TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Eucalyptus spp.
Nama Botani dari Eucalyptus grandis adalah Eucalyptus grandis Hill ex
Maiden. Eucalyptus grandis adalah nama lain dari Eucalyptus saligna var.
pallidivalvis Baker et Smith. Di dunia perdagangan sering disebut Flooded gum,
rose gum. Taksonomi dari Eucalyptus grandis sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermathopyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dikotyledon
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Eucalyptus
Spesies : Eucalyptus grandis (Ayensu, 1980).
Eucalyptus spp. termasuk famili Myrtaceae, terdiri dari kurang lebih 700
jenis. Jenis Eucalyptus dapat berupa semak atau perdu sampai mencapai
ketinggian 100 meter umumnya berbatang bulat, lurus, tidak berbanir dan sedikit
bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan dan banyak
meloloskan sinar matahari. Percabangannya lebih banyak membuat sudut ke atas,
jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset hingga
bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait. Pada pohon
yang masih muda letak daunya berhadapan bentuk dan ukurannya sering berbeda
dan lebih besar daripada pohon tua. Pada umur tua, letak daun berselang-seling.
Ciri khas lainnya adalah sebagian atau seluruh kulitnya mengelupas
dengan bentuk kulit bermacam-macam mulai dari kasar dan berserabut, halus
bersisik, tebal bergaris-garis atau berlekuk-lekuk. Warna kulit mulai dari putih
kelabu, abu-abu muda, hijau kelabu sampai coklat, merah, sawo matang sampai
coklat (Irwanto, 2007).
Penyebaran Eucalyptus spp.
Marga Eucalyptus terdiri atas 500 jenis yang kebanyakan endemik di
Australia. Hanya 2 jenis tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa
Tenggara dan Filiphina) yaitu Eucalyptus urophylus dan Eucalyptus deglupta.
Beberapa jenis menyebar dari Australia bagian utara menuju Malesia bagian
timur. Keragaman terbesar di daerah-daerah pantai New South Wales dan
Australia bagian Barat daya. Pada saat ini beberapa jenis ditanam di luar daerah
penyebaran alami, misalnya di kawasan Malesia, juga di Benua Asia, Afrika
bagian Tropika dan Subtropika, Eropa bagian Selatan, Amerika Selatan dan
Hampir semua jenis Eucalyptus berdaptasi dengan iklim muson. Beberapa
jenis bahkan dapat bertahan hidup di musim yang sangat kering, misalnya jenis-
jenis yang telah dibudidayakan yaitu Eucalyptus alba, Eucalyptus camaldulensis,
Eucalyptus citriodora. Eucalyptus deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada
habitat hutan hujan dataran rendah dan hutan pegunungan rendah, pada ketinggian
hingga 1800 meter dari permukaan laut, dengan curah hujan tahunan 2500-5000
mm, suhu minimum rata-rata 230 dan maksimum 310 di dataran rendah, dan suhu
minimum rata-rata 130 dan maksimum 290 di pegunungan (Latifah, 2004).
Syarat Tumbuh Eucalyptus spp.
Jenis-jenis Eucalyptus terutama menghendaki iklim bermusim (daerah
arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Jenis Eucalyptus tidak
menuntut persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuhnya. Eucalyptus spp
dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa,
secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari
tanah-tanah kurus gersang sampai pada tanah-tanah yang baik dan subur. Jenis Eucalyptus
dapat tumbuh di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari
dataran rendah sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai
bagi pertumbuhannya antara 0 - 1 bulan dan suhu rata-rata per tahun 20° - 32°C
(Irwanto, 2007).
Biologi Gulma
Gulma adalah tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak
diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi tujuan manusia. Tumbuhan yang
memungkinkan untuk mudah tersebar luas dan mampu menimbulkan kerugian.
Tumbuhan yang biasa menjadi gulma mempunyai beberapa ciri khas yaitu:
pertumbuhanya cepat, mempunyai daya bersaing yang kuat dalam perebutan
faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar terhadap suasana
lingkungan yang ekstrim, mempunyai daya berkembang biak yang besar baik
secara generatif atau vegetatif maupun kedua-duanya, alat perkembangbiakanya
mudah tersebar melalui angin, air maupun binatang dan bijinya mempunyai sifat
dormansi yang memungkinkan untuk bertahan hidup dalam kondisi yang tidak
menguntungkan (Nasution, 1986).
Gulma berkembang biak secara generatif (biji) maupun vegetatif. Secara
umum gulma semusim berkembang biak melalui biji. Biasanya produksi biji
sangat banyak, bahkan dapt menghasilkan 40.000 biji dalam satu musim,
misalnya jajagoan (Echinochloa crusgalli). Gulma tahunan lebih efisien
perkembangbiakanya dari gulma semusim, karena gulma ini dapat tumbuh dengan
biji atatu hanya secara vegetatif. Contoh teki dan alang-alang, kedua spesies
gulma ini produksi bijinya tidak banyak, tetapi dapat tumbuh cepat melalui umbi
dan rhizona (Sukman dan Yakup, 2002).
Klasifikasi atau penggolongan gulma diperlukan untuk memudahkan
dalam mengenali atau mengidentifikasi gulma. Penggolongan gulma menurut
kesamaan responya terhadap herbisida paling banyak digunakan bila dikaitkan
dengan pengendalian gulma. Kesamaan respon terhadap herbisida adalah sifat
atau gejala umum yang ditunjukkan gulma tersebut apabila dikenai suatu
herbisida. Pada kenyataanya di lapangan, gulma dari spesies yang samapun
Pengelompokan gulma diperlukan untuk memudahkan pengendalian,
pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan daur hidup, habitat, ekologi,
klasifikasi taksonomi, dan tanggapan terhadap herbisida. Berdasarkan daur hidup
dikenal gulma setahun (annual) yang hidupnya kurang dari setahun dan gulma
tahunan (perennial) yang siklus hidupnya lebih dari satu tahun. Berdasarkan
habitatnya dikenal gulma daratan (terrestrial) dan gulma air (aquatic) yang
terbagi lagi atas gulma mengapung (floating), gulma tenggelam (submergent), dan
gulma sebagian mengapung dan sebagian tenggelam (emergent). Berdasarkan
ekologi dikenal gulma sawah, gulma lahan kering, gulma perkebunan, dan gulma
rawa atau waduk. Berdasarkan klasifikasi taksonomi dikenal gulma monokotil,
gulma dikotil, dan gulma paku-pakuan. Berdasarkan tanggapan pada herbisida,
gulma dikelompokkan atas gulma berdaun lebar (broad leaves), gulma rumputan
(grasses), dan gulma teki (sedges) (Fadhly dan Tabri, 2008) . Pengelompokan
yang terakhir ini banyak digunakan dalam pengendalian secara kimiawi
menggunakan herbisida.
Gulma mempunyai perakaran serabut bagi gulma berdaun sempit
(monokotil) atau berakar tunggang untuk gulma berdaun lebar (dikotil). Gulma
mempunyai perakaran yang cukup luas dan dalam. Tanda-tanda seperti inilah
yang menyebabkan gulma dapat bertahan dalam keadaan yang tidak
menguntungkan untuk tanaman dan bahkan sebagai pertanda kuatnya saingan
Gulma Sebagai Pengganggu Tanaman
Secara umum, faktor-faktor fisiologi yang berpengaruh dalam efek
persaingan suatu gulma adalah: saat perkecambahan, luasnya area fotosintesis
pada awal pertumbuhan, tingkat asimilasi netto, tingkat produksi daun susunan
daun, sistem perakaran yang cepat dibentuk, luasnya penguasaan sistem
perakaran, letak sistem perakaran, tingkat pengambilan unsur hara, air dan
nitrogen, toleransi terhadap kekeringan, efisiensi penggunaan mineral, dan zat
alelopati (Nasution, 1986).
Kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau mengejar
sesuatu yang secara bersamaan diperlukan oleh lebih dari satu pencari. Clement et
al. (1929) mengutarakan bahwa kompetisi adalah proses fisika murni. Persaingan
timbul dari reaksi 3 tanaman pada faktor fisik dan pengaruh faktor yang
dimodifikasikan pada pesaing-pesaingnya. Dua tanaman meskipun tumbuh
berdekatan, tidak akan bersaing bila bahan yang diperebutkan jumlahnya
berlebihan. Bila salah satu bahan itu berkurang maka persaingan akan timbul
(Triharso, 2004).
Persaingan untuk nutrisi yang terjadi antara tanaman budidaya dan gulma,
nampaknya sulit diinterpretasikan secara teliti sebab pengaruh pemupukan dalam
suatu pertanaman budidaya akan selalu ada dan adanya mikro organisme. Dalam
tanah yang kaya nutrisi kehilangan hasil akibat adanya gulma cukup tinggi.
Gulma pada hakikatnya juga membutuhkan nutrisi yang banyak, dan penyerapan
pupuk bila ada juga lebih cepat. Persaingan untuk nutrisi, antara tanaman dan
bagi keduanya, dan tergantung pula pada kemampuan ke dua tanaman dan gulma
menarik masuk ion-ion nutrisi tersebut (Moenandir, 1993).
Kompetisi gulma-tanaman pada sistem produksi tanaman dikaitkan
dengan ketersediaan sarana tumbuh yang terbatas jumlahnya, seperti air, cahaya,
unsur hara, CO2 dan ruang tumbuh. Kompetisi untuk memperebutkan sarana
tumbuh ini disebut kompetisi langsung. Kompetisi tidak langsung terjadi melalui
proses penghambatan pertumbuhan akibat adanya senyawa kimia (alelokimia)
yang dikeluarkan tumbuhan yang berada di dekatnya. Beberapa faktor yang
menentukan derajat atau tingkat kompetisi antara gulma dengan tanaman adalah
jenis, kerapatan, distribusi, waktu kehadiran gulma, kultur teknis yang diterapkan
dan allelopati (Sembodo, 2010).
Kelembaban atau kerapatan populasi gulma menentukan persaingan dan
makin besar pula penurunan produksi tanaman. Gulma yang muncul atau
berkembang lebih dulu atau bersamaan dengan tanaman yang dikelola, berakibat
besar terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman. Persaingan gulma pada
awal pertumbuhan akan mengurangi kuantitas hasil, sedangkan persaingan dan
gangguan gulma menjelang panen berpengaruh besar terhadap kualitas hasil.
Perbedaaan cara penanaman, laju pertumbuhan dan umur varietas yang ditanam,
dan tingkat ketersediaan unsur hara juga akan menentukan besarnya persaingan
gulma dengan tanaman (Sukman dan Yakup, 2002).
Gulma merupakan penyebab utama kehilangan hasil tanaman budidaya
lewat persaingan untuk cahaya, air, nutrisi, ruang dan lainya. Mungkin dengan
adanya pengendalian yang terus menerus dapat merusak tanaman karena sentuhan
seterusnya. Kehilangan hasil tersebut dapat pula didekati dengan membandingkan
hasil dari lahan bergulma dan bebas gulma (Moenandir, 1993).
Alelopati diartikan sebagai pengaruh negatif satu jenis tumbuhan tingkat
tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan pembuahan jenis-jenis
tumbuhan lainya. Terdapat dua jenis alelopati yang terdapat di alam yaitu (1)
alelopati yang sebenarnya dan (2) alelopati yang fungsional. Alelopati yang
sebenarnya adalah pelepasan senyawa beracun dari tumbuhan ke lingkungan
sekitarnya dalam bentuk senyawa beracun aslinya yang dihasilkan. Sedangkan
alelopati yang fungsional ialah pelepasan senyawa kimia oleh tumbuh-tumbuhan
ke lingkungan sekitarnya yang kemudian bersifat sebagai racun setelah
mengalami perubahan yang disebabkan mikroba tanah (Sastroutomo, 1990).
Pengendalian Gulma
Metode pengendalian gulma berbeda dengan pengendalian hama dan
penyakit tanaman karena komunitas gulma lebih beragam, merugikan tanaman
sejak awal sampai panen, gulma berasosiasi dengan hama, patogen dan musuh
alami, serta gulma tumbuh berasosiasi dengan tanaman. Oleh sebab itu
pengendalian gulma bertujuan untuk: (1) membentuk gulma yang kaya spesies
tetapi miskin populasi sehingga pengendalian cara mekanis maupun dengan cara
pergiliran tanaman lebih mudah, dan (2) eradikasi total diarahkan pada gulma
jahat. Memfasilitasi adanya interaksi antara faktor biologi, faktor lingkungan,
dan cara pengendalian sedemikian rupa agar lingkungan tumbuh lebih
menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman dibandingkan pertumbuhan gulma
Pengendalian gulma dilakukan bila gulma tersebut sudah memasuki
periode kritis dan harus diberantas. Ada enam metode pengendalian gulma yaitu:
(1) preventif atau pencegahan yang bertujuan mengurangi pertumbuhan dan
penyebaran gulma agar pengendalian dapat dikurangi atau ditiadakan, (2)
mekanik/fisik dilakukan secara manual atau menggunakan alat bantu, (3) kultur
teknik bertujuan untuk memanipulasi lingkungan sehingga pertumbuhan gulma
tertekan, (4) biologi (hayati) bertujuan untuk menekan populasi gulma dengan
menggunakan organisme seperti serangga dan mikroba, (5) kimia dengan
menggunakan herbisida, dan (7)terpadu dengan cara menggabungkan beberapa
metode pengendalian gulma sehingga secara ekonomi menguntungkan dan secara
ekologi dapat dipertanggungjawabkan (Sembodo, 2010).
Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan senyawa
kimia (herbisida) untuk menghambat atau menghentikan pertumbuhan gulma.
Selain herbisida membunuh gulma, juga dapat membunuh organisme lain,
sehingga penggunaanya harus selektif dan menjadi alternatif terakhir. Keuntungan
penggunaan herbisida antara lain hasilnya cepat terlihat, biaya aplikasi pada lahan
yang luas murah, waktu aplikasinya singkat dan cepat serta tenaga kerja
(aplikator) yang dibutuhkan relatif sedikit (Rukmana dan Saputra, 1999).
Pencampuran herbisida telah digunakan untuk meningkatkan spektrum
pengendalian gulma yang lebih tinggi ketika masing-masing herbisida
diaplikasikan sendiri. Pencampuran herbisida menghasilkan tiga bentuk interaksi
yaitu antagonist, sinergist, dan additive. Jika respon yang diamati lebih besar dari
respon yang diharapkan , maka interaksi tersebut adalah sinergis. Jika respon yang
antagonist. Jika respon yang diamati tidak berbeda dengan respon yang
diharapkan, maka interaksi tersebut adalah additive (Flint and Barret, 1989).
Glifosat termasuk herbisida purna tumbuh yang berspektrum luas dan
sangat efektif untuk mengendalikan rumput tahunan, gulma berdaun lebar dan
gulma yang memiliki perakaran dalam (Sutikno, 1992; Sumintapura, 1980).
Dari hasil penelitian girsang menunjukkan bahwa Isopropilamina glifosat efektif
mengendalikan gulma Kretekan (Cyrtococcum acrescens) dan Alang-alang
(Imperata cylindrica), tetapi tidak efektif untuk mengendalikan gulma jenis
Nephrolepis biserrata (Paku-pakuan) pada karet umur 2 tahun. Cara kerja
herbisida Isopropilamina glifosat bersifat sistemik, sehingga dapat mematikan
seluruh bagian gulma termasuk akar dan bagian vegetatif di dalam tanah. Hal ini
terjadi, karena partikel herbisida yang bersifat racun ditranslokasikan dari daun
sampai ke bagian akar di dalam tanah. Kelemahan pestisida ini adalah tidak
bersifat selektif sehingga bila terkena dapat mematikan tanaman utama.
Penelitian Nurjanah (2002), menyatakan bahwa dari hasil analisis gulma
sebelum aplikasi herbisida glifosat dijumpai 12 spesies gulma, 7 jenis berdaun
sempit, 3 jenis berdaun lebar dan 2 jenis teki. Berdasarkan nilai SDR diketahui
bahwa 3 jenis gulma yang dominan adalah Digitaria cillaris, Isohaeu t.morensis
dan Fimbristylis littolaris. Terjadi pergeseran vegetasi gulma setelah
penyemprotan herbisida.