• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi Chapter III V"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Desain yang dipakai adalah cross sectional dengan variabel independen adalah H.pylori CagA (+) dan CagA(-), dan variabel dependen adalah derajat gastritis H.pylori berdasarkan histopatologi.

3.2 Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan dan tiap subyek telah menandatangani informed consent sebelum prosedur penelitian dilakukan.

3.3 Tempat dan Waktu 3.3.1 Tempat

Penelitian akan dilakukan di Unit Endoskopi RSUP H. Adam Malik Medan dan RS jejaring FK USU setelah mendapat persetujuan Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan dan instansi terkait.

3.3.2 Waktu

Penelitian dimulai dengan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta penyusunan laporan.

3.4 Subjek Penelitian

(2)

3.5 Kriteria

3.5.1 Kriteria Inklusi

1. Pria dan wanita yang sedang tidak hamil usia 18-70 tahun. 2. Pasien yang didiagnosis gastritis H.pylori

3. Menerima pemberian informasi dan persetujuan partisipasi bersifat sukarela dan tertulis untuk menjalani pemeriksaan fisik, laboratorium, gastrokopi dan biopsi yang diketahui serta disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang pernah mendapat terapi eradikasi H.pylori dalam 6 bulan terakhir atau sedang dalam terapi antibiotika yang lazim dipakai dalam terapi eradikasi 2. Konsumsi Proton Pump Inhibitor, H2 receptor antagonist, NSAID, steroid,

alkohol selama 48 jam terakhir. 3. Penderita penyakit sistemik 4. Pasien tidak kooperatif

3.6Populasi dan Sampel 3.6.1 Populasi :

Penderita gastritis H.pylori yang datang ke Unit Endoskopi RSU Adam Malik Medan & RS jejaring FK USU pada bulan Oktober 2016 – Maret 2017.

3.6.2 Sampel

Penderita gastritis H.pylori yang memenuhi kreteria inklusi dan eksklusi yang diambil secara consecutive sampling

3.6.3 Besar Sampel

(3)

Dimana :

n = jumlah subjek

Zα = nilai normal berdasarkan α = 0,05 dan Zα = 1,64 Z = 1,28 ;pada 1- = 0,90

Q = 1 – P  1 – 0,46 = 0,54 Q1 = 1 – P1  1 – 0,75 = 0,25 Q2 = 1 - P2  1 – 0,17 = 0,83

P = (P 1 + P 2 ) : 2  ( 0,75 + 0,17 ) : 2 = 0,46

P 1 = gastritis derajat sedang-berat pada pasien dengan H.pylori CagA (+) P 2 = gastritis dengan sedang-berat pada pasien dengan H.pylori CagA (-)

Karena tidak didapatkan data mengenai nilai P1 dan P2 dari studi sebelumnya, maka untuk penghitungan sampel penelitian akan dilakukan pilot study terhadap 10 pasien gastritis H.pylori.

3.7 Cara Kerja

Setiap pasien yang datang ke Unit Endoskopi RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS jejaring FK USU dengan keluhan dispepsia yang sesuai dengan kriteria klinis. Setelah memenuhi kriteria penelitian, pasien mengisi surat persetujuan setelah mendapat penjelasan. Sampel penelitian dipilih secara konsekutif terhadap pasien yang memenuhi kriteria, sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

3.8 Prosedur penelitian 3.8.1 Skoring dispepsia

(4)

3.8.2 Pemeriksaan Gastrokopi

Semua pemeriksaan gastrokopi dengan menggunakan skop yang terletak di depan (Olympus, Tokyo, Jepang).

1. Prosedur gastroskopi dilakukan oleh seorang gastroskopis berpengalaman yang sama pada tiap pemeriksaan subyek

2. Gastroskopi dilakukan setelah subyek berpuasa semalaman (8-10 jam) 3. Dilakukan biopsi pada 1 tempat (A1/A2). seperti berikut yaitu :

a. Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2)

b. Bila ada hal mencurigakan, seperti mukosa kemerahan tetapi tidak pada tempat yang sudah disebutkan, biopsi juga dapat dilakukan

3.8.3 Deteksi infeksi H pylori

Untuk mendeteksi H.pylori dilakukan pemeriksaan serologi campylobacter like organisme (CLO) test.

1. Pengerjaan CLO test

a. Adaptasikan CLO Test pada suhu kamar (7-10 menit) sebelum tes dilakukan. Tarik label (tapi label tidak dilepas dari cangkang), sehingga gel yang berwarna kuning dalam keadaan terbuka/tanpa penutup.

b. Gunakan peralatan/ aplikator yang bersih untuk menekan keseluruhan spesimen/ hasil biopsi ke dalam gel. Pastikan bahwa keseluruhan spesimen telah terbenam di dalam gel.

c. Rekatkan kembali label pada cangkang dan catat data-data pasien pada label tentang:

1) Nama Pasien

2) Tanggal dan jam berapa spesimen dimasukan/disisipkan ke dalam gel d. Jika perlukan hasil yang lebih cepat, CLO Test yang sudah dikerjakan

diletakan pada tempat yang bersih diinkubasikan pada temperatur 30-40oC. Inkubasi jangan lebih dari 3 jam.

(5)

f. Inkubasi suhu kamar selama 1 jam dapat meningkatkan menjadi 85% pasien positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu kamar selama 3 jam dapat meningkatkan menjadi 90% pasien positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu kamar selama 3-24 jam dapat meningkatkan sebanyak 5% pasien positif dapat dideteksi.

2. Interpretasi Hasil

a. Pada hasil positif terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori b. Spesimen yang mengandung darah maka akan memberikan warna dari

darah tersebut di seputar spesimen saja. Warna darah ini mudah dibedakan dengan perubahan warna karena hasil positif

c. Jika gel tetap berwarna kuning setelah tes dilakukan maka hasil = NEGATIF.

d. Tes dapat disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, jika hasil tetap NEGATIF, diperpanjang penyimpanannya sampai 72 jam. Jika tetap tidak terjadi perubahan warna, maka hasil = NEGATIF.

3.8.4 Pemeriksaan virulensi CagA

(6)

di dalam Buffer Reaksi 2x (pH 8,5), 400Um dNTPs, 3Mm MgCl2,Loading Dye Kuning dan Biru.Amplifikasi dilakukan menggunakan Veriti therma cycler (ABI,USA) dengan menggunakan program sebagai berikut.Denaturasi awal pada 95oC selama 10 menit,diikuti 35 siklus denaturasi pada 95oC selama 30 detik.,annealing selama 60 detik ,elongasi pada 72oC selama 30 detik dan elongasi final pada 72oC selama 5 menit.Hasil amplifikasi PCR divisualisasikan dengan menggunakan elektroforesa gel agarose 2% dalam buffer TAE yang mengandung 3ug/100ml EtBr. 100bp DNA Ladder(Fermentas,Germany) digunakan untuk menentukan ukuran pita DNA.Gel dilihat dan direkam menggunakan Gel-Doc System (Bio-Rad,USA).

3.8.5 Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan ini dilakukan di bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara oleh seorang spesialis Patologi anatomi berpengalaman yang sama pada tiap pemeriksaan spesimen.

Spesimen biopsi diletakkan pada kertas saring (karena spesimen terlalu kecil) lalu dimasukkan kedalam Embedding kaset. Lalu dimasukkan kedalam ke

(7)

blok parafin dimasukkan ke“ Floating Bath” untuk menghilangkan parafin. Lalu memasuki proses stainig yaitu proses pewarnaan, dimana sampel diwarnai dengan zar warna. Pada proses ini ada empat tahapan yaitu :

1. Deparafinasi : penarikkan parafin dari dalam jaringan

2. Rehidrasi : pemasukkan molekul air kedalam jaringan yang dilakukan secara bertahap dengan menggunakan alkohol bertingkat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Tujuannya sebagai media penghantar zat warna ke jaringan

3. Infiltrasi zat warna: menggunakan “ Haematoxilin” untuk mewarnai sitoplasma dan eosin untuk mewarnai inti sel.

4. Dehidrasi : mencegah kerusakan jaringan karena proses pembusukkan. Parafin dibersihkan dengan xilen selama 20 menit. Lalu preparat dikeringkan lalu ditetesi dengan entelan, kemudian ditutup dengan deg glass. Lalu diamati dibawah mikroskop.

Dengan mengacu pada visual analogue scale dari update sydney system. Bila terdapat perbedaan derajat keparahan antara korpus dan antrum, maka akan diambil derajat yang lebih berat. Derajat dari inflamasi kronik, infiltrasi neutrofil, atrofi dan metaplasia intestinal dengan nilai 0 sampai 3, normal (0), ringan (1), sedang (2) dan berat (3). Lalu dilakukan penjumlahan score dari keempaat parameter tersebut.

3.9 Definisi operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Dispepsia

(8)

2. Gastroskopi

Suatu teknik atau metode yang ditunjuk untuk melihat lebih jauh bagian-bagian yang ada dalam tubuh khususnya saluran cerna dengan cara memasukkan sebuah alat berupa tabung yang fleksibel yang dilengkapi kamera kecil diujung alat tersebut. Pada pasien gastritis, endoskopi dilakukan untuk melihat permukaan gaster yang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh berbagai faktor dan selanjutnya dilakukan biopsi.

3. Biopsi

Merupakan prosedur medis yang meliputi pengambilan sampel kecil dari jaringan sehingga dapat diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui derajat keparahan suatu penyakit. Biopsi pada pasien gastritis dilakukan 5 kali, kurvatura mayor dan minor antrum, kurvatura minor insisura angularis, dinding anterior dan posterior korpus proksimal, dimana di daerah tersebut merupakan daerah habitat dari H.pylori dan di daerah corpus yang paling sering mengalami atrophic gastritis hingga terjadinya suatu karsinoma gaster. 4. Gastritis Helicobacter pylori

Gastritis Helicobacter pylori merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif H.pylori.

5. CLO test

(9)

6. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Teknik biologi molekuler untuk amplifikasi (perbanyakkan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Tiga tahapan dalam siklus PCR yaitu :

a. Denaturasi atau penguraian untai ganda DNA b. Annealing atau pelekatan primer

c. Polimerasi atau pemanjangan pasangan DNA komplementer

Bahan bakunya adalah Reaction Mixture yaitu suatu campuran yang mengandung zat-zat pendukung berlangsungnya reaksi. Menggunakan mesin Thermal Cycler adalah mesin yang dapat mengubah suhu sesuai dengan waktu dan urutan yang ditentukan. Hasil yang didapat adalah sejumlah untaian DNA yang jumlahnya terus bertambah pada tiap siklusnya. DNA amplikasi dapat dideteksi dengan teknik elektroforesis yaitu teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik.

7. Histopatologi

Histopatologi yaitu cabang ilmu biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Yang mengacu pada visual analogue scale dari update sydney system. Dimana sistem ini menekankan pentingnya menggabungkan informasi topografi, morfologi, dan etiologi ke dalam skema yang akan membantu untuk menghasilkan diagnosis.

a. Inflamasi kronik : Infiltrasi sel limfosit dalam lamina propria ( dan kadang dalam kelenjar

 Normal

 Ringan

 Sedang

 Berat

b. Infiltrasi neutrofil : Inflamasi aktif mukosa gaster ditandai adanya neutrofil (dalam lamina propria dan / atau lumen kelenjar )

 Normal

(10)

 Sedang

 Berat

c. Atropi : Hilangnya appropriate gland

 Normal

 Ringan

 Sedang

 Berat

d. Metaplasia : pembentukan sel-sel yang berdiffrensiasi akibat stimulasi kelenjar, pembentukannya tipe intestinal

 Normal

 Ringan

 Sedang

 Berat

8. Umur

Dihitung saat pemeriksaan, menurut kartu penduduk, apabila > 6 bulan dibulatkan keatas dan apabila < 6 bulan dibulatkan kebawah.

9. Lamanya penelitian: dalam bulan dihitung saat pertama kali dilakukan endoskopi.

3.10 Rencana Pengolahan dan Analisis Data 1. Editing data

Dilakukan untuk :

1. memeriksa apakah semua pertanyaan sudah terisi jawabannya

2. memeriksa jawaban dan data responden apakah jelas dan dapat dibaca. Bila terdapat kekurangan, pewawancara akan mewawancarai ulang responden tersebut.

2. Coding

(11)

3. Data Entry

Yaitu memindahkan data dari tempat pengumpulan data ke dalam komputer. Program yang digunakan adalah SPSS versi 22. Entry data dilakukan pada lembar Data View, di mana setiap baris mewakili satu responden dan setiap kolom mewakili tiap variabel.

4. Data Cleaning

Data cleaning merupakan pengecekan kembali data entry dengan cara: 1. Mengetahui data missing

apakah ada data yang masih belum terisi 2. Mengetahui variasi data

mengeluarkan distribusi frekuensi, nilai minimum dan maksimum masing-masing variabel. Uji normalitas data menggunakan Shapiro Wilk untuk mengetahui normalitas distribusi data.

5. Revisi Data

Kalau ada kesalahan, lihat lagi data asli dalam kuesioner, kemudian dilakukan revisi. Setelah melakukan tahap Data Cleaning dan revisi, berarti data sudah siap untuk dianalisis.

6. Analisis Data

(12)

3.11 Kerangka Operasional

Pasien Abdominal Discomfort

Dispepsia

Gastritis

Gastroskopi

Wawancara PADYQ

CLO test :

- gel tetap kuning (negatif) - gel berubah warna menjadi merah (positif).

ANALISIS DATA

H. pylori

(+)

H. pylori

(-)

CagA

(+)

CagA

(-)

Histopatologi

PCR

Biopsi

(13)

3.12 Personalia

1. Peneliti Utama : dr. Fithria Alaina Dja’far

2. Pembimbing I : Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP : 19540220 198011 1 001

Pangkat / Gol. : Guru Besar / IV C

3. Pembimbing II : dr. Masrul Lubis, Sp.PD-KGEH NIP : 19661205 1988011 1 001 Pangkat / Gol. : III C

4. Pembimbing III : dr. lidya Imelda L, M.ked PA, Sp.PA NIP : 1976 0110 200812 2 002

Pangkat : III B/ Dokter

(14)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Karakteristik Responden

Dari hasil penjumlahan besar sampel yang menggunakan pilot study maka didapatkan jumlah minimal sampel untuk ni1 = na2 sebanyak 12 orang. Maka pada penelitian diikuti oleh 30 orang pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria ekslusi.

Tabel 4.1. Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian Variabel n = 30

(15)

Sebanyak 18 subjek (60 %) adalah laki-laki dan 12 subjek (40%) adalah perempuan ,dengan median umur 53,5 tahun (20-68). Mayoritas subjek bersuku Batak yaitu sebanyak 16 subjek (53,3%). Umumnya subjek dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 20 subjek (66,7 %). Umumnya subjek yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah wiraswasta sebanyak 14 orang (46,7%). Spesimen CagA (+) sebanyak 21 (70%), sedangkan CagA (-) sebanyak 9 spesimen (30%).

Mayoritas subjek penelitian bersuku Batak yaitu sebanyak 16 subjek (53,3%), diikuti Jawa sebanyak 6 subjek (20%), Aceh sebanyak 5 subjek (16,7 %), Melayu sebanyak 2 subjek (6,7%), dan India sebanyak 1 subjek (3,3%). Berdasarkan Agama, umumnya beragama Islam sebanyak 23 subjek (76,7%), diikuti Kristen sebanyak 6 subjek (20%), Hindu sebanyak 1 subjek (3,3%). Berdasarkan Tingkat pendidikan, umumnya SMA sebanyak 20 subjek (66,7%), diikuti SI sebanyak 3 orang (10 %), SMP sebanyak 4 orang (13,3 %), SD sebanyak 3 orang (10%). Berdasarkan pekerjaan, umumnya yang menjadi subjek penelitiaan dalam penelitian ini adalah Wiraswasta sebanyak 14 subjek (46,7%), diikuti dengan Ibu rumah tangga sebanyak 12 subjek (40%), Pegawai sebanyak 3 subjek (10%), Mahasiswa sebanyak 1 subjek (3,3%).

4.1.2 Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian

(16)

berstatus CagA (+). Pada tingkat pendidikan SD dan SMP didapati status CagA (+) lebih besar dari pada status CagA (-) masing-masing 66,7% dan 75% . Dari segi pekerjaan yang umumnya adalah Pegawai sebanyak 14 subjek, dan tidak dijumpai perbedaan yang signifikan antara status CagA (+) 57,1% dan CagA (-) 42,9%. Diikuti Ibu rumaah tangga 12 subjek tetapi umumnya subjek dengan CagA (+) 75% dan CagA(-) 25%.

Tabel 4.2. Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian

(17)

4.1.3 Distribusi Inflamasi Kronik, Infiltrasi Neutrofil, Atrofi, dan Metaplasia Intestinal

Pada tabel ini umumnya dijumpai spesimen dengan inflamasi kronik dengan derajat 1(ringan) sebanyak 20 spesimen(66,7 %). Tetapi pada infiltrasi neutrofil 50% spesimen normal. Sedangkan pada variabel Atrofi umumnya dengan derajat normal + ringan yaitu 60,3%. Sedangkan pada metaplasia tidak terlalu jauh antara spesimen dengan derajat 0 (normal) 43,3% dengan derajat 2 (sedang) 36,7%.

Tabel 4.3. Distribusi Inflamasi Kronik, Infiltrasi Neutrofil, Atrofi dan Metaplasia Intestinal

Variabel Derajat Total

0 (Normal) 1 (Ringan) 2 (Sedang) 3 (Berat) Inflamasi

Kronik

0 (0%) 20 (66,7%) 7 (23,3%) 3 (10%) 30 (100%) Infiltrasi

Neutrofil

15 (50%) 8 (26,7%) 5 (16,7%) 2 (6,6%) 30 (100%) Atrofi 9 (30%) 10 (33,3%) 8 (26,7%) 3 (10%) 30

(100%) Metaplasia

Intestinal

13 (43,3%) 6 (20%) 11 (36,7%) 0 (0%) 30 (100%)

4.1.4 Hubungan antara Status CagA dengan derajat inflamasi kronik dan infiltrasi neutrofil

Disini didapati hubungan yang signifikan secara statistika antara status CagA dengan derajat inflamasi kronik dimana p=0,032 dan pasien H. pylori dengan CagA (+) beresiko 3,43 x mengalami gastritis dengan inflamasi kronik derajat sedang + berat. Didapati subjek dengan status CagA (+) dengan Inflamasi derajat sedang + berat 47,6 % lebih banyak dari pada subjek CagA (-) derajat sedang + berat 11,1 %. Begitu juga pada status CagA (+) dengan Inflamasi derajat normal + ringan didapati lebih banyak yaitu 11 spesimen dari pada spesimen dengan Subjek dengan status CagA (+) dengan Inflamasi derajat normal + ringan 8 spesismen.

(18)

berat hanya 11,1 %. Ini berarti di mana pasien H. pylori dengan CagA (+) beresiko 4,5 x mengalami gastritis dengan infiltrasi neutrofil derajat sedang + berat.

Tabel 4.4. Hubungan antara Status CagA dengan derajat inflamasi kronik dan infiltrasi neutrofil

Variabel Inflamasi Kronik Infiltrasi Neutrofil

Sedan

4.1.5 Hubungan antara Status CagA dengan derajat atrofi dan metaplasia intestinal

Dari analisis ini melihat hubungan antara variabel indipenden {CagA (+) dan CagA (-) } dengan derajat histopatologi yaitu Inflamasi (Kronik Normal+ Ringan dan Sedang+ Berat) dan Infiltrasi Neutrofil (Kronik Normal+ Ringan dan Sedang+ Berat). Maka didapati hubungan yang signifikan antara status CagA dengan derajat atrofi (p=0,041), dimana subjek dengan CagA (+) dengan derajat normal + ringan lebih banyak yaitu 10 orang sedangkan pada subjek dengan CagA (-) dengan derajat normal + ringan hanya 7 orang . Begitu juga dengan CagA (+) derajat sedang + berat 52,4 % dan CagA (-) dengan derajat sedang + berat 22,2 %. Dimana pasien H.pylori dengan CagA (+) beresiko 2,17x mengalami gastritis dengan atrofi derajat sedang + berat.

(19)

Tabel 4.5. Hubungan antara Status CagA dengan derajat atrofi dan metaplasia intestinal

Variabel Atrofi Metaplasia Intestinal

Sedang

Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa jumlah laki-laki yang menderita gastritis dengan H.pylori (+) lebih besar dari pada perempuan yaitu 18 orang (60 %) dan 12 orang (40 %). Hasil ini sesuai dengan penelitian Goh et al.yang menyebutkan bahwa mayoritas penderita gastritis H.pylori berjenis kelamin laki-laki, sesuai dengan penelitian Ali et al (2005) yang mendapati dari 174 pasien yang diperiksa 100 orang adalah laki-laki. Dengan median umur pasien yang menderita H.pylori (+) adalah 53,5 (20-68) ini sesuai dengan penelitian Deassy et ( 2014) didapati dari 30 pasien dengan H.pylori(+) sebanyak 26,7 % antara usia 51-60 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahdy et al dan Woodward et al. Angka kejadian gastritis kronik yang disebabkan oleh H.pylori pada usia tua lebih tinggi dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia, mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih rentan terhadap infeksi bakteri khususnya H.pylori dan etiologi gastritis yang lain seperti obat-obatan (NSAID), makanan yang dapat merangsang asam lambung dan stress.

(20)

2009 dari 103 kasus didapati derajat inflamasi kronik dengan derajat sedang-berat 15% dari 26,5% dengan H.pylori (+) dengan P < 0,05.

Ini sesuai dengan teori epitel foveolar menghasilkan lapisan tebal mukus yang peran sebagai protektif. Lapisan mukus ini adalah bagian utama untuk kolonisasi H.pylori, sehingga H.pylori dapat menempel pada permukaan mukosa sel tetapi tidak dapat melaluinya. Pada infeksi kronis, H.pylori pada permukaan membran epitel menghasilkan degenerasi epitel yang lebih menonjol 77-78. Sel-sel sering menjadi tidak teratur dan menjadi bentuk kuboid, ini menunjukkan penurunan komponen mukus apikal, yang meninggalkan celah kecil pada epitel dan memberikan kontribusi kerusakan pada tampilannya. H.pylori lebih suka berkolonisasi pada daerah antrum, tetapi H.pylori menginfeksi banyak tempat dilambung yang dapat menyebabkan gastritis. Ketika mendapatkan pengobatan, bakteri bermigrasi dari antrum ke korpus, sehingga terjadi penurunan aktivitas pada daerah antrum. Tanda infiltrasi neutrophilic muncul di lapisan lamina propria pada gastritis akut. Pada keadaan yang kronis, neutrofil semakin masuk kedalam lumen dan membentuk abses. Kedua mekanisme, antara neutrofil dan H.Pylori sama-sama menyebabkan gangguan pada mukosa yang menyebabkan sel berproliferasi. Dasar regenerasi ditandai dengan kehilangan mukosa, sitoplasma basophilia, peningkatan mitosis, dan inti hiperkromatik yang semakin bertambah dan mulai terjadi perubahan mukosa menjadi dysplasia.

Infiltrasi neutrophilic dan kehadiran folikel limfoid dengan pusat germinal adalah dua tanda khas pada gambaran histologis pada infeksi H.pylori, dan eraikasi menyebabkan hilangnya neutrofil dengan cepat. Apabila masih didapati serbukan neutrofil maka dapat dipertimbangkan bahwa terjadi kegagalan pengobatan. Selanjutnya komponen-komponen ini menjai permanen dan menginfeksi mukosa lambung. Ini sesuai dengan hasil penelitian, Infiltrasi neutrofil didapati hubungan yang sugnifikan dengan CagA (+) pasien beresiko 4,5 x mengalami gastritis dengan derajat sedang-berat P = 0,037.

(21)

et al, mendapati inflamasi kronis 90.3%, infiltrasi neutrophil 56.2%, atrofi 36.8%, dan metaplasia intestinal 37%. Pada penelitian Hashemi et al, dijumpai pada gastritis kronis aktif inflamasi 47.1%, perubahan atrofi 25%, dan metaplasia intestinal 8.9%. Hasil penelitian ini sesuai dengan Anderson et al. dan Weiss et al. yang melaporkan adanya hubungan antara limfosit yang tinggi dengan H. pylori positif. Sesuai dengan teori yang menyatakan H. pylori mensekresikan faktor-faktor yang bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan limfosit.

Maka didapati hubungan yang signifikan antara status CagA dengan derajat atrofi (p=0,041), di mana pasien H. pylori dengan CagA (+) beresiko 2,17x mengalami gastritis dengan atrofi derajat sedang + berat. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status CagA dengan derajat metaplasia intestinal (p=0,077). Hal ini sejalan dengan studi Weck et al. dimana terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi H. pylori dengan gastritis atropi kronik.

(22)

nonatrophic atau dapat terus berlangsung menjadi lebih parah, hal ini dipengaruhi kerusakan kelenjar lambung, yang selanjutnya dapat menghilang. Adanya faktor virulen yang menginfeksi strain H.pylori dikenal sebagai faktor penentu infeksi. Infeksi dengan CagA (+) dikaitkan dengan perkembangan karsinoma gaster, sementara Infeksi CagA (-) tidak meningkatkan risiko karsinoma dan berhubungan dengan persistensi nonatrophic gastritis.

Resiko keganasan yang terkait berubahan lesi dihubungkan dengan multistep cascade dari kanker lambung. Followup jangka panjang menunjukkan risiko dari 10% menjadi 17% kasus displasia. Untuk intestinal metaplasia, penilaian risiko mempunyai perbedaan hasil dan karena itu nilai klinis yang terbatas. Baru-baru ini dikembangkan The Operative Link for Gastritis Assessment (OLGA) Sistem staging, melalui evaluasi ekstensi dan perubahan atrofi, merupakan upaya untuk mengevaluasi risiko gastritis kronis yang menuju ke metaplasia intestinal dan karsinoma gaster. Lamanya infeksi H.pylori dapat menyebabkan hilangnya kelenjar fungsional (atrofi) dan penggantian kelenjar normal dan epitel foveolar oleh tipe sel yang lain (metaplasia intestinal)

(23)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Terdapat hubungan yang signifikan antara status Cag A dengan derajat inflamasi kronik, deraja infiltrasi neutrofil dan derajat atrofi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status Cag A dengan derajat metaplasia intestinal.

6.2 Saran

Gambar

Tabel 4.1. Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian
Tabel 4.2. Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian
Tabel 4.3. Distribusi Inflamasi Kronik, Infiltrasi Neutrofil, Atrofi dan Metaplasia                   Intestinal
Tabel 4.4. Hubungan antara Status CagA dengan derajat inflamasi kronik dan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam proposal skripsi ini, Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan

Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa usaha meningkatkan produktivitas staf adalah upaya yang dilakukan untuk membuat performa sumber daya manusia yang

dalam diri siswa ketika mengikuti proses belajar mengajar maka hasil. belajarnya

Adapun kisi-kisi instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:.. 33 Arikunto , Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,

Selama ini tanpa disadari, siswa telah belajar dengan lebih banyak menerima materi pelajaran, namun tidak pernah diajarkan bagaimana cara belajar yang baik.

menyatakan bahwa pengaruh pemahaman konsep dan motivasi belajar terhadap hasil belajar materi trigonometri secara bersama-sama adalah 44,1% dan 55,9% dipengaruhi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada pihak manager Ayam Penyet Surabaya Medan kedua variabel bebas yang diteliti yaitu variabel kualitas pelayanan dan kualitas

Low Pass Filter (LPF) adalah filter yang hanya melewatkan sinyal dengan frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi cut-off ( f c ) dan akan melemahkan sinyal.. dengan frekuensi