• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta - Analisa Yuridis Putusan Pengadila Terhadap Akta Notaris Yang Batal Demi Hukum (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta - Analisa Yuridis Putusan Pengadila Terhadap Akta Notaris Yang Batal Demi Hukum (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS

A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut “acte” atau

“akta” dan dalam bahasa Inggris disebut “act” atau “deed” menurut pendapat

umum mempunyai dua arti, yaitu:

1. Perbuatan (handling) atau perbuatan hukum (rechtshandeling).

2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan sebagai

perbuatan hukum tertentu yaitu berupa tulisan yang ditunjukkan kepada

pembuktian tertentu.

Pengertian akta menurut Pasal 165 Staatslad Tahun 1941 Nomor 84

adalah

“surat yang diperbuat demikian oleh atau dihadapan pegawai yang berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai hubungan hukum, tentang segala hal yang disebut didalam surat itu sebagai pemberitahuan hubungan langsung dengan perhal pada akta itu”

Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan,

pengakuan, keputusan, dsb) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut

peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi.

Dengan demikian, maka unsur penting untuk suatu akta ialah

kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan

(2)

KUHPerdata dan Pasal 1 Ordonansi No. 29 Tahun 1867 yang memuat

ketentuan-ketentuan tentang pembuktian dari tulisan-tulisan dibawah tangan

yang dibuat oleh orang-orang Indonesia atau yang dipersamakan dengan

mereka.

Secara etimologi menurut S. J. Fachema Andreae, kata “akta” berasal

dari bahasa latin “acta” yang berarti “geschrift” atau surat.17 Menuut R.

Subekti dan R. Tjitro Sudibo, kata-kata berasal dari kata “acta” yang

merupakan bentuk jamak dari kata “actum”, yang berasal dari bahasa latin

yang berarti perbuatan-perbuatan.18 A. Pitlo, yang dikutip Suharjono

mengemukakan bahwa akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat

untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk

keperluan siapa surat itu dibuat.19 Menurut Sudikno Mertokusumo, akta

adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang

menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula

dengan sengaja untuk pembuktian.20

Disamping akta sebagai surat yang sengaja dibuat untuk dipakai

sebagai alat bukti, dalam perbuatan perundang-undangan sering kita jumpai

perkataan akta yang sama sekali bukanlah surat melainkan perbuatan.

Berdasarkan bentuknya akta terbagi menjadi atas akta otentik dan akta

dibawah tangan. Yang menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1867

17

Suharjono, “Varia Peradilan Tahun XI Nomor 123”, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, (Desember 1995), hal.128

18

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hal.9 19

Suharjono, op. cit.,hal.43 20

(3)

KUHPerdata yaitu pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan

tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan-tulisan-tulisan di bawah tangan.

1. Akta Otentik

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi

wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan,

yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang

berkepentingan. Akta otentik terutama memuat keterangan seorang pejabat,

yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat di hadapannya.

Dalam pasal 165 HIR dan 285 Rbg, akta otentik adalah suatu akta

yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu,

merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan

mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya

dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya

diberitahukan itu berhubungan dengan perihal pada akta itu. Pejabat yang

dimaksudkan antara lain ialah Notaris, Panitera, Jurusita, Pegawai Pencatat

Sipil, Hakim dan sebagainya.

Dalam Pasal 101 ayat (a) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa akta otentik adalah surat

yang diuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, yang menurut

peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud

untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum

(4)

Kewenangan utama dari Notaris adalah untuk membuat akta otentik,

untuk dapat suatu akta memiliki otensitasnya sebagai akta otentik maka harus

memenuhi ketentuan sebagai akta otentik yang diatur dalam Pasal 1868

KUHPerdata, yaitu:

a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (tenberstaan) seorang

pejabat umum, yang berarti akta-akta Notaris yang isinya mengenai

perbuatan, perjanjian dan ketetapan harus menjadikan Notaris sebagai

pejabat umum.

b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang,

maka dalam hal suatu akta dibuat tetapi tidak memenuhi syarat ini maka

akta tersebut kehilangan otensitasnya dan hanya mempunyai kekuatan

sebagai akta di bawah tangan apabila akta tersebut ditandatangani oleh

para penghadap (comparanten)

c. Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta tersebut dibuat, harus

mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut, sebab seorang

Notaris hanya dapat melakukan atau menjalankan jabatannya di dalam

daerah hukum yang telah ditentukan baginya. Jika Notaris membuat akta

yang berada di luar daerah hukum jabatannya maka akta yang dibuatnya

menjadi tidak sah.

Menurut C.A.Kraan, akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut:21

21

(5)

a. Suatu tulisan dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti

atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan

dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut

ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang

bersangkutan saja.

b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat

yang berwenang.

c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan

tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat

ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu

tulisan, nama dan kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya)

d. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan

pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan

jabatannya.

e. Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat adalah

hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.

2. Akta di Bawah Tangan

Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat serta ditandatangani oleh

para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak yang

(6)

Menurut Sudikno Mertokusumo, akta dibawah tangan adalah akta

yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari

seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara pihak yang berkepentingan.22

Dalam Pasal 101 ayat (b) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa akta dibawah tangan adalah

surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan

dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau

peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

Dalam Pasal 1874 KUHPerdata, menyatakan bahwa yang dianggap

sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah

tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain

yang dibuat tanpa perantara seorang pejabat umum.

Adapun yang termasuk akta di bawah tangan adalah:23

a. Legalisasi

Yaitu akta dibawah tangan yang belum ditandatangani, diberikan pada

Notaris dan dihadapan Notaris ditandatangani oleh para pihak yang

bersangkutan, setelah isi akta dijelaskan oleh Notaris kepada mereka. Pada

legalisasi, tanda tangannya dilakukan dihadapan yang melegalisasi.

b. Waarmerken

Yaitu akta dibawah tangan yang didaftarkan untuk memberikan tanggal

yang pasti. Akta yang sudah ditandatangani diberikan kepada Notaris

untuk didaftarkan dan beri tanggal yang pasti. Pada waarmerken tidak

22

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hal.125

23

(7)

menjelaskan mengenai siapa yang menandatangani dan apakah

penandatangan memahami isi akta. Hanya mempunyai kepastian tanggal

saja dan tidak ada kepastian tanda tangan.

Perbedaan antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah

sebagai berikut:

a. Akta Otentik – Pasal 1868 KUHPerdata

o Akta otentik dibuat dalam bentuk sesuai dengan yang ditentukan

oleh Undang-Undang

o Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti (perhatikan Pasal 1

Peraturan Jabatan Notaris yang mengatakan “menjamin kepastian

tanggalnya dan seterusnya)

o Harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang

o Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan

eksekutorial seperti putusan hakim. Terutama mengenai waktu,

tanggal pembuatan, isi perjanjian, penandatanganan, tempat

pembuatan dan dasar hukumnya.

o Kemungkinan akan hilangnya akta otentik sangat kecil

b. Akta di Bawah Tangan

o Akta di bawah tangan tidak terikat bentuk formal, melainkan bebas

o Dapat dibuat bebas oleh setiap subjek hukum yang berkepentingan

o Tanggal dari akta yang dibuat di bawah tangan tidak selalu pasti

o Akta yang dibuat di bawah tangan tidak pernah mempunyai

(8)

o Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan

lebih besar

o Apabila penandatanganan di akui oleh pihak yang menandatangani

akta atau tidak disangkal kebenarannya, akta tersebut sama halnya

seperti akta otentik.

B. Bentuk-Bentuk Akta Otentik

Dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata maka

bentuk akta otentik ada dua, yaitu:24

a. Akta Partij atau akta pihak

Yaitu akta yang dibuat di hadapan Notaris. Artinya, akta yang dibuat

berdasar keterangan atau perbuatan pihak yang menghadap Notaris, dan

keterangan atau perbuatan itu agar dikonstatir oleh Notaris untuk dibuatkan

akta.

b. Akta Relaas atau akta pejabat

Yaitu akta yang dibuat oleh Notaris sebagai pejabat umum yang

memuat uraian secara otentik tentang semua peristiwa atau kejadian yang

dilihat, dialami, dan disaksikan oleh Notaris sendiri. Misalnya berita acara

RUPS.

Perbedaan antara akta partij dengan akta relaas adalah;25

24

F. Eka. Sumarningsih, Peraturan Jabatan Notaris, (Semarang: Diktat Kuliah Program Studi Notariat, Fakultas Hukum, Universitas Dipenogoro,2001) hal.7

25

(9)

a. Akta partij atau akta pihak

Undang-Undang mengharuskan adanya penandatanganan oleh para

pihak, dengan ancaman kehilangan otensitasnya atau hanya mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah setidak-tidaknya Notaris

mencantumkan keterangan alasan tidak ditandatanganinya akta oleh salah satu

pihak pada akhir akta, misalnya salah satu pihak mengalami cedera tangan

sehingga tidak bisa menandatangani akta, sebagai ganti nya maka

menggunakan cap jempol dan alasan tersebut harus dicantumkan dalam akta

Notaris dengan jelas oleh Notaris yang bersangkutan.

b. Akta relaas atau akta pejabat

Tidak menjadi persoalan terhadap orang-orang yang hadir

menandatangani akta atau tidak, akta tersebut masih sah sebagai alat

pembuktian. Misalnya para pemegang saham telah pulang sebelum akta

ditandatangani, Notaris cukup haya menerangkannya dalam akta.

Perbedaan di atas sangat penting dalam kaitannya dengan pembuktian

sebaliknya terhadap isi akta, dengan demikian terhadap kebenaran isi akta

pejabat atau akta relaas tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa

akta tersebut palsu, sedangkan pada akta partij atau pihak kebenaran, isi akta

partij dapat digugat tanpa menuduh kepalsuannya dengan menyatakan bahwa

keterangan dari pihak tidak benar.

Pembuatan akta, baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi

dasar utama atau inti dalam pembuatan akta otentik, yaitu harus ada keinginan

(10)

dan permintaan para pihak tidak ada, maka Pejabat Umum tidak akan

membuat akta yang dimaksud.

C. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris

Hal terpenting dalam masalah kekuatan pembuktian suatu akta otentik

ialah kekuatan pembuktiannya yang lengkap. Bukti lengkap ialah bukti yang

dapat menghasilkan kepastian yang cukup untuk mengabulkan akibat hukum

yang dituntut oleh penggugat, tanpa mengurangi adanya kemungkinan bukti

tentang kebalikannya.

Menurut Pasal 1870 KUHPerdata, suatu akta otentik memberikan di

antara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak

dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya.

Akta otentik merupakan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa ia

sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Ia merupakan suatu

alat bukti yang mengikat dan sempurna.26

Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai

pembuktian sebagai berikut:27

1. Lahiriah (Uitwendige Bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta Notaris merupakan akta itu sendiri untuk

membuktikan kebasahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat dari lahirnya

sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah

ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku

26

Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, 2005), hal.27 27

(11)

sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang

membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.

Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal

keontetikan akta Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada minuta

dan salinan serta adanya awal akta sampai dengan akhir akta.

2. Formal (Formale Bewisjskracht)

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan

fakta tersebut dalam akta benar dilakukan oleh Notaris atau diterangkan

oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta

sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta.

Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari,

tanggal bulan, tahun, waktu menghadap, dan para pihak yang menghadap,

saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan,

didengar oleh Notaris (pada akta berita acara), dan mencatatkan

keterangan atau pernyataan para pihak atau penghadap (pada akta pihak).

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus

dibuktikan formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan

ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan waktu menghadap,

membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan, dan didengar oleh

Notaris. Selain itu juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan

atau kpeterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan dihadapan

Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak saksi, dan Notaris

(12)

pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian

terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu

membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh

siapapun.

3. Materill (Materile Bewijskracht)

Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang

tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak

yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk

umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya. Keterangan atau pernyataan

yang dituangkan atau dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau

keterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan di hadapan

Notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian

dituangkan atau dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata

demikian. Jika ternyata pernyataan atau keterangan para penghadap

tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut tanggungjawab para pihak

sendiri. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai

yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah di antara para pihak dan para

ahli waris serta para penerima hak mereka.

D. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Suatu Akta dapat Dibatalkan

Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, untuk

(13)

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri

2. Kecakapan untuk membuat perikatan

3. Hal yang tertentu

4. Adanya sebab yang halal

Keempat syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian.

Artinya, setiap perjanjian harus memenuhi 4 syarat di atas. Apabila ingin

perjanjian yang sah, dari empat syarat pokok itu dapat dikelompokkan

menjadi 2, yaitu:

1. Kelompok syarat subjektif

Yaitu kelompok syarat-syarat yang berhubungan dengan subjeknya, yang

terdiri dari:

a. Kesepakatan

b. Kecakapan

2. Kelompok syarat objektif

Yaitu kelompok syarat-syarat yang berhubungan dengan objeknya, yang

terdiri dari:

a. Hal tertentu

b. Sebab yang halal

Perbedaan syarat-syarat sahnya perjanjian dalam 2 kelompok ini

dikategorikan, apabila tidak memenuhi syarat kelompok subjektif maka

perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat dimintakan

pembatalannya, sedangkan apabila tidak memenuhi syarat yang objektif maka

(14)

Para ahli hukum Indonesia umunya berpendapat, bahwa dalam hal

syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu bukanlah batal demi hukum

melainkan dapat dimintakan pembatalannya. Dengan kata lain, perjanjian ini

sah atau mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak

yang berhak meminta pembatalan itu.28

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan suatu akta dapat

dibatalkan adalah sebagai berikut:

1. Adanya kesalahan dalam proses pembuatan akta yang tidak sesuai dengan

Undang-Undang

Undang-Undang yang dimaksud disini adalah Undang-Undang Jabatan

Notaris No. 30 Tahun 2004, yaitu pelanggaran terhadap

ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 84.

Misalnya:

o Ketentuan Pasal 52 UUJN No. 30 Tahun 2004 mengenai Notaris

yang membuat akta untuk dirinya sendiri, istri dan keluarganya.

o Ketentuan Pasal 44 UUJN No. 30 Tahun 2004 mengenai akta

Notaris harus ditandatangani.

2. Adanya kesalahan ketikan pada salinan akta Notaris.

Apabila ada kesalahan ketik pada salinan akta Notaris seharusnya kita

kembali pada ketentuan Undang-Undang. Yang mempunyai nilai sebagai

akta otentik sebetulnya adalah akta asli dari akta Notaris tersebut. Pasal

1888 KUHPerdata menentukan kekuatan pembuktian dari akta otentik ada

28

(15)

pada aslinya. Salinan akta hanya mempunyai kekuatan yang sama dengan

akta aslinya apabila salinan tersebut sama dengan aslinya. Kalau ada

salinan akta yang bunyinya tidak sama dengan aslinya (karena ada kesalah

ketikan) maka yang bersangkutan dapat meminta kembali salinan yang

sama bunyinya. Salinan yang salah tersebut tidak mempunyai kekuatan

hukum sebagai alat bukti.

3. Adanya kesalahan bentuk akta Notaris

Kesalahan bentuk dari akta Notaris itu bisa terjadi seperti yang seharusnya

berbentuk Berita Acara Rapat, oleh Notaris dibuat Akta Pernyataan

Keputusan Rapat.

4. Adanya kesalahan atas isi akta Notaris

Kesalahan yang terjadi pada isi akta bisa terjadi apabila para pihak

memberikan keterangan yang pada saat pembuatan akta dianggap benar,

tetapi setelah itu kemudian ternyata tidak benar.

Misalnya:

o Yang bersangkutan mengaku bahwa perempuan yang dibawanya

adalah istrinya, kemudian ternyata bukan istrinya.

o Yang bersangkutan mengaku telah dewasa ternyata kemudian

belum dewasa.

o Yang bersangkutan mengaku sebagai Warga Negara Indonesia,

kemudian ternyata Warga Negara Asing.

o Yang bersangkutan memberikan bukti-bukti pemilikan atas objek

(16)

5. Adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan Notaris dalam

pembuatan akta

Yaitu perbuatan melawan hukum seperti yang diatur dalam Pasal 1365

KUHPerdata.

Misalnya, seorang Notaris yang membuat suatu akta dimana Notaris

mengetahui perbuatan hukum yang diinginkan dalam akta tersebut

nyata-nyata merugikan salah satu pihak.

Dalam Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004,

tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan

sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang yang mengakibatkan

suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah

tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan

bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya,

Referensi

Dokumen terkait

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini masukan berupa seluruh citra alamat tulisan tangan, dan penggunaan jaringan

melalui penerapan metode pengeringan menggunakan bambu, mengembangkan diversifikasi produk olahan serta memanfaatkan limbah rumput laut sebagai pupuk organik cair

Dosis tinggi akan menyebabkan banyak ikan yang mati sedangkan dosis rendah membutuhkan waktu yang sangat lama pada saat pembiusan menjelang pingsan, dan lama waktu

Pertama, PTS di Kota Bandung memerlukan informasi secara empirik mengenai manajemen pengetahuan, manajemen bakat, kinerja organisasi, dan citra organisasi; Kedua,

Kepuasan sering dikaitkan dengan mutu :utu berarti kepuasan  pelanggan" baik internal maupun eksternal Kepuasan tidak hanya bagi  pelanggan ataupun pasien akan

berkaitan dengan puisi. 3) Siswa dan guru berdiskusi tentang teknik mind mapping tersebut. 4) Siswa dan guru membuat mind mapping dari kata “laut”. 5) Siswa dan guru membuat puisi

Simpulan yang diperoleh dari pelaksanaan pengabdian ini adalah pelaksanaan manajemen penanganan pasca panen lengkuas dalam mitra Kelompok Tani Amanah lebih

Tegangan output sensor dapat diproses sebagai input analog arduino uno dan dijadikan acuan untuk pengendalian LED , buzzer dan actuator berupa exhaust fan .Kemampuan