• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Tingkat Pengetahuan Tentang Penjahitan Luka Pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode 8-31 Oktober 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Tingkat Pengetahuan Tentang Penjahitan Luka Pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode 8-31 Oktober 2014"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Prosedur bedah sering kali mengakibatkan terbentuknya luka akibat tindakan insisi yang memerlukan penjahitan luka. Dalam melakukan sebuah tindakan penjahitan luka, sangatlah diperlukan pengetahuan dan keterampilan mengenai pemilihan dan karakteristik dari benang jahit operasi dan teknik yang akan

digunakan. Penjahitan luka

yang tidak tepat tidak hanya

mengakibatkan proses

penyembuhan luka yang tertunda,

namun juga dapat mengakibatkan

terjadinya infeksi dan komplikasi

lainnya.

2.2 Penjahitan Luka

pada Rongga Mulut

Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan sebagai akibat dari ruda paksa. Penjahitan luka adalah suatu proses akhir dari prosedur bedah yang dilakukan untuk melekatkan kembali luka yang terbuka akibat insisi, untuk mengontrol perdarahan, dan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka primer.4 Menurut Glossary of Prosthodontic Terms-7, penjahitan luka merupakan suatu proses penyatuan jaringan yang terpisah oleh karena trauma ataupun luka yang ditimbulkan oleh intervensi bedah dengan cara tertentu dengan menggunakan bahan yang tepat.3

(2)

Dalam melakukan tindakan penjahitan, terdapat beberapa alat dan bahan yang dibutuhkan. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan tindakan penjahitan luka adalah sebagai berikut.

2.2.1.1 Alat yang Digunakan untuk Penjahitan Luka

Adapun alat yang digunakan dalam melakukan tindakan penjahitan luka adalah needle holder, gunting benang, dan pinset chirurgis.7

2.2.1.1.1 Needle Holder

Needle holder adalah sebuah instrumen dengan bentuk paruh pendek yang

berfungsi sebagai pemegang bagian distal jarum jahit dengan jarak 1/2 – 3/4 dari ujung jarum jahit dan sebagai penyimpul benang.8 Jenis yang digunakan bervariasi, yaitu tipe Crille wood (bentuknya seperti klem) dan tipe Mathew Kusten (bentuk segitiga).8 Untuk menjahit daerah intra oral biasanya digunakan needle holder ukuran 6 inchi (15cm).8

Gambar 1. Jenis-jenis needle holder (a). Crille wood (bentuknya seperti klem) dan (b). tipe Mathew Kusten (bentuk segitiga)8

2.2.1.1.2 Gunting benang

(3)

Gunting benang biasanya memiliki dua buah ring sebagai tempat masuknya jari. Cara memegang gunting benang sama dengan cara memegang needle holder. Gunting benang yang paling banyak digunakan adalah Dean scissors. Dean scissor memiliki pisau yang bergerigi yang mengakibatkan pengguntingan benang menjadi lebih mudah.8,9

2.2.1.1.3 Pinset Chirurgis

Pinset chirurgis biasanya memiliki susunan yang khas, yaitu terdapat semacam gigi yang berjumlah dua buah pada sisinya dan satu buah pada sisi yang lainnya. Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.

Gambar 2. Alat yang digunakan dalam melakukan penjahitan luka: (a) Needle holder; (b) Pinset chirurgis; (c) Gunting benang7

2.2.1.2 Bahan yang Digunakan untuk Penjahitan Luka

Adapun bahan yang digunakan untuk penjahitan luka adalah jarum jahit dan benang jahit operasi.

2.2.1.2.1 Jarum jahit

Jarum jahit tersedia dalam beragam bentuk, diameter, dan ukuran. Secara umum, jarum jahit terdiri atas tiga bagian, yaitu needle point, needle body, dan swaged (press-fit) end.10,11,12 Needle point berbentuk tajam dan berfungsi untuk penetrasi kedalam jaringan.10 Body merupakan bagian tengah dari jarum jahit.8,10

(4)

Sedangkan swaged (press-fit) end merupakan bagian tempat menempelnya benang.10 Jarum jahit digunakan untuk menutup luka insisi pada mukosa dan biasanya berbentuk round atau triangular.7 Jarum jahit biasanya terbuat dari besi tahan karat (stainless steel) yang kuat dan fleksibel.13

Gambar 3. Anatomi jarum jahit14

Jarum jahit memiliki bentuk dan jenis yang beragam seperti straight needle, curved needle, eyed needle, dan eyeless needle.14 Selain itu, jarum jahit juga tersedia dalam berbagai ukuran, yaitu 1/4, 3/8, 1/2, dan 5/8.14 Jenis jarum jahit yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah curved (circle) needle dengan ukuran 3/8 dan 1/2.11,13 Curved needle berukuran 3/8 biasa digunakan pada daerah bukal ke lingual dalam satu gerakan dengan memutar jarum jahit pada axis sentralnya.11,15 Sedangkan curved needle berukuran 1/2 biasanya digunakan pada daerah bukal gigi molar atas dan permukaan fasial gigi insisivus pada rahang atas dan rahang bawah. Curved needle juga dapat digunakan dalam pembedahan mukogingival dan periosteal.11,15 Secara umum, curved needle terbagi menjadi dua jenis, yaitu round bodied dan cutting. Cutting curved needle terbagi atas dua jenis, yaitu konvensional dan reverse cutting. Reverse cutting biasanya lebih mudah diaplikasikan pada daerah rongga mulut karena tidak akan menembus atau mengoyak jaringan.15,16

(5)

Perkembangan bahan benang jahit untuk penjahitan luka terus berkembang. Umumnya bahan benang jahit harus memenuhi syarat-syarat ideal seperti dibawah ini.9,14,17,18

a. Harus memiliki tensile strength yang tinggi untuk menahan luka dengan baik hingga proses penyembuhan selesai.

b. Tidak menyebabkan alergi atau menyebabkan inflamasi pada jaringan. c. Memiliki daya simpul yang baik.

d. Harus memiliki daya kapilaritas yang minimum sehingga bahan material jahitan tidak menyerap banyak cairan jaringan yang sedang meradang di sekitar luka dan menyebabkan infeksi.

e. Mudah disterilisasi. f. Murah.

2.2.1.2.2.1 Klasifikasi Benang Jahit dalam Penjahitan Luka

Bahan material benang jahit dapat diklasifikasikan menurut jenis material menjadi dua, yaitu absorbable dan non-absorbable.3,12,18,19,20,21 Berdasarkan jumlah benang, juga dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu monofilament dan multifilament.3,12 Selain itu dapat pula diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu alami dan sintetik.3,12

(6)

tidak dimodifikasi.14 Pada umumnya, benang absorbable memiliki waktu 70-90 hari untuk diserap tubuh.22

Benang non-absorbable adalah jenis benang yang tidak dapat dicerna oleh enzim maupun dihidrolisis oleh tubuh.3 Benang jenis non-absorbable dapat pula dibagi atas alami dan sintetik.14 Benang non-absorbable yang terbuat dari bahan alami adalah silk, linen, dan cotton. Jenis benang non-absorbable yang terbuat dari bahan sintetik adalah nylon, polypropylene, braided polyester, dan polybutester. Jenis benang non-absorbable yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah silk dengan ukuran 4-0 dan 3-0.9,11,15,23 Benang silk terbuat dari pintalan filamen protein alami oleh ulat sutra. Benang silk mudah dipakai dan disimpul serta relatif murah. Namun, benang jenis ini harus segera dibuka pada minggu pertama setelah dipasang karena memiliki potensi untuk menyebabkan inflamasi dan infeksi akibat sifatnya yang mudah mengalami penumpukan akumulasi plak serta dapat menyebabkan bakteri masuk kedalam luka.15,24

2.2.1.2.2.2 Ukuran Benang Jahit

Benang jahit tersedia dalam berbagai ukuran tergantung tensile strength-nya.12,4 Standar untuk mengidentifikasi tensile strength yang bervariasi ditentukan dari jumlah angka nol (0).14 Makin kecil diameter benang, maka makin banyak angka nol yang dimiliki benang.14 Ukuran dimulai dari a 0 dan berlanjut dengan 00, 000, 4-0, dan 10-0. Contohnya, benang jahit operasi jenis nylon ukuran 4-0 memiliki diameter yang lebih besar dari benang jahit nylon ukuran 6-0 dan memiliki tensile strength yang lebih besar pula.14 Benang jahit operasi yang lebih tebal biasanya tepat digunakan untuk penjahitan pada lapisan mukosa yang lebih dalam dan untuk mengikat pembuluh darah.3 Sedangkan benang yang lebih tipis biasa digunakan untuk menutup jaringan yang tipis seperti konjungtiva dan insisi yang dilakukan pada wajah.4 Ukuran benang jahit yang biasa digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah 3-0, 4-0, dan 5-0.12,15

(7)

Pemilihan bahan untuk penjahitan luka harus didasari dengan pengetahuan tentang karakteristik penyembuhan jaringan, ketebalan jaringan yang akan dijahit, aspek fisik dan biologis yang dimiliki oleh bahan, dan kondisi luka yang akan dijahit.1

a. Tingkat Penyembuhan Jaringan

Ketika luka sudah mencapai strength maksimal, maka penjahitan tidak lagi dibutuhkan. Untuk jaringan yang biasanya mengalami penyembuhan yang lambat, seperti misalnya kulit, wajah, dan tendon, harusnya dijahit dengan benang tipe non-absorbable. Sedangkan untuk jaringan yang tingkat penyembuhannya cukup cepat,

seperti pada otot, ataupun periosteum, dapat dijahit dengan benang jenis absorbable. b. Kontaminasi Jaringan

Dalam hal ini, benang tipe monofilament absorbable maupun monofilament non-absorbable dapat digunakan untuk meminimalisir kontaminasi akibat adanya

benda asing sehingga mencegah terjadinya infeksi. c. Estetika

Ketika estetis merupakan hal yang penting, maka penggunaan benang yang dianjurkan adalah benang jenis monofilament yang memiliki diameter yang kecil, seperti misalnya polyamide atau polypropylene. Hindari penjahitan luka dengan teknik subcuticular dengan menggunakan benang vicryl atau prolene.

d. Pasien Kanker

Hipoproteinemia dan kemoterapi dapat mengganggu penyembuhan luka. Dalam hal ini, dianjurkan untuk menggunakan benang sintetik non-absorbable. Jika pasien akan di radiasi setelah intervensi bedah, maka penggunaan monofilament polypropylene harus dihindari dan diganti dengan benang polyester.

e. Status Nutrisi

Pada pasien kurang nutrisi dan hipoproteinemia, penggunaan benang jenis non-absorbable adalah pilihan terbaik. Sebaiknya hindari penggunaan benang

absorbable karena dapat menyebabkan wound dehiscence.

(8)

Dalam melakukan tindakan penjahitan, ukuran benang harus dipilih dengan tepat dan biasanya tergantung pada tensile strength jaringan. Benang yang memiliki diameter yang lebih kecil memiliki tensile strength yang lebih baik daripada benang dengan ukuran diameter yang besar.

2.2.2 Teknik Penjahitan Luka

Penjahitan luka memiliki teknik yang beragam, seperti simple interrupted suture, simple continuous suture, locking continuous suture, vertical mattress suture,

horizontal mattress suture, subcuticular suture, dan figure-of-eight suture.12

Meskipun demikian, teknik-teknik penjahitan luka tersebut haruslah memenuhi prinsip-prinsip umum penjahitan luka seperti dibawah ini:3,9,10,11,14,15

a. Jarum jahit sebaiknya dipegang dengan needle holder pada 1/3 bagian dari tempat masuknya benang dan 2/3 bagian dari ujung jarum jahit.

b. Penetrasi jarum jahit ke dalam jaringan harus perpendikular terhadap permukaan jaringan.

c. Penjahitan luka sebaiknya dilakukan dengan jarak dan kedalaman yang sama pada kedua sisi daerah insisi, biasanya tidak lebih dari 2-3mm dari tepi luka. Sedangkan jarak antara jahitan yang satu dengan yang lainnya berkisar 3-4mm.

d. Jahitan jangan terlalu longgar maupun terlalu ketat.

e. Penyimpulan benang jangan diletakkan tepat diatas garis insisi.

2.2.2.1 Simple Interrupted Suture

Simple interrupted suture adalah teknik atau metode penjahitan luka yang

(9)

insersidan memiliki resiko lebih besar dalam meninggalkan bekas jahitan yang membentuk seperti jalur kereta api (rail-road scar).14

Gambar 4. Simple Interrupted Suture1

2.2.2.2 Simple Continuous Suture

Keuntungan dari simple continuous suture ini adalah insersi jahitannya yang cukup cepat. Sedangkan kerugiannya adalah jika salah satu jahitan terputus, maka keseluruhan jahitan akan rusak. Oleh karena itu, teknik ini diindikasikan pada penjahitan luka pada daerah tension yang minimal.14

Gambar 5. Simple Continuous Suture14

2.2.2.3 Locking Continuous Suture

(10)

Gambar 6. Locking Continuous Suture14

2.2.2.4 Vertical Mattress Suture

Vertical mattress suture merupakan teknik penjahitan yang hampir sama

dengan teknik simple interrupted suture, perbedaannya adalah adanya penambahan penetrasi jarum jahit pada tepi luka yang berfungsi untuk memaksimalkan eversi luka, meminimalisir adanya dead space, dan meminimalisir tekanan yang melewati luka.14

Gambar 7. Vertical Mattress Suture14 2.2.2.5 Horizontal Mattress Suture

Pada teknik ini, eversi luka dan kontinuitas menghasilkan penutupan luka yang sangat fluktuatif. Oleh karena itu, teknik ini biasa dilakukan pada pencangkokan tulang intra oral. Penetrasi jarum jahit dilakukan dari tepi ke tepi luka lalu melewati daerah insisi dan kembali lagi ke tepi jahitan yang pertama.14

(11)

2.2.2.6 Subcuticular Suture

Teknik ini dipopulerkan oleh Halstead pada tahun 1893. Pada teknik ini, jahitan dilakukan dengan membuat jahitan horizontal melewati kedua tepi luka secara bergantian. Pada jahitan ini tidak terlihat tanda jahitan dan dapat dibiarkan lebih dari satu minggu pada area luka.14

Gambar 9. Subcuticular Suture14 2.2.2.7 Figure-of-eight Suture

Teknik ini biasa digunakan untuk menutup luka pasca ekstraksi.9,14

Gambar 10. Figure-of-eight suture14

2.2.3 Simpul

Penyimpulan jahitan tergantung pada jenis benang yang digunakan.11 Slip (granny) surgical knot biasa digunakan ketika menggunakan benang silk, chromic gut, atau plain catgut.11 Sedangkan surgeon’s knot, yang merupakan teknik penyimpulan standar, digunakan pada jahitan yang menggunakan benang jenis sintetik, baik absorbable maupun non-absorbable.11,26

(12)

benang yang pendek. Kemudian, bagian tersebut ditarik sepanjang benang yang panjang dengan melewati tangan, sehingga kedua bagian benang tersebut terletak saling menyilang dari garis jahitan. Selanjutnya, needle holder diputar kembali berlawanan jarum jam sebanyak satu kali mengitari benang yang panjang tadi, kemudian ujung needle holder menggengam ujung benang pendek untuk dilewatkan pada lubang dan akhirnya benang tersimpul dengan sempurna.14

Gambar 11. Surgeon’s knot14 2.2.4 Pembukaan Benang Jahitan

(13)

2.3 Respon Biologis Jaringan terhadap Penyembuhan Luka

Tubuh mempunyai mekanisme pelindung dalam menahan perubahan lingkungan. Apabila faktor dari luar tidak mampu ditahan oleh pelindung tersebut maka terjadilah luka. Dalam merespon luka tersebut, tubuh memiliki fungsi fisiologis penyembuhan luka. Berdasarkan tipe penyembuhannya, penyembuhan luka dibagi menjadi tiga, yaitu penyembuhan luka primer, sekunder, dan tersier.

2.3.1 Penyembuhan Luka Primer

Penyembuhan luka primer adalah penyembuhan yang terjadi setelah diusahakan bertautnya tepi luka, biasanya dengan jahitan, plester, skin graft, atau flap.26 Luka-luka yang bersih sembuh dengan cara ini, misalnya luka karena operasi, dan luka kecil yang bersih. Penyembuhannya tanpa komplikasi, berjalan cepat dan hasilnya baik secara estetis. Namun, hal tersebut dipengaruhi juga oleh keterampilan dan pengetahuan dokter gigi serta kondisi pasien seperti faktor usia, berat badan, status nutrisi, respon imun, dan penyakit kronis yang diderita pasien. Penyembuhan luka primer berlangsung dalam tiga fase, yaitu:22,27,28,29

a. Fase Inflamasi

Karakteristik utama dari fase ini adalah pembentukan fibrin pada jaringan yang rusak.28 Respon inflamasi menyebabkan keluarnya cairan jaringan, akumulasi sel dan fibroblas, dan peningkatan suplai darah ke daerah luka. Leukosit dan sel-sel lain memproduksi enzim proteolitik yang dapat menguraikan dan menghilangkan debris pada jaringan yang rusak. Proses ini berlangsung pada hari ke-3 hingga hari ke-7. Selama fase inflamasi akut, peningkatan tensile strength jaringan tidak terjadi, tetapi hal ini hanya tergantung pada material penjahitan luka yang digunakan.

b. Fase proliferasi

Setelah proses debridemen oleh leukosit selesai, fibroblas akan mulai membentuk matriks kolagen pada luka yang dikenal sebagai jaringan granulasi. Kolagen adalah komponen utama dari jaringan ikat. Serat kolagen membentuk tensile strength dan piabilitas dari luka yang sedang mengalami penyembuhan hingga

(14)

terbentuk, jaringan granulasi akan menjadi berwarna merah terang. Proses ini terjadi pada hari ke 3 setelah luka terbentuk.22,27,28

Kontraksi luka juga terjadi dalam fase ini. Kontraksi luka adalah sebuah proses dimana terjadi penarikan tepi luka secara bersamaan untuk menutup luka. Luka bedah yang mengalami penyembuhan luka primer memiliki respon kontraksi luka yang minimum. Hal ini mengakibatkan pembentukan jaringan parut atau skar yang minimum sehingga menghasilkan estetis yang lebih baik.22,27

c. Fase Remodeling

Pada fase ini jumlah substansial dari serat kolagen yang terdeposisi akan dieliminasi dan digantikan oleh fibril-fibril baru untuk memungkinkan terjadinya peningkatan tensile strength jaringan. Fase ini dinyatakan berakhir apabila seluruh tanda peradangan telah hilang. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.22,27

Gambar 12. Fase penyembuhan luka27 2.3.2 Penyembuhan Luka Sekunder

(15)

2.3.3 Penyembuhan Luka Tersier

Penyembuhan luka tersier yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan dengan jahitan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir dan memiliki resiko pembentukan skar yang lebih besar.22,27

2.4 Respon Biologis Jaringan Terhadap Benang Jahit

Respon sel terjadi setiap saat ketika terdapat benda asing yang diimplantasikan atau dimasukkan ke dalam tubuh.5 Secara umum, respon terhadap bahan material tindakan penjahitan seperti benang jahit sangatlah ringan.14 Respon ini diawali oleh invasi netrofil ke jaringan luka. Jika tidak terjadi komplikasi seperti trauma ataupun infeksi, respon akut sel terhadap bahan benang jahit operasi akan berubah dalam tiga hari setelah dilakukannya implantasi benang. Populasi neutrophil kemudian digantikan dengan monosit, sel plasma, dan limfosit. Setelah itu terjadilah proliferasi fibroblast dan jaringan ikat. Enzim histokimia menunjukkan bahwa seluruh perubahan sel disertai oleh adanya berbagai jenis enzim.1,14

(16)

yang menghilangkan debris sel dan material benang jahit dari tepi jaringan yang berhadapan dengan benang jahit.17

Gambar 13. Reaksi biologis jaringan terhadap benang jahit absorbable jenis catgut. a).10 hari setelah penjahitan, belum terdapat reaksi. b). 42 hari setelah penjahitan, terjadi fragmentasi benang jahit dengan reaksi monositik. c). 1 tahun, terlihat adanya sel sisa yang berwarna kecoklatan.30

2.5 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).31,32

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan sebagai berikut.31,32

a. Tahu (Know)

(17)

Tahu diartikan sebagai pengingat akan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthetic)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut didasar pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

(18)

responden. Menurut Arikunto, pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan melalui skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

(19)

2.6 Kerangka Teori

Penjahitan Luka

Alat dan Bahan

Alat yang Digunakan

Teknik Penjahitan Luka

(20)

2.7 Kerangka Konsep

Pengetahuan tentang Penjahitan

Luka

Bahan

Gambar

Gambar 1. Jenis-jenis needle holder (a). Crille wood (bentuknya seperti klem) dan (b)
Gambar 2. Alat yang digunakan dalam melakukan  penjahitan luka: (a) Needle holder; (b) Pinset chirurgis; (c) Gunting benang7
Gambar 3. Anatomi jarum jahit14
Gambar 4.  Simple Interrupted Suture1
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian terhadap pengetahuan tentang Bell’s palsy yang dilakukan pada 54 orang responden di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial didapatkan hasil 64,81%

Hasil penelitian tentang pengetahuan responden pada penanganan trauma maksilofasial secara umum mencakup dalam hal definisi, anatomi, etiologi,

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU PADA.. PENANGANAN TRAUMA MAKSILOFASIAL PERIODE NOVEMBER –

Pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan leher dan kepala, pemeriksaan saraf kranial, pemeriksaan wajah bagian tengah, pemeriksaan fisik yang

Atlas of operative maxillofacial trauma surgery primary.. repair of

Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa posisi saat pencabutan gigi posterior kiri rahang bawah kursi pasien di miringkan ke belakang sedikit agak tegak dari rahang atas

Pengetahuan tentang fase penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU termasuk baik,

Peningkatan penyembuhan luka di mukosa oral melalui. pemberian Aloe Vera (Linn)