• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA

KEPANITERAAN KLINIK TERHADAP

PENCEGAHAN KOMPLIKASI LOKAL PADA

PENGGUNAAN ANESTESI LOKAL

DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU

PERIODE MEI 2015 - JUNI 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

HENDRY DARMA PUTERA

110600127

Pembimbing:

Isnandar, drg., Sp. BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2015

Hendry Darma Putera

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015.

v + 44 halaman

(3)

penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa kepaniteran klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU pada periode Mei 2015 – Juni 2015 yang dilakukan dengan cara membagikan kuesioner yang terdiri dari 21 pertanyaan. Hasil yang didapat dari Kuesioner diolah secara komputerisasi menggunakan Microsoft excel. Hasil penelitian pengetahuan responden terhadap pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal didapat persentase tertinggi pada kategori berpengetahuan kurang yaitu 50,90%. Sedangkan sebanyak 47,27% responden termasuk kategori pengetahuan sedang dan sebanyak 1,82% responden yang berpengetahuan baik. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat oleh peneliti disimpulkan bahwa pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU termasuk kurang dan perlu ditingkatkan.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ...

2.2.2 Penggolongan anestesi lokal ... 4

(5)

2.3.2 Parestesi ... 15

2.3.8 Rasa Terbakar Saat Penyuntikan ... 20

2.3.9 Infeksi ... 21

2.3.10 Edema ... 21

2.3.11 Pengelupasan Jaringan ... 22

2.3.12 Lesi Intraoral Setelah Anestesi ... 23

2.4 Pengetahuan ... 23

2.4.1 Kriteria Tingkat Pengetahuan ... 25

2.5 Kerangka Teori ... 26

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 29

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 30

4.2 Pengetahuan Responden terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal ... 32

(6)

BAB 6 Kesimpulan dan Saran ... 41

6.1 Kesimpulan ... 41

6.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Karpul, ampul dan jarum ... 8

2. Komponen jarum ... 9

3. Anestesi topikal ... 9

4. Anestesi infiltrasi ... 10

5. Blok mandibula ... ... 11

6. Blok Mentalis ... 12

7. Blok zigomatik ... 12

8. Blok infraorbital ... 13

9. Daerah jarum yang paling sering rusak ... 15

10.Paralisa Wajah ... 16

11. Trauma Jaringan Lunak ... 17

12.Penempatan gulungan kapas ... 18

13. Hematoma ... 19

14. Pengelupasan jaringan ... 22

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis Anestesi Lokal ... 5

2. Komposisi Dan Fungsi Anestesi Lokal ... 6

3. Mekanisme Anestesi Lokal ... 7

4. Kategorik Nilai Pengetahuan ... 31

5. Karakteristik Responden Mahasiswa Kepaniteraan Klinik ... 32

6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal Pada Penggunaan Anestesi Lokal ... 33

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015” yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta do’a dari berbagai pihak. Penulis ucapkan terima kasih setulusnya kepada Ayahanda tercinta Lukbert Sihotang dan Ibunda tercinta Lamtiur Panggabean, yang telah memberikan didikan, kasih sayang dan dukungan secara moral dan materil kepada penulis dan kepada kakak-kakak penulis Erick Sihotang, Jeckson Sihotang dan Anita Sihotang serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan semangat, do’a dan dukungan yang tak terhingga selama penulis mendapatkan pendidikan akademik dan menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku ketua Departemen Bedah

Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

2. Isnandar, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dukungan, dan motivasi selama proses penyusunan skripsi ini selesai.

3. Yumi Lindawati, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah

(10)

4. Teman-teman terbaik di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Mustika Putri, Dorayati Marbun, Jefferson Daniel yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan

Maksilofasial serta seluruh stambuk 2011 atas dukungan, saran, dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, pengembangan ilmu, dan masyarakat.

Medan, 3 Juli 2015

Penulis,

(Hendry Darma Putera)

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian anestesi lokal adalah salah satu tindakan yang paling sering dilakukan dalam bidang kedokteran gigi.1 Mengurangi sensasi nyeri dan kecemasan selama prosedur merupakan tujuan dari penggunaan anestesi lokal. Efek anestesi ini dihasilkan oleh aplikasi atau injeksi sejumlah agen farmakologis untuk menghilangkan nyeri pada daerah yang spesifik di rongga mulut selama periode waktu yang singkat.2

Menurut Malamed, anestesi lokal adalah tindakan yang paling aman dan paling efektif untuk pencegahan dan penatalaksanaan nyeri.3 Meskipun demikian ada sejumlah komplikasi yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan anestesi lokal. Komplikasi lokal merupakan komplikasi yang terjadi pada sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan komplikasi yang melibatkan respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi lokal. Komplikasi sistemik pada penggunaan anestesi lokal termasuk overdosis (reaksi toksik), alergi, dan reaksi psikogenik.Sedangkan komplikasi lokal menurut Malamed termasuk patah jarum, parastesi, paralisis wajah, trismus, trauma pada jaringan, hematoma, rasa sakit, rasa terbakar, infeksi, edema, Pengelupasan jaringan, dan lesi intraoral setelah anestesi.4

Penelitian Daublander dkk pada 2731 pasien, secara keseluruhan terdapat sebanyak 4,5% insiden komplikasi.5 Penelitian lain oleh Pogrel menemukan 16 kasus patah jarum selama 25 tahun (1983-2008). Sebanyak 15 kasus terjadi pada blok mandibula dan 1 kasus pada blok saraf alveolar superior posterior.6 Garisto dkk melaporkan selama rentang 10 tahun (November 1997-Agustus 2008), ada sebanyak 248 kasus parastesi yang berhubungan dengan anestesi lokal.7

(12)

lokal terinjeksi dalam pembuluh darah. Namun pada penelitian ini tidak ada laporan terjadinya patah jarum, hematoma, edema, paralisis wajah dan reaksi obat yang merugikan 8

Dokter gigi seharusnya tetap mengingat bahwa setiap suntikan berpotensi untuk mengakibatkan hal yang tidak menguntungkan bahkan membahayakan. Dokter gigi dituntut untuk mengetahui bagaimana cara memperkecil insidens komplikasi anestesi.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Alasan penelitian ini dilakukan adalah karena mahasiswa kepaniteraan klinik akan menjadi dokter gigi yang kemugkinan akan mendapatkan kasus komplikasi anestesi. Oleh karena itu penting bagi mahasiswa kepaniteraan klinik untuk mengetahui pencegahan komplikasi anestesi lokal.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU

(13)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan gambaran mengenai tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal.

2. Dapat dijadikan sebagai bentuk upaya yang efektif untuk mencegah komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Komplikasi, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 adalah penyakit yang timbul dalam masa pengobatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul akibat dari pelayanan yang diberikan kepada pasien.9 Anestesi lokal berisiko dapat menyebabkan komplikasi yang terjadi secara lokal maupun sistemik.10

2.2 Anestesi Lokal

2.2.1 Defenisi Anestesi Lokal

Anestesi lokal didefinisikan sebagai tindakan yang menghilangkan rasa nyeri atau sakit untuk sementara pada salah satu bagian tubuh, secara topikal atau suntikan, tanpa disertai hilangnya tingkat kesadaran. Anestesi lokal digunakan untuk mengurangi nyeri sehingga pasien merasa nyaman saat dilakukan tindakan dan dokter gigi mampu bekerja dengan baik.3,11

2.2.2 Penggolongan Anestesi Lokal

(15)

Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester adalah prokain, sedangkan golongan amida adalah lidokain dan bupivakain. Secara garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai berikut:13

Tabel 1. Jenis Anestesi Lokal

Prokain Lidokain Bupivakain

Golongan Ester Amida Amida

Mula Kerja 2 menit 5 menit 15 menit

Lama Kerja 30-45 menit 45-90 menit 2-4 jam

Metabolisme Plasma Hepar Hepar

Dosis maksimal

(mm/kgBB)

12 6 2

Potensi 1 3 15

Toksisitas 1 2 10

2.2.3 Komposisi Anestesi lokal

(16)

Komposisi dari larutan anestesi lokal terdiri dari agen, vasokonstriktor, agen pengoksidasi, bahan pengawet, antifungal dan solvent seperti yang terlihat pada tabel berikut:14

Tabel 2. Komposisi dan fungsi anestesi lokal

Komposisi Fungsi

Methyl paraben Bahan pengawet

Thymol Antifungal

Air suling Solvent

2.2.4 Mekanisme Anestesi Lokal

(17)

Tabel 3. Mekanisme Anestesi Lokal

2.2.5 Armamentarium

Peralatan yang digunakan pada penggunaan anestesi lokal adalah.11,16

1. Karpul

Kriteria karpul yang dipakai untuk anestesi lokal: 1. Tahan lama, tidak rusak karena sterilisasi berulang.

2. Jarum suntik sekali pakai harus dikemas dalam wadah steril.

3. Sesuai dengan berbagai macam ampul dan jarum dari produsen yang berbeda.

4. Murah, ringan, dan mudah digunakan dengan satu tangan.

5. Efektif untuk aspirasi sehingga darah dapat dengan mudah diamati pada ampul.

Perpindahan ion kalsium pada reseptor saraf

Pengikatan molekul anestesi lokal pada reseptor

Menghambat kanal sodium

Mengurangi konduktivitas sodium

Menekan terjadinya depolarisasi

Gagal mencapai ambang batas potensial

Kurangnya aksi potensial yang terjadi

(18)

2. Ampul

Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah atau kontaminasi dari larutan. Sebagian besar ampul mengandung 2,2 ml atau 1,8 ml larutan anestesi lokal. Ampul dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada karpul standar namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah cukup untuk suatu prosedur perawatan gigi rutin.

3. Jarum

Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai standar

American Dental Association = ADA); panjang (32 mm), pendek (20 mm) dan superpendek (10 mm).

Gambar 1: Karpul, ampul dan jarum.11

Komponen jarum terdiri dari:16,17

a. Bevel: Sudut atau ujung jarum. Semakin besar sudut bevel dengan sumbu panjang jarum, semakin besar tingkat defleksi jarum melewati jaringan lunak. b. Shank: Semakin tinggi gauge semakin kecil diameter internal. Ukuran yang

paling umum adalah 25, 27 dan 30 gauge.

c. Hub: hub adalah sepotong plastik atau logam yang dilalui jarum yang

(19)

Gambar 2: Komponen jarum.17

2.2.6 Tipe-Tipe Anestesi Lokal

1. Anestesi Topikal

Anestesi topikal diperoleh melalui aplikasi agen anestesi tertentu pada daerah kulit dan membran mukosa yang dapat dipenetrasi untuk mengebaskan ujung-ujung saraf superfisial (gambar 3). Anestesi ini paling sering digunakan untuk mengebaskan mukosa sebelum dilakukan penyuntikan. Bahan aktif yang terkandung dalam larutan adalah lignokain hidroklorida 10% dalam basis air yang dikeluarkan dalam jumlah kecil dari kontainer aerosol atau biasa disebut semprotan klor etil.18

(20)

2. Anestesi Infiltrasi

Teknik ini dapat digunakan untuk mendapatkan anestesi pada gigi atas dan gigi anterior bawah. Efek anestesi didapatkan dengan mendepositkan larutan di sekitar akar gigi, pada sebelah bukal di bagian sulkus (gambar 4). Porositas pada tulang memungkinkan larutan berdifusi ke plat luar tulang untuk kemudian mengenai saraf. 15

Gambar 4: Anestesi infiltrasi15

3. Anestesi Blok

Injeksi blok pada batang saraf dapat digunakan untuk kepentingan bedah mulut. Istilah injeksi blok berarti bahwa anestetikum di deponir di suatu titik antara otak dan daerah yang dioperasi yang menembus batang saraf atau serabut saraf yang akan memblok sensasi yang datang. Sejauh ini, injeksi blok yang paling umum digunakan adalah blok mandibula, selain itu ada blok mental, blok saraf alveolar superior posterior dan blok infraorbital. 15

a) Blok mandibula

(21)

kedalam membran mukosa. Klinisi tidak seharusnya mencoba untuk mengenai tulang, 6 mm bagian jarum masuk kedalam jaringan dan dideponirkan anestetikum sebanyak 0,5 untuk anestesi saraf bukal panjang. Jarum dikeluarkan perlahan dan digeser ke sisi yang sama sehingga meluncur diatas internal olique ridge. Pada posisi ini jarum dimasukkan pada kedalaman 6-9 mm dan dideponirkan 0,5 cairan anestesi. Kemudian jarum suntik ditarik lagi dari sisi berlawanan dan dimasukkan hingga berjarak 12-15 mm sampai menyentuh tulang (gambar 5).Bila aspirasi negatif di deponir 1,8 ml anestetikum untuk menganestesi saraf alveolar inferior.15

Gambar 5: Blok mandibula 1) Posisi 1 saraf bukal panjang, 2) Posisi 2 saraf lingual. 3) Posisi 3 saraf alveolar inferior.15

b) Blok saraf mentalis

(22)

mengenai periosteum mandibula (gambar 6). Sekitar 0.5-1 ml larutan di injeksikan dan ujung jari digunakan untuk memasse hingga cairan masuk kedalam kanal. 15

Gambar 6: Blok Mentalis.15

c) Blok zigomatik

Posisikan pasien sehingga bagian oklusal gigi maksila membentuk sudut 450 terhadap lantai. Menggunakan jarum berukuran 25 gauge, jarum dimasukkan setinggi lipatan mukobukal sebelah distal gigi molar kedua. Daerah yang dituju adalah nervus alveolaris superior bagian posterior. Jari tangan berada pada sudut 900 terhadap permukaan oklusal gigi maksila dan 450 terhadap bidang sagital. Jarum diposisikan pada dasar sulkus, dekat fisur pterigomaksila, mengarah keatas dari lipatan mukobukal menuju daerah diatas akar distobukal gigi molar kedua. (gambar 7).15

(23)

d) Blok infraorbital

Pasien diposisikan sehingga bidang oklusal gigi maksila berada pada sudut 450 terhadap lantai. Tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara palpasi. Pertahankan jari telunjuk pada foramen ini secara eksternal, kenudian tarik bibir menggunakan jempol untuk memaparkan lipatan mukobukal. Jarum diarahkan paralel dengan gigi premolar kedua. Tempat penusukan dilakukan pada titik yang berada kira-kira 5 mm dari lipatan mukobukal. Penetrasi jarum kira-kira 2 cm, sebanyak 1 ml larutan anestesi diinjeksikandan jaringan diatasnya kemudian di masase untuk membantu penetrasi larutan kedalam kanal. (gambar 8). 15

Gambar 8: Blok Infraorbital.15

2.3 Komplikasi Lokal

Sejumlah faktor pengaruh yang menyebabkan komplikasi tergantung dari pasien dan operator. Faktor pengaruh pasien mencakup anatomi, patologi atau psikologis. Beberapa faktor yang berhubungan dengan operator adalah kesalahan penempatan jarum, kegagalan untuk aspirasi sebelum injeksi, maupun kecepatan injeksi.20

(24)

adanya potensi risiko yang terkait dengan suntikan dan dengan menaati protokol rutin yang harus diikuti sebelum memberikan setiap anestesi lokal.21

2.3.1. Kerusakan Jarum

Sejak diperkenalkannya jarum stainless steel sekali pakai, dan dipasarkan dalam wadah paket yang steril menyebabkan kasus patah jarum menjadi semakin jarang terjadi. Sebelumnya, untuk memberikan sterilisasi, dokter gigi merendam jarum hipodermik kecil dalam larutan desinfektan kimia, namun tindakan ini dianggap tidak efektif dan bahkan dapat mengkorosi logam.22

Penyebab umum patahnya jarum adalah gerakan tiba-tiba yang tidak terduga pada pasien saat jarum menusuk otot atau kontak periosteum. Jika pasien berlawanan dengan arah jarum maka tekanan yang adekuat ini akan menyebabkan patah jarum.

Walaupun kebanyakan dokter gigi menggunakan jarum 27 gauge 35 mm untuk

anastesi blok nervus alveolaris inferior pada orang dewasa,kadang muncul persepsi

bahwa penggunaan jarum denan diameter yang lebih kecil (30 gauge) dapat

mengurangi rasa ketidaknyamanan pada pasien. Hal ini bahkan ditunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan dalam persepsi rasa nyeri antara penggunaan jarum 27 dan 30 gauge. Selain itu telah diketahui juga bahwa defleksi jarum dan tekanan mendorong pada syringe adalah lebih besar pada jarum dengan gauge yang lebih kecil. 22

(25)

Gambar 9: Daerah jarum yang paling sering rusak23

Meskipun jarang, kerusakan pada jarum bisa terjadi. beberapa hal, yang bila dihindari, dapat mencegah risiko patah jarum adalah sebagai berikut: 4,17

• Jangan menggunakan jarum pendek untuk blok mandibula pada orang dewasa. • Jangan gunakan jarum ukuran 30 untuk blok mandibula

• Jangan membengkokkan jarum saat akan memasukkan ke dalam jaringan lunak. • Jangan memasukkan jarum ke dalam jaringan lunak sampai ke hub.

• Hati-hati saat memasukkan jarum pada orang dewasa yang sangat fobia atau pada pasien anak.

2.3.2. Parastesi

Parestesi di definisikan sebagai anestesi yang menetap (anestesi melebihi durasi yang diharapkan). Terjadinya gangguan sensasi yang berlangsung lama pada daerah penyuntikan biasanya terjadi pada tindakan bedah seperti pencabutan gigi molar tiga. Walaupun jarang, namun dapat juga terjadi pada pelaksanaan anestesi lokal. Kasus ini hampir selalu mengenai saraf alveolaris inferior atau saraf lingual disebabkan oleh trauma pada saat anestesi blok mandibula.4

(26)

disekitar saraf, kemudian menjadi parastesi. Perdarahan di sekitar selubung saraf juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada saraf sehingga terjadi parastesi.4

2.3.3. Paralisa Wajah

Injeksi lokal anestesi pada mulut kadang-kadang dapat memberi efek yang tidak disengaja pada saraf yang berdekatan . Contoh yang paling jelas adalah saraf fasial setelah blok mandibula. Jika ini terjadi, pasien tidak bisa menutup mata dan pergerakan setengah bagian wajah berubah, garis senyum dan sudut mulut jatuh (gambar 10).24

Komplikasi ini disebabkan karena jarum diinsersikan terlalu jauh kebelakang dan terlalu dekat dengan ramus ascendens dan larutan terdeposit pada substansi glandula parotis serta menganestesi cabang-cabang saraf fasialis sehingga menimbulkan paralisa otot yang disuplainya.24

Gambar 10: Paralisa wajah.4

(27)

2.3.4. Trismus

Trismus adalah kondisi kesulitan membuka rahang karena kejang otot.4

Penyebab trismus pada injeksi anestesi lokal adalah trauma pada otot atau pembuluh darah. Selain itu, Larutan anestesi lokal yang terkontaminasi dengan alkohol juga dapat mengiritasi jaringan, yang kemudian berpotensi menyebabkan trismus. Perdarahan adalah penyebab lain dari trismus, volume darah yang besar menghasilkan iritasi jaringan yang menyebabkan disfungsi sampai darah diresorbsi secara perlahan.4 Trismus dicegah dengan:4

1. Gunakan jarum sekali pakai yang tajam, steril. 2. Perawatan dan pemeliharaan ampul

3. Jarum yang terkontaminasi harus segera diganti 4. Latih teknik insersi dan injeksi yang atraumatik

5. Hindari injeksi berulang dan insersi berkali-kali pada daerah yang sama. 6. Gunakan anestesi lokal dengan volume yang tepat.

2.3.5. Trauma jaringan lunak

Trauma pada bibir dan lidah biasanya disebabkan karena perilaku pasien yang tidak hati-hati atau tanpa sengaja menggigit-gigit bibir atau menghisap jaringan yang teranastesi. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan dan nyeri yang siginifikan (gambar 11).4

(28)

Kejadian ini sering terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa yang memiliki disabilitas mental atau fisik. Trauma pada jaringan yang dianestesi dapat menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri ketika efek anestesi mulai berkurang.4

Kasus ini dapat dihindari dengan menempatkan gulungan kapas yang diikat dengan dental floss diantara bibir dan gigi selama berlangsungnya efek anestesi (gambar 12). Selain itu peringatkan pasien dan pendamping pasien agar tidak memakan atau minum yang panas dan menggigit bibir atau lidah selama efek anestesi berlangsung.4

Gambar 12: Penempatan gulungan kapas4

2.3.6. Hematoma

Jaringan rongga mulut mempunyai cukup banyak pembuluh vaskular sehingga jarum suntik dapat menembus pembuluh darah secara tidak sengaja. Hematom dapat terjadi jika pada saat jarum dimasukkan, kemudian menembus pembuluh darah mengakibatkan kebocoran sehingga darah merembes jaringan sekitarnya (Gambar 13). 24

(29)

setelah blok mandibula dapat dilihat secara intraoral sedangkan hematoma akibat blok saraf alveolar superior posterior dapat dilihat secara ekstraoral.24

Gambar 13: Hematoma4

Hematoma tidak selalu dapat dicegah, setiap jarum yang dimasukkan kedalam jaringan berisiko menyentuh pembuluh darah. Beberapa cara untuk mencegah resiko hematoma adalah:4

1. Pentingnya pengetahuan anatomi normal yang terlibat.

2. Pada pasien dengan wajah kecil kurangi kedalaman penetrasi pada blok saraf alveolar superior posterior.

3. Gunakan jarum yang pendek pada blok zigomatik 4. Minimalkan jumlah penetrasi jarum ke dalam jaringan 5. Jangan gunakan jarum untuk menjajaki jaringan.

2.3.7. Nyeri saat penyuntikan

(30)

tulang untuk mencegah ujung yang tajam pada jarum menusuk periosteum yang padat dan sangat dipersarafi sehingga merobeknya dari tulang.24

Nyeri juga dapat ditimbulkan oleh penyuntikan larutan non isotonik atau yang sudah terkontaminasi. Penggunaan ampul yang tepat akan dapat meniadakan kemungkinan ini. Tekanan yang cukup besar pada saat mendepositkan larutan pada jaringan juga akan menimbulkan rasa sakit.4

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah:4 1. Mematuhi prosedur injeksi yang tepat

2. Gunakan jarum yang tajam

3. Gunakan anestesi topikal bila perlu. 4. Gunakan larutan anestesi yang steril 5. Injeksi lokal anestesi secara perlahan 6. Pastikan temperatur larutan tepat. 7. Ph larutan harus berkisar 7,4.

2.3.8. Rasa terbakar pada penyuntikan

Penyebab utama dari rasa terbakar adalah pH larutan anestesi lokal yang didepositkan ke jaringan lunak dimana pH dari anestesi lokal, tidak termasuk vasokonstrikstor adalah sekitar 6.5. Larutan yang mengandung vasokonstriktor diketahui lebih asam (sekitar 3.5). Injeksi yang terlalu cepat juga mengakibatkan rasa terbakar. Selain itu, ampul yang disimpan dalam alkohol atau bahan sterilisasi lainnya dapat menyebabkan alkohol berdifusi kedalam ampul. Larutan dengan suhu tubuh normal biasanya masih dirasakan terlalu panas oleh pasien.4

Pencegahan rasa terbakar pada penyuntikan:4 1. Ph larutan anestesi netral sekitar 7,4.

2. Memperlambat kecepatan injeksi. Kecepatan yang ideal adalah 1 mL/min. Jangan melewati 1,8 mL/min.

3. Ampul harus disimpan dalam temperatur ruangan dalam kontainer

(31)

2.3.9. Infeksi

Infeksi adalah komplikasi suntikan yang jarang terjadi karena pemakaian peralatan yang steril serta teknik asepsis umumnya sudah dapat mencegah masuknya organisme pada saat penyuntikan. Penyebab paling utama pada infeksi setelah penyuntikan adalah jarum yang telah terkontaminasi sebelum melakukan anestesi. Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa. Dokter gigi harus mempertimbangkan untuk tindakan desinfeksi daerah suntikan dengan memberikan antiseptik atau dengan obat kumur klorheksidin pada pasien dengan gangguan sistem imun. Jarum tidak boleh menembus daerah infeksi atau abses, karena hal ini diketahui dapat meningkatkan resiko menyebarnya mikroorganisme dan memperburuk infeksi. 24

Beberapa cara pencegahan infeksi pada penggunaan anestesi lokal adalah:4 1. Gunakan jarum yang steril

2. Menghindari kontak jarum dengan permukaan yang tidak steril. 3. Perawatan dan pemeliharaan ampul

a. Gunakan ampul hanya sekali

b. Simpan ampul dalam wadah aslinya.

c. Bersihkan leher ampul dengan alcohol steril, hapus segera sebelum digunakan.

4. Persiapkan jaringan sebelum penetrasi. Keringkan dan gunakan antiseptik topikal.

2.3.10. Edema

(32)

Edema dicegah dengan:4

1. Perawatan dan pemeliharaan peralatan anestesi lokal 2. Lakukan injeksi yang tidak menimbulkan trauma.

3. Lakukan evaluasi medis yang adekuat pada pasien sebelum pemberian

obat.

2.3.11. Pengelupasan jaringan

Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril (gambar 12). Penyebab deskuamasi epitel, antara lain aplikasi anestesi topikal pada gusi yang terlalu lama, sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan dan adanya reaksi pada area anestesi topikal. Penyebab abses steril, antara lain iskemia sekunder akibat penggunaan lokal anestesi dengan vasokonstriktor, biasanya terjadi pada palatum keras.4

Gambar 14: Pengelupasan jaringan.5

(33)

2.3.12. Lesi intraoral setelah anestesi

Pasien sering melaporkan setelah 2 hari diberikan anastesi lokal timbul ulserasi pada mulut mereka terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya adalah nyeri. RAS atau herpes simpleks dapat terjadi setelah anestesi lokal (gambar 13). Rekuren Aftosa Stomatitis merupakan penyakit yang paling sering terutama berkembang pada gingiva yg tidak cekat dengan tulang seperti vestibulum bukal. Penyebab lesi intraoral ini belum diketahui, ulser tidak dapat dicegah dan perawatannya simptomatik. Trauma pada jaringan oleh dapat disebabkan oleh jarum, larutan anestesi lokal atau peralatan lain (penjepit rubber dam dan handpiece), oleh karena itu dibutuhkan penanganan jaringan yang hati-hati.4,15

Gambar 15: Herpes simpleks dan stomatisis aftosa rekuren.4

2.4 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh sebagai akibat stimulus yang ditangkap panca indera. Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan.25

Pengetahuan merupakan mempunyai tingkatan, yaitu :26

(34)

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap suatu rangsangan tertentu. Oleh karena itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang ‘tahu’ tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori yang telah ada.

f. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya.

(35)

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.26

2.4.1 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan menggunakan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:27

(36)

Komplikasi Lokal Mekanisme Anestesi Lokal

Penggolongan anestesi lokal

Komposisi anestesi lokal

Armamentarium

Tipe Anestesi

Anestesi Lokal Komplikasi Anestesi

2.5 Kerangka Teori

Kerusakan Jarum

Parestesi

Paralisis Wajah

Trismus

Luka Pada Jaringan

Hematoma

Nyeri Saat Penyuntikan

Rasa Terbakar Saat Penyuntikan

Infeksi

Edema

Pengelupasan Pada Jaringan

Lesi Intraoral Setelah Anestesi

(37)

2.6 Kerangka Konsep

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut

FKG USU

(38)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif, maksudnya adalah suatu penelitian yang tujuan utamanya mendeskkripsikan pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal di Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Klinik Bedah Mulut dan Maksilofasial Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang terletak di Jalan Alumni no.2 Kampus Usu, Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 27 Mei 2015- 6 Juni 2015

3.3Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen Bedah Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Periode Mei – Juni 2015.

3.3.2 Besar Sampel

(39)

3.4Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

NO NAMA VARIABEL DEFENISI OPERASIONAL

1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’ dari

responden tentang pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal.

2 Anestesi Lokal Tindakan menghilangkan rasa nyeri atau sakit

untuk sementara pada salah satu bagian tubuh, secara topikal atau suntikan tanpa disertai hilangnya tingkat kesadaran.

3 Komplikasi Lokal Reaksi tidak menguntungkan yang terjadi

disekitar daerah penyuntikan

4 Pencegahan Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi

resiko komplikasi lokal.

5 Kerusakan Jarum Kerusakan/patah jarum akibat gerakan tiba-tiba

yang tidak terduga pada pasien saat jarum menusuk otot atau kontak periosteum.

6 Parestesi Anestesi melebihi durasi yang diharapkan akibat

trauma pada saraf, larutan anestesi yang terkontaminasi alkohol, dan perdarahan di sekitar selubung saraf.

7 Paralisis Wajah Kelumpuhan pada nervus fasialis akibat jarum

diinsersikan terlalu jauh kebelakang sehingga larutan terdeposit pada substansi glandula parotis.

8 Trismus Kesulitan membuka rahang karena kejang otot

akibat trauma pada otot atau pembuluh darah , Larutan anestesi lokal yang terkontaminasi dengan alkohol dan perdarahan.

(40)

karena perilaku pasien yang tidak hati-hati menggigit bibir atau jaringan yang teranestesi.

10 Hematoma Kumpulan darah ekstravaskular karena jarum

yang menembus pembuluh darah sehingga mengakibatkan kebocoran.

11 Nyeri saat penyuntikan Nyeri yang terjadi karena injeksi yang kurang

hati-hati, jarum tumpul, posisi bevel yang salah, larutan nonisotonik atau yang sudah terkontaminasi, dan injeksi yang terlalu cepat.

12 Rasa terbakar saat

penyuntikan

Sensasi terbakar karena pH larutan asam, Injeksi yang terlalu cepat, dan temperatur terlalu panas.

13 Infeksi Masuknya organisme pada saat penyuntikan

karena pemakaian peralatan yang tidak steril.

14 Edema Pembengkakan jaringan karena trauma selama

injeksi, infeksi, alergi, hemoragi, dan injeksi larutan yang dapat menyebabkan perih.

15 Pengelupasan jaringan Deskuamasi epitel dan abses steril akibat iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi.

16 Lesi intraoral setelah

anastesi

Ulserasi pada mulut yang timbul setelah anestesi lokal di sekitar tempat injeksi.

3.5Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian dan diisi secara langsung oleh responden

3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan data

(41)

3.6.2 Analisis Data

Data yang telah diperoleh dihitung dalam bentuk persentase.hasil dari data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik utuk melihat tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU.

3.7 Pengukuran Data

Pengetahuan responden terhadap pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal diukur melalui 21 pertanyaan. Pertanyaan dengan jawaban benar dengan nilai 1 dan pertanyaan yang dengan jawaban salah nilai 0. Sehingga nilai tertinggi responden dari 21 pertanyaan adalah 21. Kemudian jumlah skor setiap responden dihitung dengan rumus :27

P = Persentase

F= Jumlah jawaban yang benar

N= Jumlah soal

Tabel 4. Kategorik Nilai Pengetahuan.27

Alat Ukur Hasil Ukur Kategorik Penilaian

Kuesioner

(42)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Responden dari penelitian ini adalah mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial selama bulan Mei dan Juni 2015 yang bersedia ikut dalam penelitian. Pada penelitian ini didapatkan jumlah responden sebanyak 55 orang. Responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29,09% dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 70,90%.

Tabel 5. Karakteristik responden mahasiswa kepaniteraan klinik

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 16 29,09%

Perempuan 39 70,90%

Total 55 100%

4.2 Pengetahuan Responden terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal

Pada Penggunaan Anestesi Lokal

(43)

golongan amida, komposisi anestesi lokal, mekanisme kerja anestesi lokal, pencegahan kerusakan/patah jarum, pencegahan trismus, pencegahan rasa terbakar saat penyuntikan, pencegahan timbulnya edema, dan pencegahan terjadinya pengelupasan jaringan. (tabel 4)

Tabel 6. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal

Pengetahuan Responden

Tahu Tidak Tahu

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Defenisi anestesi lokal 51 92,73% 4 7,27

Fungsi vasokonstriktor 43 78,18% 12 21,82%

Peralatan yang digunakan pada anestesi lokal

48 87,27% 7 12,73%

Ukuran jarum suntik pada kedokteran gigi

(44)

Pencegahan paralisis

Hasil penelitian terhadap pengetahuan pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal didapatkan presentasi tertinggi pada kategori kurang yaitu 50,90%, sedangkan berpengetahuan cukup sebesar 47,27% dan berpengetahuan baik 1,82%. (Tabel 5)

Tabel 7. Kategori pengetahuan responden terhadap pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal

Kategori Jumlah Persentase

Baik 1 1,82%

Cukup 26 47,27%

Kurang 28 50,91%

(45)

Diagram 1. Distribusi frekuensi pengetahuan responden pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal

1,82%

47,27% 50,91%

Baik

Cukup

(46)

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian terhadap pengetahuan tentang pencegahan komplikasi lokal pada anestesi lokal yang dilakukan pada 55 orang responden di departemen bedah mulut dan maksilofasial didapatkan hasil 92,73% responden mengetahui definisi dari anestesi lokal yaitu adalah tindakan yang menghilangkan rasa nyeri atau sakit untuk sementara pada salah satu bagian tubuh, secara topikal atau suntikan, tanpa disertai hilangnya tingkat kesadaran13. Sebanyak 32,73% responden mengetahui mekanisme anestesi lokal yang bekerja dengan menurunkan permeabilitas membran saraf

terhadap ion sodium.14 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan

responden terhadap definisi anestesi lokal tergolong baik namun kurang dalam memahami mekanisme kerja anestesi lokal. Hampir keseluruhan responden mengetahui defenisi anestesi lokal karena responden sudah mengetahui kegunaan anestesi lokal dan sudah menggunakan anestesi lokal untuk pengerjaan pasien di Departemen Bedah Mulut FKG USU, namun belum memahami teori tentang mekanisme kerjanya.

(47)

Komposisi larutan anestesi lokal terdiri dari agen, vasokonstriktor, pengoksidasi, bahan pengawet, antifungal dan solvent. Vasokonstriktor pada larutan anestesi lokal berfungsi untuk memperpanjang masa kerja anestesi.16 Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 29,09% responden mengetahui komposisi anestesi lokal dan sebanyak 78,18% responden mengetahui fungsi vasokonstriktor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap komposisi larutan anestesi lokal tergolong kurang sedangkan pengetahuan responden mengenai fungsi vasokonstriktor tergolong baik. Hal ini mungkin disebabkan karena responden hanya mengetahui bahwa larutan anestesi lokal setidaknya mengandung agen dan vasokonstriktor, namun tidak mengetahui bahwa terkandung juga pengoksidasi, antifungal, pengawet dan solvent.

Peralatan yang digunakan pada anestesi lokal termasuk jarum, ampul/cartridge dan karpul/syringe.19 Sebanyak 87,27% responden mengetahui peralatan yang digunakan pada anestesi lokal. Ukuran jarum suntik pada kedokteran gigi bervariasi berdasarkan American Dental Association (ADA) adalah panjang (32

mm), pendek (20 mm), superpendek (10 mm).20 Sebanyak 67,27% responden

mengetahui ukuran jarum suntik pada kedokteran gigi. Komponen jarum terdiri dari bevel, shaft dan hub.21 Sebanyak 60,00% responden mengetahui komponen jarum. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tergolong baik terhadap peralatan anestesi lokal dan tergolong cukup terhadap ukuran dan komponen jarum. Hal ini disebabkan karena responden sudah menggunakan peralatan anestesi lokal di klinik dan sebagian mengetahui juga ukuran dan komponen jarum yang digunakan.

Resiko patah jarum dapat dicegah dengan tidak menggunakan jarum pendek untuk blok mandibula pada orang dewasa, jangan menggunakan jarum ukuran 30 untuk blok mandibular jangan membengkokkan jarum saat akan memasukkan ke dalam jaringan lunak, jangan memasukkan jarum ke dalam jaringan lunak sampai ke

(48)

kurang. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden tidak mengetahui bahwa jarum lebih rentan patah pada daerah hub.

Komplikasi paralisa wajah dapat dicegah jika pada anestesi mandibula larutan didepositkan hanya jika telah terjadi kontak ujung jarum dengan tulang (aspek medial ramus). Jika jarum meleset ke posterior dan tidak terjadi kontak pada tulang, jarum harus ditarik kembali hampir seluruhnya dari jaringan, barel ditarik ke posterior dan jarum diinsersikan kembali sampai terjadi kontak dengan tulang.5,23 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 63,64% responden mengetahui pencegahan paralisis wajah. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap pencegahan paralisis wajah tergolong cukup.

Pencegahan trismus adalah dengan menggunakan jarum sekali pakai yang tajam, steril, perawatan dan pemeliharaan ampul, jarum yang terkontaminasi harus segera diganti, latih insersi dan injeksi yang atraumatik, hindari injeksi berulang dan insersi berkali-kali pada daerah yang sama dan menggunakan anestesi lokal dengan volume yang tepat. 4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 27,27% responden mengetahui pencegahan trismus. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap pencegahan trismus tergolong kurang. Hal ini mungkin disebabkan responden belum mengetahui bahwa kontaminasi alkohol dan penekanan disekitar otot pterigoid dapat menyebabkan trismus.

(49)

Hematoma tidak selalu dapat dicegah, setiap jarum yang dimasukkan kedalam jaringan berisiko menyentuh pembuluh darah. Untuk mengurangi resiko hematoma adalah dengan mengetahui anatomi normal yang terlibat, pada pasien dengan wajah kecil kurangi kedalaman penetrasi pada blok saraf alveolar superior posterior, gunakan jarum yang pendek, minimalkan jumlah penetrasi jarum ke dalam jaringan dan jangan gunakan jarum untuk menjajaki jaringan. 4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 61,82% responden mengetahui pencegahan hematoma. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap pencegahan hematoma tergolong cukup.

Tindakan yang dilakukan sebagai pencegahan nyeri saat penyuntikan adalah dengan mematuhi prosedur injeksi yang tepat, penggunaan jarum yang tajam, menggunakan anestesi topikal bila perlu, gunakan larutan anestesi yang steril, injeksi lokal anestesi secara perlahan, pastikan temperatur larutan tepat, ph larutan harus berkisar 7.4.4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 74,55% responden mengetahui pencegahan nyeri saat penyuntikan. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap pencegahan nyeri saat penyuntikan tergolong cukup.

Pencegahan rasa terbakar pada penyuntikan adalah dengan menggunakan larutan anestesi dengan ph sekitar 7.4, memperlambat kecepatan injeksi. Kecepatan yang ideal adalah 1ml/min. Jangan melewati 1.8 ml/min, ampul harus disimpan dalam temperatur ruangan dalam kontainer aslinya, atau kontainer yang sesuai tanpa alkohol atau bahan sterilisasi lainnya. 4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 14,55% responden mengetahui pencegahan rasa terbakar pada penyuntikan. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap pencegahan rasa terbakar pada penyuntikan tergolong kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar responden belum mengetahui Ph larutan yang tepat, kecepatan injeksi larutan yang tepat dan suhu larutan yang tepat.

(50)

steril selain itu dapat juga menggunakan antiseptik topikal untuk mempersiapkan jaringan sebelum penetrasi.4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 69,09% responden mengetahui pencegahan infeksi. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap pencegahan infeksi tergolong cukup.

Timbulnya edema karena anestesi lokal dicegah dengan merawat dan pemeliharaan peralatan anestesi lokal, melakukan injeksi yang tidak menimbulkan trauma dan melakukan evaluasi medis yang adekuat pada pasien sebelum pemberian

obat. 4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 32,73% responden mengetahui

pencegahan edema. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap pencegahan edema tergolong kurang.

Pencegahan pengelupasan jaringan adalah dengan hanya membiarkan larutan anestesi topikal berkontak dengan mukosa membran selama 1-2 menit dan tidak menggunakan larutan dengan vasokonstriktor yang terlalu pekat.4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43,64% responden mengetahui pencegahan Pengelupasan jaringan. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap pencegahan pengelupasan jaringan tergolong kurang. Hal ini dapat disebabkan karena responden belum mengetahui bahwa aplikasi anestesi topikal yang terlalu lama dapat menyebabkan komplikasi pengelupasan pada jaringan.

Penanganan jaringan dengan hati-hati dibutuhkan sebagai pencegahan timbulnya lesi intraoral akibat trauma pada jaringan oleh jarum, larutan anestesi lokal, atau peralatan lain (penjepit rubber dam dan handpiece).4,15 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 76,36% responden mengetahui pencegahan timbulnya lesi intraoral. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap pencegahan timbulnya lesi intraoral tergolong baik.

(51)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut FKG

USU terhadap pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal adalah sebanyak 1,82% berpengetahuan baik, 47,27% berpengetahuan cukup dan sebesar 50,90%, dengan kategori pengetahuan kurang.

2. Tingkat pengetahuan responden yang termasuk kategori baik (76%

-100%) meliputi defenisi anestesi lokal, pembagian golongan anestesi lokal, fungsi vasokonstriktor, peralatan yang digunakan pada anestesi lokal, dan pencegahan timbulnya lesi intraoral.

3. Tingkat pengetahuan responden yang termasuk kategori cukup (56% -

75%) meliputi ukuran jarum suntik pada kedokteran gigi, komponen jarum, pencegahan paralisis wajah, pencegahan hematoma, pencegahan nyeri dan pencegahan infeksi.

4. Tingkat pengetahuan responden yang termasuk kategori kurang (0-55%)

meliputi jenis anestetikum golongan ester, jenis anestetikum golongan amida, komposisi anestesi lokal, mekanisme kerja anestesi lokal, pencegahan kerusakan/patah jarum, pencegahan trismus, pencegahan trauma jaringan lunak pencegahan rasa terbakar saat penyuntikan, pencegahan timbulnya edema, dan pencegahan terjadinya pengelupasan jaringan.

6.2 Saran

(52)

2. Diharapkan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik untuk dapat mengaktualisasikan pengetahuan tentang pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal.

4. Diharapkan kepada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara untuk dapat mengevaluasi pembelajaran tentang pencegahan komplikasi lokal pada penggunaan anestesi lokal.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

1. Haas DA, Gaffen AS. Survey of local anesthetic use by ontario dentists. J Can Dent Assoc. 2009; 75(9):649.

2. Scarlett MI. Local anesthesia in today’s dental practice. Continiuing

Education Course. 2010: 3-4

3. Malamed SF. Reversing local anesthesia. Journal of Inside dentistry. 2008: 1-3

4. Malamed SF. Handbook of local anesthesia. Ed.6. Missouri: Elsevier Mosby,

2012: 292-326

5. Daublander M, dkk. The incidents of complications associated with local

anesthesia in dentistry. Anesth Prog 1997; 44: 132-41

6. Pogrel MA. Broken local aenesthetic needles: a case series of 16 patients, with recomendations. J Am Dent Assoc. 2009; 140: 1517-22

7. Garisto GA et al. Occurence of paresthesia after dental local aenesthetic administration in the United States. J Am Dent Assoc. 2010; 140: 836-44

8. Lustig JP, Zusman SP. Immediate complications of local anesthetic. J Am

Dent Assoc. 1999; 130: 496-99

9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 27 tahun 2014.

10. Cummings DR, Yamashita DR, McAndrews JP. Complications of local

anesthesia used in oral and maxillofacial surgery. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am. 2011; 23 369–77

11. Schwartz S. Local Anesthesia in pediatric dentistry. Continiuing Education Course. 2015: 3

12. Ikhsan M, Mariati NW, Mintjelungan C. Gambaran pengguna bahan anestesi

lokal untuk pencabutan gigi tetap oleh dokter gigi di kota Manado. J e-Gigi 2013; 1(2): 105.

13. Samodro R, Sutiyono D, Satoto HH. Mekanisme kerja obat anestesi lokal. J

(54)

14. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJ. Textbook of general and oral surgery. Philadelphia: Elsevier; 2003: 200-7

15. Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd Ed. India: Elvisier India, 2013: 171-88

16. Local Anesthesia Armamentarium. <www.dentalcare.com/en-US > . (10 April 2015)

17. Malamed SF, Reed K, Poorsataar S. Needle breakage: incidence and

prevention. Dent Clin N Am. 2010; 54: 745–56

18. Topical anesthetic. 2012.

19. Apply topical anesthetic. 2014. <www.dentalcare.com/en-US > . (10 April 2015)

20. Meechan JG. How to overcome failed local anesthesia.British Dental Journal. 1999; 186 (1): 15-20

21. Blanton PL, Jeske AH. Avoiding complication in anesthesia induction.

JADA. 2003; 134: 888-90

22. Kusuma S, Dahong F, Ruslin M. Penatalaksanaan patah jarum akibat anestesi lokal pada ekstraksi gigi. Dentofasial. 2012; 11:192-98

23. Inadvertent Breakage of Needle. <e-koreanjournalanesthesiology.org> (10 April 2015)

24. Baart JA, Brand HS. Local anesthesia in dentistry. United Kingdom:

Wiley-Blackwell, 2009: 117-27

25. Budiharto. Ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi.

Jakarta:EGC. 2008: 18-9

Gambar

Gambar
Tabel 1. Jenis Anestesi Lokal
Tabel 2. Komposisi dan fungsi anestesi lokal
Tabel 3. Mekanisme Anestesi Lokal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran keberhasilan pati rasa pada anestesi lokal blok mandibula metode Fischer di Klinik Bedah Mulut RSGMP USU selama 1 bulan adalah sebanyak 60 tindakan berhasil terjadi

Hasil penelitian tentang pengetahuan responden pada penanganan trauma maksilofasial secara umum mencakup dalam hal definisi, anatomi, etiologi,

Hasil penelitian tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tentang cara penanganan dental pada pasien Penyakit Jantung Koroner

lokal untuk pencabutan gigi tetap oleh dokter gigi di kota Manado.. Samodro R, Sutiyono D,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang cara penanganan dental

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang cara penanganan dental

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Bell’s palsy di Departemen Bedah Mulut FKG USU.. Jenis penelitian ini

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU terhadap syok anafilaktik akibat