• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUNAHAN BAHASA BETAWI PADA SUKU BETAWI DI CENGKARENG BARAT, JAKARTA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEPUNAHAN BAHASA BETAWI PADA SUKU BETAWI DI CENGKARENG BARAT, JAKARTA BARAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUNAHAN BAHASA BETAWI PADA SUKU

BETAWI DI CENGKARENG BARAT,

JAKARTA BARAT

Suryaningsih

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Indonesia memliki 756 bahasa daerah, salah satunya adalah bahasa Betawi. Bahasa Betawi berasal dari bahasa Melayu yang bercampur dengan bahasa Arab, bahasa Cina dan bahasa Jawa. Pada saat ini nasib bahasa daerah di Indonesia terancam punah, termasuk bahasa Betawi karena banyak bahasa baru yang muncul. Oleh sebab itu, bahasa Betawi saat ini hanya tersebar di beberapa wilayah Jakarta salah satunya di Cengkareng Barat. Peneliti mengadakan penelitian di Cengkareng Barat karena bahasa Betawi di Cengkareng Barat mengalami kepunahan baik secara lisan maupun tulisan.

Tujuan penelitian ini, yaitu untuk memprediksikan nasib bahasa Betawi di masa mendatang, mendeskripsikan faktor penyebab kepunahan/kebertahanan bahasa Betawi dan mendeskripsikan upaya yang dilakukan suku Betawi serta pemerintah setempat untuk menjaga eksistensi bahasa Betawi di era-globalisasi. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan desain kuanitatif kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiolinguistik

Pada tahap pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode observasi dengan teknik SLC, SLBC, rekam, serta teknik catat. Selain itu, menggunakan metode wawancara terstruktur dengan kuesioner yang bertujuan untuk memperoleh data mengenai penguasaan, pengunaan, dan sikap bahasa terhadap bahasa Betawi dan bahasa Indonesia. Data dikaji dan dianalisis menggunakan teori Kloss (1984) yang mengungkapkan tiga tipe kepunahan bahasa.

Hasil penelitian kepunahan bahasa Betawi pada suku Betawi di Cengkareng Barat, Jakarta Barat, menunjukkan bahwa terjadi kepunahan bahasa nominal (melalui metamorfosis penurunan derajat bahasa). Hal itu, disebabkan oleh berkurangnya penggunaan bahasa Betawi dalam beberapa ranah dan munculnya bahasa baru, seperti bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Batak, dan lainnya di Cengkareng Barat, Jakarta Barat.

(2)

A. PENDAHULUAN

Pada hakikatnya bahasa merupakan alat komunikasi dominan bagi manusia untuk berkomunikasi antara dua manusia atau lebih. Berdasarkan wilayah penggunaannya, bahasa dibedakan menjadi bahasa asing, bahasa nasional dan bahasa daerah. Berdasarkan keadaan penggunaannya, bahasa dibedakan menjadi tiga, yaitu pemertahanan bahasa, pergeseran bahasa dan kepunahan bahasa (Sumarsono, 2012: 231).

Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam artikel “Menggali Bahasa yang Nyaris Punah” yang terbit di koran Tempo, 18 Maret 2012 menyatakan bahwa Indonesia memiliki 756 bahasa daerah. Telah tertulis dan ditetapkan dalam Undang-Undang nomor. 22 tahun 1999 mengenai pemerintahan daerah, kewenangan penanganan bahasa dan sastra yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Keadaan yang terjadi saat ini sekitar 30% bahasa daerah di Indonesia terancam punah, salah satunya adalah bahasa Betawi.

Bahasa Betawi berasal dari hasil percampuran antara bahasa Melayu dengan bahasa lain. Bahasa Melayu bercampur dengan bahasa Arab Mesir seperti pada kata Ane „saya‟, sedangkan dengan bahasa Cina seperti pada kata Lu „kau‟ dan gue „saya‟. Bahasa Melayu bercampur dengan bahasa Jawa yang tersebar di Indonesia bagian barat seperti pada kata ora „tidak‟, bocah „anak-anak‟ dan lanang „laki-laki‟. Hasil percampuran bahasa di atas kemudian berkembang menjadi bahasa Betawi. (Muhadjir, 1999: 61).

(3)

B. LANDASAN TEORI

1. Sosiolinguistik

Sosiolinguistik adalah studi atau ilmu yang bersifat affective atau

problematis, yang membahas sikap kebahasaan suatu masyarakat pemakai bahasa, gejala-gejala kebahasaan sebagai suatu kesulitan atau suatu masalah, bagaimana membina atau mengembangkan salah satu segi kebahasaan (Soepomo, 1984: 7). 2. Pilihan bahasa

Ferguson (dalam Sumarsono, 2012: 199-200), memaparkan bahwa diglosia adalah suatu keadaan yang terdapat dua ragam dari satu bahasa hidup berdampingan dengan peran masing-masing dalam masyarakat tersebut.

3. Pergeseran bahasa

Pergeseran bahasa merupakan keadaan suatu bahasa yang tidak mampu mempertahankan diri dalam suatu pemakaian akibat dari pilihan bahasa yang berjangka panjang dan bersifat kolektif (Sumarsono, 2012: 231).

4. Pemertahanan bahasa

Masyarakat yang secara bersamaan menentukan kelanjutan menggunakan bahasa yang digunakan (Sumarsono, 2012: 231).

5. Kepunahan bahasa

Penelitian ini menggunakan teori Kloss (1984) mengungkapkan tiga tipe kepunahan bahasa (Sumarsono, 2012: 286):

a. Kepunahan bahasa tanpa mengalami pergeseran bahasa,

b. Kepunahan bahasa karena terjadi pergeseran bahasa (penutur tidak berada dalam “wilayah tutur yang kompak”),

c. Kepunahan bahasa nominal melalui proses metamorfosis.

C. METODE PENELITIAN

1. Lokus Penelitian

(4)

2. Populasi

Populasi penelitian ini yaitu masyarakat suku Betawi dalam satu Kelurahan Cengkareng Barat. Kemudian peneliti melakukan observasi, ternyata hanya beberapa Rukun Tetangga (RT) yang terdapat masyarakat suku Betawi. 3. Sampel

Penelitian ini menggunakan tiga teknik sampel area dan hasil observasi, sampel kuota, dan sampel random.

4. Pengumpulan data

Pada tahap pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode observasi dengan teknik simak libat cakap (SLC), teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, teknik catat, dan metode wawancara terstruktur dengan teknik kuesioner.

D. ANALISIS DATA

Analisis data yang relevan dengan penelitian ini merupakan hasil dari kuesioner, sebagai berikut:

1. Karakteristik Informan

a. Tingkat Usia

Penelitian ini menggunakan tingkat usia pada informan suku Betawi. Tingkat usia yang diambil, dibagi menjadi dua generasi, yaitu: generasi muda (15-35 tahun), dan generasi tua (36-70 tahun).

b. Pendidikan

Informan yang diambil berasal dari beberapa lulusan. Hal tersebut karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat bahasa yang digunakan.

c. Pekerjaan

(5)

d. Agama

Agama menjadi salah satu kategori karena zaman dahulu pemuka agama Islam banyak menggunakan bahasa Betawi yang berasal dari bahasa Melayu. e. Sosial Budaya

Pada penelitian ini, peneliti meneliti berdasarkan sosial budaya karena peneliti ingin menunjukkan penggunaan bahasa Betawi maupun kebudayaan Betawi pada suku Betawi.

2. Penguasaan, penggunaan dan sikap terhadap Bahasa Betawi

a. Penguasaan Bahasa Betawi

1) Pengetahuan Bahasa Betawi

Tahap pengetahuan bahasa Betawi, peneliti mengambil sumber-sumber pengetahuan bahasa Betawi, seperti dari kakek/nenek, orang tua, dan lainnya. 2) Pengenalan Bahasa Betawi dan Bahasa Indonesia

Pada tahap pengenalan bahasa Betawi dan bahasa Indonesia, peneliti mengukur pengenalan bahasa Betawi dan bahasa Indonesia sejak informan berusia balita hingga berusia di jenjang SLTA.

3) Kemampuan Bahasa

Tahap kemampuan bahasa, dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: mendengar (listening), menulis (writing) dan membaca (reading) (Alwasillah, 1986: 125). Kemudian peneliti memberikan kuesioner pada informan untuk mengetahui kemampuan bahasa Betawi.

b. Penggunaan bahasa Betawi

1) Ranah Keluarga

(6)

2) Ranah Ketetanggaan

Dalam ranah ketetanggaan, peneliti meneliti berdasarkan dua asal suku tetangga informan yaitu tetangga asal suku Betawi dan tetangga asal suku lain.

3) Ranah Pendidikan

Dalam ranah pendididkan, penggunaan bahasa Betawi dan bahasa Indonesia diukur mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Mulai dari generasi muda hingga generasi tua yang berinteraksi dengan interlokutor teman sebaya dan teman lebih tua.

4) Ranah Agama

Dalam ranah agama, peneliti meneliti penggunaan bahasa Betawi dan bahasa Indonesia pada generasi muda dan generasi tua pada saat berinteraksi dalam ceramah agama maupun dengan penutur dari suku Betawi dan suku lainnya.

5) Ranah Kantor

Dalam ranah kantor atau pekerjaan, peneliti membagi dua berdasarkan interaksi informan dengan penutur dari suku Betawi dan suku lainnya. Selain itu faktor usia, dan tempat informan bekerja juga mempengaruhi penggunaan bahasa Betawi maupun bahasa Indonesia.

6) Ranah Adat

Dalam ranah adat, peneliti meneliti berdasarkan interaksi antar suku Betawi saat acara adat Betawi.

c. Sikap bahasa Betawi

Menurut Suwito (1982: 59) sikap positif bahasa dibedakan menjadi tiga,

sebagai berikut:

1) Kebanggaan Bahasa dalam Penggunaan Bahasa Betawi dan Bahasa Indonesia pada Suku Betawi di Cengkareng Barat, Jakarta Barat.

(7)

bahasa Betawi masih ditunjukkan oleh generasi tua, sedangkan generasi muda sudah mulai mengurangi rasa bangga terhadap bahasa Betawi.

2) Kesetiaan Bahasa dalam Penggunaan Bahasa Betawi dan Bahasa Indonesia pada Suku Betawi di Cengakareng Barat, Jakarta Barat.

Kesetiaan bahasa adalah sikap yang mnedorong suatu masyarakat tutur untuk mempertahankan kemandirian bahasanya, meskipun harus mencegah masuknya pengaruh asing (Suwito, 1982: 59. Generasi tua lebih banyak memakai bahasa Betawi dalam ranah kekeluargaan, ranah ketetanggan dan ranah adat terhadap interlokutor yang lebih tua maupun muda. Kemudian pada generasi muda sudah mulai mengurangi penggunaan bahasa Betawi terlihat pada beberapa ranah seperti ranah ketetanggaan tetapi hanya terhadap interlokutor berusia lebih tua.

3) Kesadaran adanya Norma Bahasa dalam Penggunaan Bahasa Betawi dan Bahasa Indonesia.

Kesadaran adanya norma bahasa adalah sikap dari dalam diri yang mendorong penggunaan bahasa secara cermat, santun, korek dan layak (Suwito, 1982: 59). Sikap kesadaran akan norma terhadap bahasa Betawi masih ditunjukkan oleh kedua generasi dari suku Betawi.

E. PEMBAHASAN

1. Nasib Bahasa Betawi

Sejak dahulu nasib bahasa Betawi telah diprediksi oleh beberapa ahli dari hasil penelitian mengenai bahasa Betawi (Muhadjir, 1999: 107-108).

1. Menurut Ben Anderson (1966) mengenai perkembangan bahasa Betawi dan bahasa Indonesia dengan tingkat kebahasaan.

2. Kay Ikranegara dalam disertasinya (1980), berpendapat bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Betawi adalah hubungan antara dua dialek dari satu bahasa yang sama.

(8)

Nasib bahasa Betawi di masa mendatang menunjukkan posisi kepunahan nominal atau hanya punah pada penggunaan. Masalah berikutnya akan dibahas

faktor penyebab kepunahan/kebertahanan bahasa Betawi.

2. Faktor Penyebab Kepunahan/Kebertahanan Bahasa Betawi

Proses kepunahan bahasa Betawi yang termasuk kepunahan nominal seperti telah dijelaskan oleh teori Kloss (1984). Kepunahan nominal adalah kepunahan yang disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern

(Muhadjir, 1999: 110). Kebertahanan bahasa Betawi masih ditunjukkan oleh suku Betawi di Cengkareng Barat tetapi hanya keadaan sebagian. Berbeda pendapat dengan (Muhadjir 1999), menurut Sumarsono (2012) faktor intern dan ekstern

juga terjadi pada kebertahanan bahasa seperti pada penelitian pemertahanan bahasa Melayu Loloan.

a. Kepunahan nominal:

1) Faktor Intern

a) Berkurangnya peredaran kosakata bahasa Betawi. b) Berkurangnya jumlah penutur asli.

c) Kurang pengenalan bahasa Betawi pada generasi berikutnya. 2) Faktor Ekstern

a) Pengurangan penggunaan bahasa Betawi pada beberapa ranah. b. Kebertahanan sebagian:

1) Faktor Intern

a) Adanya sikap konsekuensi dari suku Betawi.

b) Terdapat sikap positif terhadap Bahasa Betawi oleh suku Betawi.

c) Terdapat penggunaan bahasa Betawi dalam ranah kekeluargaan, ketetanggaan dan adat.

d) Adanya rasa keingintahuan pada generasi muda. 2) Faktor Ekstern

a) Adanya skap toleransi terhadap bahasa Betawi.

(9)

3. Upaya untuk Menjaga Eksistensi Bahasa Betawi.

a. Suku Betawi

1) Masih menggunakan bahasa Betawi pada beberapa ranah. 2) Masih memakai kebudayaan Betawi pada acara tertentu. 3) Masih ada media massa yang menggunakan bahasa Betawi. b. Pemerintah

1) Adanya Undang-undang tentang bahasa daerah.

2) Penelitian terhadap bahasa Betawi maupun budaya Betawi.

F. SIMPULAN

Hasil penelitian “kepunahan bahasa Betawi pada suku Betawi di Cengkareng Barat, Jakarta Barat” sebagai berikut:

1. Jika dilihat dari hasil analisis data yang menggunakan teori Kloss (1984), yaitu terjadinya kepunahan nominaldi Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Jadi, masih adanya kebertahanan bahasa Betawi walaupun hanya sebagian.

2. Faktor-faktor penyebab dari kepunahan/kebertahanan bahasa Betawi, sebagai berikut:

a. Kepunahan nominal:

1) Faktor Intern

a) Berkurangnya peredaran kosakata bahasa Betawi. b) Berkurangnya jumlah penutur asli.

c) Kurang pengenalan bahasa Betawi pada generasi berikutnya. 2) Faktor Ekstern

a) Pengurangan penggunaan bahasa Betawi pada beberapa ranah. 2. Kebertahanan sebagian:

1) Faktor Intern

a) Adanya sikap konsekuensi dari suku Betawi.

b) Terdapat sikap positif terhadap Bahasa Betawi oleh suku Betawi.

(10)

2) Faktor Ekstern

a) Adanya skap toleransi terhadap bahasa Betawi.

b) Masih terdapat media massa yang menggunakan bahasa Betawi.

3. Kedua keadaan tersebut terjadi karena masih terdapat upaya menjaga eksistensi bahasa Betawi yang dilakukan suku Betawi serta pemerintah, yaitu:

a. Suku Betawi

1) Masih menggunakan bahasa Betawi pada beberapa ranah. 2) Masih memakai kebudayaan Betawi pada acara tertentu. 3) Masih ada media massa yang menggunakan bahasa Betawi. b. Pemerintah

1) Adanya Undang-undang tentang bahasa daerah.

2) Penelitian terhadap bahasa Betawi maupun budaya Betawi.

H. Saran

Berdasar temuan yang ada, maka peneliti merekomendasikan saran. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai bahasa Betawi di lokasi berbeda. Jika tidak adanya penelitian lebih lanjut maka akan terjadi kepunahan total pada bahasa Betawi dan suku Betawi juga akan terpinggirkan dari Jakarta oleh suku lainnya yang dominan.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Durri. 2004. Pedoman Penulisan Daftar Pustaka. Jakarta: Pusat Studi Indonesia Lembaga Penelitian Universitas Terbuka.

Azizah, Nur Siti. 2008. “Pemilihan Bahasa di Ranah Rumah Tangga (Studi Kasus Desa Pakulau Kec. Margasari dan Desa Slawi Kulon Kec. Slawi Kabupaten Tegal)”. Skripsi Strata 1 Sastra Indonesia. Universitas Diponegoro Semarang.

Chaer dan Leoni Agustina.2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: IKAPI.

Hendri, Jhon. 2009. “Merancang Kuesioner”. Riset Pemasaran. Jakarta: Universitas Gunadarma.

(11)

---. 2008. Perubahan Bahasa Yaben dari Perspektif Ekologi Bahasa. Ekologi Bahasa Yaben : Diferensiasi Intraetnik. Jakarta: LIPI Press. Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.

Yogyakarta: Carasvatibooks.

Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Marnita, Rita. 2011. Pergeseran Bahasa dan Identitas. Jurnal Masyarakat Indonesia, Vol. XXXVII/ No. 1, hal: 137-160. Jakarta: LIPI Press. Mastoyo, Tri Jati Kesuma. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.

Yogyakarta: Carasvatibooks.

Moeliono, Anton M. 2009. Bahasa Indonesia di Dalam Era Reformasi dan Globalisasi”, Peneroka Hakikat Bahasa (Ed.) Subagyo. Hal: 195-202.

Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Muhadjir. 1999. Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Poedjosoedarmo, Soepomo. 1984. Pengantar Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sanata Dharma.

Purwo, Bambang Kaswanti. 2009. “Pengembangan Bahasa Daerah: Kekuatan Politik dan Kepentingan Pendidikan”, Peneroka Hakikat Bahasa (Ed.) Subagyo. Hal: 203-217. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Subagyo, P. Ari dan Macaryus, Sudartomo (Ed.). 2009. Peneroka Hakikat Bahasa. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sugono, Dendy, dan Abdul Rozak Zaidan. 2001. Bahasa Daerah dan Otonomi Daerah. Jakarta: Pusat Bahasa.

Sumarsono. 2012. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Supatra, Hendarto. 2011. “Language Attrition in Java”. Jurnal Seminar Kebahasaan Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Semarang.

Suprayogi, Yosep. 2012 .“Menggali Bahasa yang Nyaris Punah”, Koran Tempo. Senin, 18 Maret. Hal: 30-31. Jakarta.

Suwito. 1982. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta: Henary Offset Surakarta.

Sumber Internet

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian hipotesis dilakukan menguji tingkat hubungan yang terjadi antara sikap siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia terhadap keterampilan menulis karangan

Yang akan menjadi keunikan tersendiri dalam penelitian ini adalah jika anak tersebut tumbuh ditempat asing tidak di daerah bahasa itu berasal maka penguasaan bahasa

Berdasarkan pembahasan di atas, bentuk, makna dan konteks pemakaian serta nilai-nilai terminologi bahasa Loura dalam ranah sosial, dapat simpulkan sebagai berikut: