• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DOSIS ANESTESI LOKAL OLEH MAHASISWA

KEPANITERAAN KLINIK DI DEPARTEMEN

BEDAH MULUT FKG USU TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh:

LUSIANA S

NIM: 090600095

PEMBIMBING:

OLIVIA AVRIYANTI HANAFIAH, drg., SP. BM

GEMA NAZRI YANTI, drg., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2013

Lusiana Simangunsong

Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa

kepaniteraan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun 2013.

xi + 45 halaman

Popularitas anestesi lokal yang makin meluas dan meningkat dalam bidang

kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya

kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kategori pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh

mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun

2013. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa

kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG

USU pada bulan Mei tahun 2013, yaitu 38 orang. Penentuan sampel penelitian

menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu

sebanyak 38 orang. Hasil penelitian menunjukkan persentase kategori pengetahuan

tertinggi pada kategori cukup (44,7%) dan perilaku pada kategori kurang (68,4%).

Pengetahuan responden masih kurang pada defenisi anestesi secara umum (34,2%)

dan dosis maksimum mepivacain (13,1%). Dari segi perilaku, hanya 44,73%

responden yang melihat efek samping setelah penyuntikan dan tidak ada satu

(3)

menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal dan menggunakan dosis

yang telah dihitung sebelumnya. Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi

lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU

masih termasuk rendah, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan

dan perilaku responden terhadap pentingnya penghitungan dosis anestesi lokal

sebelum pencabutan gigi.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk

dipertahankan di hadapan tim penguji

Medan, 08 Juli 2013

Pembimbing: Tanda Tangan

1. OLIVIA AVRIYANTI HANAFIAH, drg., Sp.BM 1………

NIP. 19730422 199802 2 001

2. GEMA NAZRI YANTI, drg., M.Kes 2………

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim pengu ji

pada tanggal 08 Juli 2013

TIM PENGUJI

KETUA : Hendry Rusdy, drg., M.Kes, Sp.BM

ANGGOTA : 1. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM

2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat

dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini selesai disusun untuk memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara.

Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada dosen pembimbing skripsi yaitu Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM

selaku dosen pembimbing pertama, Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes selaku dosen

pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing

penulis demi selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada

kedua orang tua penulis, Ayahanda Bilmar Simangunsong, SH dan Ibunda tercinta

Rotua Sianturi S.Pd yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan serta segala

bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak terbatas oleh penulis.

Selanjutnya penulis mengucap terima kasih kepada :

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku ketua Departemen Bedah Mulut

dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Seluruh staf pengajar dan laboran Departemen Bedah Mulut Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dalam

penyelesaian skripsi ini.

3. Rehulina Ginting, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalankan akademik.

4. Adik-adikku tersayang Tumpal R Simangunsong, Tumpak F Simangunsong,

Miranda Simangunsong atas kasih sayang, doa, dukungan serta pengorbanan untuk

kebahagiaan penulis.

5. Teman-teman terbaikku Hefni Fadilah Rambe S.KG, Selly Rahmadani Lubis,

Nora N Ritonga, Yudhistria Sihombing, Juliana Sari,S.KG, Lili Haryati Hsb, S.KG,

(7)

Vivi Zayanti, S.KG, Karsa Rajagukguk yang selalu memberi dukungan dan semangat

serta selalu ceria menjalani hari bersama-sama.

6. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Kak Lili Mulia Ningsih, Nurhasanah dan teman – teman yang lain serta seluruh

teman mahasiswa stambuk 2009 atas dukungan, saran dan bantuannya kepada

penulis.

7. Teman-teman terdekatku Tony Gabrielli Saragih, Hans Noel Panjaitan, Steven

Handerson Rajagukguk atas dukungan dan semangat untuk kebahagiaan penulis.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki

menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik untuk kedepannya

sehingga menjadi lebih baik. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini

dapat digunakan dan memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Medan, 08 Juli 2013 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

(9)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan ... 6

2.2 Perilaku ... 7

2.3 Defenisi Anestesi Lokal... .... 8

2.4 Jenis Obat Anestesi Lokal ... 8

2.5 Dosis Maksimum Pemberian Anestesi Lokal ... 12

2.6 Efek Samping Anestesi Terhadap Pasien ... 14

2.7 Komplikasi Setelah Pemberian Anestesi ... 15

2.7.1 Komplikasi Lokal ... 16

2.7.2 Komplikasi Sistemik ... 21

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.3 Populasi dan Sampel ... 25

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 26

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 28

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 28

3.7 Aspek Pengukuran... 28

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Responden ... 30

4.2 Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Pada Pencabutan Gigi ... 30

(10)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 37

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 42

6.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rekomendasi Dosis Maksimum Penggunaan Anestesi Lokal dengan

Vasokonstriktor ... 14

2 . ... Variabel dan Definisi Operasional ... 26

3. ... Kategori Nilai Pengetahuan ... 29

4. ... Kategori Nilai Perilaku ... 29

(12)

6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan

Anastesi Lokal Pada Pencabutan Gigi (n=38) ... 31

7. Kategori Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Dosis Anastesi

Lokal Pada Pencabutan Gigi (n=38) ... 31

8. Distribusi Frekuensi Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis

Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n=38) ... 33

9. Kategori Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anastesi Lokal

pada Pencabutan Gigi (n=38) ... 34

10. Alasan Responden Tidak Melakukan Perilaku Penggunaan Dosis

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1 Daftar Riwayat Hidup

(16)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2013

Lusiana Simangunsong

Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa

kepaniteraan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun 2013.

xi + 45 halaman

Popularitas anestesi lokal yang makin meluas dan meningkat dalam bidang

kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya

kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kategori pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh

mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun

2013. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa

kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG

USU pada bulan Mei tahun 2013, yaitu 38 orang. Penentuan sampel penelitian

menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu

sebanyak 38 orang. Hasil penelitian menunjukkan persentase kategori pengetahuan

tertinggi pada kategori cukup (44,7%) dan perilaku pada kategori kurang (68,4%).

Pengetahuan responden masih kurang pada defenisi anestesi secara umum (34,2%)

dan dosis maksimum mepivacain (13,1%). Dari segi perilaku, hanya 44,73%

responden yang melihat efek samping setelah penyuntikan dan tidak ada satu

(17)

menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal dan menggunakan dosis

yang telah dihitung sebelumnya. Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi

lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU

masih termasuk rendah, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan

dan perilaku responden terhadap pentingnya penghitungan dosis anestesi lokal

sebelum pencabutan gigi.

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang

kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya

kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Rasa sakit dapat diredakan melalui

terputusnya perjalanan neural pada berbagai tingkatan dan melalui cara-cara yang

dapat memberikan hasil permanen atau sementara. Dalam kedokteran gigi sering

digunakan anestesi lokal untuk melakukan suatu prosedur operasi atau ekstraksi gigi.1

Menurut Surjadi K, anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade

konduksi sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada

saraf sentral atau perifer. Anestesi lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya

konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur

saraf.2

Setiap dokter gigi di Kanada menyuntikkan sekitar 1.800 kartrid dari anestesi

lokal pertahunannya, dan telah diperkirakan bahwa lebih dari 300 juta kartrid yang

diberikan oleh dokter gigi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Oleh karena itu,

semua dokter gigi harus memiliki keahlian dalam anestesi lokal.3

Alvarez RG et al. melakukan penelitian mengenai pengetahuan penggunaan

anestesi lokal pada tahun 2009 di National University of Mexicopada 244 mahasiswa

kedokteran gigi yang diuji dengan 11 pertanyaan mengenai pengetahuan anestesi

lokal di klinik seperti penggunaan dosis yang tepat, kemungkinan efek samping dan

toksisitas yang mungkin terjadi. Dari hasil penelitian tersebut, 81,56% responden

menjawab pertanyaan dengan kurang memuaskan. Hasil yang kurang memuaskan ini

menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang penggunaan anestesi lokal.4

Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Foley J. et al. di Rumah Sakit Gigi

Dundee (United Kingdom) terhadap 24 responden yang terdiri dari 5 orang

(19)

dokter gigi mengenai pengetahuan penggunaan anastesi lokal. Dari hasil penelitian

didapat seluruh responden mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai

penggunaan dosis maksimum yang ideal untuk anestesi lokal.5

Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan

ester dan golongan amida. Ester adalah golongan yang mudah terhidrolisis sehingga

waktu kerjanya cepat hilang. Amida merupakan golongan yang tidak mudah

terhidrolisis sehingga waktu kerjanya lama.6

Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di Indonesia untuk golongan ester adalah

prokain, sedangkan golongan amida adalah lidokain, bupivakain, artikain,

mepivakain. Idealnya, suntikan harus diikuti segera dengan timbulnya efek anestesi

lokal. Bila anestesi lokal digunakan dalam dosis yang tepat, maka akan menimbulkan

efektivitas yang konsisten.1

Hasil percobaan menunjukkan bahwa waktu timbul rata-rata setelah anestesi

infiltrasi dengan lidokain 2% (20 mg per 1 ml) dan larutan adrenalin 1:80.000 adalah

sekitar 1 menit 20 detik. Larutan adrenalin 1:80.000 diartikan, bahwa ada 1 gram

(atau 1000 mg) obat yang terdapat pada 80.000 ml larutan. Sehingga larutan 1:80.000

mengandung 1000 mg dalam 80.000 ml larutan atau 80 mg/ml. Larutan lidokain

menimbulkan durasi anestesi terlama, diikuti secara berurutan oleh larutan yang

mengandung prilokain, prokain dan mepivakain.1,6

Penelitian yang dilakukan di Klinik Gigi Dentes Yogyakarta oleh Wulandari NM

(2008) mengenai evaluasi penggunaan obat anestesi dan analgesik pada pasien bedah

mulut, menunjukkan bahwa penggunaan obat anestesi lokal jenis articain HCl 4%

dengan epinefrin sebanyak 97%, sedangkan jenis Lidokain HCl 2% dengan epinefrin

sebanyak 3%.7

Di Jerman dan Kanada, artikain menjadi anestesi lokal yang paling sering

digunakan untuk menggantikan lidokain. Oleh karena kapasitasnya yang tinggi saat

berdifusi, infiltrasi maksila dengan menggunakan artikain memberikan efek anestesi

pada palatum durum dan jaringan lunak, sehingga tidak perlu lagi melakukan

infiltrasi palatal atau blok saraf. Douglas Robertson dkk menyimpulkan bahwa

(20)

(terdapat obat epinefrin 100 mg/ml) untuk infiltrasi bukal gigi molar satu dan anestesi

pulpa pada gigi-gigi posterior rahang bawah, secara signifikan bekerja lebih baik

dibanding dengan aplikasi satu ampul lidokain 2% dengan epinefrin 1 : 100.000.6

Menurut Ellis, F.R, adrenalin sering ditambahkan ke larutan anestesi lokal untuk

mengurangi aliran darah lokal, sehingga memperpanjang kerja. Kokain berbeda dari

obat lain karena ia mempunyai sifat vasokonstriktor. Vasokonstriktor yang biasa

digunakan adalah adrenalin 1:200.000 konsentrasi akhir. Larutan 20 ml lidokain 1%

(10 mg per 1 ml) mengandung 200 mg.8

Stanley M. dkk, melakukan penelitian untuk membandingkan keamanan dan

efektifitas dari artikain HCL 4% dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 dan

lidokain 2% dengan konsentrasi epinefrin 1: 100.000. Hasilnya menunjukkan bahwa

artikain HCL 4% dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 dapat ditoleransi dengan

baik oleh subyek, efektif dalam mencegah timbulnya nyeri selama prosedur

perawatan gigi, memiliki mula kerja yang cepat dan durasi anestesi yang lama,

sehingga aman untuk digunakan pada praktek kedokteran gigi.6

Menurut Dr. Haas, mepivakain dan prilokain dapat digunakan untuk prosedur

perawatan yang singkat, terutama yang melibatkan blok mandibula dimana

vasokonstriktor kurang penting. Obat ini juga dapat digunakan ketika epinefrin harus

dihindari seperti pada pasien dengan penyakit jantung iskemik atau infark miokard.

Bupivakain dapat digunakan ketika perawatan memerlukan durasi yang panjang

terutama perawatan di rahang bawah.3 Artikain mempunyai cincin thiopene yang

mudah larut dalam lemak, sehingga meningkatkan mula kerja obat, memperpanjang

waktu absorbsi sistemik, dan dengan resiko toksis yang rendah. Dalam melakukan

anestesi, operator haruslah melakukannya secara hati-hati, karena dapat menyebabkan

terjadinya komplikasi. Setiap dokter gigi diharapkan selalu menggunakan larutan

anestesi lokal dengan dosis yang tepat dan teknik yang tepat sehingga dapat

mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.6

Sejauh ini penelitian mengenai pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis

anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi belum pernah

(21)

pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa

kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013.

Mahasiswa kepaniteraan klinik dijadikan sampel penelitian karena sebagian dari

tindakan yang mereka lakukan pada masa sekarang, akan dilakukan juga ketika sudah

menjadi dokter gigi nantinya, sehingga apabila pada saat melakukan evaluasi terdapat

tindakan medis yang masih belum sesuai prosedur, diharapkan tindakan tersebut

dapat diperbaiki.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa

kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG

USU 2013.

2. Bagaimanakah perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa

kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG

USU 2013.

3. Bagaimanakah alasan dari perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh

mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah

Mulut FKG USU 2013.

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal oleh

mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah

Mulut FKG USU 2013.

2. Untuk mengetahui perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa

kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG

(22)

3. Untuk mengetahui alasan dari perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh

mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah

Mulut FKG USU 2013.

I.4. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat penelitian ini antara lain:

1. Sebagai evaluasi pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal

oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen

Bedah Mulut FKG USU 2013.

2. Sebagai perbaikan pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal

oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen

Bedah Mulut FKG USU 2013.

3. Sebagai tambahan referensi dan masukan di Klinik Bedah Mulut FKG USU.

4. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti, dan sebagai bahan perbandingan

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt

behavior).9 Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu

melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan hal kognitif yang mempunyai

tingkatan, yaitu:10

a. Tahu (know)

Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, misalnya mengingat

atau mengingat kembali suatu objek atau rangsangan tertentu.

b. Memahami (comprehension)

Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang

diketahui.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke

dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam

suatu bentuk tertentu yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

(24)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden.9

2.2 Perilaku

Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan

respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).10 Benyamin

Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain,

ranah atau kawasan yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam

perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan

kesehatan yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi

suatu perilaku, terjadi proses yang berurutan dalam orang itu, yakni: 10

a. Awareness (kesadaran)

Seseorang menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.

b. Interest (tertarik)

Seseorang mulai tertarik kepada stimulus dan sikap sudah mulai terbentuk.

c. Evaluation (mempertimbangkan)

Seseorang mempertimbangkan baik buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini

berarti sikap orang itu sudah lebih baik.

d. Trial (mencoba)

Seseorang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption (adopsi)

Seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan

sikapnya terhadap stimulus.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau

bulan yang lalu. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yakni dengan

(25)

2.3 Defenisi Anestesi Lokal

Istilah anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu an = tidak, tanpa; aesthetos =

persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum anestesi adalah hilangnya semua

bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsi temperatur, tekanan dan dapat

disertai dengan terganggunya fungsi motorik ketika melakukan pembedahan dan

berbagai prosedur lainnya.

Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara

lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap bagian

susunan saraf. Pemberian anestesi lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis

sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Paralisis saraf oleh anestetik

lokal bersifat reversibel, tanpa merusak serabut atau sel saraf.11 Menurut Surjadi K,

anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi sementara terhadap

rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.

Anestesi lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara

spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.2

Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu

bagian tubuh yang dihasilkan oleh agen topikal-diterapkan atau disuntikkan tanpa

menekan tingkat kesadaran.13 Larutan anestesi lokal yang ideal sebaiknya tidak

mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen, memiliki batas

keamanan yang luas, mula kerja harus sesingkat mungkin, durasi kerja harus cukup

lama, larut dalam air, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.6,11,12

2.4 Jenis obat anestesi lokal

Berikut ini merupakan pembagian anestesi lokal secara garis besar, yaitu:

I. Golongan obat anestesi lokal berdasarkan senyawa kimia dapat dibagi menjadi

dua golongan, yaitu golongan ester dan golongan amida.

a. Golongan Ester

Golongan ester merupakan golongan yang mudah terhidrolisis sehingga waktu

(26)

1. Kokain

2. Benzokain (ametikain)

3. Prokain (novokain)

4. Tetrakain (pontokain)

5. Kloroprokain (nesakain)

b. Golongan Amida

Golongan Amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga

waktu kerjanya lama. Berikut ini merupakan pembagian jenis anestesi lokal

berdasarkan golongan amida (-NCH-):2

1. Lidokain (xylokain, lignokain)

2. Mepivakain (karbokain)

3. Prilokain (sitanes)

4. Bupivakain (markain)

5. Etidokain (duranes)

6. Artikain

7. Dibukain (nuperkain)

8. Ropivakain (naropin)

9. Levobupivakain (chirocaine).

Perbedaan senyawa kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat

metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim

pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui degradasi

enzimatis di hati.6

II. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan potensi dan lama kerja dibagi menjadi 3

group, yaitu: 14

a. Group I memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat (Short – Acting)

Contoh : Prokain dan kloroprokain.

b. Group II memiliki potensi dan lama kerja sedang (Medium – Acting)

Contoh : Lidokain, mepivakain dan prilokain.

(27)

Contoh : Tetrakain, bupivakain dan etidokain.

III. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan mula kerjanya, dapat dibagi menjadi:

a. Mula kerja relatif cepat

Contoh : Kloroprokain, lidokain, mepivakain, prilokain dan etidokain.

b. Mula kerja sedang

Contoh : Bupivakain

c. Mula kerja lambat

Contoh : Prokain dan tetrakain

Obat-obat anestesi lokal terdiri dari:

1. Kokain

Merupakan zat anestesi lokal yang didapat dari alam. Saat ini penggunaan kokain

sudah mulai jarang karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi, iritasi

jaringan, kestabilan larutan dalam air rendah dan dapat menyebabkan kecanduan

berat. Pemakaiannya terbatas pada anestesi topikal pada bidang THT dan bidang

kedokteran mata.1,11,15

2. Prokain

Merupakan zat anestetik sintesis. Selama lebih dari 50 tahun prokain merupakan

obat terpilih untuk anestesi lokal. Namun sekarang penggunaan prokain kurang

diminati lagi, disebabkan masa kerjanya yang singkat dan daya penetrasinya yang

kurang baik. Prokain dijadikan sebagai standar bagi anestesi lokal lainnya. Prokain

banyak digunakan pada anestesi infiltrasi, blok saraf, anestesi intravaskular dan

anestesi epidural.1,11,15

3. Tetrakain

Merupakan turunan prokain. Kekuatannya 10 kali lebih kuat dari prokain, masa

anestesinya lebih panjang dan tetrakain dapat digunakan dengan aman. Dengan zat

anestetik ini para ahli anestesi dapat memperoleh anestesi spinal yang aman dan bisa

diramalkan sebelumnya. Tetrakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf,

(28)

4. Lignokain (Lidokain)

Lidokain adalah derivat yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran

gigi. Lidokain dapat menimbulkan anestesi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan

lebih ekstensif daripada prokain.1,11,15

Penambahan vasokonstriktor pada larutan lignokain 2% akan dapat menambah

durasi anastesi pulpa dari 5-10 menit menjadi 1-1,5 jam menjadi 3-4 jam. Jadi, obat

ini sering dikombinasikan dengan adrenalin (1:80.000 atau 1:100.000). Lidokain

selain digunakan untuk anestesi infiltrasi atau regional juga dapat digunakan sebagai

agen anestesi topikal. Untuk tujuan inilah, lidokain dipasarkan baik dalam bentuk

agar viskous 2% atau salep 5% atau semprotan cair 10%. 1

5. Mepivakain (Carbocaine)

Mepivakain termasuk derivat amida yang sifat farmakologinya mirip lidokain.

Dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anastesi infiltrasi

atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anastesi topikal.

Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi yang lebih ringan daripada lignokain

tetapi biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan

adrenalin 1:80.000.1 Mepivakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf

regional dan anestesi spinal.11

Mepivakain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3% tanpa

penambahan vasokonstriktor, untuk mendapatkan kedalaman dan durasi anastesi pada

pasien tertentu dimana pemakaian vasokontriktor merupakan kontraindikasi. Larutan

seperti ini dapat menimbulkan anastesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit

dan anastesi jaringan lunak berdurasi 2-4 jam.1

6. Artikain

Artikain memiliki cincin thiophene sebagai pengganti ikatan benzene, yang

berperan dalam meningkatkan liposolubilitas atau kelarutan yang tinggi terhadap

lemak. Hal ini sangat penting, sebab semakin tinggi solubilitas suatu zat terhadap

lemak, maka semakin tinggi pula potensi dan kemampuan difusi zat tersebut pada

daerah terinjeksi dan zat tersebut memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk

(29)

7. Prilokain

Prilokain merupakan derivat amida yang mempunyai formula kimia dan

farmakologinya mirip dengan lidokain dan mepivakain, tetapi awal kerja dan masa

kerjanya lebih lama daripada lidokain.11 Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk

garam hidroklorida dengan nama dagang citanest dan dapat digunakan untuk anastesi

infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk

anestesi topikal.1,15

Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lidokain namun

anastesi yang ditimbulkan tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai

efek vasodilator bila dibanding dengan lidokain dan biasanya termetabolisme dengan

lebih cepat.1

8. Bupivakain

Merupakan turunan dari mepivakain dengan kekuatan 3 kali lebih kuat. Masa

kerjanya panjang sehingga digunakan untuk operasi yang membutuhkan waktu yang

lama. Digunakan untuk anestesi infiltrasi, epidural dan spinal.1

9. Etidokain

Merupakan zat anestetik lokal yang terbaru. Kekuatan 4 kali lidokain. Zat

anestetik ini masa kerjanya panjang dan digunakan untuk anestesi epidural.1

2.5 Dosis Maksimum Pemberian Anastesi Lokal

Dosis maksimum untuk anestesi lokal adalah antara 70 mg sampai 500 mg untuk

berat badan pasien rata-rata 70 kg. Pemberian dosis maksimum tergantung pada usia,

berat badan dan kesehatan pasien, jenis larutan yang digunakan, dan apakah

vasokonstriktor digunakan atau tidak. Agen-agen anestesi didistribusikan dalam

konsentrasi yang sesuai dengan toksisitas sehingga anestesi memproduksi kualitas.

Obat analgetik lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk

tiap jenis obat analgetik lokal dicantumkan dosis maksimumnya.16

(30)

1. Lignokain (Lidokain)

Dosis total lignokaian jangan lebih dari 200 mg. Penambahan vasokonstriktor

akan meningkatkan dosis total menjadi 350 mg serta memperlambat absorpsi. Pada

prakteknya, dosis ini sama dengan dosis dewasa 8-10, jauh melebihi dosis yang biasa

digunakan pada satu kunjungan, karena dosis satu ampul katrid biasanya sudah cukup

untuk anestesi infiltrasi atau regional.1

Dosis maksimum yang dianjurkan untuk lidokain di negara-negara Eropa adalah

200 mg tanpa epinefrin (European Pharmacopoeia) dan di Amerika Serikat adalah

300 mg. Dosis lidokain ini mungkin tidak cukup untuk prosedur anestesi regional

pada orang dewasa. Dalam kedua Eropa dan Amerika Serikat, 500 mg lidokain

diperbolehkan jika ditambahkan epinefrin (5g/mL).17

Malamed menganjurkan dosis lidokain 2,0 mg/Ib (4,4 mg/kg) dengan atau tanpa

zat vasokonstriktor yang ditambahkan, dosis jangan melebihi 300 mg untuk lidokain

tanpa vasokonstriktor.16,19

2. Mepivakain

Dosis yang digunakan jangan melebihi dosis maksimal 5 mg/kg berat badan.

Satu ampul katrid biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional.

Biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin

1:80.000.1 Menurut Malamed, dosis untuk mepivakain adalah 2,0 mg/Ib (4,4 mg/kg)

dosis jangan melebihi dari 300 mg.16

3. Artikain

Untuk orang dewasa sehat, dosis umum yang direkomendasikan adalah 20-100

mg artikain HCl dalam 2,5 ml untuk infiltrasi, 20-136 mg artikain HCl dalam

0,5-3,4 ml untuk blok saraf, dan 40-204 mg artikain HCl dalam 1,0-5,1 ml untuk prosedur

bedah mulut. Dosis maksimum artikain HCl yang diberikan secara infiltrasi

submukosa atau blok saraf tidak boleh melebihi 7 mg/kg (0,175 ml/kg).6,16,18

4. Bupivakain

Dosis yang diijinkan untuk penggunaan bupivakain adalah 150-175 mg.

Rekomendasi irasional untuk bupivakain adalah diterbitkan maksimum dosis 150 mg

(31)

bupivakain. Menurut malamed, dosis untuk bupivakain adalah 0,6 mg/Ib atau 1,3

mg/kg berat badan untuk pasien dewasa dengan dosis maksimum tidak lebih dari 90

mg.16

5. Prilokain

Menurut Malamed, dosis untuk prilokain adalah 2,7 mg/Ib atau 6,0 mg/kg berat

badan untuk pasien dewasa, dengan dosis maksimum 400 mg. Prilokain biasanya

digunakan untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok. Obat ini kurang toksik

dibandingkan dengan lignokain.16,18,19

6. Etidokain

Dosis untuk etidokain adalah 3,6 mg/Ib atau 8,0 mg/kg berat badan untuk pasien

dewasa, dengan dosis maksimum jangan melebihi 400 mg.16

Tabel 1. Rekomendasi dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dengan

vasokonstriktor13,16,17

7 mg/kgBB (hingga 500 mg)

5 mg/kgBB pada anak-anak

1,3 mg/kgBB (hingga 90 mg)

4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg)

4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg)

6 mg/kgBB (hingga 400 mg)

8 mg/kgBB (hingga 400mg)

2.6 Efek samping anestesi terhadap pasien

Tujuan dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dibuat untuk mencegah

terjadinya pemberian obat anestesi dalam jumlah yang berlebihan. Yang bisa

mengakibatkan keracunan sistemik. Biasanya, rekomendasi dalam bentuk jumlah

total obat, misalnya 200 mg atau 300 mg untuk lidokain pada orang dewasa.

(32)

dokter sebagai contoh, dalam kasus bupivakain, 2 mg / kg (FASS Swedia 2004,

Pharmaca Phennica, Finlandia 2004).17

Dalam hal ini, pemilihan anastesi lokal juga perlu dipertimbangkan. Lidokain

dan golongan amida aman dan efektif. Efek keracunan dan alergi sangat jarang terjadi

dan hampir tidak ada. Walaupun demikian, lidokain relatif tidak efektif tanpa

penambahan vasokonstriktor, sementara yang lain seperti prilokain dapat menahan

rasa sakit dalam jangka waktu yang pendek tanpa bantuan apa-apa. Vasokonstriktor

seperti adrenalin dan nonadrenalin, memberikan pengaruh pada system jantung, yang

lebih beracun dari anastesi lokal itu sendiri. Nonadrenalin dapat menyebabkan

hipertensi yang berbahaya, tidak memiliki keuntungan dan tidak seharusnya

digunakan. Oleh karena itu kita harus menghindari anastesi lokal yang mengandung

vasokonstriktor pada pasien penderita jantung dan hipertensi. Karena adanya bahaya

utama dari adrenalin yang jika masuk ke sirkulasi bagian-bagian penting, dapat

menyebabkan meningkatnya rangsangan jantung dan detakan jantung.22

Semua anestesi lokal merangsang SSP (Sistem Saraf Pusat). Secara umum,

semakin kuat suatu anestesi lokal maka semakin mudah menimbulkan kejang.

Perangsang yang berlebihan dapat menimbulkan depresi dan kematian akibat

kelumpuhan nafas. Gejala awal toksisitas SSP dapat berupa kelelahan, ansietas,

pusing, pengliahatan buram, tremor, depresi dan mengantuk. Anestesi lokal juga

dapat mempengaruhi sambungan saraf-otot, yaitu menyebabkan berkurangnya respon

otot atas rangsangan saraf.6

Selain itu, pengaruh utama anestesi lokal pada miokard (sistem karidovaskular)

adalah menyebabkan penurunan eksitabilitas, kecepatan konduksi, dan kekuatan

kontraksi. Efek anestesi lokal pada sistem kardiovaskular baru terlihat sesudah obat

mencapai kadar sistemik yang tinggi, dan sudah menimbulkan efek pada SSP.6

2.7 Komplikasi Setelah pemberian Anestesi

Dokter gigi harus tetap mengingat bahwa setiap suntikan dari berjuta-juta

suntikan yang dilakukannya, dapat menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan

(33)

memastikan bahwa mereka benar-benar menguasai pengetahuan dan cara

mendiagnosa serta menangani masalah secara efektif pada situasi tersebut.1

Pada pemberian anestesi lokal, terdapat komplikasi yang mungkin saja terjadi.

Komplikasi yang disebabkan oleh pemberian anestesi lokal dibagi menjadi dua,

komplikasi lokal dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal merupakan komplikasi

yang terjadi pada sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan

komplikasi yang melibatkan respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi

lokal.16

2.7.1. Komplikasi Lokal

Komplikasi lokal terdiri dari kegagalan untuk mendapatkan efek anestesi, sakit

selama dan setelah penyuntikan, pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan,

kepucatan, trismus, paralisa wajah, patahnya jarum, infeksi, trauma pada bibir,

gangguan visual, parastesi.

1. Kegagalan untuk mendapat efek anastesi.

Insidens ini cenderung makin berkurang dengan makin terampil dan makin

berpengalamannya dokter gigi, namun kegagalan ini merupakan masalah selama

pemakaian anestesi lokal.1

Kegagalan untuk mendapat efek anestesi dapat dihindari karena hal ini sering

kali disebabkan oleh teknik yang salah, sehingga menyebabkan jumlah larutan

anestesi lokal yang didepositkan di dekat saraf terlalu sedikit atau menyebabkan

larutan anestesi terdeposit di pembuluh darah. Pada kasus seperti ini, anestesi

biasanya dapat diperoleh dengan mengulang suntikan setelah memeriksa landmark

anatomi dan setelah meninjau ulang teknik suntikan yang digunakan.1

Kegagalan untuk mendapat efek anastesi juga disebabkan karena penggunaan

larutan yang sudah kadaluarsa. Oleh karena itu, dokter gigi harus terlebih dahulu

memastikan bahwa stok kartrid anastesi belum kedaluwarsa dan menggunakannya

dengan benar.1 Kegagalan anestesia pada injeksi mandibular dapat disebabkan

(34)

terlalu dalam yaitu masuk ke glandula parotis, (3) terlalu superficial (masuk ke

spatium pterygomandibularis), (4) terlalu tinggi (mencapai collum mandibulae), (5)

terlalu jauh ke lingual (ke dalam m. Pterygoideus medialis).22

2. Sakit selama dan setelah penyuntikan.

Tajamnya jarum merupakan faktor penting dan karena itulah, perlu dipastikan

bahwa dokter gigi hanya menggunakan jarum disposable berkualitas tinggi yang

dipasarkan oleh industri farmasi yang sudah ternama. Bila jaringan tegang dan ujung

yang tajam dari jarum diinsersikan tegak lurus terhadap mukosa, penetrasi dapat

terjadi segera. Tindakan lain yang dapat memperkecil rasa tidak enak meliputi

menghangatkan larutan dan menyuntikkannya perlahan-lahan.1

Sakit dapat ditimbulkan dari penyuntikan larutan nonisotonik atau larutan yang

sudah terkontaminasi. Pengunaan kartrid yang tepat akan dapat meniadakan

kemungkinan ini. Pemberian suntikan blok gigi inferior kadang-kadang menyebabkan

pasien mengalami sakit neuralgia yang hebat pada jaringan yang disuplai oleh saraf

tersebut. Simtom ini merupakan indikator bahwa jarum sudah menembus selubung

saraf dan harus segera ditarik keluar. Bila dokter gigi tetap bersikeras untuk

mendepositkan larutan anastesi pada situasi seperti ini, akan terjadi gangguan sensasi

labial yang berlangsung cukup lama. Digunakannya tekanan yang cukup besar untuk

mendepositkan larutan pada jaringan resisten juga akan menimbulkan rasa sakit, dan

karena itu harus dihindari sebisa mungkin.1,20,23

3. Pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan.

Karena jaringan lunak rongga mulut mempunyai cukup banyak pembuluh

vaskular maka tidak jarang ujung jarum suntik secara tak disengaja menembus

pembuluh darah. Berbagai penelitian yang menggunakan teknik aspirasi menyatakan

bahwa insidens kekeliruan ini bervariasi antara 2-11%. Kesalahan ini paling sering

terjadi bila digunakan blok gigi superior posterior. Hal ini umumnya disebabkan oleh

struktur dan posisi pleksus venosusu pterigoid yang bervariasi, atau kadang-kadang

pembuluh dapat terjebak di antara tulang dan tertusuk jarum selama penyuntikan blok

(35)

Kesalahan ini umumnya akan menimbulkan perdarahan jaringan dengan disertai

pembentukan haematoma dan merupakan predisposing dari resiko suntikan

intravaskular. Perdarahan dari pleksus venosus pterigoid akan menimbulkan

pembengkakan yang dramatik dan berlangsung cepat pada pipi diikuti dengan

perubahan warna kulit di atas daerah tersebut karena pecahnya pigmen-pigmen darah

yang berlangsung dalam waktu 24-48 jam.1

Perdarahan dari pleksus venosus infraorbital juga akan menimbulkan konsekuen

serupa dan mata sembab. Pasien harus diberi tahu bahwa perdarahan akan terhenti

secara spontan, pembengkakan biasanya akan mengecil dalam waktu 24-48 jam, dan

perubahan warna juga akan hilang. Banyak pasien yang merasa tidak enak akibat efek

iritasi yang mengenai daerah di ruang jaringan dan karena itu, efek ini harus

diberitahukan terlebih dahulu. Perdarahan ke ruang pterigo-mandibula karena

suntikan gigi inferior biasanya tidak segera terjadi dan pasien sering kali datang

kembali ke dokter gigi setelah 1-2 hari dengan keluhan trismus.1

Bila dokter gigi menganggap bahwa haematoma kemungkinan akan terinfeksi, ia

harus segera memberikan terapi antibiotik tanpa melihat letak daerah beku darah,

apakah vaskular atau tidak, tanpa mempertimbangkan bekuan nidus ideal untuk

proliferasi bakteri. Pasien juga diminta datang kembali dalam waktu 24 jam bila

perlu.1,23

4. Kepucatan.

Kepucatan daerah penyuntikan atau daerah lain dapat disebabkan oleh kombinasi

meningkatnya tegangan jaringan akibat deposisi cairan dan efek lokal dari

vasokonstriktor. Kepucatan pada daerah yang jauh dari daerah suntikan mungkin

disebabkan karena suntikan intravaskular atau terganggunya suplai pembuluh darah

dari saraf autonom.Untuk situasi ini hanya diperlukan tindakan menenangkan pasien

saja. Teknik penyuntikan yang cermat termasuk melakukan aspirasi sebelum deposisi

larutan akan dapat mengurangi insidens komplikasi ini.1,16

5. Trismus

Trismus dapat didefinisikan sebagai kesulitan membuka rahang karena kejang

(36)

kerusakan pembuluh darah akan menimbulkan haematoma atau infeksi. Trismus

terjadi beberapa saat setelah penyuntikan dan setelah prosedur perawatan gigi selesai

dilakukan. Trismus yang disebabkan oleh infeksi, pasien umumnya akan menderita

demam dan mengeluh tentang rasa sakit serta rasa tidak sehat. Pada situasi seperti ini,

nanah yang terbentuk harus didrainasi dan harus diberikan terapi antibiotik.

Bila infeksi sudah terkontrol, simtom trismus dapat dihilangkan dengan

menggunakan larutan kumur salin hangat dan diatermi gelombang pendek.1,16,23

6. Paralisa wajah

Paralisa otot-otot wajah pada salah satu sisi adalah komplikasi yang jarang

terjadi dari suntikan blok gigi inferior dan dapat bersifat sebagian atau menyeluruh

tergantung pada cabang saraf yang terkena.Komplikasi ini timbul bila ujung jarum

diinsersikan terlalu jauh ke belakang dan terlalu di belakang ramus asendens. Larutan

dideponirkan pada substansi glandula parotid serta menganestesi cabang-cabang saraf

wajah sehingga menimbulkan paralisa otot yang disuplainya. Pasien dengan keadaan

yang mengejutkan dan menakutkan ini harus ditenangkan dan diberi tahu bahwa

fungsi normal dan penampilan wajah akan kembali segera setelah efek agen anestesi

lokal hilang.1,21,23

Gambar (1) Usaha tersenyum hanya menimbulkan efek unilateral karena paralisa otot-otot wajah. (2) tiga jam kemudian, terlihat bahwa penampilan

(37)

7. Gangguan sensasi yang berlangsung lama

Gangguan sensasi yang berlangsung lama setelah penyuntikan anastesi lokal

umumnya disebabkan oleh kerusakan saraf. Kerusakan ini dapat terjadi akibat trauma

langsung dari bevel jarum atau penyuntikan larutan yang sudah terkontaminasi oleh

substansi neurotoksik seperti alkohol.Perdarahan dan infeksi di dekat saraf juga dapat

menimbulkan gangguan sensasi yang berlangsung lama. Operasi atau infeksi yang

terjadi pada molar bawah dan akar premolar kadang-kadang menimbulkan gangguan

sensasi bibir bawah.1,23

8. Patahnya jarum

Sejak diperkenalkan jarum suntik stainless steel berkualitas tinggi, disposabel

dan steril. Komplikasi patahnya jarum makin berkurang, namun hal ini tidak dapat

dihindari. Beberapa dokter gigi terbiasa merendam jarum hipodermik yang kecil

dalam larutan desinfektan kimia. Tindakan ini tidak hanya gagal memberikan efek

sterilisasi, tetapi bahkan dapat mengkorosi logam dan menyebabkan jarum mudah

patah bila digunakan.1,20

Jarum harus dijaga agar tetap lurus ketika diinsersikan melalui jaringan. Bila ada

resistensi jaringan yang kuat, jarum jangan dipaksa masuk ke jaringan dan arah

insersi jarum jangan sekali-kali dirubah sebelum jarum terlebih dahulu dikeluarkan

dari jaringan. Dengan cara ini jarum tidak akan menjadi bengkok. Walaupun

demikian, jika ternyata jarum menjadi bengkok, maka jarum yang bengkok harus

dibuang karena usaha meluruskan jarum dapat menyebabkan jarum rapuh dan dapat

meningkatkan resiko patahnya jarum selama insersi berikutnya.1,16

Jarum biasanya patah pada daerah hub. Maka jangan diinsersikan seluruhnya ke

jaringan, harus disisakan 5 mm dari seluruh panjang jarum agar tetap menonjol keluar

dari permukaan mukosa. Bila fraktur terjadi, jaringan harus tetap ditekan ketika ujung

jarum yang terletak di luar jaringan ditarik dengan bantuan tang atau forsep arteri dan

ketika fragmen fraktur dikeluarkan.1,20,21

9. Infeksi

Infeksi adalah komplikasi sewaktu penyuntikan yang sering terjadi dan biasanya

(38)

anestesi lokal. Pemakaian peralatan yang sudah disterilkan dan teknik aseptik

umumnya dapat menghilangkan kemungkinan tersebut.1,16,20,21

10. Trauma pada bibir

Pasien yang mendapat suntikan blok gigi inferior perlu diingatkan agar tidak

menggigit-gigit bagian bibir yang di anestesi, karena dapat menimbulkan ulser yang

sangat nyeri. Walaupun sudah diperingatkan, komplikasi tetap dapat terjadi namun

untungnya lesi seperti ini dapat pulih dengan cepat dengan sedikit meninggalkan

jaringan parut.1,23

12. Gangguan visual

Gangguan ini dapat berupa penglihatan ganda atau penglihatan yang buram dan

bahkan kebutaan sementara. Fenomena ini sulit dijelaskan namun diperkirakan

keadaan ini disebabkan oleh kejang vaskular atau suntikan intra-arterial yang tak

disengaja sehingga terjadi distribusi vaskular normal. Pada kasus seperti ini pasien

perlu diberitahu bahwa penglihatan akan normal kembali setelah 30 menit.1 Beberapa

suntikan maksilaris dapat menyebabkan larutan terdeposit ke orbita sehingga

menganestesi otot otoris mata. Gangguan penglihatan yang terjadi akan kembali

normal bila larutan sudah terdispersi biasanya membutuhkan waktu 3 jam.1,23

13. Parastesis

Parastesis merupakan keadaan dimana bertahannya efek anestesi pada jangka

waktu yang lama setelah penyuntikan anestesi lokal. Hal ini terjadi karena adanya

trauma pada saraf yang terkena bevel jarum pada saat penyuntikan. Pasien pada

keadaan ini akan melaporkan mati rasa setelah penyuntikan anestesi lokal untuk

beberapa jam lamanya.16,21

Gejala parastesis berangsur-angsur reda dan penyembuhan biasanya sempurna,

apabila menetap maka tentukan derajat dan luas parastesis. Hal ini dilakukan dengan

tusukkan jarum dan sentuhan gulungan kapas pada kulit, namun mata pasien harus

dalam keadaan tertutup untuk menghindari sensasi palsu. Daerah yang terkena dicatat

dan pasien diminta datang kembali secara berkala sehingga kecepatan dan derajat

(39)

pada pasien, biasanya pemulihan akan terlihat setelah tiga bulan. Bila pemulihan

tidak terjadi, maka rujuk pasien ke dokter spesialis bedah mulut atau saraf.16

2.7.2. Komplikasi Sistemik

Selain komplikasi lokal, komplikasi sistemik dapat terjadi selama penyuntikan,

terdiri dari reaksi alergi/sensitifitas, overdosis sampai toksisitas.

1. Reaksi Sensitifitas

Reaksi sensitifitas terhadap anestesi lokal bervariasi, mulai dari pembengkakan

lokal, urticaria di daerah injeksi hingga reaksi anapilaktik yang bisa menjadi fatal bila

tidak diatasi dengan segera. Fenomena ini terjadi karena adanya respon patologis dari

jaringan yang disensitisasi terhadap substansi tertentu yang disebut allergen. Setiap

larutan anestesi lokal bisa menghasilkan respon seperti itu.1,16

Pada dasarnya reaksi sensitifitas ini merupakan respon patologik dan terjadi

tidak tergantung pada jumlah dosis yang diberikan, melainkan tingginya reaksi pasien

ketika menerima dosis yang kecil. Reaksi alergi dapat berupa dermatitis, urtikaria,

angioderma, dan syok anapilaksis. Reaksi pada kulit adalah dermatitis yaitu

peradangan pada kulit, urtikaria yaitu suatu reaksi vaskular yang timbul mendadak

dengan gambaran lesi yang eritema, edema, dan disertai rasa gatal dan angiodema

yaitu suatu reaksi vaskular berupa pembengkakan setempat tanpa disertai rasa gatal.

Syok anapilaksis umumnya ditandai dengan turunnya tekanan darah yang medadak,

hilangnya kesadaran, gangguan respirasi, edema wajah, laringeal dan urtikaria.Reaksi

sensitifitas yang terjadi pada kulit biasanya dapat pulih kembali tanpa perawatan,

namun jika tidak pulih diberikan antihistamin.1,16,23

2. Overdosis (Toksisitas)

Overdosis didefenisikan sebagai suatu tanda dan gejala klinis yang dihasilkan dari

tingkatan obat berlebihan dalam darah pada organ yang dituju maupun di jaringan.

Gejala awal dari overdosis sampai terjadi toksisitas adalah berupa pusing, cemas,

bingung dan dapat diikuti dengan pandangan ganda, tinitus (telinga berdengung),

kebas atau nyeri pada sirkum oral. Selanjutnya dapat diikuti dengan kejang-kejang

(40)

gangguan fungsi pada jantung dan susunan saraf pusat. efek samping akibat dari

pemberian suntikan anestesi lokal terjadi setelah 5-10 menit. Dosis anestesi yang

berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah yang tinggi karena penyutikan tunggal,

tambahan atau ulang.1,16,23

Penatalaksanaan overdosis tergantung dari gejala dan tanda yang terjadi, namun

dapat dicegah dengan berhati-hati dalam melakukan teknik penyuntikan dan

melakukan pengamatan penuh pada pasien. Hal yang paling penting adalah

mengetahui dosis maksimum obat anestesi lokal yang dianjurkan berdasarkan berat

badan. Jika ada reaksi yang memerlukan suplai oksigen maka dibutuhkan alat

respirasi buatan seperti ambu, hal ini untuk mencegah gagalnya respirasi. Bila sudah

dapat ditangani maka rujuk pasien segera ke rumah sakit untuk penanganan lebih

(41)

KERANGKA KONSEP

Penggunaan Dosis Anestesi Lokal

pada Pencabutan Gigi oleh

Mahasiswa Kepaniteraan Klinik

PENGETAHUAN MAHASISWA

1. Definisi anestesi lokal

2. Jenis obat anestesi lokal

- Golongan ester

- Golongan amida

3. Dosis maksimum

penggunaan anestesi lokal

4. Efek samping penggunaan

anestesi lokal

5. Komplikasi anestesi lokal

- Komplikasi lokal

- Komplikasi sistemik

PERILAKU PENGGUNAAN

DOSIS ANESTESI LOKAL

1. Dosis maksimum

2. Jenis obat anestesi lokal

- Golongan ester

- Golongan amida

3. Efek samping penggunaan

anestesi lokal

4. Komplikasi anestesi lokal

- Komplikasi lokal

(42)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu

suatu metode penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan

pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal pada pencabutan gigi oleh

mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah

Mulut FKG USU Tahun 2013.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Departemen Bedah Mulut FKG USU yang

bertempat di Jl. Alumni No. 2 USU, Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan 06 Mei – 10 Mei 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kepaniteraan klinik di Departemen

Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013 sebanyak 38 orang pada periode 11 Maret 2013

sampai 25 Mei 2013, periode 11 Maret 2013 sampai 25 Mei 2013, periode 15 April

2013 sampai 15 Mei 2013, periode 15 April sampai 21 Juni 2013 dan periode 1 Mei

2013 sampai 31 Mei 2013 seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling),

(43)

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 2. Variabel dan Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional

1

penggunaan dosis anestesi lokal

meliputi definisi anestesi lokal, jenis

obat anestesi lokal, dosis maksimum

penggunaan anestesi lokal, efek

samping penggunaan anestesi lokal,

dan komplikasi anestesi lokal.

Wujud perbuatan nyata responden

terhadap penggunaan dosis anestesi

lokal.

Hilangnya sensasi sementara termasuk

nyeri pada salah satu bagian tubuh

tanpa menekan tingkat kesadaran.

Obat yang menghasilkan blokade

konduksi sementara terhadap rangsang

transmisi sepanjang saraf, jika

digunakan pada saraf sentral atau

perifer.

Dibagi atas 2 golongan.

a. Golongan Ester yaitu kokain,

benzokain, prokain, tetrakain,

kloroprokain.

b. Golongan Amida yaitu lidokain,

mepivakain, prilokain, bupivakain,

etidokain, artikain, dibukain,

(44)

6

7

8

Dosis Anestesi Lokal

Efek Samping

Komplikasi

Pemberian dosis maksimum anestesi

lokal tergantung pada usia, berat

badan, kesehatan pasien, jenis larutan

yang digunakan dan apakah

vasokonstriktor digunakan atau tidak.

Pemberian dosis maksimum anestesi

lokal berdasarkan jenis anestesinya :

a. Gol. Amida

Efek samping obat adalah suatu reaksi

yang tidak diharapkan dan berbahaya

yang diakibatkan oleh suatu

pengobatan. Efek samping obat, seperti

halnya efek obat yang diharapkan,

merupakan suatu kinerja dari dosis atau

kadar obat pada organ sasaran.

Komplikasi adalah reaksi yang tidak

menguntungkan dan bahkan

membahayakan setelah menerima

(45)

- Komplikasi lokal terjadi pada

sekitar area injeksi, sedangkan

- Komplikasi sistemik, melibatkan

respon sistemik tubuh terhadap

pemberian anestesi lokal.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner, dimana kuesioner

diberikan secara langsung kepada responden dan diisi langsung oleh responden.

Kuesioner yang diberikan terdiri dari dua bagian yaitu pertanyaan berhubungan

dengan pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang penggunaan dosis

anestesi lokal pada pencabutan gigi dan pertanyaan berhubungan dengan perilaku

mahasiswa kepaniteraan klinik tentang penggunaan dosis anestesi lokal pada

pencabutan gigi.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah secara manual dan selanjutnya dianalisis dengan

menghubungkan antara hasil penelitian dengan teori yang ada.

3.7 Aspek Pengukuran

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik mengenai pentingnya pengetahuan

penggunaan dosis anestesi lokal diukur melalui 12 pertanyaan. Pertanyaan dengan

jawaban benar, nilainya 1; jika jawabannya salah, maka nilainya 0, sehingga nilai

tertinggi dari 12 pertanyaan yang diberikan adalah 12. Selanjutnya nilai tersebut

dikategorikan atas pengetahuan baik, cukup, dan kurang. Kategori baik apabila nilai

jawaban responden ≥ 80% dari nilai tertinggi, kategori cukup apabila nilai jawaban

responden 60% - 79% dari nilai tertinggi, dan kategori kurang jika nilai jawaban

(46)

Tabel 3. Kategori Nilai Pengetahuan

Alat ukur Hasil ukur Kategori penilaian Skor

Kuesioner

Kurang: < 60% dari nilai tertinggi < 7

Perilaku mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap pentingnya pengetahuan

penggunaan dosis anestesi lokal diukur melalui 7 pertanyaan. Pertanyaan dengan

jawaban selalu, nilainya 3; pertanyaan dengan jawaban kadang-kadang, nilainya 2;

pertanyaan dengan jawaban tidak pernah, nilainya 1. Nilai tertinggi dari 7 pertanyaan

adalah 21.

Tabel 4. Kategori Nilai Perilaku

Alat ukur Hasil ukur Kategori penilaian Skor

Kuesioner

(47)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Dari tabel 5, responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18,4% dan berjenis

kelamin perempuan 81,6%.

Tabel 5. Karakteristik Responden Mahasiswa Kepaniteraan Klinik

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki

Perempuan

7

31

18,4 %

81,6 %

Jumlah 38 100 %

4.2 Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi

Pengetahuan responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk

kategori baik (≥80%) dalam hal istilah anestesi, definisi anestesi lokal, jenis anestesi

lokal golongan amida, efek anestesi lokal dan larutan anestesi lokal yang ideal.

Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (60% - 79%) dalam hal komplikasi

lokal anestesi lokal dan komplikasi sistemik anestesi lokal. Sedangkan pengetahuan

responden termasuk kategori kurang (<60%) dalam hal hubungan berat badan dengan

anestesi lokal, dosis maksimum lidokain, dosis maksimum artikain, definisi anestesi

(48)

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)

Pengetahuan responden

Tahu Tidak Tahu

Jumlah % Jumlah %

Istilah Anestesi

Definisi anestesi lokal

Jenis Anestesi lokal golongan amida

Efek anestesi lokal

Larutan anestesi lokal yang ideal

Komplikasi lokal anestesi lokal

Komplikasi sistemik anestesi lokal

Hubungan berat badan dengan anestesi lokal

Dosis maksimum lidokain

Dosis maksimum artikain

Definisi anestesi secara umum

Dosis maksimum mepivacain

Hasil penelitian tentang pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal pada

pencabutan gigi didapat persentase tertinggi pada kategori berpengetahuan cukup

yaitu 44,7%, sedangkan 34,3% responden termasuk kategori berpengetahuan baik dan

(49)

Tabel 7. Kategori Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)

Kategori Jumlah Persentase

Baik

4.3 Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi

Perilaku responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk kategori

baik (≥80%) dalam hal melakukan anamnesa sebelum penyuntikan. N amun

demikian, masih ada sebesar 5,26% responden yang hanya kadang-kadang saja

melakukan anamnesa sebelum penyuntikan, dan sebesar 7,9% responden yang tidak

pernah melakukannya. Perilaku responden termasuk kategori cukup (60% - 79%)

dalam hal anamnesa pasien tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Hanya

sebesar 26,31% responden yang kadang-kadang melakukan anamnesa pasien tentang

obat-obatan yang sedang dikonsumsi, dan sebesar 10,54% responden yang tidak

pernah melakukannya.

Perilaku responden termasuk kategori kurang (<60%), dalam hal melihat efek

samping setelah penyuntikan, menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi

lokal, menghitung dosis anestesi yang harus diberikan, menggunakan dosis yang telah

dihitung, menangani pasien yang mengalami komplikasi. Sebesar 15,8% responden

yang hanya kadang-kadang saja melihat efek samping setelah penyuntikan, dan masih

ada sebesar 39,47% responden yang tidak pernah melihat efek samping tersebut.

Namun dari keseluruhan responden, tidak ada satu pun responden yang melakukan

penimbangan berat badan dan perhitungan dosis anestesi lokal. Selain itu hal yang

sama juga didapat pada penggunaan dosis setelah perhitungan, bahwa tidak ada satu

pun responden yang menggunakan dosis anestesi lokal yang telah dihitung. Hal ini

saling berkaitan, karena penetapan dosis anestesi lokal didapat apabila kita

(50)

memasukkan hasil berat badan pasien, serta menggunakan dosis anestesi lokal

tersebut untuk penyuntikan (Tabel 8).

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)

Perilaku Selalu

Melihat efek samping setelah penyuntikan

Menangani pasien yang mengalami komplikasi

Menghitung dosis anestesi yang harus diberikan

Menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal

Menggunakan dosis yang telah dihitung

Hasil penelitian tentang perilaku penggunaan dosis anestesi lokal pada

pencabutan gigi didapat persentase tertinggi pada kategori kurang yaitu 68,4%.

Sebanyak 31,6% responden termasuk kategori cukup dan 0% responden termasuk

(51)

Tabel 9. Kategori Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)

Kategori Jumlah Persentase

Baik

Terdapat beberapa alasan responden untuk tidak melakukan perilaku pengunaan

dosis anestesi lokal dari masing-masing pertanyaan dalam kuesioner. Alasan

terbanyak mengapa tidak melakukan penimbangan berat badan sebelum melakukan

pemberian anestesi lokal adalah tidak tersedianya alat penimbang berat badan di

Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU(47,3%), diikuti alasan terbanyak

responden tidak melakukan anamnesa sebelum penyuntikan adalah terburu-buru

sehingga lupa untuk melakukan anamnesa(60%). Alasan terbanyak tidak

menganamnesa obat-obatan yang sedang dikonsumsi adalah responden akan

menganamnesa pasien yang berumur diatas 30 tahun(35,7%). Alasan terbanyak tidak

menghitung dosis maksimum yang harus diberikan adalah responden tidak

mengetahui bagaimana cara menghitung dosis maksimum anestesi lokal(39,5%).

Seluruh responden (100%) tidak menggunakan dosis yang sesuai aturan pada saat

penyuntikan karena tidak ada yang menghitung dosis maksimum anestesi lokal

dengan menggunakan penimbangan berat badan. Responden tidak melihat efek

samping setelah penyuntikan karena responden langsung melakukan tindakan tanpa

melihat efek samping dari anestesi lokal(42,8%). Responden tidak pernah menangani

pasien yang mengalami komplikasi setelah penyuntikan karena tidak kembalinya

(52)

Tabel 10. Alasan Responden Tidak Melakukan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal (n=38)

Alasan Jumlah %

Tidak melakukan penimbangan berat badan sebelum melakukan pemberian anestesi lokal

• Tidak tersedia alat penimbang berat badan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU

• Tidak ada instruksi kepada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik untuk melakukan penimbangan berat badan

• Lain-lain

Tidak melakukan anamnesa sebelum penyuntikan

• Terburu-buru sehingga lupa untuk melakukan anamnesa

• Merasa bahwa pasien dalam kondisi baik sehingga tidak melakukan anamnesa

Tidak menganamnesa obat-obatan yang sedang dikonsumsi

• Akan menganamnesa pasien yang berumur >30 tahun

• Tidak mengetahui pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi pasien terhadap efektivitas anestesi lokal

• Akan menganamnesa bila ingat

• Akan menganamnesa apabila mengetahui pasien menderita suatu penyakit sistemik

• Lain-lain

Tidak menghitung dosis maksimum yang harus diberikan

• Tidak mengetahui bagaimana cara menghitung dosis maksimum anestesi lokal

• Tidak tersedia alat penimbang berat badan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU sehingga responden tidak menghitung dosis maksimum anestesi lokal

• Lain-lain

Pada saat penyuntikan tidak menggunakan dosis yang sesuai aturan

• Tidak ada responden yang melakukan perhitungan dosis maksimum anestesi lokal dengan menggunakan penimbangan berat badan

Tidak melihat efek samping setelah penyuntikan

• Responden langsung melakukan tindakan tanpa melihat efek samping

• Pasien langsung pulang

Tidak pernah menangani pasien yang mengalami komplikasi setelah penyuntikan

• Tidak kembalinya pasien ke Klinik setelah pencabutan

(53)

gigi

• Tidak adanya keluhan pasien setelah pencabutan gigi

• Responden kadang-kadang mendapati pasien yang mengalami komplikasi (Contoh dry socket) karena penggunaan dosis anestesi lokal yang berlebih.

7 3

(54)

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengetahuan tentang penggunaan anestesi lokal pada pencabutan

gigi menunjukkan 100% responden mengetahui bahwa istilah anestesi berasal dari

bahasa yunani sama halnya dengan definisi anestesi lokal. Anestesi lokal

didefinisikan sebagai hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu

bagian tubuh, dihasilkan oleh agen topikal yang disuntikkan tanpa menekan tingkat

kesadaran. Sebanyak 97,3 % responden mengetahui jenis-jenis anestesi lokal dan efek

dari anestesi lokal tersebut. Hal ini tergolong kategori baik karena seorang mahasiswa

kepaniteraan klinik harus mengetahui jenis-jenis anestesi lokal serta efek dari anestesi

lokal yang digunakan. Hal ini mungkin disebabkan karena pada masa perkuliahan,

responden sudah mendapat teori mengenai jenis-jenis anestesi lokal dan efek samping

anestesi lokal tersebut. Hampir seluruh responden mengetahui jenis-jenis anestesi

lokal dan efek samping anestesi lokal. Anestesi lokal terbagi menjadi dua golongan

yaitu golongan amida dan golongan ester.

Pengetahuan responden mengenai larutan anestesi lokal yang ideal sudah

tergolong baik, yaitu 94,7%. Hal ini menunjukkan bahwa responden memahami

pengertian dari anestesi lokal yang ideal, dimana larutan anestesi lokal yang ideal itu

adalah larutan yang tidak mengiritasi, tidak merusak jaringan saraf secara permanen,

mula kerjanya singkat, dan larut dalam air. Pengetahuan yang baik ini mungkin

disebabkan karena pada pada masa perkuliahan responden sudah menerima teori

mengenai pengertian anestesi lokal yang ideal. Menurut Malamed, komplikasi lokal

dari penggunaan anestesi lokal terdiri dari kegagalan untuk mendapatkan efek

anestesi, sakit selama dan setelah penyuntikan, pembentukan haematoma pada daerah

penyuntikan, kepucatan, trismus, paralisa wajah, patahnya jarum, infeksi, trauma

pada bibir, gangguan visual, parastesi. Hasil penelitian juga menunjukkan 73,6%

responden mengetahui komplikasi lokal dari anestesi lokal. Hal ini menunjukkan

Gambar

Tabel 1. Rekomendasi dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dengan vasokonstriktor13,16,17
Gambar (1) Usaha tersenyum hanya menimbulkan efek unilateral karena paralisa otot-otot wajah
Tabel 2. Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 4. Kategori Nilai Perilaku
+6

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran keberhasilan pati rasa pada anestesi lokal blok mandibula metode Fischer di Klinik Bedah Mulut RSGMP USU selama 1 bulan adalah sebanyak 60 tindakan berhasil terjadi

11 Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 36% responden mengetahui tentang pernyataan yang berkaitan dengan penggunaan simpul dalam penjahitan luka, dimana surgeon’s knot

Hasil penelitian terhadap pengetahuan tentang Bell’s palsy yang dilakukan pada 54 orang responden di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial didapatkan hasil 64,81%

Tingkat pengetahuan responden yang termasuk kategori baik (76%- 100%) meliputi pertanyaan yang ditanyakan saat anamnesa, tindakan yang dilakukan jika ditemui pasien dengan alergi

Sebanyak 54,8% responden mengetahui definisi teknik desensitisasi pada reaksi alergi antibiotik adalah merupakan terapi yang dilakukan dengan cara memberikan alergen sedikit

Hasil penelitian tentang pengetahuan responden pada penanganan trauma maksilofasial secara umum mencakup dalam hal definisi, anatomi, etiologi,

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat pengetahuan

mulut. Istilah injeksi blok berarti bahwa anestetikum di deponir di suatu titik antara otak dan daerah yang dioperasi yang menembus batang saraf atau serabut saraf yang akan