• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan Tentang Penjahitan Luka Pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode 8-31 Oktober 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Pengetahuan Tentang Penjahitan Luka Pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode 8-31 Oktober 2014"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENJAHITAN LUKA

PADA MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK DI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU

PERIODE 8-31 OKTOBER 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ADE HARTICHA PRATIDINA

NIM: 110600119

Pembimbing:

Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2015

Ade Harticha Pratidina

Tingkat Pengetahuan tentang Penjahitan Luka pada Mahasiswa Kepaniteraan

Klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU Periode 8-31 Oktober 2014.

xi + 49 halaman

Prosedur bedah sering kali mengakibatkan terbentuknya luka akibat tindakan

insisi yang memerlukan tindakan penjahitan luka. Penjahitan luka merupakan suatu

proses akhir dari prosedur bedah yang bertujuan untuk mengontrol perdarahan dan

memungkinkan terjadinya penyembuhan luka primer. Dalam melakukan tindakan

penjahitan luka, sangatlah diperlukan pengetahuan dan keterampilan mengenai

pemilihan dan karakteristik dari benang jahit operasi dan teknik yang akan

digunakan. Penjahitan luka yang tidak tepat tidak hanya mengakibatkan proses

penyembuhan menjadi tertunda, namun juga dapat mengakibatkan terjadinya infeksi

dan komplikasi lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat

pengetahuan tentang penjahitan luka pada mahasiswa kepaniteraan klinik di

Departemen Bedah Mulut FKG USU. Penelitian ini merupakan penelitian survei

deskriptif yang dilakukan dengan cara membagikan kuesioner yang terdiri dari 18

pertanyaan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik. Penentuan sampel penelitian

(3)

secara komputerisasi. Hasil penelitian diperoleh sebanyak 2% responden

berpengetahuan baik, 54% responden berpengetahuan cukup, dan 44% responden

berpengetahuan kurang. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan responden perlu ditingkatkan untuk mendapatkan hasil penyembuhan

luka yang optimal.

(4)

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENJAHITAN LUKA

PADA MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK DI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU

PERIODE 8-31 OKTOBER 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ADE HARTICHA PRATIDINA

NIM: 110600119

Pembimbing:

Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

(5)

MEDAN 2015

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 02 Maret 2015

Pembimbing : Tanda Tangan

(6)

NIP: 19840724 200801 2 006

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 09 Februari 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Indra Basar Siregar, drg., M.Kes

ANGGOTA : 1. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM

2. Abdullah, drg

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai disusun dalam rangka memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Tersusunnya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp. BM selaku ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2. Rahmi Syaflida, drg., Sp. BM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan masukan, arahan, dan waktu dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Lasminda Syafiar, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan motivasi dan arahan kepada penulis.

5. Kedua orangtua penulis, Ayahanda Abdul Manan dan Ibunda Suningsih yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan segala bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak terbatas untuk penulis.

(8)

7. Shamini, Shinta, Zilda, Dinda, Monica, Adis, Riyan, dan teman-teman 2011 lainnya yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu per-satu, terimakasih atas motivasi, saran, dan doa kepada penulis.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik untuk kedepannya sehingga menjadi lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, Februari 2015 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN………..

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI………...

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan... 4

2.2 Penjahitan Luka pada Rongga Mulut... 4

2.2.1 Alat dan Bahan yang digunakan untuk Penjahitan Luka..… 4

2.2.2 Teknik Penjahitan Luka... 11

2.2.3 Simpul... 14

2.2.4 Pembukaan Benang Jahitan... 15

2.3 Respon Biologis Jaringan terhadap Penyembuhan Luka... 16

2.3.1 Penyembuhan Luka Primer... 16

2.3.2 Penyembuhan Luka Sekunder... 17

2.3.3 Penyembuhan Luka Tersier... 18

2.4 Respon Biologis Jaringan Terhadap Benang Jahitan... 18

2.5 Pengetahuan... 19

2.6 Kerangka Teori... 21

(10)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian... 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 23

3.3 Populasi dan Sampel... 23

3.4 Variabel dan Definisi Operasional... 24

3.5 Metode Pengumpulan Data... 25

3.6 Pengolahan dan Analisis Data... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Responden... 26

4.2 Pengetahuan Responden terhadap Alat dan Bahan Penjahitan Luka... 26

4.3 Pengetahuan Responden terhadap Teknik Penjahitan Luka... 35

BAB 5 PEMBAHASAN... 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 45

6.2 Saran... 45

DAFTAR PUSTAKA... 47

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Variabel dan definisi operasional………... 2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin………... 3 Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap alat dan

bahan penjahitan luka (n=50)………... 4 Kategori pengetahuan responden terhadap alat dan bahan

penjahitan luka (n=50)………... 5 Pengetahuan responden terhadap definisi penjahitan

luka………... 6 Pengetahuan responden terhadap alasan perlunya penjahitan

luka………... 7 Pengetahuan responden terhadap alat-alat penjahitan

luka………... 8 Pengetahuan responden terhadap jenis jarum jahit yang paling

banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi………... 9 Pengetahuan responden terhadap jumlah benang jahit yang

diketahui………... 10 Pengetahuan responden terhadap definisi benang

absorbable………... 11 Pengetahuan responden terhadap jenis-jenis benang

absorbable………... 12 Pengetahuan responden terhadap jenis-jenis benang non-absorbable………... 13 Pengetahuan responden terhadap jenis benang jahit yang paling

banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi………... 14 Pengetahuan responden terhadap syarat ideal benang

jahit………... 15 Pengetahuan responden terhadap jenis benang yang mudah

(12)

16 Pengetahuan responden terhadap pernyataan yang terkait dengan ukuran dan tensile strength benang jahit... 17 Pengetahuan responden terhadap jenis benang yang akan

dipilih ketika melakukan tindakan penjahitan luka... 18 Distribusi frekuensi responden tentang teknik penjahitan luka

(n=50)………... 19 Kategori pengetahuan responden tentang teknik penjahitan

luka

(n=50)………... 20 Pengetahuan responden terhadap teknik yang akan dilakukan

dalam tindakan penjahitan luka………... 21 Pengetahuan responden terhadap jarak ideal jahitan…... 22 Pengetahuan responden terhadap pernyataan yang terkait

dengan prinsip umum penjahitan luka………...….. 23 Pengetahuan responden terhadap pernyataan yang terkait

dengan penggunaan simpul………...…….. 24 Pengetahuan responden terhadap waktu rata-rata dilakukannya

pembukaan jahitan dirongga mulut……...

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Jenis-jenis needle holder (a). Crille wood dan (b). Mathew

Kusten……… 5

2 Alat-alat yang digunakan dalam penjahitan luka (a). Needle holder; (b). Pinset chirurgis; dan (c). Gunting benang….… 6

3 Anatomi jarum jahit………... 7

4 Simple interrupted suture……….. 12

5 Simple continuous suture………... 12

6 Locking continuous suture………. 13

7 Vertical mattress suture………. 13

8 Horizontal mattress suture……… 13

9 Subcuticular suture……… 14

10 Figure of eight suture……… 14

11 Surgeon’s knot……….. 15

12 Fase penyembuhan luka……… 17

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Daftar Riwayat Hidup 2 Anggaran Penelitian 3 Jadwal Kegiatan

(15)
(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap prosedur bedah sering kali mengakibatkan terjadinya luka yang memerlukan tindakan penjahitan untuk merapatkan luka yang terbuka guna mempercepat proses penyembuhan.1 Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati atau rusak dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Penjahitan pada luka memiliki peran penting dalam penyembuhan luka, dengan merapatkan kembali jaringan kulit yang terputus maka sel-sel darah akan membentuk bekuan darah yang diikuti dengan pembentukan jaringan kulit baru. Proses ini akan mengurangi perdarahan dan mempercepat penyembuhan luka.1 Penjahitan luka juga akan mengurangi risiko terjadinya infeksi dan mencegah terbentuknya jaringan parut yang lebar.2

Menurut Glossary of Prosthodontic Terms-7, penjahitan luka merupakan suatu proses penyatuan jaringan yang terpisah oleh karena trauma ataupun luka yang ditimbulkan oleh intervensi bedah dengan cara tertentu dengan menggunakan bahan yang tepat.3 Penjahitan luka merupakan suatu proses akhir dari prosedur bedah yang dilakukan untuk melekatkan kembali luka yang terbuka akibat insisi, untuk mengontrol perdarahan, dan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka primer.4

(17)

polyglycolic acid (PGA) dan black silk yang digunakan pada operasi di rongga mulut yang dibandingkan secara klinis dan histologis, didapatkan hasil yaitu benang PGA lebih baik dalam penyembuhan luka karena pada semua pasien, didapatkan jahitan bertahan sampai waktu yang ditentukan. Benang PGA menimbulkan reaksi jaringan yang lebih ringan secara klinis, lebih mudah digunakan, dan mampu menyimpul lebih kuat.6 Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Parirokh M, terbukti bahwa benang jahit operasi jenis silk lebih mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme dan sel-sel darah yang dilihat secara mikroskopis dibandingkan dengan polyvinylidene fluoride (PVDF).2

Vastardis dan Yukna melaporkan bahwa terdapat 3 kasus komplikasi setelah penggunaan cangkok jaringan ikat subepitel dimana terjadi abses selama masa penyembuhan inisial. Laporan ini menyimpulkan bahwa abses yang terbentuk adalah akibat reaksi tubuh terhadap material benang jahit operasi yang digunakan.5 Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan tentang alat dan bahan material penjahitan luka mutlak diketahui oleh mahasiswa maupun dokter gigi terkait dengan banyaknya jenis alat dan bahan material penjahitan luka yang berkembang guna meningkatkan hasil optimal dari tindakan pembedahan.

Sejauh ini penelitian tentang tingkat pengetahuan tentang penjahitan luka pada mahasiswa kepaniteraan klinik belum pernah dilakukan, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penjahitan luka berdasarkan bahan dan teknik yang digunakan pada mahasiswa kepaniteran klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

(18)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penjahitan luka pada mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU 2014

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penjahitan luka berdasarkan bahan yang digunakan pada mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU 2014.

2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penjahitan luka berdasarkan teknik yang digunakan pada mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai evaluasi pengetahuan tentang bahan dan teknik penjahitan luka pada mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU 2014. 2. Sebagai tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Prosedur bedah sering kali mengakibatkan terbentuknya luka akibat tindakan insisi yang memerlukan penjahitan luka. Dalam melakukan sebuah tindakan penjahitan luka, sangatlah diperlukan pengetahuan dan keterampilan mengenai pemilihan dan karakteristik dari benang jahit operasi dan teknik yang akan

digunakan. Penjahitan luka

yang tidak tepat tidak hanya

mengakibatkan proses

penyembuhan luka yang tertunda,

namun juga dapat mengakibatkan

terjadinya infeksi dan komplikasi

lainnya.

2.2 Penjahitan Luka

pada Rongga Mulut

Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan sebagai akibat dari ruda paksa. Penjahitan luka adalah suatu proses akhir dari prosedur bedah yang dilakukan untuk melekatkan kembali luka yang terbuka akibat insisi, untuk mengontrol perdarahan, dan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka primer.4 Menurut Glossary of Prosthodontic Terms-7, penjahitan luka merupakan suatu proses penyatuan jaringan yang terpisah oleh karena trauma ataupun luka yang ditimbulkan oleh intervensi bedah dengan cara tertentu dengan menggunakan bahan yang tepat.3

(20)

Dalam melakukan tindakan penjahitan, terdapat beberapa alat dan bahan yang dibutuhkan. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan tindakan penjahitan luka adalah sebagai berikut.

2.2.1.1 Alat yang Digunakan untuk Penjahitan Luka

Adapun alat yang digunakan dalam melakukan tindakan penjahitan luka adalah needle holder, gunting benang, dan pinset chirurgis.7

2.2.1.1.1 Needle Holder

Needle holder adalah sebuah instrumen dengan bentuk paruh pendek yang berfungsi sebagai pemegang bagian distal jarum jahit dengan jarak 1/2 – 3/4 dari ujung jarum jahit dan sebagai penyimpul benang.8 Jenis yang digunakan bervariasi, yaitu tipe Crille wood (bentuknya seperti klem) dan tipe Mathew Kusten (bentuk segitiga).8 Untuk menjahit daerah intra oral biasanya digunakan needle holder ukuran 6 inchi (15cm).8

Gambar 1. Jenis-jenis needle holder (a). Crille wood (bentuknya seperti klem) dan (b). tipe Mathew Kusten (bentuk segitiga)8

2.2.1.1.2 Gunting benang

(21)

Gunting benang biasanya memiliki dua buah ring sebagai tempat masuknya jari. Cara memegang gunting benang sama dengan cara memegang needle holder. Gunting benang yang paling banyak digunakan adalah Dean scissors. Dean scissor memiliki pisau yang bergerigi yang mengakibatkan pengguntingan benang menjadi lebih mudah.8,9

2.2.1.1.3 Pinset Chirurgis

Pinset chirurgis biasanya memiliki susunan yang khas, yaitu terdapat semacam gigi yang berjumlah dua buah pada sisinya dan satu buah pada sisi yang lainnya. Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.

Gambar 2. Alat yang digunakan dalam melakukan penjahitan luka: (a) Needle holder; (b) Pinset chirurgis; (c) Gunting benang7

2.2.1.2 Bahan yang Digunakan untuk Penjahitan Luka

Adapun bahan yang digunakan untuk penjahitan luka adalah jarum jahit dan benang jahit operasi.

2.2.1.2.1 Jarum jahit

Jarum jahit tersedia dalam beragam bentuk, diameter, dan ukuran. Secara umum, jarum jahit terdiri atas tiga bagian, yaitu needle point, needle body, dan swaged (press-fit) end.10,11,12 Needle point berbentuk tajam dan berfungsi untuk penetrasi kedalam jaringan.10 Body merupakan bagian tengah dari jarum jahit.8,10

(22)

Sedangkan swaged (press-fit) end merupakan bagian tempat menempelnya benang.10 Jarum jahit digunakan untuk menutup luka insisi pada mukosa dan biasanya berbentuk round atau triangular.7 Jarum jahit biasanya terbuat dari besi tahan karat (stainless steel) yang kuat dan fleksibel.13

Gambar 3. Anatomi jarum jahit14

Jarum jahit memiliki bentuk dan jenis yang beragam seperti straight needle, curved needle, eyed needle, dan eyeless needle.14 Selain itu, jarum jahit juga tersedia dalam berbagai ukuran, yaitu 1/4, 3/8, 1/2, dan 5/8.14 Jenis jarum jahit yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah curved (circle) needle dengan ukuran 3/8 dan 1/2.11,13 Curved needle berukuran 3/8 biasa digunakan pada daerah bukal ke lingual dalam satu gerakan dengan memutar jarum jahit pada axis sentralnya.11,15 Sedangkan curved needle berukuran 1/2 biasanya digunakan pada daerah bukal gigi molar atas dan permukaan fasial gigi insisivus pada rahang atas dan rahang bawah. Curved needle juga dapat digunakan dalam pembedahan mukogingival dan periosteal.11,15 Secara umum, curved needle terbagi menjadi dua jenis, yaitu round bodied dan cutting. Cutting curved needle terbagi atas dua jenis, yaitu konvensional dan reverse cutting. Reverse cutting biasanya lebih mudah diaplikasikan pada daerah rongga mulut karena tidak akan menembus atau mengoyak jaringan.15,16

(23)

Perkembangan bahan benang jahit untuk penjahitan luka terus berkembang. Umumnya bahan benang jahit harus memenuhi syarat-syarat ideal seperti dibawah ini.9,14,17,18

a. Harus memiliki tensile strength yang tinggi untuk menahan luka dengan baik hingga proses penyembuhan selesai.

b. Tidak menyebabkan alergi atau menyebabkan inflamasi pada jaringan. c. Memiliki daya simpul yang baik.

d. Harus memiliki daya kapilaritas yang minimum sehingga bahan material jahitan tidak menyerap banyak cairan jaringan yang sedang meradang di sekitar luka dan menyebabkan infeksi.

e. Mudah disterilisasi. f. Murah.

2.2.1.2.2.1 Klasifikasi Benang Jahit dalam Penjahitan Luka

Bahan material benang jahit dapat diklasifikasikan menurut jenis material menjadi dua, yaitu absorbable dan non-absorbable.3,12,18,19,20,21 Berdasarkan jumlah benang, juga dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu monofilament dan multifilament.3,12 Selain itu dapat pula diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu alami dan sintetik.3,12

(24)

tidak dimodifikasi.14 Pada umumnya, benang absorbable memiliki waktu 70-90 hari untuk diserap tubuh.22

Benang non-absorbable adalah jenis benang yang tidak dapat dicerna oleh enzim maupun dihidrolisis oleh tubuh.3 Benang jenis non-absorbable dapat pula dibagi atas alami dan sintetik.14 Benang non-absorbable yang terbuat dari bahan alami adalah silk, linen, dan cotton. Jenis benang non-absorbable yang terbuat dari bahan sintetik adalah nylon, polypropylene, braided polyester, dan polybutester. Jenis benang non-absorbable yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah silk dengan ukuran 4-0 dan 3-0.9,11,15,23 Benang silk terbuat dari pintalan filamen protein alami oleh ulat sutra. Benang silk mudah dipakai dan disimpul serta relatif murah. Namun, benang jenis ini harus segera dibuka pada minggu pertama setelah dipasang karena memiliki potensi untuk menyebabkan inflamasi dan infeksi akibat sifatnya yang mudah mengalami penumpukan akumulasi plak serta dapat menyebabkan bakteri masuk kedalam luka.15,24

2.2.1.2.2.2 Ukuran Benang Jahit

Benang jahit tersedia dalam berbagai ukuran tergantung tensile strength -nya.12,4 Standar untuk mengidentifikasi tensile strength yang bervariasi ditentukan dari jumlah angka nol (0).14 Makin kecil diameter benang, maka makin banyak angka nol yang dimiliki benang.14 Ukuran dimulai dari a 0 dan berlanjut dengan 00, 000, 4-0, dan 10-0. Contohnya, benang jahit operasi jenis nylon ukuran 4-0 memiliki diameter yang lebih besar dari benang jahit nylon ukuran 6-0 dan memiliki tensile strength yang lebih besar pula.14 Benang jahit operasi yang lebih tebal biasanya tepat digunakan untuk penjahitan pada lapisan mukosa yang lebih dalam dan untuk mengikat pembuluh darah.3 Sedangkan benang yang lebih tipis biasa digunakan untuk menutup jaringan yang tipis seperti konjungtiva dan insisi yang dilakukan pada wajah.4 Ukuran benang jahit yang biasa digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah 3-0, 4-0, dan 5-0.12,15

(25)

Pemilihan bahan untuk penjahitan luka harus didasari dengan pengetahuan tentang karakteristik penyembuhan jaringan, ketebalan jaringan yang akan dijahit, aspek fisik dan biologis yang dimiliki oleh bahan, dan kondisi luka yang akan dijahit.1

a. Tingkat Penyembuhan Jaringan

Ketika luka sudah mencapai strength maksimal, maka penjahitan tidak lagi dibutuhkan. Untuk jaringan yang biasanya mengalami penyembuhan yang lambat, seperti misalnya kulit, wajah, dan tendon, harusnya dijahit dengan benang tipe non-absorbable. Sedangkan untuk jaringan yang tingkat penyembuhannya cukup cepat, seperti pada otot, ataupun periosteum, dapat dijahit dengan benang jenis absorbable. b. Kontaminasi Jaringan

Dalam hal ini, benang tipe monofilament absorbable maupun monofilament non-absorbable dapat digunakan untuk meminimalisir kontaminasi akibat adanya benda asing sehingga mencegah terjadinya infeksi.

c. Estetika

Ketika estetis merupakan hal yang penting, maka penggunaan benang yang dianjurkan adalah benang jenis monofilament yang memiliki diameter yang kecil, seperti misalnya polyamide atau polypropylene. Hindari penjahitan luka dengan teknik subcuticular dengan menggunakan benang vicryl atau prolene.

d. Pasien Kanker

Hipoproteinemia dan kemoterapi dapat mengganggu penyembuhan luka. Dalam hal ini, dianjurkan untuk menggunakan benang sintetik non-absorbable. Jika pasien akan di radiasi setelah intervensi bedah, maka penggunaan monofilament polypropylene harus dihindari dan diganti dengan benang polyester.

e. Status Nutrisi

Pada pasien kurang nutrisi dan hipoproteinemia, penggunaan benang jenis non-absorbable adalah pilihan terbaik. Sebaiknya hindari penggunaan benang absorbable karena dapat menyebabkan wound dehiscence.

(26)

Dalam melakukan tindakan penjahitan, ukuran benang harus dipilih dengan tepat dan biasanya tergantung pada tensile strength jaringan. Benang yang memiliki diameter yang lebih kecil memiliki tensile strength yang lebih baik daripada benang dengan ukuran diameter yang besar.

2.2.2 Teknik Penjahitan Luka

Penjahitan luka memiliki teknik yang beragam, seperti simple interrupted suture, simple continuous suture, locking continuous suture, vertical mattress suture, horizontal mattress suture, subcuticular suture, dan figure-of-eight suture.12 Meskipun demikian, teknik-teknik penjahitan luka tersebut haruslah memenuhi prinsip-prinsip umum penjahitan luka seperti dibawah ini:3,9,10,11,14,15

a. Jarum jahit sebaiknya dipegang dengan needle holder pada 1/3 bagian dari tempat masuknya benang dan 2/3 bagian dari ujung jarum jahit.

b. Penetrasi jarum jahit ke dalam jaringan harus perpendikular terhadap permukaan jaringan.

c. Penjahitan luka sebaiknya dilakukan dengan jarak dan kedalaman yang sama pada kedua sisi daerah insisi, biasanya tidak lebih dari 2-3mm dari tepi luka. Sedangkan jarak antara jahitan yang satu dengan yang lainnya berkisar 3-4mm.

d. Jahitan jangan terlalu longgar maupun terlalu ketat.

e. Penyimpulan benang jangan diletakkan tepat diatas garis insisi.

2.2.2.1 Simple Interrupted Suture

(27)

insersidan memiliki resiko lebih besar dalam meninggalkan bekas jahitan yang membentuk seperti jalur kereta api (rail-road scar).14

Gambar 4. Simple Interrupted Suture1

2.2.2.2 Simple Continuous Suture

Keuntungan dari simple continuous suture ini adalah insersi jahitannya yang cukup cepat. Sedangkan kerugiannya adalah jika salah satu jahitan terputus, maka keseluruhan jahitan akan rusak. Oleh karena itu, teknik ini diindikasikan pada penjahitan luka pada daerah tension yang minimal.14

Gambar 5. Simple Continuous Suture14

2.2.2.3 Locking Continuous Suture

(28)

Gambar 6. Locking Continuous Suture14

2.2.2.4 Vertical Mattress Suture

Vertical mattress suture merupakan teknik penjahitan yang hampir sama dengan teknik simple interrupted suture, perbedaannya adalah adanya penambahan penetrasi jarum jahit pada tepi luka yang berfungsi untuk memaksimalkan eversi luka, meminimalisir adanya dead space, dan meminimalisir tekanan yang melewati luka.14

Gambar 7. Vertical Mattress Suture14 2.2.2.5 Horizontal Mattress Suture

Pada teknik ini, eversi luka dan kontinuitas menghasilkan penutupan luka yang sangat fluktuatif. Oleh karena itu, teknik ini biasa dilakukan pada pencangkokan tulang intra oral. Penetrasi jarum jahit dilakukan dari tepi ke tepi luka lalu melewati daerah insisi dan kembali lagi ke tepi jahitan yang pertama.14

(29)

2.2.2.6 Subcuticular Suture

Teknik ini dipopulerkan oleh Halstead pada tahun 1893. Pada teknik ini, jahitan dilakukan dengan membuat jahitan horizontal melewati kedua tepi luka secara bergantian. Pada jahitan ini tidak terlihat tanda jahitan dan dapat dibiarkan lebih dari satu minggu pada area luka.14

Gambar 9. Subcuticular Suture14 2.2.2.7 Figure-of-eight Suture

Teknik ini biasa digunakan untuk menutup luka pasca ekstraksi.9,14

Gambar 10. Figure-of-eight suture14

2.2.3 Simpul

Penyimpulan jahitan tergantung pada jenis benang yang digunakan.11 Slip (granny) surgical knot biasa digunakan ketika menggunakan benang silk, chromic gut, atau plain catgut.11 Sedangkan surgeon’s knot, yang merupakan teknik penyimpulan standar, digunakan pada jahitan yang menggunakan benang jenis sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable.11,26

(30)

benang yang pendek. Kemudian, bagian tersebut ditarik sepanjang benang yang panjang dengan melewati tangan, sehingga kedua bagian benang tersebut terletak saling menyilang dari garis jahitan. Selanjutnya, needle holder diputar kembali berlawanan jarum jam sebanyak satu kali mengitari benang yang panjang tadi, kemudian ujung needle holder menggengam ujung benang pendek untuk dilewatkan pada lubang dan akhirnya benang tersimpul dengan sempurna.14

Gambar 11. Surgeon’s knot14 2.2.4 Pembukaan Benang Jahitan

(31)

2.3 Respon Biologis Jaringan terhadap Penyembuhan Luka

Tubuh mempunyai mekanisme pelindung dalam menahan perubahan lingkungan. Apabila faktor dari luar tidak mampu ditahan oleh pelindung tersebut maka terjadilah luka. Dalam merespon luka tersebut, tubuh memiliki fungsi fisiologis penyembuhan luka. Berdasarkan tipe penyembuhannya, penyembuhan luka dibagi menjadi tiga, yaitu penyembuhan luka primer, sekunder, dan tersier.

2.3.1 Penyembuhan Luka Primer

Penyembuhan luka primer adalah penyembuhan yang terjadi setelah diusahakan bertautnya tepi luka, biasanya dengan jahitan, plester, skin graft, atau flap.26 Luka-luka yang bersih sembuh dengan cara ini, misalnya luka karena operasi, dan luka kecil yang bersih. Penyembuhannya tanpa komplikasi, berjalan cepat dan hasilnya baik secara estetis. Namun, hal tersebut dipengaruhi juga oleh keterampilan dan pengetahuan dokter gigi serta kondisi pasien seperti faktor usia, berat badan, status nutrisi, respon imun, dan penyakit kronis yang diderita pasien. Penyembuhan luka primer berlangsung dalam tiga fase, yaitu:22,27,28,29

a. Fase Inflamasi

Karakteristik utama dari fase ini adalah pembentukan fibrin pada jaringan yang rusak.28 Respon inflamasi menyebabkan keluarnya cairan jaringan, akumulasi sel dan fibroblas, dan peningkatan suplai darah ke daerah luka. Leukosit dan sel-sel lain memproduksi enzim proteolitik yang dapat menguraikan dan menghilangkan debris pada jaringan yang rusak. Proses ini berlangsung pada hari ke-3 hingga hari ke-7. Selama fase inflamasi akut, peningkatan tensile strength jaringan tidak terjadi, tetapi hal ini hanya tergantung pada material penjahitan luka yang digunakan.

b. Fase proliferasi

(32)

terbentuk, jaringan granulasi akan menjadi berwarna merah terang. Proses ini terjadi pada hari ke 3 setelah luka terbentuk.22,27,28

Kontraksi luka juga terjadi dalam fase ini. Kontraksi luka adalah sebuah proses dimana terjadi penarikan tepi luka secara bersamaan untuk menutup luka. Luka bedah yang mengalami penyembuhan luka primer memiliki respon kontraksi luka yang minimum. Hal ini mengakibatkan pembentukan jaringan parut atau skar yang minimum sehingga menghasilkan estetis yang lebih baik.22,27

c. Fase Remodeling

Pada fase ini jumlah substansial dari serat kolagen yang terdeposisi akan dieliminasi dan digantikan oleh fibril-fibril baru untuk memungkinkan terjadinya peningkatan tensile strength jaringan. Fase ini dinyatakan berakhir apabila seluruh tanda peradangan telah hilang. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.22,27

Gambar 12. Fase penyembuhan luka27

2.3.2 Penyembuhan Luka Sekunder

(33)

2.3.3 Penyembuhan Luka Tersier

Penyembuhan luka tersier yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan dengan jahitan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir dan memiliki resiko pembentukan skar yang lebih besar.22,27

2.4 Respon Biologis Jaringan Terhadap Benang Jahit

Respon sel terjadi setiap saat ketika terdapat benda asing yang diimplantasikan atau dimasukkan ke dalam tubuh.5 Secara umum, respon terhadap bahan material tindakan penjahitan seperti benang jahit sangatlah ringan.14 Respon ini diawali oleh invasi netrofil ke jaringan luka. Jika tidak terjadi komplikasi seperti trauma ataupun infeksi, respon akut sel terhadap bahan benang jahit operasi akan berubah dalam tiga hari setelah dilakukannya implantasi benang. Populasi neutrophil kemudian digantikan dengan monosit, sel plasma, dan limfosit. Setelah itu terjadilah proliferasi fibroblast dan jaringan ikat. Enzim histokimia menunjukkan bahwa seluruh perubahan sel disertai oleh adanya berbagai jenis enzim.1,14

(34)

yang menghilangkan debris sel dan material benang jahit dari tepi jaringan yang berhadapan dengan benang jahit.17

Gambar 13. Reaksi biologis jaringan terhadap benang jahit absorbable jenis catgut. a).10 hari setelah penjahitan, belum terdapat reaksi. b). 42 hari setelah penjahitan, terjadi fragmentasi benang jahit dengan reaksi monositik. c). 1 tahun, terlihat adanya sel sisa yang berwarna kecoklatan.30

2.5 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).31,32

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan sebagai berikut.31,32

a. Tahu (Know)

(35)

Tahu diartikan sebagai pengingat akan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthetic)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut didasar pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

(36)

responden. Menurut Arikunto, pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan melalui skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

(37)

2.6 Kerangka Teori

Penjahitan Luka

Alat dan Bahan

Alat yang Digunakan

Teknik Penjahitan Luka

(38)

2.7 Kerangka Konsep

Pengetahuan tentang Penjahitan

Luka

Bahan

(39)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini memberikan gambaran tentang tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di Depatemen Bedah Mulut FKG USU tentang bahan dan teknik penjahitan luka.

3.2 Lokasi dan

Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut FKG USU yang bertempat di Jl. Alumni No. 2 USU, Medan.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2014 hingga 31 Oktober 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

(40)

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU pada rentang waktu 8 Oktober 2014 hingga 31 Oktober 2014.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Tabel 1. Variabel dan Definisi Operational

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala Pengukuran tentang bahan dan teknik penjahitan luka yang yang meliputi benang dan jarum jahit.

(41)

3. Alat Penjahitan

Luka

Alat yang digunakan sewaktu melakukan tindakan penjahitan luka yang meliputi needle holder, gunting benang, dan pinset chirurgis.

- -

4. Teknik Penjahitan

Luka

Teknik yang dilakukan untuk merapatkan luka dengan menggunakan alat dan bahan penjahitan luka.

- -

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner yang diisi langsung oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

(42)
(43)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Dari tabel 2, didapat hasil berupa responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28% dan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 72%.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 14 28%

Perempuan 36 72%

Jumlah 50 100%

(44)

Pengetahuan responden tentang alat dan bahan penjahitan luka termasuk dalam kategori baik (76% - 100%) dalam hal alat-alat yang diperlukan dalam penjahitan luka dan definisi benang absorbable. Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (56%-75%) dalam hal jumlah benang jahit yang diketahui, alasan dilakukannya penjahitan luka, jenis-jenis benang absorbable dan non-absorbable, syarat ideal benang jahit, dan pernyataan yang terkait dengan tensile strength benang jahit. Sedangkan pengetahuan responden termasuk kategori kurang (<56%) dalam hal definisi penjahitan luka, jenis jarum jahit (needle) dan benang jahit yang paling banyak digunakan, dan jenis benang yang mudah terjadi penumpukan plak (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden terhadap Alat dan Bahan Penjahitan Luka (n=50)

Pengetahuan Responden Tahu Tidak Tahu Jumlah % Jumlah % Definisi Penjahitan Luka 25 50 25 50 Alasan Perlunya Penjahitan Luka 28 56 22 44 Alat-alat Penjahitan Luka 38 76 12 24 Jenis Jarum Jahit yang Paling Banyak

digunakan dalam Bidang Kedokteran Gigi 9 18 41 82 Jumlah Benang Jahit yang diketahui 30 60 20 40 Definisi Benang Absorbable 49 98 1 2 Jenis-jenis Benang Absorbable 31 62 19 38 Jenis-jenis Benang Non-Absorbable 36 72 14 28 Jenis Benang Jahit yang Paling Banyak

digunakan dalam Bidang Kedokteran Gigi 27 54 23 46 Syarat Ideal Benang Jahit 36 72 14 38 Jenis Benang yang Mudah Terjadi

(45)

Pernyataan yang Terkait dengan Ukuran

dan Tensile Strength Benang Jahit 33 66 17 34

Hasil penelitian tentang pengetahuan alat dan bahan penjahitan luka pada 50 orang mahasiswa kepaniteraan klinik diperoleh 50% responden memiliki pengetahuan cukup, sedangkan 44% responden berpengetahuan kurang, dan hanya 6% responden termasuk kategori berpengetahuan tinggi (Tabel 4).

Tabel 4. Kategori Pengetahuan Responden terhadap Alat dan Bahan Penjahitan Luka (n=50)

Kategori Jumlah Persentase

Baik 3 6%

Cukup 25 50%

Kurang 22 44%

Total 50 100%

4.2.1 Pengetahuan Responden terhadap Definisi Penjahitan Luka

Pengetahuan responden terhadap definisi penjahitan luka adalah sebesar 50% responden menjawab penjahitan luka merupakan proses yang bertujuan untuk memungkinkan terjadinya penyembuhan luka primer, sebesar 26% responden menjawab penjahitan luka merupakan proses yang bertujuan untuk memungkinkan terjadinya penyembuhan luka sekunder, dan sebesar 24% responden menjawab penjahitan luka merupakan proses yang bertujuan untuk memungkinkan terjadinya penyembuhan luka primer dan sekunder.

Tabel 5. Pengetahuan Responden terhadap Definisi Penjahitan Luka

(46)

Proses akhir dari prosedur bedah yang bertujuan untuk mengontrol perdarahan dan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka primer

25 50%

Proses akhir dari prosedur bedah yang bertujuan untuk mengontrol perdarahan dan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka sekunder

13 26%

Proses akhir dari prosedur bedah yang bertujuan untuk mengontrol perdarahan dan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka primer dan sekunder

12 24%

Total 50 100%

4.2.2 Pengetahuan Responden terhadap Alasan Perlunya Penjahitan Luka

Pengetahuan responden terhadap alasan perlunya penjahitan luka adalah sebesar 56% menjawab untuk mencegah infeksi dan perdarahan, sebesar 2% menjawab untuk mencegah terjadinya penyembuhan luka primer, dan sebesar 42% menjawab untuk mencegah infeksi dan perdarahan serta mencegah terjadinya penyembuhan luka primer.

Tabel 6. Pengetahuan Responden terhadap Alasan Perlunya Penjahitan Luka Pertanyaan Jumlah Persentase Mencegah infeksi dan perdarahan 28 56% Mencegah terjadinya penyembuhan luka primer 1 2% Mencegah infeksi dan perdarahan serta mencegah

terjadinya penyembuhan luka primer 21 42%

Total 50 100%

(47)

Pengetahuan responden terhadap alat-alat yang diperlukan dalam melakukan tindakan penjahitan luka didapat sebesar 76% responden menjawab needle holder, pinset chirurgis, dan gunting benang; sebesar 20% responden menjawab needle holder, pinset chirurgis, dan benang; serta hanya 4% responden menjawab needle holder, pinset anatomis, dan gunting benang.

Tabel 7. Pengetahuan Responden terhadap Alat-alat Penjahitan Luka

Pertanyaan Jumlah Persentase Needle holder, pinset chirurgis, dan benang 10 20% Needle holder, pinset anatomis, dan gunting benang 2 4% Needle holder, pinset chirurgis, dan gunting benang 38 76%

Total 50 100%

4.2.4 Pengetahuan Responden terhadap Jenis Jarum Jahit yang Paling Banyak digunakan dalam Bidang Kedokteran Gigi

Pengetahuan responden terhadap jenis jarum jahit yang paling banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah sebesar 18% responden menjawab curved (circle) needle ukuran 3/8 dan 1/2, 48% responden menjawab reversed cutting ukuran 1/2 dan 1/4, dan 34% rounded body ukuran 1/4 dan 5/8.

Tabel 8. Pengetahuan Responden terhadap Jenis Jarum Jahit yang Paling Banyak digunakan dalam Bidang Kedokteran Gigi

Pertanyaan Jumlah Persentase Curved (circle) needle ukuran 3/8 dan 1/2 9 18% Reversed cutting ukuran 1/2 dan 1/4 24 48% Rounded body ukuran 1/4 dan 5/8 17 34%

Total 50 100%

(48)

Pengetahuan responden terhadap jumlah benang jahit yang diketahui didapat sebesar 58% responden menjawab benar dengan skor 2 yaitu menjawab benar dengan jumlah 2-5 benang jahit yang diketahui, 2% responden menjawab benar dengan skor 1 yaitu menjawab benar dengan jumlah <2 benang jahit yang diketahui, dan 40% lainnya menjawab salah dengan skor 0.

Tabel 9. Pengetahuan Responden terhadap Jumlah Benang Jahit yang diketahui Pertanyaan Jumlah Persentase

Salah (Skor 0) 20 40%

Benar (Skor 1) 1 2%

Benar (Skor 2) 29 58%

Benar (Skor 3) 0 0%

Total 50 100%

4.2.6 Pengetahuan Responden terhadap Definisi Benang Absorbable

Pengetahuan responden terhadap definisi benang absorbable didapat sebesar 98% responden menjawab benang absorbable merupakan jenis benang yang dapat dicerna oleh enzim atau dapat dihidrolisis oleh cairan tubuh, sebesar 2% menjawab benang absorbable merupakan jenis benang yang tidak dapat dicerna oleh enzim atau dapat dihidrolisis oleh cairan tubuh, dan tidak ada responden yang menjawab pernyataan a dan b salah.

Tabel 10. Pengetahuan Responden terhadap Defenisi Benang Absorbable

Pertanyaan Jumlah Persentase Benang absorbable merupakan jenis benang yang dapat

dicerna oleh enzim atau dapat dihidrolisis oleh cairan tubuh

49 98%

Benang absorbable merupakan jenis benang yang tidak dapat dicerna oleh enzim atau dapat dihidrolisis oleh cairan tubuh

1 2%

(49)

Total 50 100%

4.2.7 Pengetahuan Responden tentang Jenis-jenis Benang Absorbable

Pengetahuan responden tentang jenis-jenis benang absorbable didapat sebesar 62% responden menjawab collagen, polyglactic acid, polytrimethylene carbonate, dan catgut, sebanyak 30% responden menjawab catgut, polyglicolic acid, polydioxanone, dan polypropylene, dan hanya 8% responden yang menjawab silk, nylon, polyglactic acid, dan collagen.

Tabel 11. Pengetahuan Responden tentang Jenis-jenis Benang Absorbable

Pertanyaan Jumlah Persentase Catgut, polyglicolic acid, polydioxanone, polypropylene 15 30% Collagen, polyglactic acid, polytrimethylene carbonate,

catgut 31 62%

Silk, nylon, polyglactic acid, collagen 4 8%

Total 50 100%

4.2.8 Pengetahuan Responden terhadap Jenis-jenis Benang Non-Absorbable

Pengetahuan responden terhadap jenis-jenis benang non-absorbable diperoleh sebesar 72% responden menjawab nylon, silk, polybutester, dan polypropylene, sebesar 26% responden menjawab linen, fascia lata, braided polyester, dan silk, dan hanya 2% responden yang menjawab polydioxanone, nylon, cotton, dan polyglicolic acid.

(50)

Pertanyaan Jumlah Persentase Linen, fascia lata, braided polyester, dan silk 13 26% Nylon, silk, polybutester, dan polypropylene 36 72% Polydioxanone, nylon, cotton, dan polyglicolic acid 1 2%

Total 50 100%

4.2.9 Pengetahuan Responden terhadap Jenis Benang Jahit yang Paling Banyak digunakan dalam Bidang Kedokteran Gigi

Hasil penelitian pada 50 orang responden terhadap jenis benang jahit yang paling banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi diperoleh sebesar 54% responden menjawab silk, sebesar 26% responden menjawab catgut, dan sebesar 20% responden menjawab nylon.

Tabel 13. Pengetahuan Responden terhadap Jenis Benang Jahit yang Paling Banyak digunakan dalam Bidang Kedokteran Gigi

Pertanyaan Jumlah Persentase

Nylon 10 20%

Catgut 13 26%

Silk 27 54%

Total 50 100%

4.2.10 Pengetahuan Responden terhadap Syarat Ideal Benang Jahit Pengetahuan responden terhadap syarat ideal benang jahit diperoleh sebesar 72% responden menjawab tensile strength tinggi, kapilaritas rendah dan biokompatibel, sebesar 24% responden menjawab tensile strength tinggi, kapilaritas tinggi, dan mudah distrerilisasi, serta hanya 4% responden yang menjawab tensile strength rendah, mudah disimpul, dan murah.

Tabel 14. Pengetahuan Responden terhadap Syarat Ideal Benang Jahit

(51)

Tensile strength tinggi, kapilaritas tinggi, dan mudah

disterilisasi 12 24%

Tensile strength tinggi, kapilaritas rendah dan

biokompatibel 36 72%

Tensile strength rendah, mudah disimpul, dan murah 2 4%

Total 50 100%

4.2.11 Pengetahuan Responden terhadap Jenis Benang yang Mudah Terjadi Penumpukan Plak

Hasil penelitian tentang pengetahuan responden terhadap jenis benang yang mudah terjadi penumpukan plak pada permukaan benangnya diperoleh sebesar 60% responden menjawab nylon, sebesar 24% responden menjawab silk, dan sebesar 16% responden menjawab vicryl.

Tabel 15. Pengetahuan Responden terhadap Jenis Benang yang Mudah Terjadi Penumpukan Plak

Pertanyaan Jumlah Persentase

Silk 12 24%

Nylon 30 60%

Vicryl 8 16%

Total 50 100%

4.2.12 Pengetahuan Responden terhadap Pernyataan yang Terkait dengan Ukuran dan Tensile Strength Benang Jahit

(52)

reponden yang menjawab benang nylon ukuran 4-0 memiliki diameter yang lebih besar dari benang nylon ukuran 6-0 dan memiliki tensile strength yang lebih rendah.

Tabel 16. Pengetahuan Responden terhadap Pernyataan yang Terkait dengan Ukuran dan Tensile Strength Benang Jahit

Pertanyaan Jlh Persentase Nylon ukuran 4-0 memiliki diameter yang lebih kecil dari nylon

ukuran 6-0 dan memiliki tensile strength yang lebih rendah 12 24% Nylon ukuran 4-0 memiliki diameter yang lebih besar dari nylon

ukuran 6-0 dan memiliki tensile strength yang lebih besar 33 66% Benang jahit operasi jensi nylon ukuran 4-0 memiliki diameter

yang lebih besar dari benang jahit nylon ukuran 6-0 dan memiliki tensile strength yang lebih rendah

5 10%

Total 50 100%

4.2.13 Pengetahuan Responden terhadap Jenis Benang yang akan dipilih ketika Melakukan Tindakan Penjahitan Luka

Hasil penelitian mengenai pengetahuan responden terhadap jenis benang yang akan dipilih ketika melakukan tindakan penjahitan luka diperoleh sebanyak 72% responden menjawab silk, sebesar 12% responden menjawab vicryl, dan sebesar 16% responden menjawab lainnya yaitu catgut.

Tabel 17. Pengetahuan Responden terhadap Jenis Benang yang akan dipilih ketika Melakukan Tindakan Penjahitan Luka

Pertanyaan Jumlah Persentase

Silk 36 72%

Vicryl 6 12%

Lainnya (catgut) 8 16%

Total 50 100%

(53)

Pengetahuan responden tentang teknik penjahitan luka termasuk dalam kategori baik (76%-100%) dalam hal jarak jahitan ke tepi luka. Pengetahuan responden termasuk dalam kategori cukup (56%-75%) dalam hal waktu rata-rata dilakukannya pembukaan benang jahit. Sedangkan pengetahuan responden tergolong dalam kategori kurang (<56%) dalam hal pernyataan terkait dengan prinsip umum penjahitan luka dan penggunaan simpul (Tabel 18).

Tabel 18. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Teknik Penjahitan Luka (n=50).

Pengetahuan Responden Tahu Tidak tahu Jumlah % Jumlah % Jarak jahitan dari tepi luka 40 80 10 20 Pernyataan terkait dengan prinsip umum penjahitan 4 8 46 92

Penggunaan simpul 18 36 32 64

Waktu rata-rata dilakukannya pembukaan jahitan 37 74 13 26

Hasil penelitian tentang pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang teknik penjahitan luka diperoleh 54% responden memiliki pengetahuan cukup, sedangkan 24% responden berpengetahuan kurang, dan 22% responden termasuk kategori berpengetahuan baik (Tabel 19).

Tabel 19. Kategori Pengetahuan Responden tentang Teknik Penjahitan Luka (n=50) Kategori Jumlah Persentase

Baik 11 22%

Cukup 27 54%

Kurang 12 24%

Total 50 100%

(54)

Pengetahuan responden mengenai teknik yang akan dilakukan dalam tindakan penjahitan luka diperoleh sebesar 86% responden menjawab simple interrupted suture, sebesar 12% responden menjawab simple continuous suture, dan hanya 2% responden menjawab lainnya yaitu dengan menjawab figure-of-eight suture.

Tabel 20. Pengetahuan Responden terhadap Teknik yang akan dilakukan dalam Tindakan Penjahitan Luka

Pertanyaan Jumlah Persentase Simple Interrupted Suture 43 86% Simple Continuous Suture 6 12% Lainnya(Figure-of-Eight Suture) 1 2%

Total 50 100%

4.3.2 Pengetahuan Responden terhadap Jarak Ideal Jahitan

Pengetahuan responden terhdap jarak ideal yang diperlukan dalam melakukan penjahitan luka diperoleh sebesar 80% responden menjawab 2-3mm dari tepi luka dan 3-4mm dari satu jahitan ke jahitan lainnya, sebesar 16% responden menjawab 1mm dari tepi luka dan 2-3mm dari satu jahitan ke jahitan lainnya, dan hanya 4% responden menjawab 3-4mm dari tepi luka dan 2mm dari satu jahitan ke jahitan lainnya.

Tabel 21. Pengetahuan Responden terhadap Jarak Ideal Jahitan

Pertanyaan Jlh Persentase 2-3mm dari tepi luka dan 3-4mm dari satu jahitan ke jahitan

lainnya 40 80%

1mm dari tepi luka dan 2-3mm dari satu jahitan ke jahitan lainnya 8 16% 3-4mm dari tepi luka dan 2mm dari satu jahitan ke jahitan lainnya 2 4%

Total 50 100%

(55)

Hasil penelitian mengenai pengetahuan responden terhadap pernyataan yang terkait dengan prinsip umum penjahitan luka diperoleh sebesar 84% responden menjawab jarum jahit dipegang dengan needle holder pada 1/3 bagian dari ujung jarum jahit dan 2/3 bagian dari tempat melekatnya atau masuknya benang, sebesar 8% responden menjawab simpul pada penjahitan luka diletakkan tepat diatas garis insisi, dan sebesar 8% responden menjawab penetrasi jarum jahit kedalam luka harus perpendikular terhadap permukaan jaringan.

Tabel 22. Pengetahuan Responden terhadap Pernyataan yang terkait dengan Prinsip Umum Penjahitan Luka

Pertanyaan Jlh Persentase Jarum jahit dipegang dengan needle holder pada 1/3 bagian dari

ujung jarum jahit dan 2/3 bagian dari tempat melekatnya atau masuknya benang

42 84%

Simpul pada penjahitan luka diletakkan tepat diatas garis insisi 4 8% Penetrasi jarum jahit kedalam luka harus perpendikular

terhadap permukaan jaringan. 4 8%

Total 50 100%

4.3.4 Pengetahuan Responden terhadap Pernyataan yang terkait dengan Penggunaan Simpul

Pengetahuan responden terhadap pernyataan yang terkait dengan penggunaan simpul diperoleh 36% responden memilih surgeon’s knot digunakan pada jahitan yang menggunakan benang jenis sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable, sebanyak 24% responden menjawab slip (granny) surgical knot digunakan pada jahitan yang menggunakan benang jenis sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable, dan sebesar 40% responden menjawab surgeon’s knot dan slip (granny) surgical knot dapat digunakan pada jahitan yang menggunakan benang jenis sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable.

(56)

Pertanyaan Jumlah Persentase Surgeon’s knot digunakan pada jahitan yang menggunakan

benang jenis sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable

18 36%

Slip (granny) surgical knot digunakan pada jahitan yang menggunakan benang jenis sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable

12 24%

Surgeon’s knot dan slip (granny) surgical knot dapat digunakan pada jahitan yang menggunakan benang jenis sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable

20 40%

Total 50 100%

4.3.5 Pengetahuan Responden terhadap Waktu Rata-rata dilakukannya Pembukaan Jahitan di Rongga Mulut

Hasil penelitian pada 50 orang responden mengenai lama waktu rata-rata yang diperlukan untuk melakukan pembukaan benang jahitan di rongga mulut diperoleh sebesar 74% responden menjawab 5-7 hari sejak dilakukannya penjahitan luka, sebanyak 24% responden menjawab 8-10 hari sejak dilakukannya penjahitan luka, dan hanya 6% responden menjawab 2-3 hari sejak dilakukannya penjahitan luka.

Tabel 24. Pengetahuan Responden terhadap Waktu Rata-rata dilakukannya Pembukaan Jahitan di Rongga Mulut

Pertanyaan Jumlah Persentase

2-3 hari 3 6%

5-7 hari 37 74%

8-10 hari 10 20%

(57)
(58)

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan pada 50 orang mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU pada bulan Oktober 2014 diperoleh sebesar 50% responden mengetahui definisi dari penjahitan luka dan sementara 50% lainnya tidak (Tabel 5). Penjahitan luka merupakan suatu proses akhir dari prosedur bedah yang dilakukan untuk melekatkan kembali luka yang terbuka akibat insisi untuk

mengontrol perdarahan dan

memungkinkan terjadinya

penyembuhan luka primer.4 Hasil

penelitian ini menunjukkan

bahwa pengetahuan responden

mengenai definisi penjahitan luka

adalah kurang.

Sebanyak 56% responden

mengetahui alasan mengapa

diperlukannya penjahitan luka

dalam tindakan pembedahan (Tabel 6). Penjahitan luka dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi, pembentukan jaringan parut (wound scar) dan perdarahan serta mempercepat terjadinya penyembuhan luka.1,2 Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap alasan mengapa diperlukannya penjahitan luka dalam tindakan pembedahan adalah cukup.

(59)

Menurut LH Silverstein, jenis jarum jahit yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah curved (circle) needle dengan ukuran 3/8 dan 1/2.11,12 Hal ini dikarenakan jenis jarum jahit tersebut lebih mudah diaplikasikan pada daerah rongga mulut. Hasil penelitian menunjukkan 18% responden yang menjawab jenis jarum jahit yang paling banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah curved (circle) needle dengan ukuran 3/8 dan 1/2, 48% menjawab reversed cutting ukuran 1/2 dan 1/4, dan 34% lainnya menjawab rounded body ukuran 1/4 dan 5/8 (Tabel 8). Berdasarkan hal tersebut, pengetahuan responden terhadap jenis jarum jahit yang paling banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah kurang.

Pengetahuan responden terhadap jumlah benang jahit yang diketahui termasuk dalam kategori cukup, dimana sebanyak 60% responden menjawab benar dengan rincian 58% responden menjawab benar dengan skor 2 yaitu menjawab mengetahui 2-5 jenis benang jahit dan sebanyak 2% responden menjawab benar dengan skor 1 yaitu menjawab mengetahui <2 jenis benang jahit, sedangkan 40% lainnya menjawab salah (Tabel 9).

Pengetahuan responden tentang definisi benang absorbable tergolong baik yaitu sebesar 98% (Tabel 10). Benang absorbable merupakan jenis benang yang dapat dicerna oleh enzim atau dapat dihidrolisis oleh cairan tubuh.3 Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa umumnya responden sangat mengetahui definisi dari benang absorbable.

(60)

kedalam jenis benang absorbable (Tabel 11) dan sebanyak 72% responden mengetahui jenis benang yang termasuk kedalam jenis benang non-absorbable (Tabel 12). Berdasarkan kedua hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden mengenai jenis-jenis benang yang termasuk ke dalam jenis benang absorbable dan non-absorbable adalah cukup.

Silk ukuran 4-0 dan 3-0 merupakan jenis benang yang paling banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi.11,15 Silk merupakan jenis benang yang mudah digunakan dan relatif lebih murah bila dibandingkan dengan jenis benang non-absorbable lainnya. Hasil penelitian terhadap pengetahuan responden mengenai jenis benang yang paling banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi menunjukkan bahwa sebanyak 54% responden menjawab silk, sebesar 26% menjawab catgut, dan 20% lainnya menjawab nylon (Tabel 13). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan responden mengenai jenis benang yang paling banyak dilakukan dalam tindakan pembedahan di bidang kedokteran gigi adalah kurang.

Pengetahuan responden mengenai syarat ideal benang jahit tergolong cukup yaitu sebesar 72% (Tabel 14). Adapun syarat ideal tersebut adalah memiliki tensile strength yang tinggi, memiliki daya simpul yang baik, tidak menyebabkan alergi atau inflamasi pada jaringan, memiliki daya kapilaritas yang minimum, dan murah.9,14

(61)

tindakan penjahitan luka dapat dikurangi untuk mencegah kemungkinan terjadinya inflamasi dan infeksi pada luka.

Benang jahit tersedia dalam berbagai macam ukuran. Semakin besar ukuran diameter suatu benang maka semakin besar pula tensile strength yang dimiliki oleh benang tersebut.14 Hasil penelitian terhadap pengetahuan responden mengenai pernyataan yang terkait dengan ukuran dan tensile strength benang jahit diperoleh sebesar 66% responden menjawab benar yaitu benang jahit operasi jenis nylon ukuran 4-0 memiliki diameter yang lebih besar dari benang jahit nylon ukuran 6-0 dan memiliki tensile strength yang lebih besar pula (Tabel 16). Hasil penelitian tersebut menunjukkan pengetahuan responden mengenai ukuran dan tensile strength benang adalah cukup.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 72% responden memilih benang jenis silk untuk melakukan tindakan penjahitan luka, sebanyak 12% memilih vicryl, dan 16% responden lainnya memilih catgut (Tabel 17). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya responden memilih silk sebagai benang yang akan digunakan dalam tindakan penjahitan luka. Benang jenis silk merupakan jenis benang yang paling banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi.15 Hal itu disebabkan oleh benang silk memiliki daya simpul yang baik, mudah digunakan, dan relatif lebih murah bila dibandingkan dengan jenis benang yang lain.15

Sebanyak 86% responden memilih teknik simple interrupted untuk diaplikasikan dalam tindakan penjahitan luka, 12% responden memilih teknik simple continuous, dan 2% lainnya memilih figure-of-eight suture (Tabel 20). Simple interrupted suture merupakan teknik penjahitan luka yang paling sering digunakan di bidang kedokteran gigi dan teknik tersebut mudah dilakukan serta relatif aman karena apabila satu jaringan terputus maka jahitan lainnya tidak terganggu.15

(62)

Dalam melakukan tindakan penjahitan luka sebaiknya mengikuti prinsip-prinsip dalam penjahitan luka, seperti penetrasi jarum jahit kedalam jahitan harus perpendikular atau tegak lurus terhadap permukaan jaringan, jarum jahit dipegang dengan needle holder pada 2/3 bagian dari ujung jarum jahit dan 1/3 bagian dari tempat masuknya atau tempat melekatnya benang, simpul tidak boleh diletakkan tepat diatas garis insisi. Hasil penelitian mengenai prinsip umum penjahitan luka menunjukkan hanya sebanyak 8% responden menjawab benar yaitu penetrasi jarum jahit ke dalam luka harus perpendikular terhadap permukaan jaringan, sementara sebanyak 8% lainnya menjawab simpul pada penjahitan luka diletakkan tepat diatas garis insisi, dan 84% lainnya menjawab jarum jahit dipegang dengan needle holder pada 1/3 bagian dari ujung jarum jahit dan 2/3 bagian dari tempat masuknya atau tempat melekatnya benang (Tabel 22). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden mengenai prinsip umum penjahitan luka adalah kurang.

Teknik penyimpulan jahitan sebaiknya harus disesuaikan dengan jenis benang yang digunakan.11 Pada jenis benang sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable, sebaiknya menggunakan teknik surgeon’s knot untuk mencegah terjadinya wound dehiscence akibat lepasnya jahitan.11 Sedangkan pada benang jenis silk, chromic gut, atau catgut dianjurkan untuk memakai teknik penyimpulan slip (granny) knot.11 Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 36% responden mengetahui tentang pernyataan yang berkaitan dengan penggunaan simpul dalam penjahitan luka, dimana surgeon’s knot dapat digunakan pada jahitan yang menggunakan benang jenis sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable sedangkan 64% lainnya tidak (Tabel 23). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden dalam hal penggunaan simpul adalah kurang.

(63)
(64)
(65)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Pengetahuan responden tentang alat dan bahan penjahitan luka termasuk dalam kategori baik (76% - 100%) dalam hal alat-alat yang diperlukan dalam penjahitan luka dan definisi benang absorbable. Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (56%-75%) dalam hal jumlah benang jahit yang diketahui, alasan

dilakukannya penjahitan luka,

jenis-jenis benang absorbable dan

non-absorbable, syarat ideal benang

jahit, dan pernyataan yang

terkait dengan tensile strength

benang jahit. Sedangkan

pengetahuan responden termasuk

kategori kurang (<56%) dalam hal

definisi penjahitan luka, jenis jarum

jahit dan benang jahit yang paling

banyak digunakan, dan jenis benang yang mudah terjadi penumpukan plak.

Pengetahuan responden tentang teknik penjahitan luka termasuk dalam kategori baik (76%-100%) dalam hal jarak jahitan ke tepi luka. Pengetahuan responden termasuk dalam kategori cukup (56%-75%) dalam hal waktu rata-rata dilakukannya pembukaan benang jahit. Sedangkan pengetahuan responden tergolong dalam kategori kurang (<56%) dalam hal pernyataan terkait dengan prinsip umum penjahitan luka dan penggunaan simpul.

(66)

6.2 SARAN

Penelitian yang dilakukan pada 50 orang mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu : 1. Diharapkan terdapat penelitian selanjutnya tentang penjahitan luka pada

dokter gigi, sehingga dapat menjadi perbandingan apakah ilmu yang didapat selama pendidikan teraplikasi.

(67)

DAFTAR PUSTAKA

1. Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 3rd ed., New Delhi: Jaypee., 2012: 68-79.

2. Parirokh M, Asgary S, Eghbal MJ, Stowe S, et al. A scanning electron microscope study of plaque accumulation on silk and PVDF suture materials in oral mucosa. Int Endod J 2004; 37: 776-81.

3. Modi M. Critical evaluation of suture materials and suturing techniques in implant dentistry. Int J Clin Implant Dent 2009; 1(2): 31-40.

4. Kim JS, Shin SI, Herr Y, Park JB, et al. Tissue reactions to suture materials in the oral mucosa of beagle dogs. J Periodontal Implant Sci 2011; 41: 185-91. 5. Javed F, Al-Askar M, Almas K, Romanos GE, et al. Review article: Tissue

reactions to various suture materials used in oral surgical interventions. ISRN Dentistry 2012: 1-5.

6. Balamurugan R, Mohamed M, Pandev V, Katikaneni HK, et al. Clinical and histological comparison of polyglicolic acid suture with black silk suture after minor oral surgical procedure. http://www.Ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23151703 (Agustus 20, 2014).

7. Moore UJ. Eds. Principles of oral and maxillofacial surgery. 6th ed., USA: Wiley Blackwell., 2011: 99-101.

8. Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR. Eds. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th ed., St. Louis: Mosby., 2003: 85-92.

9. Jenkins WS, Brandt MT, Dembo JB. Suturing principles in dentoalveolar surgery. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 2002; 14: 213-29.

10. Ghosh PK. Synopsis of oral and maxillofacial surgery: An update overview. New Delhi: Jaypee., 2006: 117-9.

(68)

12. Silverstein LH, Kurtzman GM, Shatz PC. Suturing for optimal soft-tissue management. J Oral Implantology 2009; 35(2): 82-90.

13. Fragiskos FD. Oral surgery. New York: Springer., 2007: 66-7.

14. Balaji SM. Textbook of oral maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier., 2007: 104-15.

15. Kurtzman GM. Silverstein LH, Shatz PC, Kurtzman D. Suturing for surgical success

16. Andersson L, Kahnberg KE, Pogrel MA. Oral and maxillofacial surgery. Singapore: Blackwell Publishing Ltd., 2010: 151-3.

17. Srinivasulu K, Kumar ND. A review on properties of surgical suture and applications in medical field. Int J Research Engineering Tech 2014; 2(2): 85-96.

18. Rothrock JC. Alexander’s care of the patient in surgery. 15th ed., Canada: Elsevier Mosby., 2011: 186-207.

19. Szarmach RR, Livingston J, Rodeheaver GT, Thacker JG, et al. An innovative surgical suture and needle evaluation and selection program. J Long-Term Effects Med Implants 2002; 12(4): 211-29.

20. Aderriotis D, Sandor GKB. Outcomes of irradiated plyglactin 910 vicryl rapide fast-absorbing suture in oral and scalp wounds. J Assoc Dent Canadienne 1999; 65(6): 345-7.

21. Boros M. Surgical technique: Textbook for medical students. Szeged: Innovariant Ltd., 2006: 29-82.

22. Ramsey C, Koch F. The role of sutures in wound healing. http://infectioncontroltoday.com/articles/2001/09/the-role-of-sutures-in-wound-healing.aspx (Agustus 22, 2014).

23. Sadig W, Almas K. Risk factors and management of dehiscent wounds in implant dentistry. Implant Dent 2004; 13(2): 140-5.

Gambar

Gambar 1. Jenis-jenis needle holder (a). Crille wood (bentuknya seperti klem) dan (b)
Gambar 2. Alat yang digunakan dalam melakukan  penjahitan luka: (a) Needle holder; (b) Pinset chirurgis; (c) Gunting benang7
Gambar 3. Anatomi jarum jahit14
Gambar 4.  Simple Interrupted Suture1
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Tidak ada responden yang melakukan perhitungan dosis maksimum anestesi lokal dengan menggunakan penimbangan berat badan. Tidak melihat efek samping

Sebanyak 54,8% responden mengetahui definisi teknik desensitisasi pada reaksi alergi antibiotik adalah merupakan terapi yang dilakukan dengan cara memberikan alergen sedikit

Hasil penelitian tentang pengetahuan responden pada penanganan trauma maksilofasial secara umum mencakup dalam hal definisi, anatomi, etiologi,

Menurut anda, berapa lama fase remodelling berlangsung pada proses penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi.. 1-2 minggu setelah pencabutan

Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu trauma yang terjadi pada jaringan lunak wajah dan trauma yang terjadi pada bagian jaringan keras wajah. 8

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang fase penyembuhan luka pasca

seperti reepitelisasi, angiogenesis, deposisi matriks dan remodelling, yang mendukung proses penyembuhan luka pada soket bekas pencabutan

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU periode April 2016 – Mei 2016 tentang defenisi penyembuhan luka tersier, lama fase reaktif/fase