• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada penanganan trauma maksilofasial periode November – Desember 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada penanganan trauma maksilofasial periode November – Desember 2015"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae

Nama Lengkap : Izzatul Sofia Binti Mustafa

Tempat, Tanggal Lahir : Malaysia, 04 May 1986

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kompleks Perumahan TASBI 1, Blok

VV101, Medan Orang tua

Ibu : Hasnah Sakimin

Bapa : Mustafa Ismail

Suami : Mohd Farhan Bin Mohd Fadzil

Anak : Hani Batrisya Binti Mohd Farhan

: Izhan Adrian Bin Mohd Farhan

Riwayat Pendidikan

(2)

4. 2004 – 2007 : Universiti Teknologi Mara, Kuala Terengganu 5. 2008 – 2010 : Mahsa University College, Kuala Lumpur 6. 2010 – 2016 : S-1 Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan

LAMPIRAN 2

ANGGARAN PENELITIAN

1. Biaya bahan

(Kertas kuarto 1 rim @ Rp 32.000) x 3 : Rp. 96.000,-2. Biaya alat tulis

(Buku, pulpen, pensil, penghapus) : Rp.

55.000,-3. Biaya pengumpulan literatur pustaka : Rp. 80.000,-4. Biaya pembuatan proposal : Rp.

150.000,-5. Biaya Tinta print : Rp.

525.000,-6. Biaya penjilidan dan penggandaan : Rp.

150.000,-7. Biaya seminar : Rp.

+

(3)

1.856.000,-LAMPIRAN 3 Gigi Universitas Sumatera Utara, bersama dengan ini memohon kesediaan Saudara untuk berpatisipasi sebagai subjek penelitian kami yang berjudul:

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Pada Penanganan Trauma Maksilofasial.

Dengan Tujuan:

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik departemen bedah mulut FKG USU pada pananganan trauma maksilofasial.

Dalam penelitian tersebut, kepada saudara/i akan diberikan kuesioner yang berisi jumlah 20 pertanyaan dan saudara/i diharapkan bersedia menjawab semua pertanyaan pada lembar kuesioner dengan jujur. Jika Saudara bersedia, Surat Pernyataan Persetujuan menjadi subjek Penelitian harap ditandatangani.

Mudah-mudahan keterangan diatas dapat dimengerti dan atas kesediaan saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan,……… Peneliti,

Izzatul Sofia Binti Mustafa Hp: 082161344334

(4)

Saya yang bertandatangan di bawah iniA

Nama :

Nim :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No. Hp :

Bersedia menjadi subjek penelitian yang berjudul Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Pada Penanganan Trauma Maksilofasial.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sehat dan tanpa paksaan apapun dari pihak manapun juga.

Medan, ………. … 2015

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nomor : Tanggal :

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU PADA PENANGANAN TRAUMA

MAKSILOFASIAL.

PETUNJUK PENGISIAN:

1. P

engisi kuesioner dilakukan oleh mahasiswa kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU.

2. J

(6)

etiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

5. B

ila ada pertanyaan yang kurang dimengerti dipersilahkan ditanyakan kepada peneliti.

LINGKARI JAWABAN PADA PEMILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA Apa yang dimaksudkan dengan maksilofasial?

a. M

aksilofasial tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik dalam membentuk wajah manusia.

b. T

ulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih besar dari tengkorak yang menempatkan otak.

c. A

dalah meliputi tengkorak yang terbagi menjadi 4 bagian. Apakah yang dimaksudkan dengan trauma maksilofasial.

a. T

rauma pada jaringan yang mencakup jaringan lunak wajah saja.

b. T

rauma pada jaringan yang mencakup jaringan keras saja.

c. T

rauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya.

Tulang kepala terdiri dari berapa bagian?

a. 3

b. 5

c. 7

Rongga-rongga yang terdapat didalam tulang wajah adalah:

a. r

ongga mulut, rongga hidung dan rongga mata.

b. r

ongga mulut, rongga hidung, rongga mata dan rongga telinga.

c. r

ongga mulut, rongga mata dan rongga telinga.

Apakah yang menyebabkan terjadinya trauma maksilofasial?

(7)

b. K ecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api.

c. k

ecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, olah raga dan trauma akibat senjata api.

Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu trauma yang terjadi pada jaringan lunak wajah dan trauma yang terjadi pada bagian jaringan keras wajah. Apa yang dimaksudkan dengan trauma jaringan lunak wajah?

a. L

uka sayat, luka robek , luka bacok ,Luka bakar ,Ekskoriasi.

b. L

uka sayat, luka robek , luka bacok ,Luka tembak ,Ekskoriasi.

c. L

uka sayat, luka robek , luka bacok ,Luka tembak ,Luka bakar ,Ekskoriasi. Apa yang dimaksudkan dengan trauma jaringan keras wajah?

a. T

rauma yang terjadi akibat dari luka sayat dan luka sobek.

b. T

rauma yang terjadi pada wajah di lihat dari fraktur tulang.

c. T

rauma yang terjadi akibat luka bakar.

Tipe fraktur yang dapat terjadi pada jaringan keras adalah:

a. F

raktur kompoun, fraktur kominisi, fraktur patologis.

b. F

raktur simple, fraktur kompoun, fraktur komunikasi,fraktur patologis.

c. F

raktur simple, fraktur kompoun, fraktur kominisi, fraktur patologis.

(8)

raktur blowout, Fraktur Le Fort I, Fraktur Le Fort II, Fraktur Le Fort III.

c. F

raktur tulang yang terjadi pada bagian bawah kepala. Apa yang dimaksudkan dengan fraktur mandibula?

a. F

raktur segmental mandibula.

b. F

raktur tulang yang terjadi pada bagian atas kepala.

c. K

husus pada rahang atas dan bawah.

Apakah peranan dokter gigi pada kasus trauma maksilofasial?

a. A

dalah sebagai pendiagnosis dan melakukan perawatan yang tidak terlalu rumit dan merujuk pasien yang memerlukan perawatan yang lebih sulit kepada spesialis bedah.

b. A

dalah sebagai pendiagnosis dan melakukan perawatan yang tidak terlalu rumit.

c. M

erujuk pasien yang memerlukan perawatan kepada dokter umum dan spesialis bedah.

Pemeriksaan radiografi ideal untuk melihat fraktur maksilofasial adalah:

(9)

Dalam menegakkan diagnosis sebuah kejadian yang dicurigai fraktur maksilofasial, diagnosis dapat dilakukan dengan:

a. A

namnesa jika pasien sadar dan pemeriksaan fisik.

b. P

emeriksaan fisik saja.

c. A

namnesa sebelum dirujuk.

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami trauma maksilofasial?

Pemeriksaan intraoral adalah sangat penting dilakukan pada pasien trauma maksilofasial. Karena?

a. F

loating yang terjadi pada susunan tulang-tulang wajah, seperti Mandibular floating, Maxillar floating dan Zygomaticum floating.

b. U

ntuk membantu agar pasien dapat menggigit secara normal dan mencegah terjadinya deformitas reduksi pada fraktur hidung dan zigoma.

c. T

idak perlu pemeriksaan intraoral.

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan kecurigaan trauma masilofasial adalah:

a. P

emeriksaan tahap kesadaran pasien, pemeriksaan wajah pasien dan pemeriksaan hematoma.

b. P

emeriksaan intraoral dan ekstraoral.

c. P

emeriksaan intraoral tidak meliputi pemeriksaan ekstraoral.

(10)

emperbaiki jalan napasnya agar tidak menghambat penapasan.

c. M

engontrol perdarahan dan merawat luka.

Resusitasi mengandung prosedur dan teknik terencana. Tujuan dilakukan resusistasi pada trauma maksilofasial adalah?

a. U

ntuk mengembalikan sirkulasi dan tekanan darah yang efektif dan untuk memperbaiki efek yang merugikan lainya dari trauma maksilofasial.

b. U

ntuk mengembalikan pulmonary alveolaris ventilasi, sirkulasi dan tekanan darah yang efektif dan untuk memperbaiki efek yang merugikan lainya dari trauma maksilofasial.

c. U

ntuk mengembalikan pulmonary alveolaris ventilasi, sirkulasi dan tekanan darah yang efektif.

Tanda -tanda obstruksi jalan napas berupa : a.

Agitasi, Suara abnormal, Kedudukan trakea pada midline.

b. A

gitasi, Suara abnormal, Kedudukan trakea tidak pada midline.

c. A

gitasi, Suara normal, Kedudukan trakea pada midline.

Kebiasaan pasien trauma yang datang akan mengalami pendarahan yang hebat serta gangguan pada salur penapasan . Apakah pendekatan yang harus dilakukan pada pasien tersebut?

a. P

(11)

permeriksaan vital terhadap fraktur-fraktur dan dilakukan pemeriksaan fisik.

b. P

erhatian harus diberikan terhadap saluran pernapasan, adekuasi dari ventilasi dan kontrol pendarahan eksternal. Setelah pasien berada dalam keadaan yang stabil barulah dapat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital.

c. M

(12)

1. Arslan. Assessment of maxillofacial trauma in emergency department. World Journal of Emergency Surgery. 2014 http://www.wjes.org/content/9/1/13 (13 September 2014)

2. Balaji SM. Textbook of maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier, 2013: 828,831-34

3. Susilawati, Kuswan AP, Laode B. Gambaran dan tingkat keparahan cedera jaringan lunak pada pasien dengan trauma maksilofasial yang dirawat di bangsal bedah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 2010-2013. JOM FK Vol.1 No. 2. Oktober 2014 : 1-3

4. Budiman RA. Kapita selekta kuesioner pengetahuan dan sikap dalam penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba Medika, 2013: 3,7-11

5. Ferat F. Hubungan antara pengetahuan dan sikap. Jurnal FKM USR. Manado. 2012: 4

6. Shiffman, Melvin A., Giuseppe M, Alberto. Cosmetic surgery arts and technique. http://www.springer.com/it/book/9783642218361. (12 May 2015) 7. Fonseca RJ. Oral and maxillofacial trauma. 4th ed. Missouri. Elsevier

Saunders. 2013 : 77-79, 180-82, 203.

8. Al Haitham AS, John G. Initial evaluation and management of maxillofacial injuries. http://emedicine.medscape.com/article/434875-overview (11 Januari 2016)

9. David A. Mitchell, Anastasios N. An introduction to oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group. 2015: 249, 250, 260-61

10. Mathog RH, Carron MA, Shibuya TY. Mathogs atlas of craniofacial trauma (2nd Edition). Wolters Kluwer Health. 2012: 34

(13)

12. Miloro M, Ghali E, Peter E, Peter D. Peterson's principles of oral and maxillofacial surgery. USA: PMPH. 2011: 538-39

13. Miloro M, Antonio K. Management of complications in oral and maxillofacial surgery. UK: Willey Blackwell. 2012: 84

14. Christoper JH, Robert ML. Atlas of operative oral and maxillofacial surgery. UK : Willey Blackwell. 2015: 141- 42

15. Richard G. Resident manual of trauma to the face, head, and neck. American Academy of Otolaryngology. Alexandria. Head and Neck Surgery Foundation. 2012: 78-9

16. Michael P, Simon H. Manual of operative maxillofacial trauma surgery. . London. Springer. 2014: 4

17. John D, Mohan F,R obert A, Peter A, Operative oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. UK. Hodder & Stoughton Limited. 2011: 445

18. Yulian E, Parmadi SP. Hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan prilaku seksual berisiko pada remaja di SMK Negeri 4 Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika. February 2007: 6

19. Bitonti DA. Cranomaxillofacial trauma: Atlas of the oral and maxillofacial surgery clinics of North America. Philadelphia. Elsevier. 2013: 1-2

20. Obuekwe, Associated injuries in patients with maxillofacial trauma. Analysis of 312 consecutive cases due to road traffic accidents. CMS Uniben JMBR. June 2004: 1

21. Sunita M, Gurdarshan S. Incidence of maxillofacial trauma in Sonepat, India. Maxillofacial Surgery. January/March 2013: 7

22. Charles S. Maxillofacial trauma: Challenges in emengency department diagnosis and management. Emengency Medicine Practice. February 2008: 2 23. Elitsa, Maxillofacial trauma management in polytraumatized patiens - The use

(14)

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU tentang penanganan trauma maksilofasial periode November – Desember 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Bedah Mulut FKG USU Jalan Alumni no.2 USU, Medan pada bulan November 2015 sampai dengan Desember 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi bagi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.2 Sampel Penelitian

Teknik pemilihan sampel yang dipilih bagi penelitian ini adalah

(15)

37

Kriteria inklusi:

i. Mahasiswa yang masih menjalani kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

ii. Telah selesai pendidikan sarjana kedokteran gigi. iii.Bersedia menjadi responden penelitian.

Kriteria eksklusi:

i. Jawaban kuesioner yang tidak lengkap.

ii. Mahasiswa yang menolak untuk menjadi responden penelitian. iii.Mahasiswa yang tidak hadir selama penelitian dijalankan.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam perhatian ini adalah:

a. Pengetahuan mahasiswa tentang cara penanganan pasien trauma maksilofasial.

b. Gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

Tabel 2: Variabel dan efinisi operasional.

Pengetahuan responden tentang penanganan pasien trauma maksilofasial dalam hal definisi, anatomi, etiologi, klasifikasi trauma, klasifikasi fraktur, diagnosis, dan penatalaksanaan tindakan. Tingkat pengetahuan

mahasiswa.

Tingkat pengetahuan mahasiswa diukur melalui 20 pertanyaan. Jawaban yang benar diberi nilai 1, jawaban yang salah diberi nilai 0. Total nilai semua pertanyaan dijumlahkan dan dikategorikan.

(16)

Pengumpulan data dilakukan dengan mengedarkan kuesioner kepada responden yang setuju untuk berpartisipasi dengan penelitian ini dan diisi secara langsung oleh responden. Hasil pengisian kuesioner kemudian dikumpul dan dianalisa.

3.6 Pengolahan Data

Data yang dikumpul dari kuesioner yang telah diisi akan dikategorikan sesuai dengan langkah- langkah berikut:18

1. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan data yang dikumpulkan. Jika terjadi kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki sebelum peneliti meninggalkan lapangan penelitiannya dan melakukan pendataan ulang.

2. Coding, yaitu proses memberikan kode pada jawaban - jawaban responden, sistem ini memudahkan pengolahan data, sehingga harus tetap terlebih dahulu diteliti oleh peneliti.

3. Entry data, kegiatan ini memasukkan data dalam program komputer untuk dilakukan analisis dengan uji statistik deskripsi dengan menyajikan data dalam bentuk frekuensi dan persentase.

(17)

39

3.7 Hasil Ukur dan Skala Pengukuran Data

Pengetahuan responden terhadap penanganan pasien trauma maksilofasial diukur dengan kuesioner berjumlah 20 pertanyaan. Jawaban yang benar diberi nilai 1, apabila jawaban yang salah diberi nilai 0. Maka jumlah skor benar untuk seluruh pertanyaan yang diberikan adalah 20. Kemudian jumlah skor setiap responden dihitung dengan rumus:4

P=F/N*100%

P = Persentase

F = Jumlah jawaban yang benar

N = Jumlah Soal

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala kategorik, maka hasil persentase skor setiap responden dikategorikan berdasarkan kategori Arikunto. Arikunto (2006) membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkat yang didasarkan pada nilai persentase yaitu sebagai berikut:4

1. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya ≥75%

2. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56 - 74%

3. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya <55%

3.8 Analisis Data

(18)
(19)

BAB 4

HASIL

Hasil penelitian di klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada tanggal 17 Desember 2015, diperoleh data dari 60 responden yaitu mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah mulut yang mengisi kuesioner secara langsung mengenai gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada penanganan trauma maksilofasial. Semua responden memenuhi syarat inklusi penelitian tersebut.

4.1 Pengetahuan Responden tentang Penanganan Trauma Maksilofasial.

Hasil penelitian tentang pengetahuan responden pada penanganan trauma maksilofasial secara umum mencakup dalam hal definisi, anatomi, etiologi, klasifikasi trauma, klasifikasi fraktur, diagnosis, penatalaksanaan dan penatalaksanaan jalan napas (airways management) dapat dilihat pada tabel 2 dimana 56,7% dari keseluruhan responden termasuk kategori berpengetahuan baik, 30% responden mempunyai tingkat pengetahuan cukup dan 13,3% responden termasuk kategori berpengetahuan kurang.

Tabel 3. Persentase tingkat pengetahuan responden tentang penanganan trauma maksilofasial.

Kategori Jumlah Presentase (%)

Baik 34 56,7%

Cukup 18 30%

(20)

4.2 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Definisi Maksilofasial

dan Trauma Maksilofasial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 responden yang mengisi kuesioner seperti yang dapat dilihat pada tabel 3, menunjukkan bahwa responden yang mengetahui tentang definisi maksilofasial dan trauma maksilofasial sebesar 89,2% sedangkan yang tidak mengetahui lebih kecil yaitu 10,8%.

Tabel 4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang definisi maksilofasial dan trauma maksilofasial.

Pengetahuan Responden

Tahu Tidak Tahu

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Definisi maksilofasial 52 86,7% 8 13,3%

Definisi trauma

maksilofasial 55 91,7% 5 8,3%

Persentase rata-rata 89,2% 10,8%

4.3 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Anatomi Maksilofasial.

Distribusi pengetahuan responden tentang anatomi maksilofasial dapat dilihat pada tabel 4. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa rata-rata responden yang mengetahui tentang definisi anatomi maksilofasial yang meliputi kepala dan wajah sebesar 40,9% sedangkan yang tidak mengetahui yaitu sebesar 59,2%.

Tabel 5. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang anatomi maksilofasial.

Pengetahuan Responden

Tahu Tidak Tahu

Jumlah Presentase (%) Jumlah Presentase (%)

Anatomi kepala 19 31,7% 41 68,3%

Anatomi wajah 30 50% 30 50%

(21)

43

4.4 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Etiologi Trauma

Maksilofasial.

Distribusi pengetahuan responden tentang etiologi trauma maksilofasial dapat dilihat pada tabel 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% responden mengetahui tentang etiologi terjadinya trauma maksilofasial sedangkan yang tidak mengetahui sebesar 40%.

Tabel 6. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang etiologi trauma maksilofasial.

Pengetahuan Tahu Tidak Tahu

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Etiologi trauma

maksilofasial 36 60% 24 40%

4.5 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Klasifikasi Trauma

Maksilofasial.

Distribusi pengetahuan responden tentang klasifikasi trauma maksilofasial yang terbagi pada dua yaitu trauma jaringan lunak dan trauma jaringan keras dapat dilihat pada tabel 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden yang mengetahui tentang klasifikasi trauma maksilofasial lebih besar, yaitu 76,7% sedangkan yang tidak mengetahui sebesar 23,3%.

Tabel 7. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang klasifikasi trauma maksilofasial.

Pengetahuan Tahu Tidak Tahu

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Trauma jaringan lunak 34 56,7% 26 43,3%

Trauma jaringan keras 58 96,7% 2 3,3%

(22)

4.6 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Klasifikasi Fraktur

Maksilofasial.

Distribusi pengetahuan responden tentang klasifikasi fraktur maksilofasial yang meerangkum fraktur midfasial dan fraktur mandibula dapat dilihat pada tabel 7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden yang mengetahui tentang klasifikasi fraktur maksilofasial sebesar 79,4% sedangkan yang tidak mengetahui yaitu sebesar 20,6%.

Tabel 8. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang klasifikasi fraktur maksilofasial.

Pengetahuan Tahu Tidak Tahu

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Tipe fraktur 45 75% 15 25%

Fraktur Midfasial 42 70% 18 30%

Fraktur Mandibula 56 93,3% 4 6,7%

(23)

45

4.7 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Proses Menegakkan

Diagnosa.

Distribusi pengetahuan responden tentang proses menegakkan dignosa yang meliputi tindakan dalam menegakkan dignosa, peranan dokter gigi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan intraoral dan pemeriksaan radiologi dapat dilihat pada tabel 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden yang mengetahui tentang proses menegakkan diagnosa yaitu sebesar 83% sedangkan yang tidak mengetahui lebih kecil, yaitu 17%.

Tabel 9. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang proses menegakkan diagnosa.

Pengetahuan Tahu Tidak Tahu

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Peranan Dokter Gigi 58 96,7% 2 3,3%

Tindakan Dalam

Menegakkan Diagnosa 55 91,7% 5 8,3%

Pemeriksaan Radiologi 54 90% 6 10%

Pemeriksaan Fisik 53 88,3% 7 11,7%

Pemeriksaan Intraoral 29 48,3% 31 51,7%

(24)

4.8 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Penatalaksanaan Trauma

Maksilofasial.

Distribusi pengetahuan responden tentang penatalaksanaan trauma maksilofasial yang mencakup hal-hal penatalaksanaan awal, tujuan dilakukan penatalaksanaan dan tindakan resusitasi dapat dilihat pada tabel 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden yang mengetahui tentang penatalaksanaan trauma maksilofasial sebesar 66,7% sedangkan yang tidak mengetahui sebesar 33,3%.

Tabel 10. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang penatalaksanaan trauma maksilofasial.

Pengetahuan Tahu Tidak Tahu

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Penatalaksanaan Awal 51 85% 9 15%

Tujuan dilakukan

penatalaksanaan 24 40% 36 60%

Tindakan resusitasi 45 75% 15 25%

Persentase rata-rata 66,7% 33,3%

4.9 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Penatalaksanaan Jalan

Napas (Airways Management).

Distribusi pengetahuan responden tentang penatalaksanaan jalan napas (airways management) dilihat pada tabel 10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden yang mengetahui tentang kedua hal tersebut sebesar 76.7% sedangkan yang tidak mengetahui lebih kecil yaitu sebesar 23.4%.

Tabel 11. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang airways management.

Pengetahuan Tahu Tidak Tahu

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Obstruksi jalan napas 22 36.7% 38 63.3%

Penatalaksanaan jalan

(25)
(26)

Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan mahasiswa pada penanganan trauma maksilofasial oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada 17 Desember 2015 menunjukkan kebanyakkan mahasiswa mempunyai pengetahuan yang cukup dalam penanganan trauma maksilofasial. Secara garis besar 56,7% responden memiliki pengetahuan kategori baik, 30% dari keseluruhan responden termasuk kategori berpengetahuan cukup dan 13.33% responden termasuk kategori berpengetahuan kurang.

Trauma pada bagian maksilofasial bisa mengakibatkan gangguan pada jalan napas disebabkan oleh pendarahan, pembengkakan jaringan dan fraktur yang mengakibatkan perubahan bentuk wajah.18 Trauma pada maksilofasial jarang menyebabkan kematian, tetapi memberikan komplikasi dan kecacatan fungsi tubuh.19 Sebagian besar pengetahuan responden mempunyai pengetahuan baik yaitu 89.2% tentang definisi trauma maksilofasial dan sebagian kecil mempunyai pengetahuan yang rendah yaitu 10.8%.

Menurut Obuekwe dkk dalam Associated injuries in patients with maxillofacial trauma. Analysis of 312 consecutive cases due to road traffic accidents, menyatakan bahwa korban kecelakaan lalu lintas biasanya mengalami cedera wajah yang serius.20 Pengetahuan responden tentang definisi anatomi maksilofasial wajah termasuk kategori berpengetahuan kurang yaitu hanya 40,9% yang mengetahui sedangkan yang tidak mengetahui adalah lebih besar yaitu sebanyak 59.2%.

Etiologi terjadinya trauma maksilofasial adalah bervariasi.3 Beberapa penyebab utama terjadinya trauma maksilofasial adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan atau

(27)

49

lintas merupakan penyebab yang paling utama terjadinya trauma maksilofasial.21 Persentase dalam pengetahuan responden yang mengetahui tentang etiologi terjadinya trauma maksilofasial adalah sebesar 60% dari jumlah keseluruhan responden yang terlibat dan termasuk kategori cukup.

Pengetahuan responden mengenai klasifikasi trauma maksilofasial adalah termasuk dalam kategori baik. Klasifikasi trauma maksilofasial terbagi dua yaitu trauma pada jaringan lunak yang meliputi luka pada kulit dan trauma pada jaringan keras yang meliputi fraktur tulang.9 Dari hasil penelitian, persentase rata-rata yang diperoleh adalah termasuk dalam kategori baik yaitu sebesar 76,7% yang mana persentase bagi pengetahuan tentang trauma pada jaringan lunak adalah sebesar 56,7% adalah termasuk kategori cukup dan 96,7% bagi pengetahuan tentang trauma pada jaringan keras adalah termasuk kategori baik.

Trauma pada sepertiga wajah (midface) akan memberikan gangguan pada nasofaring, orofaring yang diakibatkan oleh fraktur dan dislokasi tulang. Kehancuran tulang yang parah atau fraktur mandibula bilateral juga akan mengakibatkan gangguan pada jalan napas dikarenakan hilangnya struktur penahan pada faring posterior.18 Tingkat pengetahuan responden mengenai klasifikasi fraktur maksilofasial adalah lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat pengetahuan responden mengenai klasifikasi trauma maksilofasial yaitu, persentase rata-rata adalah sebesar 79,4% termasuk dalam kategori baik yang mana 75% pemahaman pada tipe fraktur, 70% pada pemahaman mengenai fraktur maksila dan 93.3% pada pemahaman mengenai fraktur mandibula.

(28)

cedera maksilofasial adalah untuk mengembalikan fungsi mata, hidung, pengunyahan, fungsi bicara, penyembuhan tulang dan fungsi estetik. Dengan adanya kecanggihan dalam bidang radiologi, ahli bidang akan dapat melakukan diagnosa yang cepat pada kasus fraktur wajah yang biasa terjadi. Tetapi, pada kasus yang mengalami fraktur wajah yang kompleks dengan komplikasi cerebrospinal leaks, fraktur tulang temporal dan cedera saraf kranial yang tidak terdiagnosa atau yang terlambat terdiagnosa akan menyebabkan kematian.22

Pasien dengan trauma maksilofasial harus ditangani dengan segera.3 Tujuan dilakukan penatalaksanaan awal dan tindakan resusitasi pada pasien yang mengalami trauma maksilofasial adalah untuk memperbaiki jalan napasnya agar tidak menghambat penapasan, mengontrol perdarahan dan mencegah terjadinya deformitas reduksi pada fraktur hidung dan zigoma.18 Dari tiga pertanyaan yang diajukan kepada responden, persentase rata-rata responden yang mengetahui termasuk dalam kategori cukup yaitu sebesar 66,7% dan yang tidak mengetahui sebesar 33.3%.

Hal utama yang harus diperhatikan pada saat merawat pasien yang mengalami trauma maksilofasial adalah membebaskan jalan napasnya agar tidak menghambat penapasan, mengontrol perdarahan dan mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.2 Menurut Elitsa dkk dalam Maxillofacial Trauma Management In Polytraumatized Patiens - The Use Of Advance Trauma Life Support (ATLS) Principles, Jika pasien tidak dapat mempertahankan jalan napasnya, maka hanya dalam waktu empat menit akan mengakibatkan kerusakan total pada otak yang tidak bisa disembuhkan.23 Persentase rata-rata pengetahuan responden yang mengetahui tentang penatalaksanaan jalan napas pada pasien trauma adalah paling rendah dan termasuk dalam kategori berpengetahuan kurang yaitu 23,4% sedangkan yang tidak mengetahui adalah lebih besar yaitu 76,7%. Rata-rata mahasiswa tidak mengerti tentang apa yang dimaksudkan dengan persoalan yang ditanyakan.

(29)

51

disebabkan karena kurangnya pengalaman mahasiswa kepaniteraan klinik kepada kasus-kasus yang melibatkan trauma pada maksilofasial dan tidak pernah menangani kasus yang berkaitan dengan kasus yang berat di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

(30)

6.1 Kesimpulan

1. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tentang penanganan trauma maksilofasial secara umum termasuk kategori cukup (56,7%).

2. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tentang definisi maksilofasial dan trauma maksilofasial termasuk kategori baik (89,2%).

3. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tentang anatomi maksilofasial termasuk kategori kurang (40,9%).

4. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tentang etiologi maksilofasial termasuk kategori cukup (60%).

5. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tentang klasifikasi trauma dan fraktur maksilofasial termasuk kategori baik (76,7%)(79,4%).

6. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tentang proses menegakkan diagnosis termasuk kategori baik (83%)

(31)
(32)

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada Departemen Bedah Mulut untuk lebih menekankan teori tentang penanganan trauma maksilofasial terutama mengenai penatalaksanaan trauma maksilofasial pada bahan perkuliahan dan dibicarakan pada diskusi pemicu.

2. Diharapkan kepada Departemen Bedah Mulut untuk memberikan masukan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik tentang pentingnya teknik ABCDE pada penatalaksanaan jalan napas pada pasien trauma maksilofasial dengan diadakan seminar, case study dan presentasi jurnal berkait dengan judul ini.

3. Diharapkan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik agar meningkatkan pengetahuan tentang penanganan trauma maksilofasial dengan membaca jurnal-jurnal terbaru kesehatan yang berkaitan dengan trauma maksilofasial.

(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari proses mengetahui mengenai suatu hal yang terjadi melalui proses sensoris terutama dari mata dan telinga terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmodjo, pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Filosafi pengetahuan yaitu Plato menyatakan pengetahuan sebagai “kepercayaan sejati yang dibenarkan” (justified true belief). Dalam Kamus Besar Dewan Bahasa Indonesia, pengetahuan berarti suatu yang telah diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran.4 Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang.5

Tingkat pengetahuan dapat dibagi atas 6, yaitu: 4

A) Tahu

Merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

B) Memahami

Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang sesuatu yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat

(34)

C) Penerapan

Penerapan, artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

D) Analisis

Analisis, yaitu kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi.

E) Sintesis

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada serta dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.

F) Evaluasi

(35)

18

2.2 Definisi Trauma Maksilofasial

Trauma maksilofasial adalah suatu cedera yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya. Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan jaringan keras. Jaringan lunak wajah adalah merupakan suatu jaringan lunak yang menutupi bagian jaringan keras pada wajah.6

Jaringan keras wajah pula adalah bagian tulang kepala yang terdiri dari 7 bagian, yaitu:7

1. Tulang arkus zigomatikus 2. Tulang rongga mata

Penyebab terjadinya trauma maksilofasial adalah bervariasi, antara lain akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api.3 Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan mobil, motor, sepeda dan pejalan kaki adalah penyebab utama pada terjadinya trauma maksilofasial yang dapat membawa kematian dan kecacatan pada orang dewasa secara umum dan angka terbesar biasanya terjadi pada golongan pria.1

(36)

Berikut ini merupakan tabel etiologi trauma maksilofasial.1

Tabel 1. Etiologi trauma maksilofasial berdasarkan umur dan jenis kelamin.1

2.4 Klasifikasi Trauma

(37)

20

lintas. Atau disebabkan oleh benda tumpul yang dapat menyebabkan terjadinya luka seperti hentakan yang kuat saat terjadinya kecelakaan lalu lintas, saat perkelahian atau jatuh.1

2.4.1 Trauma Jaringan Lunak Wajah

Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena trauma dari luar. Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan:8

1. Berdasarkan jenis luka dan penyebab.

a. Luka sayat, luka robek , luka bacok b. Luka tembak

c. Luka bakar d. Ekskoriasi

2. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan. 3. Berdasarkan dengan unit estetik.

2.4.2 Trauma Jaringan Keras Wajah

Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah dibagi menurut fraktur tulang yang terjadi dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yang definitif. Secara umum dilihat dari pengertiannya:7

1. Tipe fraktur

(38)

B) Fraktur kompoun adalah fraktur lebih luas dan terbuka

C) Fraktur komunisi yaitu benturan langsung dengan objek yang tajam seperti peluru yang mengakibatkan tulang menjadi bagian bagian yang kecil atau remuk dan bisa terbatas atau meluas, jadi sifatnya juga seperti fraktur kompoun dengan kerusakan tulang dan jaringan lunak.

D) Fraktur greenstick adalah suatu fraktur yang tidak mencapai bagian luar tulang atau patah tulang parsial yang hanya salah satu sisi tulang patah dan sisi lain melengkung.

E) Fraktur patologis adalah suatu keadaan tulang yang lemah oleh karena adanya penyakit penyakit tulang seperti adanya tumor ganas, kista yang besar dan penyakit tulang sistemis sehingga dapat menyebabkan fraktur spontan.

F) Fraktur multiple merupakan fraktur yang punya dua atau lebih garis fraktur yang tidak menyambung pada tulang yang sama.

2. Perluasan tulang yang terlibat.

a) Komplit, fraktur mencakup seluruh tulang.

b) Tidak komplit, seperti pada greenstik, hair line, dan kompresi ( lekuk )

3. Konfigurasi ( garis fraktur ).

a) Tranversal, bisa horizontal atau vertikal. b) Miring (Oblique)

c) Berputar (Spiral) d) Komunisi (remuk)

(39)

22

Undisplacement dimana fragmen fraktur tidak berubah tempat tetapi mengalami trauma yang mengakibatkan:8

a) Angulasi / bersudut b) Distraksi / kontraksi c) Rotasi / berputar d) Impaksi / tertanam

2.5 Klasifikasi Fraktur Maksilofasial

2.5.1 Fraktur Mandibula

Fraktur mandibula didefinisikan sebagai rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang mandibula yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.9 Fraktur dapat diklasifikasikan menurut lokasi terjadinya fraktur.10 Khusus pada bagian rahang bawah, berdasarkan lokasi anatomi, fraktur dapat mengenai daerah:7,9

a) Dento alveolar

b) Prosesus kondiloideus c) Prosesus koronoideus d) Angulus mandibula e) Ramus mandibula f) Korpus mandibula g) Midline / simfisis menti

(40)

Gambar 1: Fraktur pada daerah mandibula A. Dento-alveolar B. Kondilar C. Koronoid D. Ramus E. Angulus F. Korpus G. Simfisis H. Parasimfisis.13

5.2. Fraktur Sepertiga Tengah Wajah (Midfaciad):

Maksila, palatinus, tulang nasal, tulang zigomatikus dan tulang orbital merupakan tulang yang membentuk kerangka sepertiga tengah wajah (midfacial) yang terbagi kepada:1,7,15

1. Fraktur zigomatikus.

• Tulang zigomatikus berperan sebagai pembentuk pipi.7

• Fraktur zigomatikus terbagi dua yaitu: 7,11

(41)

24

Gambar 2: Fraktur kompleks zigomatikus

b) Fraktur arkus zigomatikus: Fraktur yang terpisah dari fraktur zigoma kompleks.

Gambar 3: Fraktur arkus zigomatikus.

2. Fraktur nasal.

• Terjadinya deformitas pada tulang hidung.12

• Tanda - tanda fraktur nasal dapat dilihat dari: 12

a) Periorbital ekimosis yaitu memar pada daerah mata. b) Pembengkakan nasal.

c) Perubahan arah tulang hidung.

d) Berkurangnya proyeksi tulang hidung.

3. Fraktur orbital.

(42)

• Dapat mengakibatkan perubahan pada bola mata yang berbentuk inferior atau posterior.13

4. Fraktur maksila.

• Dapat dibagi kepada tiga pola utama menurut Le Fort yaitu: 7,14,15

a) Fraktur Le Fort I: Fraktur transversal yang memisahkan alveolus maksilaris dari seluruh kerangka sepertiga tengah (midfacial).

(43)

26

b) Fraktur Le Fort II:

Fraktur yang terjadi bila fragmen nasomaksilaris yang berbentuk piramid terpisah dari kerangka kraniofasial bagian atas.

Gambar 5: Gambaran fraktur Le Fort II.

c) Fraktur Le Fort III: Fraktur

(44)

Gambar 6: Gambaran fraktur Le Fort III.

2.6 Diagnosis

Dalam menegakkan sebuah kejadian yang dicurigai terjadi fraktur maksilofasial, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :7

1. Anamnesa

• Anamnesa dapat dilakukan langsung dengan pasien atau dengan orang lain yang melihat langsung kejadian. Tujuan anamnesa dilakukan salah satunya adalah untuk mencari penyebab pasien mengalami trauma.

2. Pemeriksaan fisik

• Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan intraoral yang harus dimulai hanya setelah pasien berada dalam keadaan stabil dan pemeriksaan ekstraoral.

a. Pemeriksaan intraoral termasuk:7

i. Pemeriksaan jaringan lunak pada bagian dalam mulut, bibir, gingival, palatal dan lidah.

ii. Pemeriksaan neurologis pada saraf alveolaris inferior dan saraf lingual. iii. Pemeriksaan skelatal pada daerah maksila dan mandibula.

(45)

28

i. Pemeriksaan jaringan lunak pada bagian kepala.

ii. Pemeriksaan neurologis pada beberapa saraf utama seperti saraf wajah, saraf infraorbital, saraf olfaktori, saraf okulomotor, saraf abdusen dan saraf optik. iii. Pemeriksaan skeletal pada sekitar wajah, telinga dan kepala.

• Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan inspeksi dan palpasi.7

• Inspeksi dilakukan secara sistematis bergerak dari atas ke bawah. Tujuan inspeksi dilakukan adalah bagi melihat:7

a. Deformitas, memar, abrasi, laserasi, edema. b. Luka tembus.

c. Asimetris atau tidak.

d. Adanya maloklusi, trismus, pertumbuhan gigi yang abnormal. e. Otorrhea atau rhinorrhea

f. Telecanthus, Battle's sign, Raccoon's sign. g. Cedera kelopak mata.

h. Ekimosis, epistaksis i. Defisit pendengaran.

• Tanda-tanda fraktur maksilofasial dapat dilihat dari:11

a. Nyeri pada rahang saat berbicara, mengunyah dan menelan.

b. Drooling.

c. Pembengkakan dan memar.

(46)

e. Gangguan mobilitas atau adanya krepitasi. f. Malfungsi berupa trismus, nyeri saat mengunyah. g. Adanya laserasi serta diskolorisasi pada daerah fraktur. h. Gangguan jalan napas.

i. Deformitas tulang. j. Asimetris.

k. Numbness pada bibir atau daerah fraktur.

l. Penglihatan yang kabur atau ganda dan penurunan pergerakan bola mata (fraktur orbita)

• Palpasi adalah suatu cara pemeriksaan dengan jalan memegang, meraba dan menggerakkan bagian yang dicurigai trauma dengan menggunakan tangan. Pemeriksaan palpasi meliputi:11

a. Pemeriksaan intraoral. b. Pemeriksaan daerah mata.

c. Pemeriksaan laserasi liang telinga.

d. Pemeriksaan pada orbital medial dan bagian nasal.

e. Kepala dan wajah untuk melihat sekira terjadinya fraktur bagian dalam atau cedera tulang.

• Secara umum, aspek-aspek yang dinilai adalah sebagai berikut :11

a. Lokasi nyeri dan durasi nyerinya. b. Adanya krepitasi.

(47)

30

d. Deformitas, kelainan bentuk. e. Trismus ( kontraksi rahang) f. Edema.

g. Ketidakstabilan, atau keabnormalan bentuk dan gerakan yang terbatas.

3. Pemeriksaan radiografi.

• Pemeriksaan radiografi ideal untuk melihat fraktur maksilofasial adalah:2

a. Radiografi panoramik. b. Radiografi postero-anterior.

c. Radiografi proyeksi reverse-Towne. d. Radiografi sefalometri.

(48)

2.7 Penatalaksanaan.

2.7.1 Penatalaksanaan Awal.

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan kecurigaan trauma maksilofasial meliputi pemeriksaan tahap kesadaran pasien. Pasien dengan trauma maksilofasial harus ditangani dengan segera, dimana dituntut tindakan diagnostik yang cepat.3 Tujuan dilakukan penatalaksanaan awal pada pasien yang mengalami trauma maksilofasial adalah untuk memperbaiki jalan napasnya agar tidak menghambat penapasan, mengontrol perdarahan dan mencegah berlakunya deformitas reduksi pada fraktur hidung dan zigoma.3,16

Penatalaksanaan pasien trauma maksilofasial dapat dilakukan dengan lima elemen, yaitu:

1. Primary survey, yang dilakukan menggunakan teknik ABCDE, yaitu:2,10,16,17 A: Airway maintenance with cervical spine control/ protection

(49)

32

• Diantara teknis yang biasa digunakan untuk membuka dan memelihara jalan napas bagi pasien trauma ialah suction, jaw thrust, chin lift, oropharyngeal, nasopharyngeal airways dan laryngeal mask.

B: Breathing and adequate ventilation.

• Memeriksa jalan napas pasien berfungsi dengan baik tanpa adanya obstruksi. Tanda -tanda obstruksi jalan napas berupa:

i. Agitasi (sesak napas).

ii. Suara abnormal (suara serak menandakan adanya obstruksi pada laring.

iii. Kedudukan trakea tidak pada midline. C: Circulation with control of hemorrhage

• Pendarahan dari hidung atau luka intraoral dikontrol untuk meningkatkan jalan nafas dengan menekan dan mengikat perdarahan pada pembuluh darah serta meletakkan pembalut pada bagian yang pakaian yang di pakai oleh pasien dilepaskan. Pada saat yang sama, dihindari terjadinya hypothermia.

2. Tindakan resusitasi yang termasuk tindakan mengevaluasi kembali keadaan pasien yang telah di identifikasi pada saat melakukan primary survey.

3. Secondary survey, melakukan pemeriksaan total pada pasien bersama dokter umum.

(50)
(51)

34

(52)

2.9 Kerangka Konsep

(53)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Cedera rongga mulut pada pasien dapat terjadi akibat kecelakaan seperti

kecelakaan jalan raya atau korban akibat tindak kejahatan.1 Pasien dengan trauma

maksilofasial yang tidak mampu memberikan respon pada pertanyaan yang diajukan

sehingga mempersulit bagi dokter gigi untuk mendapatkan riwayat yang adekuat.

Hambatan yang sering terjadi dalam berkomunikasi dengan pasien disebabkan akibat

pasien yang mungkin tidak sadar (koma), syok, amnesia dan sebagainya. Menjadi

kedoktoran gigi. Sebelum melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, terlebih dahulu

harus diperhatikan pernapasan yang adekuat dan kontrol pendarahan eksternal.

Setelah pasien berada dalam keadaan yang stabil baru dapat dilakukan pemeriksaan

tanda-tanda vital dan pemeriksaan neurologis untuk menentukan tahap kesadaran

pasien maupun tingkat kerusakan otak jika ada.1,2

Pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan leher dan

kepala, pemeriksaan saraf kranial, pemeriksaan wajah bagian tengah, pemeriksaan

fisik yang meliputi inspeksi, palpasi, intraoral, ekstraoral dan yang terakhir

dilanjutkan dengan pemeriksaan radiografi untuk mengetahui bagian-bagian yang

mungkin mengalami fraktur. Setiap luka pada wajah harus dicatat lokasi, panjang dan

kedalamannya. Bagian yang mengalami abrasi, kontusi serta edema harus diobservasi

dan dievaluasi.2

Dari data penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa insiden kasus trauma

(54)

orang dan sejak tahun 2010 sampai dengan 2011, tampak adanya kecenderungan

meningkatnya insiden kasus trauma maksilofasial dibandingkan yang lalu, tercatat

sebanyak 180 orang pada tahun 2010 dan 160 orang pada tahun 2011 di Departemen

Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik RSUD Dr. Soetomo Surabaya.3

1.2 Rumusan Masalah

Menilai tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen

Bedah Mulut FKG USU tentang penanganan trauma maksilofasial.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik

Departemen Bedah Mulut FKG USU pada penanganan trauma maksilofasial.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah seperti berikut:

1. Untuk mengetahui tentang tingkat pengetahuan mahasiswa

kepaniteraan klinik departemen bedah mulut FKG USU tentang

penanganan trauma maksilofasial.

2. Untuk mendapat informasi tentang tingkat pengetahuab

mengenai permeriksaan-pemeriksaan klinis yang perlu dilakukan

dalam keadaan darurat bagi menegakkan diagnosis sebelum dilakukan

perawatan bagi pasien trauma.

3. Untuk menjadi sumber data agar dapat memberikan masukan

pada bahan kuliah untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa.

4. Untuk dijadikan pedoman kepada dokter gigi dan mahasiswa

kepaniteraan klinik dalam menangani pasien yang mengalami trauma

(55)

i Diagnosis Dan PerawatanRadiografiIntraoralExtraoral Pemeriksaan

Airways Management Penatalaksanaan

PenangananKlasifikasi TraumaKlasifikasi FrakturDefinisiPasienAnatomiTraumaMaksilofasial Penangan pada pasien trauma maksilofasial

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU. Definisi

MULUT FKG USU PADA PENANGANAN TRAUMA

MAKSILOFASIAL PERIODE NOVEMBER – DESEMBER

2015

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

(56)

MEDAN 2016

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2016

Izzatul Sofia Binti Mustafa,

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah

Mulut FKG USU pada penanganan trauma maksilofasial periode November –

Desember 2015.

x + 36 halaman

Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan

jaringan sekitarnya. Trauma pada jaringan maksilofasial dapat terjadi akibat dari

beberapa faktor yaitu kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan

trauma akibat senjata api. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat

pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU

pada penanganan trauma maksilofasial periode November – Desember 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penentuan sampel penelitian

menggunakan teknik total sampling, Jumlah sampel adalah sebanyak 60 orang

mahasiswa kepaniteraan klinik di Depatement Bedah Mulut FKG USU yang

memenuhu kriteria inklusi dan eksklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan

memberikan kuesioner yang berjumlah 20 pertanyaan dan diisi secara langsung oleh

responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan mahasiswa

kepaniteraan klinik Depatemen Bedah Mulut FKG USU termasuk dalam kategori

cukup (56,7%).

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam

pertimbangan lebih lanjut mengenai trauma maksilofasial.

(57)

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN

KLINIK DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU PADA

PENANGANAN TRAUMA MAKSILOFASIAL

PERIODE

NOVEMBER – DESEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

IZZATUL SOFIA BINTI MUSTAFA NIM: 100600210

Pembimbing:

EDDY A. KETAREN, drg., Sp.BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(58)

Skripsi ini telah dipersetujui untuk dipertahankan

dihadapan tim penguji skripsi.

Medan, 22 Februari 2016

Pembimbing: Tanda tangan

1. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM

NIP: 195304011980031006 ……….

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji

(59)

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA : Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM

ANGGOTA : 1. Abdullah, drg

(60)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat dan kasih-Nya sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak

terhingga kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Mustafa Ismail dan ibunda

Hasnah Sakimin atas segala pengorbanan, doa, dukungan dan kasih sayang kepada

penulis. Terima kasih kepada suami Mohd Farhan Mohd Fadzil, anak-anak Hani

Batrisya Mohd Farhan dan Izhan Adrian Mohd Farhan yang selalu memberikan

dorongan dan semangat kepada penulis.

Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan

penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM, selaku Ketua Departemen Bedah Mulut

dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara serta

dosen pembimbing atas segala saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan.

2. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Bedah Mulut dan

Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang

telah turut membantu penulis memberikan saran, masukan dan motivasi dalam

penyelesaian skripsi ini.

3. Syafrinani, drg., Sp.Pros (K) selaku penasehat akademik yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di

(61)

4. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan, saran dan

bimbingan kepada penulis.

5. Teman-teman terbaik penulis Natasha Devi Devan, Nur Fathiah Farid dan

Shinta Ramadina yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan

masukan, motivasi dan bimbingan yang sangat berguna selama penulisan

skripsi ini.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki

menjadikan skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran

dan kritik yang membangun. Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini

dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan

ilmu dan masyarakat.

Medan, 22 Februari 2016

Penulis,

Izzatul Sofia Binti Mustafa

(62)

2.1 Definisi Pengetahuan

2.2 Definisi Trauma Maksilofasial 2.3 Etiologi Trauma Maksilofasial 2.4 Klasifikasi Trauma

2.4.1 Trauma Jaringan Lunak Wajah 2.4.2 Trauma Jaringan Keras Wajah 2.5 Klasifikasi Fraktur

2.5.1 Fraktur Mandibular

2.5.2 Fraktur Sepertengah Tiga Wajah 2.6 Diagnosis

2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Penatalaksanaan Awal 2.8 Kerangka Teori

2.9 Kerangka Konsep

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

(63)

3.3.2 Sampel

4.1 Pengetahuan Responden tentang

Penanganan Trauma Maksilofasial 4.2 Pengetahuan Responden tentang definisi maksilofasial dan trauma maksilofasial 4.3 Pengetahuan Responden tentang

Anatomi maksilofasial 4.4 Pengetahuan Responden tentang Etiologi maksilofasial 4.5 Pengetahuan Responden tentang Klasifikasi Trauma

4.6 Pengetahuan Responden tentang Klasifikasi Fraktur

4.7 Pengetahuan Responden tentang Proses Menegakkan Diagnosa

(64)

Tabel Halaman Etiologi trauma maksilofasial

Definisi operasional

1. Persentase tingkat pengetahuan responden

Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang definisi maksilofasial dan trauma maksilofasial

Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang anatomi maksilofasial

Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang etiologi trauma maksilofasial

Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang klasifikasi trauma maksilofasial

Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang klasifikasi fraktur maksilofasial

Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang proses menegakkan diagnosa

Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang penatalaksanaan trauma maksilofasial

(65)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman Fraktur mandibula

Fraktur kompleks zigomatikus Fraktur arkus zigomatikus Fraktur Le Fort I

Fraktur Le Fort II Fraktur Le Fort III

(66)

Gambar

1. Daftar riwayat hidup

2. Anggaran penelitian

3. Jadwal perlaksanaan penelitian

4. Lembar penjelasan subjek penelitian

5. Inform Concern

6. Kuesioner gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik

Departemen Bedah Mulut FKG USU pada penanganan trauma maksilofasial.

Gambar

Tabel 4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang definisi maksilofasial dan trauma maksilofasial.
Tabel  10.  Distribusi  frekuensi  pengetahuan  responden  tentang  penatalaksanaan trauma maksilofasial.
Tabel 1. Etiologi trauma maksilofasial berdasarkan umur dan jenis kelamin.1
Gambar 5: Gambaran fraktur Le Fort II.

Referensi

Dokumen terkait

4 Tahun 2015 tentang perubahan keempat atas peraturan presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadan Barang/Jasa Pemerintah, pasal 83 ayat 1 huruf h, yang berbunyi:. “K elompok

[r]

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran, Kelompok Kerja 1 Unit Layanan Pengadaan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menetapkan

Ini sesuai dengan hasil penelitian, Infiltrasi neutrofil didapati hubungan yang sugnifikan dengan CagA (+) pasien beresiko 4,5 x mengalami gastritis dengan derajat sedang-berat

​ Conclusion: ​ Obesity and prolonged shock were risk factors of dengue hemorrhagic fever death in children.. Improve education to parents about high risk of shock syndrome

Restaurant ini harus lebih berkonsentrasi terhadap target pasar yang dikehendaki dengan menyesuaikan strategi yang tepat; (2) fokus pada promosi adalah permulaan yang harus

1 Departemen Biostatistik, Epidemiologi dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada ..

Web yang berisi informasi mengenai pendakian gunung, pengarungan sungai, dan pemanjatan tebing, pengetahuan dasar berpetulang, lokasi outdoor yang ada di Indonesia beserta peta