• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH Nurjanah Dwi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH Nurjanah Dwi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

# C 3& 4 # '

# 8

C 8 '

5 < 9 1 !" ! 1 !9 ) ! 9

#

! '

$ $

$ $ & $ & $

$ $ & "!;

$ & * $ $

-0 & 2 2 C + ;1 % - $

7 $

$ #& "!; &7

: +. 9 ) + 7 6 !

7.&##,&

7.&7#, * $

3 $

& %

# $ ! $

&

& $ $ ?

$ .

! $ % & % +

'

Perusahaan pengekspor rajungan kaleng ada yang mengambil bahan baku berupa daging rajungan rebus (% ) dari dan ada juga yang mengambil daging rajungan hasil olahan dari industri rumah tangga melalui pengumpul. Secara umum “karakteristik” dapat diartikan, sifat khas pada suatu bahan atau produk, baik secara fisik, kimiawi, dan biologi. Asal bahan baku, cara penanganan dan pengolahan, serta perlakuan yang berbeda pada suatu bahan dapat menghasilkan karakteristik yang berbeda pula. Karakteristik fisik daging rajungan dapat dilihat secara organoleptik dengan panca indera seperti penampakan, tekstur dan aromanya. Sedangkan karakteristik kimia daging rajungan diantaranya dapat tercermin pada kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Karakteristik biologis diantaranya dapat tercermin dari kandungan mikrobiologi pada bahan baku yang digunakan dalam pengolahan.

Industri rumah tangga pengupasan rajungan merupakan unit usaha perorangan yang menghasilkan daging rajungan rebus yang selanjutnya dijual kepada pengumpul. Pengolahan rajungan di industri rumah tangga berupa pemasakan dan pengambilan daging ( ) dilakukan dengan cara yang sangat sederhana serta kurang saniter dan higienis. Baik dan buruknya penanganan dan pengolahan akan mempengaruhi karakteristik hasil akhir daging rajungan sebagai bahan makanan atau bahan baku untuk pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan agar dapat diperoleh data dan informasi karakteristik daging rajungan yang dihasilkan dari industri rumah tangga secara lengkap dan sistematis.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat peralatan uji mikrobiologi, proksimat dan organoleptik, Sedangkan bahan1bahan yang digunakan

1

Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor

2

(2)

Jaring kejer Bubu

Mini plant Tengkulak

Industri Rumah Tangga

Pengumpul

Perusahaan Pengalengan rajungan Penangkapan

diantaranya: rajungan (! 1 ukuran tangkap, dengan bobot antara 501 230 gram/ekor, ukuran panjang karapas antara 3,516,3 cm dan lebarnya antara 8,2114 cm., ! ; 4 (PCA), es batu serta bahan1bahan lain yang digunakan dalam pengujian proksimat.

(! ( ( ( !

Penelitian terbagi menjadi dua tahap, yaitu: (1) observasi untuk mengetahui upaya penangkapan dan penanganan rajungan yang dilakukan nelayan setempat, upaya penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga, penanganan rajungan di pengumpul daging rajungan rebus. Pengukuran panjang, lebar dan bobot rajungan, serta menghitung rendemen daging rajungan rebus di industri rumah tangga, pengujian pada titik pengamatan, yaitu setelah penangkapan (P1) dan setelah pengolahan di industri rumah tangga (P2), yang meliputi uji organoleptik, uji mikroba (TPC), dan uji proksimat (AOAC 1995). (2) Pengamatan kemunduran mutu organoleptik terhadap rajungan hidup selama 24 jam pada 3 kondisi yang berbeda, yaitu di udara terbuka, di air tawar, dan di air tawar suhu <10 oC. Pengamatan organoleptik dilakukan secara subyektif oleh penulis setiap 3 jam.

' # ' #

( ( $ 5 () ( 8(!

Pada umumnya alat tangkap rajungan rajungan ada 2 macam, yaitu bubu dan jaring kejer (DKP Kabupaten Rembang 2006). Nelayan penangkap rajungan di daerah Rembang hampir setiap hari melaut, karena rajungan merupakan komoditas yang tidak mengenal musim. Namun musim puncak tangkapan terbanyak yaitu Oktober sampai Januari* Bubu adalah semacam perangkap yang memudahkan ikan untuk masuk dan menyulitkan ikan untuk keluar. Rajungan dapat terperangkap masuk ke dalam bubu karena tertarik oleh umpan didalamnya. Bubu dapat dioperasikan pada kedalaman antara 5170 meter, hasil yang didapat antara 1125 kg tergantung musim tangkap. Jaring kejer tergolong &yaitu jaring yang dipasang pada dasar atau dekat dasar. Rajungan dapat tertangkap dengan jaring kejer karena kaki1kakinya terjerat jaring. Jaring kejer dapat dioperasikan pada kedalaman 117 meter, hasil tangkapan yang didapat 0,511 kg rajungan, atau jika musim tangkap antara 5120 kg. Setelah penangkapan rajungan, tidak dilakukan sortasi, pencucian dan penerapan sistem rantai dingin. Hasil tangkapan rajungan dijual kepada kepada tengkulak, industri rumah tangga pengupasan rajungan, maupun . Alur distribusi rajungan setelah penangkapan dapat dilihat pada Gambar 1.

"* )! ) 5 )(!( ( $

(3)

Industri rumah tangga pengupasan rajungan merupakan usaha rumah tangga yang menghasilkan produk daging rajungan matang (% ), yang selanjutnya dijual ke pengumpul daging rajungan untuk dikirimkan ke perusahaan pengekspor rajungan sebagai bahan baku rajungan kaleng pasteurisasi. Usaha ini merupakan milik perorangan yang mempunyai beberapa orang pekerja, yang sebagian besar pekerjanya merupakan kerabat maupun tetangga pemilik industri rumah tangga tersebut. Bahan baku berupa rajungan segar yang masuk ke industri rumah tangga tersuplai langsung dari nelayan penangkap rajungan maupun tengkulak yang secara rutin menyetor rajungan. Industri rumah tangga tidak terikat oleh pengumpul daging rajungan, maupun perusahaan pengekspor rajungan, sehingga proses penanganan dan pengolahan rajungan yang terjadi di sana tanpa adanya pengawasan dari pihak manapun. Segala proses produksi di industri rumah tangga berlangsung dengan cara yang sangat sederhana, sanitasi lingkungan, peralatan dan pekerja tak terjaga, serta tanpa aturan baku apapun.

Proses penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga secara urut adalah penerimaan rajungan segar, penimbangan, perebusan 15120 menit, pendinginan selama 20130 menit, sortasi bagian, pencucian, pengambilan daging ( ), pengemasan, pengesan dan pengiriman daging rajungan ke pengumpul. Tahapan yang paling banyak menyebabkan daging rajungan mengalami perubahan mutu adalah tahap pengambilan daging dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau kecil . Pada saat proses pengambilan daging dapat terjadi kontaminasi silang yang berasal dari pekerja, peralatan dan lingkungan pengolahan. Kebersihan sarana pengolahan dan lingkungannya mempengaruhi mutu dan keamanan produk pangan. Sarana pengolahan dan lingkungannya yang kotor dapat mencemari pangan, baik bahaya fisik, kimia maupun biologis (Rahayu 2002). Oleh karenanya sebaiknya proses pengambilan daging rajungan dilakukan di ruangan khusus yang bersih, digunakan peralatan yang bersih, dikerjakan oleh pekerja yang higiene. Hal ini dapat berguna dalam mencegah terjadinya rekontaminasi pada produk daging rajungan. Selain itu perlu diterapkan rantai dingin selama proses pengambilan daging berlangsung, dimana adanya rantai dingin dapat menghambat aktivitas mikroba sehingga kemunduran mutu daging rajungan dapat diperlambat.Pemisahan daging rajungan di industri rumah tangga berdasarkan bagian tubuh dan spesifikasi masing1 masing yaitu jumbo (besar dan kecil), daging besar ( % ), reguler kembang (% 2

), daging kecil ( 9 ), kaki besar ( 2 % ) dan kaki kecil ( 2 ).

( ( 5 ( )

Daging rajungan hasil pengupasan dari industri rumah tangga biasanya dijual kepada pengumpul daging rajungan. Salah satu pengumpul rajungan di Rembang adalah UD Udang Sari. Setiap pengumpul daging rajungan memiliki tersendiri yaitu perusahaan pengekspor rajungan kaleng pasteurisasi. @ UD Udang Sari adalah PT Rex Canning di Pasuruan Jawa Timur dimana perusahaan tersebut berhak menentukan kriteria terhadap produk daging rajungan yang layak diterima dan berhak melakukan peninjauan sewaktu1waktu. Proses penanganan daging rajungan selama di pengumpul adalah penerimaan daging rajungan, sortasi, penimbangan, pengemasan ke dalam toples, pengemasan ke dalam blong pendingin, dan pendistribusian. Spesifikasi dan harga daging rajungan di UD Udang Sari Kabupaten Rembang disajikan pada Tabel 1.

( "* C( ) ) () 2 $ ) 5 3 ( 0$ 4

* C( ) # () 2 $ ) $ ' 3 ( 0$ 4

1 Jumbo besar daging dari abdomen yang

berhubungan langsung dengan kaki renang. Jumbo besar berukuran ≥ 4 gram

Rp.207.000 sampai

(4)

2 Jumbo kecil daging dari abdomen yang

daging dari semua kaki, kecuali capit Rp.17.000 sampai Rp. 20.000

$!( )! $ 5 )!

Karakteristik daging rajungan yang diteliti dalam penelitian ini meliputi karakteristik panjang dan bobot, rendemen, nilai organoleptik daging rajungan rebus, nilai TPC daging rajungan rebus, kandungan gizi daging rajungan.

5 ! 5

Berdasarkan hasil pengukuran yang tertera pada Tabel 7 menunjukkan bahwa rajungan yang masuk sebagai bahan mentah industri rumah tangga di Desa Gegunung Wetan memiliki bobot total rata1rata 114,8 g, rata1rata panjang dan lebar berturut1turut 5,33 cm dan 11,63 cm. Rajungan dapat mencapai ukuran panjang 15 cm dan lebar sampai 30 cm (Ensiklopedia Indonesia diacu dalam Elyuna 2005). Hal ini berarti rajungan yang ditangkap saat ini jauh lebih kecil dibandingkan ukuran yang ada. Makin turunnya ukuran tangkapan rajungan diduga disebabkan populasi komoditas rajungan di alam terganggu perkembangannya, karena sampai saat ini di Kabupaten Rembang seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan dari laut.

( ( (

Rajungan yang diolah di industri rumah tangga memiliki nilai rendemen tertinggi untuk bagian cangkang (kulit) sebesar 25,88 %, lalu bagian daging sebesar 25,28 % yang terdiri dari 9,18 % 2 , 9,05 % daging $ , dan 7,05 % daging . Persentase bagian jeroan dan telur sebesar 11,18 %, karapas sebesar 8,82 %, dan insang sebesar 2,93 %.

( ! $ 5 ( )

Pada penilaian organoleptik daging rajungan rebus digunakan

penilaian sensori daging rajungan. Kriteria pengujian sensori meliputi penampakan, bau dan tekstur. Penampakan diukur dari segi ada tidaknya pengotor, warna diukur dari cemerlang atau kusam, sedangkan bau (aroma) diukur dari ketajaman dan kesegaran bau khas rajungan. Pengujian dilakukan pada setiap jenis daging rajungan matang yaitu $ , daging besar ( % ), reguler kembang (% 2 ), daging kecil ( ), kaki besar ( 2 % ), dan kaki kecil ( 2 ). Tabel 2 menyajikan rata1rata nilai organoleptik daging rajungan rebus.

( 9* ! 0 ! ( ! $ 5 ( )

)() ( 8 $! ( ! $

(5)

Penurunan mutu sensori tersebut diduga disebabkan oleh penanganan daging rajungan yang kurang saniter dan higienis. Proses penurunan mutu daging rajungan disebabkan oleh kegiatan mikroorganisme yang menjadi kontaminan pada produk daging rajungan. Aktivitas mikroba dapat menguraikan komponen1komponen pada daging rajungan, sehingga menyebabkan rusaknya struktur jaringan daging dan teksturnya menjadi lebih lunak. Selain itu, hasil penguraian senyawa mikromolekul pada daging seperti asam amino bebas, peptida, asam laktat, gula pereduksi, akan menghasilkan metabolit1metabolit penyebab bau busuk (Hadiwiyoto 1993).

5 ( )

Nilai total bakteri (TPC) menggambarkan kemunduran mutu secara mikrobiologis dari suatu produk. Tabel 3 menunjukkan rata1rata total nilai bakteri pada setiap tahapan penanganan rajungan sampai menjadi produk daging rajungan rebus

(% ).

Pada daging rajungan mentah setelah penangkapan didapatkan nilai rata1 rata TPC sebesar 4,5x104 koloni/g. Tumbuhnya bakteri pada tangkapan kepiting segar mencerminkan keadaan lingkungan hidup kepiting dan menunjukkan kualitas dan kuantitas yang berbeda tergantung akan musim, kualitas, lokasi geografis (Cockey dan Chai 1983). Standar mikrobiologi untuk daging kepiting segar nilai APC (4 4 ! ; ) maksimum adalah 1x105 koloni/gram (Cockey 1983). Hal ini berarti setelah penangkapa, rajungan masih dalam kondisi segar.

Nilai TPC daging rajungan matang setelah proses pengambilan daging ( ) di industri rumah tangga adalah sebesar 4,2 x 105 koloni/gram. Pada daging rajungan yang telah diolah dengan pemanasan, seharusnya jumlah bakteri menurun. Perebusan merupakan suatu proses pengawetan, yaitu untuk mencegah autolisis, dan juga dapat mematikan beberapa jenis mikroorganisme (Gaman dan Sherrington 1992). Jumlah total bakteri pada daging rajungan matang yang makin meningkat diduga disebabkan oleh rekontaminasi selama proses pengolahan dan penanganan. Berdasarkan rata1rata nilai total bakteri daging rajungan, diketahui bahwa secara mikrobiologis daging rajungan yang diolah di industri rumah tangga memenuhi persyaratan spesifikasi persyataran mutu daging rajungan rebus dingin berdasarkan SNI 011424411996, yaitu memiliki nilai rata1rata total bakteri di bawah maksimum (5 x 105 koloni/g).

F 5

Uji proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia dalam tubuh rajungan secara kasar ( ) baik pada rajungan segar maupun yang sudah diolah. Hasil pengujian proksimat rajungan disajikan pada Tabel 10.

(6)

Persentase kandungan protein dan lemak pada daging rajungan jantan lebih tinggi daripada rajungan betina. Adanya variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies, antar individu dalam suatu spesies dan antara bagian tubuh satu dengan yang lain (Suzuki 1981). Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu umur, laju metabolisme, pergerakan ikan, makanan serta kondisi bertelur. Pada rajungan yang sedang bereproduksi persentase kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan rajungan dalam kondisi biasa. Pada kondisi bertelur kandungan nutrisi lebih terkonsentrasi digunakan untuk keperluan reproduksi dibandingkan untuk pertumbuhan tubuh, sehingga kandungan protein dalam otot cenderung menurun.

Persentase kadar air rajungan matang mengalami penurunan dibandingkan rajungan mentah. Penurunan kadar air dipengaruhi oleh faktor pemasakan yang menyebabkan cairan dari dalam daging rajungan merembes keluar (terjadi ). Air yang keluar dari dalam produk ikut membawa komponen gizi yang lain seperti vitamin C, riboflavin, tiamin, karoten, niasin, vitamin B6, Co, Mg, Cu, P, asam amino (Haris 1989). Persentase kadar air pada daging rajungan jantan lebih tinggi dibandingkan rajungan betina. Ketersediaan air dalam tubuh rajungan jantan lebih banyak diduga karena kebutuhan air yang lebih besar dalam tubuhnya. Kandungan air tubuh tergantung pada proporsi jaringan otot yang ada dalam tubuh, biasanya pada jantan lebih banyak dibandingkan pada betina (Almatsier 1999).

Kadar abu pada daging rajungan matang lebih rendah apabila dibandingkan daging rajungan mentah. Hal ini diduga disebabkan kandungan bahan anorganik pada daging rajungan ikut terbawa bersama air yang keluar dari daging selama perebusan. Kandungan mineral pada rajungan adalah C, Fe, Mg, P, K, S, Cu, Mg, dan Se (http://www.nutritiondata.com 2006).

$!( )! $ 5 ( 5 ( )

Berdasarkan pengujian organoleptik dan pengujian mikroba (TPC) terhadap sampel daging rajungan yang ada di pengumpul, diperoleh rata1rata nilai organoleptik terhadap parameter tekstur, penampakan, dan bau daging rajungan sebesar 7,20 dengan nilai TPC sebesar 3,8 x 106 koloni/gram. Secara organoleptik daging rajungan yang ada di pengumpul memenuhi standar spesifikasi mutu daging rajungan rebus dingin berdasarkan SNI 011424411996. Namun nilai rata1rata total bakteri daging rajungan di pengumpul daging rajungan rebus berada di atas nilai maksimum yang dipersyaratkan, karena nilai total bakteri >5 x 105 koloni/g. Hal ini diduga disebabkan kondisi penanganan rajungan yang ada di pengumpul kurang saniter dan higienis dari segi peralatan, pekerja, dan lingkungan sarana penanganan. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya kontaminasi bakteri pada daging rajungan dan meningkatkan kandungan TPC1nya.

( ! ( ! ( ! $ 5

Penelitian ini bertujuan membandingkan kemunduran mutu rajungan pada kondisi media dan suhu yang berbeda, sehingga dapat menghasilkan informasi bagi penanganan bahan baku rajungan segar yang akan diolah di industri rumah tangga. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada 3 kondisi yaitu udara terbuka, air tawar dan air<10 oC didapatkan hasil bahwa fase pada 3 kondisi tersebut

(7)

Penanganan yang terbaik pada rajungan sebagai bahan mentah pengolahan daging rajungan rebus (% 1 adalah di udara terbuka, karena mempunyai tekstur daging yang baik. Sementara itu kemunduran mutu organoleptik rajungan di udara terbuka mengalami kemunduran mutu yang paling cepat diantara 2 perlakuan lainnya.

#

Penangkapan rajungan di Desa Gegunung Wetan dilakukan dengan 2 macam alat tangkap yaitu bubu dan jaring kejer. Pasca penangkapan tidak dilakukan sortasi, pencucian, serta tanpa adanya penanganan dengan rantai dingin. Hasil tangkapan langsung dijual kepada industri rumah tangga, plant, dan tengkulak. Semua proses penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga dilakukan secara sederhana, dengan sanitasi dan higiene peralatan, lingkungan dan pekerja yang tak terjaga sehingga dimungkinkan dapat menjadi kontaminan terhadap produk daging rajungan yang dihasilkan.

Daging rajungan yang dihasilkan di industri rumah tangga telah memenuhi SNI 011424411996 dari segi organoleptik dan mikrobiologis, dengan nilai TPC sebesar 4,5 x 104 koloni/g dan nilai rata1rata organoleptik sebesar 8,11. Panjang rata1rata rajungan yang diolah di industri rumah tangga sebesar 5,33 cm, lebar sebesar 11,63 cm dan berat sebesar 114,8 gram. Rendemen tertinggi dari pengolahan rajungan sebagai daging rajungan rebus adalah cangkang rajungan yaitu sebanyak 25,88%, sedangkan rendemen daging terbesar adalah jenis 2 sebesar 9,18%. Daging rajungan setelah diolah di industri rumah tangga memiliki perubahan nilai gizi yaitu peningkatan persentase protein, serta penurunan persentase kadar air dan abu. Berdasarkan pengamatan karakteristik organoleptik rajungan selama 24 jam didapatkan bahwa kemunduran mutu secara organoleptik rajungan pada kondisi udara terbuka lebih cepat, dibandingkan pada kondisi air tawar dan air tawar <10oC. Penanganan yang terbaik diterapkan pada rajungan sebagai bahan mentah rajungan yang diolah di industri rumah tangga adalah di udara terbuka

#

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan sanitasi dan higiene serta penerapan rantai dingin selama proses penanganan rajungan harus diterapkan di industri rumah tangga maupun di pengumpul. Selain itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik proses kemunduran mutu rajungan secara mikrobiologis dan biokimiawi.

#

Almatsier S. 1999. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Panebar Swadaya.

Cockey RR, Chai T. 1983. Microbiology of crustacea processing: crabs. Dalam:

% > ! . Ward DR, Hackney C. Eds. New York:

AVI Publishing Company

Hadiwiyoto. 1993. " ! 5 ! ( "

! . Jakarta: CV Paripurna

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang. 2006. Statistik Produksi Perikanan Kabupaten Rembang. Direktorat Jenderal Perikanan

DSN. 1996. Standar Nasional Indonesia 011422411996. Daging Rajungan Rebus Dingin. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional

Gaman PM dan Sherrington KB. 1992. ! D ! ! &

Gardjito M, Naruki S, Murdiati A dan Sardjono, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Nutrition Data. 2006. Nutrition Raw Blue Swimming Crabs. http://www. nutritiondata.com. [20 November 2006]

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen kualifikasi perusahaan asli yang diupload atau dokumen yang dilegalisir oleh pihak yang berwenang dan menyerahkan 1 (satu) rangkap rekaman (foto copy).

3) Positif Wettelijk Bewijstheorie atau Teori Pembuktian yang hanya berdasarkan kepada alat-alat pembuktian yang disebut oleh undang- undang secara positif. Sistem

Pengembangan media pembelajaran dalam penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui kelayakan media pembelajaran interaktif berbasis website pada mata pelajaran pemrograman

Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

Mega Jaya merupakan sebagai produsen kopi bubuk Sari Buana, lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan produk pada perusahaan yaitu pengecer besar dan pedagang

Penerapan akad istishna’ di kawasan pengrajin meubel Antang Kota Makassar berperan sebagai salah satu instrumen dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang tidak memilki

Berdasarkan hasil analisis data dengan taraf signifikasi 5 % dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu (1)

Tabel 5.12 Distribusi skor, frekuensi dan persentase komponen dimensi empati pelayanan perawatan luka home care di Kota