Pada Klasifikasi Tanah USCS (Unified Soil Classification System) kaidah pembedaannya adalah besaran butiran tanah, kemudian yang perlu diperhatikan adalah Batas Cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI), kemudian disesuaikan pada grafik plastisitas agar didapatkan jenih tanahnya.

Berdasarkan Grafik Plastisitas benda uji dapat diklasifikasikan menurut USCS sebagai berikut:

Tabel 4.4. Klasifikasi Tanah berdasar USCS

4.2.2. Klasifikasi Tanah AASHTO

Pengklasifikasian sistem ini berdasarkan pada kriteria ukuran butir dan plastisitas, sehingga didapatkan jenih tanahnya.Benda uji dapat diklasifikasikan menurut AASHTO sebagai berikut:

Tabel 4.5. Klasifikasi Tanah berdasar AASHTO

4.3.Hasil Uji Dispersivitas

4.3.1.Pemodelan Variasi Kepadatan

dan Kadar Air

Pada pemodelan variasi kepadatan dan kadar air ini, dilakukan 2 variasi kepadatan yaitu 1,5 gr/cm3 dan 2,0 gr/cm3 serta 2 variasi kadar air yaitu 30 % dan 50 % pada masing-masing sampel benda uji. Untuk detail variasinya seperti berikut ini :

(9)

9 Tabel 4.7. Pemodelan Variasi Kepadatan

dan Kadar Air untuk Uji Crumb

4.3.2. Hasil Uji Pinhole

Uji Pinhole dilaksanakan sesuai

SNI 3405 : 2011 (Cara uji sifat dispersif tanah dengan alat pinhole) di Laboratorium Tanah Dan Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya dengan hasil yang dirangkum pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.8. Hasil Uji Pinhole

ND1 ND2 ND3 ND4 D2 D1

Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat, sebanyak 10 sampel benda uji termasuk kategori ND1(non dispersif), 4 sampel benda uji termasuk kategori ND2(non dispersif), dan 2 sampel benda uji termasuk kategori ND3(kemungkinan dispersif).

4.3.3. Hasil Uji Crumb

Uji Crumb dilaksanakan di

Laboratorium Tanah Dan Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya dengan hasil yang dirangkum pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.9. Hasil Uji Crumb

1 2 3 4

Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat, seluruh sampel benda uji termasuk kategori Grade 1 (non dispersif).

4.4.Analisis Hasil Uji Dispersivitas

4.4.1. Analisis Hasil Uji Pinhole

4.4.1.1. Pengaruh Kadar Air Terhadap Dispersivitas

Berdasarkan Tabel 4.8. diatas dapat kita tarik hubungan pengaruh kadar air terhadap tingkat dispersivitas tanah, yang ditampilkan dalam grafik berikut:

(10)

10 Dari grafik diatas dapat kita lihat

bahwa untuk uji dispersivitas (uji

pinhole), dari total jumlah 16 sampel

benda uji, divariasikan menjadi 2 jenis kadar air, yaitu 30% dan 50%. Dapat pula kita lihat pada grafik di atas bahwa pada keseluruhan sampel benda uji, Tanah A (70% K + 30% B), Tanah B (50% K + 50% B), Tanah C (30% K + 70% B), dan Tanah Asli dengan kepadatan 1,5 gr/cm3 maupun 2,0 gr/cm3 pada kondisi kadar air yang berbeda, memiliki tingkat dispersivitas yang sama. Dengan ini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa perbedaan kadar air tidak terlalu signifikan berpengaruh terhadap tingkat dispersivitas tanah.

4.4.1.2.Pengaruh Kepadatan Terhadap Dispersivitas

Berdasarkan Tabel 4.8. juga dapat kita tarik hubungan pengaruh kepadatan terhadap tingkat dispersivitas tanah, yang ditampilkan dalam grafik berikut:

Gambar 4.2. Grafik Pengaruh Kepadatan Terhadap Dispersivitas

Dari grafik diatas dapat kita lihat

bahwa untuk uji dispersivitas (uji

pinhole), dari total jumlah 8 sampel

benda uji dengan kadar air masing-masing adalah 50%, divariasikan menjadi 2 jenis kepadatan, yaitu 1,5 gr/cm3 dan 2,0 gr/cm3. Dapat pula kita lihat pada grafik di atas bahwa pada Tanah A (70% K + 30% B) dan Tanah Asli, perbedaan kepadatan tidak menyebabkan perubahan pada tingkat dispersivitas tanah karena kedua jenis tanah tersebut diklasifikasikan sebagai ND1 (non dispersif). Namun pada Tanah B (50% K

+ 50% B) dan Tanah C (30% K + 70% B), perbedaan kepadatan, meyebabkan perubahan pada tingkat dispersivitasnya. Tanah B (50% K + 50% B) dengan kepadatan 1,5 gr/cm3 memiliki tingkat dispersivitas yang diklasifikasikan sebagai ND2 (non dispersif), sedangkan pada kepadatan 2,0 gr/cm3 memiliki tingkat dispersivitas yang diklasifikasikan sebagai ND1 (non dispersif) yang lebih rendah tingkat dispersivitasnya. Tanah C (30% K + 70% B) dengan kepadatan 1,5 gr/cm3 memiliki tingkat dispersivitas yang diklasifikasikan sebagai ND3 (kemungkinan dispersif), sedangkan pada kepadatan 2,0 gr/cm3 memiliki tingkat dispersivitas yang diklasifikasikan sebagai ND2 (non dispersif) yang juga lebih rendah tingkat dispersivitasnya. Dengan ini, dapat kita simpulkan bahwa perbedaan kepadatan berpengaruh terhadap dispersivitas tanah. Semakin padat kondisi tanah tersebut, maka semakin rendah tingkat dispersivitasnya.

4.4.2. Analisis Hasil Uji Crumb

Berdasarkan Tabel 4.9. dapat kita ketahui bahwa hasil uji crumb pada keseluruhan sampel benda uji menunjukkan hasil yang sama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.19. Tanah A (70% K + 30% B), Tanah B (50% K + 50% B), Tanah C (30% K + 70% B), dan Tanah Asli dengan kepadatan 1,5 gr/cm3 maupun 2,0 gr/cm3 pada kondisi kadar air 30% dan 50%, memiliki tingkat dispersivitas yang sama, yaitu Grade 1, dimana benda uji luruh atau hancur, tetapi tidak menyebabkan air keruh. Untuk benda uji yang menunjukkan perilaku ini termasuk dalam tanah yang bersifat non dispersif. Hal ini menunjukkan bahwa memang terdapat kurangya ketelitian pada hasil uji

(11)

11 Gambar 4.3. Hasil Uji Dispersivitas

(Uji Crumb)

Sesuai hasil evaluasi Sherard dkk (1976b) berdasarkan hasil penelitiannya menyampaikan bahwa apabila hasil uji

crumb menunjukkan tanah dispersif, hasil

yang sama diperoleh dari cara uji lain, tetapi 40% dari seluruh hasil uji crumb

yang menunjukkan tanah non-dispersive

ternyata menunjukkan reaksi dispersif pada saat diuji dengan metode lain. Hal ini menunjukkan bahwa uji crumb

merupakan indikator yang sangat baik untuk menunjukkan tanah yang bersifat dispersif. Tetapi dikarenakan prosesnya yang sederhana, uji crumb tidak cukup baik untuk menunjukkan tanah yang bersifat non dispersif.

4.4.3. Analisis Perbandingan Hasil Uji

Pinhole dengan Uji Crumb Hasil pengujian dispersivitas, yaitu

uji pinhole dan uji crumb ditampilkan

dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.10. Hasil Uji Dispersivitas Tanah

Keterangan :

A = Tanah Kaolinite : Tanah Bentonite (70 % : 30 %) B = Tanah Kaolinite : Tanah Bentonite (50 % : 50 %) C = Tanah Kaolinite : Tanah Bentonite (30 % : 70 %) TA = Tanah Asli

Dari Tabel 4.10. dapat dilihat bahwa dari hasil pengujian dispersivitas, hampir semua sampel benda uji dapat dikategorikan sebagai tanah lempung non dispersif, baik dari hasil uji pinhole

maupun hasil uji crumb. Hal ini menunjukkan kesesuaian antara kedua jenis pengujian dispersivitas. Hasil yang sedikit berbeda hanya terjadi pada sampel benda uji Tanah C ( 30% K + 70% B) dengan kepadatan 1,5 gr/cm3, pada kadar air 30% dan 50% hasil yang didapatkan pada pegujian dispersivitas dengan uji

pinhole adalah ND3 yang dikategorikan

sebagai “kemungkinan dispersif”,

sedangkan hasil yang didapatkan dengan

uji crumb adalah Grade 1 yang

dikategorikan sebagai “non dispersif”.

Berdasarkan perbandingan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian dispersivitas pada uji

pinhole dan uji crumb pada sebagian

besar sampel benda uji menunjukkan tingkat dispersivitas yang sama. Dalam pengujian dispersivitas kedua jenis pengujian ini juga memiliki parameter bersifat kualitatif yang sama, dimana pada uji pinhole dan uji crumb parameter utama tingkat dispersivitas tanah dikategorikan menurut kekeruhan air. Namun dalam hal penentuan tingkat dispersivitas tanah, uji pinhole dapat dikatakan lebih baik, karena selain menggunakan kekeruhan air sebagai parameter tingkat dispersivitasnya, uji

pinhole juga mempertimbangkan

besarnya debit aliran (q) dan diameter lubang yang terjadi pada sampel benda uji setelah dialiri oleh air, oleh karena itu penilaian tingkat dispersivitas yang dihasilkan juga lebih spesifik daripada uji

(12)

12

5. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan hasil uji karakterisitik tanah serta uji dispersivitas tanah yang dilakukan, maka dapat disimpulkan :

1. Hasil uji dispersivitas pada model benda uji tanah asli dengan uji pinhole

dan crumb menunjukkan bahwa

sebagian besar benda uji adalah tanah non dispersif.

2. Berdasarkan hasil uji dispersivitas dapat diketahui pengaruh kepadatan dan kadar air tanah, dimana semakin padat kondisi suatu tanah maka semakin rendah tingkat dispersivitas tanah tersebut, sedangkan perbedaan kondisi kadar air tidak terlalu spesifik berpengaruh terhadap tingkat dispersivitas tanah.

3. Hasil uji dispersivitas dengan uji pinhole jika dibandingkan dengan uji dispersivitas lainnya (uji crumb) pada sebagian besar sampel benda uji tanah menunjukkan hasil tingkat dispersivitas yang sama. Namun dalam penentuan tingkat dispersivitas, uji pinhole dapat disebut lebih baik daripada uji crumb, karena tingkat dispersivitas yang lebih spesifik dan parameter yang lebih kompleks dalam penentuan tingkat dispersivitasnya.

6. UCAPAN TERIMA KASIH

Atas terselenggaranya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan dukungan pihak-pihak berikut : Dana DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Tahun 2013 FTUB; Ir.Moch. Sholichin, MT.,Ph.D., selaku Kepala Laboratorium Tanah dan Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan FTUB; Dr.Eng. Yulvi Zaika, MT., selaku Kepala Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil FTUB; Gita Sulistijo,BE., selaku General Manager dan Zaenal Abidin, selaku Kepala Bidang Laboratorium Divisi Survey dan Investigasi PT. Indra Karya (Persero).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2011.

Cara Uji Sifat Tanah Dispersif

Dengan Alat Pinhole. Jakarta :

Badan Standardisasi Nasional. ASTM. 2010. D4318 – 10. Standard Test

Methods for Liquid Limit, Plastic Limit, and Plasticity Index of Soils.

ASTM. 2010. D854 – 10. Standard Test Methods for Specific Gravity of Soil Solids by Water Pycnometer. ASTM. 2007. D422 – 63. Standard Test

Method for Particle-Size Analysis of Soils.

Das,B. 1985. Mekanika Tanah ( Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknik) Jilid 1. Surabaya : Erlangga.

Djarwadi, D. 2007. Uji Dispersivitas

Bahan Timbunan Bendungan

Duriangkang. Jurnal Dinamika

Teknik Sipil. VII (1) : 11 – 19. Hardie, M. 2009. Dispersive Soils And

Their Management. Tasmania :

Department Of Primary Industries and Water.

Knodel, P.C., 1991. Characteristics and Problems of Dispersive Clay

Soils. Research Report no. R

-91-09. US Dept of Interior, Bureau of Reclamation. Denver, 17pp. Sherard, J.L., Dunnigan, L.P, and Decker,

R.S, 1976(b). Identification and Natures of Dispersive Soils.

Journal of the Geotechnical

Engineering Division, ASCE,

Gambar

Gambar 3.1. Diagram pemodelan variasi kepadatan dan kadar air Tujuan dari variasi ini adalah
Gambar 3.2. Skema Alat  Pinhole. Sumber : SNI 3405, 2011
Tabel 4.1. Hasil Uji Batas-Batas Atterberg Tanah
Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Kadar Air Terhadap Dispersivitas
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sedang pada laju alir udara yang semakin besar, penurunan kadar sulfur semakin besar pula, hal ini disebabkan terjadinya peningkatan recovery sulfur dalam batubara dengan

Dari gambar struktur mikro diatas dapat kita lihat penambahan konsentrasi mangan mulai 0,2 % sampai 0,6 % mengakibat batas butiran perlit dan ferit semakin halus hal ini

Dari grafk 3 diatas dapat kita lihat papan komposit setelah dilakukan perendaman bahwa semakin besar fraksi volume serat yang digunakan maka berat jenis papan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi sari wortel yang digunakan, maka semakin tinggi pula kadar betakaroten yang terkandung dalam

Hal ini diduga semakin meningkatnya dosis starbio pada perlakuan maka semakin banyak mikroba semakin banyak pula enzim protease yang dihasilkan untuk merombak protein

Pada grafik 4.5 dengan waktu fermentasi 3 hari hal yang dapat kita lihat adalah adanya kecenderung kenaikan kadar alcohol yang dihasilkan dengan semakin banyaknya

Semakin banyak kita memberikan kesempatan melakukan (demonstrasi) kepada siswa, semakin paham pula mereka terhadap materi yang kita berikan. Ulangi dilakukan dengan cara

Sedang pada laju alir udara yang semakin besar, penurunan kadar sulfur semakin besar pula, hal ini disebabkan terjadinya peningkatan recovery sulfur dalam batubara dengan