2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku dari segi biologis adalah kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Secara umum yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sunaryo (2006), perilaku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya rangsangan pada seseorang,dan kemudian orang tersebut memberikan respons. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Dimana determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Faktor internal, ialah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: tingkat emosional, jenis kelamin, genetik, tingkat kecerdasan, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal, ialah lingkungan , baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan yang mewarnai seseorang (Notoatmodjo, 2007)
2.1.2 Domain Perilaku
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu: kognitif (cognitive), afektif
(affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2007).
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan (Widodo, 2006), yaitu:
1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)
details and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.
2. Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama - sama. Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur.
3. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.
4. Pengetahuan Metakognitif
Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar.
Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu: 1. Menghafal (Remember)
mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).
2. Memahami (Understand)
Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyusunan skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi
(inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).
3. Mengaplikasikan (Applying)
Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau
mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).
4. Menganalisis (Analyzing)
membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).
5. Mengevaluasi
Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).
6. Membuat (create)
Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat
(generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing)
(Widodo,2006).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: 1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki. 2. Pekerjaan
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.
6. Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid dkk, 2007)
2. Sikap
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Menurut WHO, adapun ciri-ciri sikap sebagai pribadi terhadap objek atau stimulus. berikut:
1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling) hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.
2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal refrences) merupakan faktor penguat sikap untuk sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.
3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negative terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : 1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula
menjadi milik bersama.
reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.
3. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (adoption)
2.1.3 Perubahan Perilaku
Menurut WHO yang dikutip dalam Soekidjo (2007), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.
b. Perubahan Terencana (Planned Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut.
2.1.3.1 Teori Stimulus Organisme (S - O – R)
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organism dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organism berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan ke proses berikutnya.
c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini faktor
Proses perubahan perilaku berdasarkan S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Teori S - O - R
Gambar 2.1 Kerangka Teori SOR 2.2 Diare
2.2.1 Pengertian Diare
Diare merupakan penyakit yang lazim ditemukan pada masa balita. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari tiga kali sehari dan pada neunatus lebih dari empat kali sehari (Hidayat,2008). Menurut Anik Maryunani (2010), diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari, dan biasanya berlangsung selam dua hari atau lebih.
Organisme - Perhatian - Pengertian - penerimaan
Reaksi
(perubahan sikap) Stimulus
Reaksi
Diare dapat terjadi dengan dua macam mekanisme. Yang pertama disebut diare sekretorik, yaitu usus mensekresikan cairan secara berlebihan akibat kerusakan dinding usus. Kerusakan dinding usus ini dapat terjadi akibat penempelan virus, bakteri jahat, atau parasit pada dinding usus. Yang kedua disebut sebagai diare osmotik, dimana tidak terjadi penyerapan air dalam usus, sehingga cairan yang masuk dalam tubuh melalui saluran pencernaan keluar begitu saja bersama tinja (Assiddiqi,2009).
Berdasarkan lamanya, diare dibagi menjadi tiga, yaitu: diare akut, diare persisten dan diare kronis. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari dua minggu, diare persisten berlangsung selama dua sampai empat minggu, dan diare kronis berlangsung lebih dari 4 minggu (Sofwan, 2010).
Diare akut pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self-limited disease), hanya terkadang para orang tua khawatir melihat keadaan anaknya sehingga diperlukan terapi dan penanganan agar penyakit dapat lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh. Dehidrasi atau kekurangan cairan merupakan penyebab utama kematian akibat diare, dan anak akan mudah sekali kekurangan cairan-cairan karena komposisi air didalam tubuhnya yang lebih besar ketimbang orang dewasa. Prinsip terapi diare yang umumnya diberikan pada anak sekarang ini adalah pengantian cairan yang hilang dari dalam tubuh (Sofwan, 2010). 2.2.2 Diare Pada Balita
diare setiap tahunnya. Diare akut memegang porsi terbesar dengan angka kejadian sekitar 85% dari seluruh kejadian diare pada anak. Angka kematian dilaporkan sekitar 8 dari 1.000 anak, dan kebanyakan disebabkan oleh dehidrasi (Sofwan, 2010).
Diare sifatnya bisa menular. Penyakit ini dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman diare, air sumur atau air tanah yang telah tercemar kuman diare, makanan dan minuman yang telah tekontaminasi kuman penyebab diare atau lantaran tidak mencuci tangan sebelum memberikan makanan atau minuman pada balita (Hamdani,2008).
2.2.3 Penyebab Diare Pada Balita
Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Sehingga, jika anggota keluarga terutama ibu tidak hati-hati dengan kebersihan diri sendiri, secara tidak langsung dapat memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja, setelah kerja seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita. Secara tidak langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan ibu akan berpindah pada tubuh bayi. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri, maka balita akan mudah terinfeksi suatu penyakit (Sarasvati, 2010).
Diare pada balita pada umumnya dapat dilihat dari jumlah cairan yang keluar melalui BAB yang lebih banyak dari cairan yang masuk. Frekuensi BAB yang lebih dari tiga kali sehari. Jadi, harus diberi banyak cairan supaya tidak terjadi dehidrasi (Nagiga dan Arty, 2009).
sudah bisa dianggap diare, sedangkan pada balita hal tersebut dikatakan normal. Orang tua memiliki peranan penting dalam menilai pola buang air besar anak sehari-hari. Anak dikatakan diare jika buang air besar lebih sering, lebih encer, dan lebih banyak dari biasanya. Selain itu, perlu juga diperhatikan warna dan baunya. Karena ada kemungkinan warna dan bau BAB yang tidak seperti biasanya disebabkan oleh infeksi atau sebab lainnya (Sofwan, 2010).
Pada balita konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi buang air besar (BAB). Hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada balita lebih sering dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari. Frekuensi BAB yang sering pada balita belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya seperti sehari pada umumnya. Yang perlu diketahui adalah orangtua tidak memberi obat pemampat feses atau tinja. Sebab jika tinja mampat kuman tidak akan mati, tapi justru akan berkumpul didalam usus. Lebih baik kuman dikeluarkan dulu melalui BAB. Setelah kuman habis otomatis diare akan berhenti dengan sendirinya.(Sarasvati, 2010).
Banyak hal yang dapat menyebabkan diare, dibawah ini akan dijelaskan penyebab diare (Sarasvati, 2010) yaitu:
1. Infeksi virus
Virus yang paling banyak menimbulkan diare adalah rotavirus. Infeksi karena rotavirus ditemukan pada anak sekitar 60% dan merupakan penyebab diare berair
(watery diarrhea) yang seringkali dikaitkan dengan dehidrasi.
2. Infeksi bakteri
Bakteri seperti Shigella, Vibrio cholera, Salmonella (non thypoid),
Campylobacter jejuni maupun Esherichia coli bisa merupakan penyebab diare pada
anak.
3. Parasit
Infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan diare. penyakit giardiasis misalnya. Penyakit ini disebabkan parasit mikroskopik yang hidup dalam usus.
4. Antibiotik
Jika anak (balita) mengalami diare selama pemakaian antibiotik, mungkin hal ini berhubungan dengan pengobatan yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja membunuh bakteri baik dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada dokter mengenai hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak sampai dokter memberikan persetujuan.
5. Makanan dan minuman
6. Alergi makanan
Alergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh terhadap makanan yang masuk. Alergi makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi dalam waktu singkat maupun setelah beberapa jam, salah satunya adalah reaksi yang menyebabkan diare.
7. Intoleransi makanan
Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh sistem imun. Contohnya intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa. Anak yang mengalami intoleransi laktosa, artinya anak tersebut tidak cukup memproduksi lactase, suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya).
2.2.4 Dehidrasi Pada Balita Akibat Diare
Gejala adanya dehidrasi dapat dikenali dalam tiga golongan menurut Nagiga dan Ni Wayan Arty (2009) yaitu:
1. Dehidrasi ringan
Pada keadaan ini penderita biasanya tidak menunjukkan gejala yang menonjol. Bila terjadi pada balita biasanya mereka menjadi rewel, terlihat lesu, lemah dan sering haus.
2. Dehidrasi sedang
Pada balita gejala dehidrasi sedang akan lebih mudah dikenali. Balita mulai menjadi gelisah, sering menangis, kehausan, mata akan terlihat lebih cekung, buang air kecil menjadi jarang dan kulit menjadi keriput. Bila dicubit perutnya akan lama kembali ke keadaan normal. Bila menemukan gejala ini, orang tua harus segera membawa anaknya ke pelayanan kesehatan.
3. Dehidrasi berat
Keadaan dehidrasi yang sudah memburuk dan memerlukan perawatan serius. Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan:
Tabel 2.1 Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan
Derajat dehidrasi Penurunan berat badan
Tidak dehidrasi < 5 %
Dehidrasi ringan sedang 5-10 %
Dehidrasi berat > 10 %
2.2.5 Penanganan dan Pecegahan Diare Pada Balita
sebelum mendapatkan perawatan petugas kesehatan, antara lain meliputi pengetahuan umum mengenai diagnosis penyakit (seperti panas, batuk, flu, diare, dan luka), tindakan yang diperlukan, pengobatan, dan upaya lainnya yang berkaitan. Orang tua sebaiknya mampu memberikan pengobatan yang efektif (Widoyono, 2010).
Penanganan diare pada anak (balita) cukup sederhana yaitu dengan memberikan cairan oralit sesuai dengan jenis atau tingkat diare yang diderita anak. Diare pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self
limited disease), hanya terkadang para orangtua khususnya ibu khawatir melihat
keadaan anaknya sehingga perlu diterapi dan penanganan agar penyakit dapat lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh (Purnamasari, 2011)
Diare umumnya ditularkan melalui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly and Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah :
- Penyiapan makanan yang higienis - Penyediaan air minum yang bersih - Kebersihan perorangan
- Cuci tangan sebelum makan - Pemberian ASI ekslusif
- Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet) - Tempat buang sampah yang memadai
2.2.6 Pemberian Cairan Tambahan Untuk Diare
Ada 3 jenis rencana terapi (Departemen Kesehatan Repubik Indonesia. 2008) yaitu:
1. Rencana Terapi A : Penanganan Diare di Rumah
Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare di rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair (sup, air tajin), air matang.
4 aturan perawatan dirumah : 1. Beri cairan tambahan
Ibu memberikan cairan tambahan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/cangkir/gelas. Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan dengan lebih lambat. Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
Tabel 2.2 Kebutuhan oralit per kelompok umur Umur Jumlah oralit yang
diberikan tiap BAB
Jumlah oralit yang disediakan di rumah
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus) 1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari ( 3-4 bungkus) > 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
2. Beri tablet Zinc selama 10 hari 3. Lanjutkan pemberian makan
2. Rencana Terapi B: Penanganan Dehidrasi Ringan/ Sedang dengan Oralit Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang, dengan cara ; dalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/KgBB.
1. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
Jumlah oralit yang diperlukan = berat badan ( dalam kg) x 75 ml Digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui. Tabel 2.3 Pemberian Oralit
Umur Sampai 4
Bulan 4-12 Bulan 1- 2 Tahun 2- 5 Tahun Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah
Cairan 200-400 ml 400-700 ml 700-900 ml 900-1400 ml 2. Cara memberikan cairan oralit :
- Minumkan sedikit–sedikit tetapi sering dari cangkir, gelas atau mangkuk
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan lagi lebih lmbat - Lanjutkan ASI selama anak mau
3. Berikan tablet Zinc selama 10 hari 4. Setelah 3 jam :
3. Rencana Terapi C: Penanganan Dehidrasi Berat dengan Cepat
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi berat. Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup baik maka berikan oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum dan berikan juga tablet Zinc. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.
2.2.7 Pendoman WHO Dalam Penanganan Diare
Sampai saat ini, para ahli dan dokter anak di seluruh dunia masih mencari dan melakukan penelitian tentang penanganan diare pada anak yang paling optimal. WHO
(World Health Organization), melalui anak cabangnya yang mengurusi anak-anak
(UNICEF), sering mengadakan pertemuan untuk membahas hal ini.
Saat ini, penanganan diare pada anak masih berpedoman pada kesepakatan WHO yang disebut 5 Ways to Threat Diarrhea , di Indonesia dikenal dengan Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare). Lima pendoman tersebut adalah (Sofwan, 2010):
1. Berikan oralit formula baru
2. Berikan Zinc selama 10 hari berturut-turut 3. Teruskan ASI-makan
4. Antibiotik selektif
1. Pemberian Oralit Formula Baru
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperoleh formula oralit. Dan telah terbukti bahwa oralit dapat menurunkan angka kematian akibat dehidrasi. Oralit ini sangat berperan penting dalam mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit tubuh. Karena oralit juga mengandung elektrolit yang hilang bersama keluarnya tinja (Maryunani, 2010).
Langkah pertama dalam menangani diare pada anak adalah memberikan oralit. Oralit diberikan mulai dari pertama kali anak diare sampai diare berhenti. Pada waktu anak diare, selain cairan yang keluar melalui feses, ada garam tubuh yang ikut hilang bersama cairan tersebut. Garam tubuh tersebut berupa garam elektrolit seperti Natrium (Na), Kalium (K), Klorida (CI), Glukosa, dan Karbonat. Garam-garam elektrolit ini berguna untuk menjaga keseimbangan elektrolit di dalam tubuh. Jika tubuh kekurangan cairan dan garam-garam ini, maka dapat terjadi dehidrasi dan gangguan fungsi organ dan tubuh lainnya (Sofwan, 2010).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa oralit formula baru memiliki beberapa kelebihan dibandingkan oralit formula lama, yaitu (Sofwan, 2010):
1. Mengurangi volume feses hingga 25% 2. Mengurangi efek mual-muntah hingga 30%
3. Mengurangi pemberian cairan melalui intravena (infuse) bila anak perlu dirawat
Cara penggunaan oralit adalah dengan melarutkan satu bungkus oralit dalam 1 gelas (200 ml) air putih (boleh hangat atau biasa saja). Untuk melarutkan oralit, gunakan air matang yang telah dingin, dan tidak boleh menggunakan air mendidih. Larutan yang telah 24 jam tidak boleh digunakan lagi. Semua isi bungkusan dilarutkan dalam 200 ml air. Oralit diberikan setiap kali anak menceret sebanyak 10 ml per kg berat badan anak. Jumlah yang di minum disesuaikan dengan usia dan tingkat keparahan diarenya. Aturan pakai oralit yaitu (Kementerian Kesehatan RI 2011) :
Table 2.4 Aturan Pemakaian Oralit
Usia
Mencegah dehidrasi (tiap buang air besar/
BAB)
Mengatasi dehidrasi
3 jam pertama Selanjutnya tiap BAB
>11 bulan 0,5 gelas 1,5 gelas 0,5 gelas
1-4 tahun 1 gelas 3 gelas 1 gelas
>5 tahun 1,5 gelas 6 gelas 1,5 gelas
Dewasa 2 gelas 12 gelas 2 gelas
Caranya adalah dengan 1 sendok teh gula ditambah ¼ sendok teh garam dilarutkan dalam 1 liter air putih (Purnamasari,2011).
2. Berikan Zinc selama 10 hari berturut-turut
Langkah kedua yang perlu dilakukan untuk menangani diare adalah memberikan Zinc (seng) selama 10 hari berturut-turut. Zinc adalah zat gizi mikro yang ada di dalam tubuh dan berguna untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc akan ikut terbuang atau keluar dari dalam tubuh pada saat anak diare, sehingga mengakibatkan jumlah Zinc di dalam tubuh berkurang. Itulah sebabnya dibutuhkan tambahan Zinc untuk menggantikannya. WHO dalam penelitiannya mengemukakan beberapa manfaat zinc (Sofwan, 2010), yaitu:
1. Mengurangi angka kejadian diare sebanyak 34%
2. Mengurangi durasi atau lama sakit karena diare akut sampai 20% 3. Mengurangi durasi atau lama sakit karena diare persisten sampai 24%
4. Mengurangi kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebanyak 42%
5. Mengurangi angka pneumonia atau radang paru-paru sebesar 26%
baru diminum. Efek samping Zinc yang paling sering dilaporkan adalah mual dan muntah. Zinc dapat diberikan bersama-sama dengan obat lainnya, termasuk oralit. Zinc dapat diperoleh dengan mudah di toko obat dan apotek, namun harus diakui bahwa harganya cukup mahal. Meskipun demikian, konsumsi Zinc pada saat diare sangat menguntungkan karena biasanya setelah itu anak akan terlihat lebih fit, sehat, dan jarang sakit-sakitan (Sofwan, 2010).
3. Teruskan Pemberian ASI dan Makanan
Langkah ketiga adalah terus ASI (Air Susu Ibu) dan makan. Pemberian ASI untuk bayi dan balita tetap diteruskan pada saat diare. begitu juga dengan pemberian makanan sehari-hari pada anak yang lebih besar. ASI tidak menyebabkan diare, justru dapat membantu mencegah diare. makanan sehari-hari tetap dilanjutkan dan cobalah perbanyak makanan yang berkuah, seperti sup, sereal, dan kuah sayur-sayuran. Selain digunakan untuk energi, makanan-makanan ini dan juga ASI (bila masih diberi ASI) akan menambah jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya kekurangan cairan atau dehidrasi. Pemberian susu formula (untuk anak yang lebih besar) juga tetap dapat dilanjutkan selama diare (Sofwan, 2010).
Ketika anak (balita) mengalami diare, orangtua khususnya ibu harus memperhatkan aspek gizi pada anak karena balita masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, sehingga aspek gizi ini sangat penting. Tidak jarang, ketika anak mengalami diare, fokus perhatian orangtua terlalu terpaku pada cara menyembuhkan dan menghentikan diare, sehingga akhirnya lupa untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Banyak orangtua ragu serta tidak mengetahui makanan apa yang sebaiknya diberikan ketika anak diare, sehingga akhirnya membatasi makanan yang dikonsumsi. Adapun, makanan yang perlu dihindari ketika anak mengalami diare akut dapat dilihat pada table berikut (Sofwan, 2010) :
Tabel 2.5 Makanan Yang Direkomendasikan dan Yang Perlu Dihindari Makan yang direkomendasikan Makanan yang perlu dihindari Makanan yang mengandung
tepung
Seperti: beras, kentang, bakmi, biscuit
Minuman dengan pemanis buatan Sereal (bubur, gandum) Minuman bersoda
Sup Makanan berlemak atau mengandung lemak
dalam jumlah tinggi Yogurt
Makanan atau minuman yang terbuat dari gula sederhana
Seperti: jus apel buatan, sereal dengan pemanis buatan,dan lain-lain.
Sayur-sayuran Buah-buahan
4. Antibiotika Selektif
setelah diberikan antibiotika diare semakin bertambah parah. Seharusnya orang tua lebih berhati-hati dan bijak dalam memberikan pengobatan pada anak. Di dunia medis dikenal istilah antibiotic associated diarrhea atau diare yang disebabkan karena pemberian antibiotika (Sofwan, 2010).
Antibiotika hanya digunakan untuk membunuh bakteri. Sedangkan diare akibat virus tidak dapat diatasi dengan antibiotik, dan justru bisa semakin memburuk. Pemberian antibiotik ini harus sesuai dengan indikasi, sehingga sebaiknya sesuai dengan petunjuk dokter (Ngastiyah, 2005).
Kerugian utama dari penggunaan antibiotika yang tidak rasional terletak pada sisi ekonomi atau biaya, karena pemberian antibiotika menambah biaya berobat yang mubazir. Kerugian kedua adalah meningkatkan resistensi kuman. Artinya, jika diberikan tidak dalam dosis dan durasi yang tepat justru akan membuat kuman atau bakteri menjadi kebal terhadap antibiotika tersebut. Dan kerugian ketiga adalah kemungkinan diare tidak membaik dan malahan memburuk (antibiotic associated diarrhea). Bila dikonsumsi, antibiotika tidak hanya akan membunuh bakteri jahat yang ada di dalam tubuh, melainkan juga membunuh sebagian bakteri baik yang ada di dalam tubuh, sehingga justru akan menyebabkan ketidakseimbangan bakteri di dalam tubuh (Sofwan, 2010).
5. Konseling Untuk Ibu dan Keluarga
keadaan balita dan bila terjadi hal-hal yang lebih serius agar segera dibawa kembali ke dokter. Sekalipun diare akut tergolong ringan, tetapi pada beberapa keadaan kesehatan balita dapat memburuk dan bahkan membahayakan jiwa. Dokter dan praktisi kesehatan lainnya perlu mengedukasi para orangtua mengenai cara pembuatan dan pemberian oralit, Zinc dan informasi lain seputar masalah diare akut (Sofwan, 2010).
Segala kekhawatiran orangtua mengenai keadaan anaknya sebaiknya segera dikonsultasikan dengan dokter. Pelaksanaan utama keberhasilan penanganan diare di komunitas adalah orangtua. Hal ini sangat diperlukan bagi orang tua, terutama ibu, untuk mengenali diare dan membantu penyembuhannya (Nagiga dan Arti, 2009). 2.2.8 Pencegahan Perilaku Berisiko Terjadinya Diare Pada Balita
Diare pada balita merupakan penyakit yang dapat dicegah. Beberapa perilaku berikut dapat menjadi risiko terjadinya diare pada anak, yaitu:
1. Pengunaan botol susu
Botol susu yang jarang dibersihkan dapat menjadi media transportasi kuman kedalam pencernaan balita. Oleh karena itu perlu untuk selalu mencuci botol susu hingga bersih dan sebaiknya direbus sebelum digunakan lagi, agar kuman yang menempel pada botol susu tersebut dapat mati dalam pemanasan.
2. Menyimpan makanan masak dalam suhu kamar
3. Air minum yang tercemar kuman
Air minum yang tercemar bisa terjadi melalui dua hal, yaitu tercemar pada sumber airnya dan tercemar pada tempat penyimpanan minumannya.
4. Tidak cuci tangan setelah buang air besar atau membuang tinja balita
Mencuci tangan merupakan hal sederhana dan sangat penting, terutama setelah terpapar dengan sesuatu yang mengandung kuman. Apalagi setelah itu akan menyiapkan makanan. Kuman yang masih menempel pada tangan yang belum dicuci dapat terkontaminasi pada makanan.
5. Tidak membuang tinja dengan benar
Orang sering menganggap tinja balita tidak berbahaya, padahal tinja balita juga mengandung kuman. Demikian juga dengan tinja binatang, juga mengandung kuman.
6. Pengelolaan dan pembuangan sampah sembarangan
2.3 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Karakteristik:
• Umur • Pendidikan • Pekerjaan • Jumlah anak
Sumber informasi: • Petugas
kesehatan • Media
Elektronik/ cetak • Keluarga • teman
Pengetahuan Sikap
Tindakan ibu melakukan penanganan awal
diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada