• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V : Strategi Keberlanjutan Layanan Sanitasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab V : Strategi Keberlanjutan Layanan Sanitasi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 1

Bab V :

Strategi Keberlanjutan Layanan Sanitasi

5.1. Strategi Sektor dan Aspek Utama

5.1.1. Air Limbah

Berdasarkan isu-isu strategis dan tantangan serta potensi yang dimiliki yang berkembang di Kota Bogor dalam permasalahan penanganan pelayanan air limbah, maka dikembangkan beberapa strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran sub sektor air limbah sebagai berikut :

1. Tujuan 1 : Meningkatnya pemanfaatan jamban dan pengolahan air limbah keluarga (on site) yang sesuai dengan NSPM,

a) Sasaran 1: Meningkatnya kepemilikan jamban keluarga bertangki septic, dengan strategi :

• Membangun fasilitas jamban bertangki septic keluarga sesuai NSPM jika tersedia lahan

• Membangun fasilitas MCK komunal bertangki septik jika tidak tersedia lahan

• Membina dan memantau kesesuaian jamban dan tangki septic yang dibangun dengan SNI/NSPM

2. Tujuan 2 : Meningkatnya pemanfaatan pengolahan air limbah skala komunal (intermediate) sesuai dengan NSPM secara partisipatif.

Sasaran 2 : Meningkatnya pemanfaatan septic tank komunal, dengan strategi : • Membangun septic tank komunal di kawasan perumahan tidak teratur

(padat kumuh miskin)

• Meningkatkan kapasitas sambungan rumah (uprating) pada septic tank komunal yang terbangun

• Mengarahkan penerapan pengelolaan air limbah skala kawasan perumahan terencana

• Meningkatkan kapasitas kelompok masyarakat pengelola septic tank komunal

3. Tujuan 3 : Meningkatnya pengelolaan dan pelayanan IPAL dan IPLT Tegalgundil

(2)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 2

• Menjaga keberlangsungan fungsi IPAL Tegal Gundil sesuai dengan kapasitas rencana dan NSPM

• Melakukan sosialisasi dan pemasaran pada KK yang sudah dan belum tersambung fasilitas IPAL

• Meningkatkan kelembagaan pengelola air limbah

Sasaran 4 : Meningkatnya pemanfaatan IPLT Tegal Gundil, dengan strategi: • Menjaga keberlangsungan fungsi IPLT Tegal Gundil sesuai dengan

kapasitas rencana dan NSPM

• Meningkatkan pengelolaan sedot tinja • Mengatur jasa penyedotan tinja swasta

• Mengembangkan pengelolaan penyedotan oleh kelompok swadaya masyarakat untuk daerah permukiman yang tidak terjangkau oleh truk tinja

4. Tujuan 4 : Mengembangkan IPAL (off site) di Kota Bogor

Sasaran 5 : Mengembangkan pengelolaan air limbah dengan system terpusat (off site), dengan strategi :

• Membangun IPAL embryo Paledang : pembebasan lahan, AMDAL, DED , konstruksi fisik, pengelolaan

• Membangun IPAL Kayu Manis : pembebasan lahan, AMDAL, DED, konstruksi fisik, pengelolaan

• Membangun IPAL Ciluar : pembebasan lahan, AMDAL, DED, konstruksi fisik, pengelolaan

5. Tujuan 5 : Meningkatnya kualitas peraturan perundangan dan penegakan hukum sector air limbah

Sasaran 6 : Tersedianya regulasi tentang air limbah, dengan strategi :

• Menyusun Peraturan Daerah (Perda) air limbah disesuaikan dengan aturan di atasnya.

• Menyusun Peraturan Walikota air limbah

Regulasi ini perlu dibuat mengingat keterbatasan Perda yang sudah ada saat ini yakni hanya mengatur besaran retribusi limbah domestic pada perumahan Indraprasta yang disalurkan menuju IPAL Kota Bogor dan retribusi sedot tinja yang besarannya sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Apabila diilihat dari perkembangan kota saat ini dimana pencemaran air tanah dan lingkungan dari air limbah sudah semain tinggi, diperlukan peraturan yang lebih mengikat tentang pengelolaan air limbah secara komprehensif, termasuk mengatur mengenai keberadaan sedot tinja swasta,

(3)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 3

baik kontribusi, pendataan maupun pembuangan hasil sedot tinjanya, tugas-tugas masing-masing pemangku kepentingan (stakeholders) dan sanksi terhadap pelanggarannya.

5.1.2. Persampahan

Berdasarkan Tujuan, Sasaran dan Tahapan Pencapaian Sasaran serta isu-isu strategis, tantangan, potensi yang dimiliki dalam permasalahan penanganan pelayanan persampahan, maka dikembangkan beberapa strategi untuk mencapai sasaran sub sektor persampahan sebagai berikut :

1. Tujuan 1 : Meningkatnya pengelolaan sampah dari sumber ke TPA

Sasaran 1 : Meningkatnya reduksi sampah dari sumber, dengan strategi : • Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya reduksi

sampah dari sumber

• Mempersiapkan keswadayaan, kemampuan dan kelembagaan

masyarakat tentang pengelolaan sampah di sumber timbulan sampah • Menyediakan sarana prasarana reduksi sampah

Sasaran 2 : Meningkatnya kualitas pemilahan dan pengumpulan sampah, dengan strategi :

• Menyediakan sarana pengangkut sampah dari sumber ke TPST • Menyediakan TPST di seluruh wilayah dan ruang publik

Sasaran 3 : Meningkatnya kualitas pengangkutan sampah, dengan strategi : • Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana pengangkut sampah dari

TPS ke TPA

• Menyusun perencanaan teknis pengangkutan agar dapat diketahui dengan akurat cakupan wilayah, kebutuhan armada serta volume sampah yang terangkut, ritasi dan retribusi

• Mengembangkan alternative system pengangkutan sampah, seperti system outsourcing

Sasaran 4 : Meningkatnya pemrosesan akhir sampah, dengan strategi : • Optimalisasi TPA Galuga

• Kerjasama pemanfaatan TPA Galuga sampai TPA Regional Nambo beroperasi dengan Kabupaten Bogor

• Melakukan pemantauan dan evaluasi TPA Galuga secara berkala setiap 6 bulan selama 20 tahun pasca ditutupnya TPA Galuga

(4)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 4

• Penyediaan sarana prasarana pendukung untuk TPA Regional Nambo • Mengembangkan alternative system pengangkutan sampah, seperti system

outsourcing

2. Tujuan 2 : Meningkatnya kualitas peraturan perundangan dan penegakan hukum di sektor persampahan

Sasaran 5 : Tersedianya regulasi tentang persampahan, dengan strategi : • Menyusun regulasi pengelolaan persampahan di Kota Bogor

Regulasi persampahan meliputi system pengelolaan baik yang menjadi tugas pemerintah serta partisipasi masyarakat, insentif dan disinensif, kerjasama dengan pemerintah lain dan swasta, tarif retribusi persampahan.

5.1.3. Drainase Lingkungan

Strategi yang dikembangkan untuk mengatasi isu strategis yang muncul dalam rangka mencapai sasaran sub sektor Drainase Lingkungan, adalah :

1. Tujuan 1 : Meningkatnya pemeliharaan saluran drainase

Sasaran 1 : Meningkatnya prosentase panjang saluran drainase yang berkualitas baik, strategi :

• Membangun sarana dan prasarana drainase lingkungan.

• Melakukan pemeliharaan saluran dan sungai yang rusak, serta proteksi saluran dari longsor

2. Tujuan 2 : Meningkatnya drainase lingkungan yang tidak bercampur dengan air limbah

Sasaran 2 : Meningkatnya wilayah dengan SPAH tidak bercampur dengan air limbah domestic, dengan strategi mengembalikan fungsi SPAH sesuai dengan NSPK

3. Tujuan 3 : Tertanganinya permasalahan banjir dalam system drainase makro kota

Sasaran 3 : Menurunnya jumlah wilayah area genangan. Strategi : • Melakukan normalisasi dan rehabilitasi saluran dan sungai yang rusak • Meningkatkan monitoring dan evaluasi genangan

• Mengembangkan lahan resapan yang berkelanjutan dalam pengelolaan drainase lingkungan.

(5)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 5

4. Tujuan 4 : Meningkatnya kelembagaan pemerintah daerah dalam pengelolaan drainase lingkungan

Sasaran 4 : Meningkatnya kualitas pengelolaan drainase lingkungan, dengan strategi :

• Mengembangkan sumberdaya manusia

• Menyusun perencanaan teknis serta SOP pengelolaan drainase

• Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk monitoring dan pemeliharaan serta tanggap bencana.

5. Tujuan 5 : Meningkatkan pengawasan dan pengendalian perumahan Sasaran 5 : Tersedianya regulasi drainase lingkungan, dengan strategi : • Menyusun Regulasi tentang pengelolaan drainase lingkungan. Pentingnya

regulasi khusus yang mengatur tentang pengelolaan drainase lingkungan belum menjadi suatu hal yang diprioritaskan dalam suatu kota. Regulasi ini mencakup system pembangunan drainase yang berkelanjutan, kelembagaan dan peran stakeholder terkait termasuk mekanisme insentif dan disinentif.

5.1.4. Air Bersih/Air Minum

Strategi yang dikembangkan untuk mengatasi isu strategis yang muncul dalam rangka mencapai sasaran sub sektor air minum, adalah :

1. Tujuan 1 : Meningkatnya ketersediaan air baku

Sasaran 1 : Meningkatnya jumlah sumber air baku berkualitas, dengan strategi :

• Meningkatkan upaya pemulihan dan konservasi melalui konservasi lahan sekitar mata air terutama dengan teknologi agar mempercepat proses kembalinya air ke dalam tanah, yakni teknologi sumur resapan di beberapa titik.

• Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan sekitar sumber air baku

• Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan terhadap sumur baik sumur dalam maupun sumur dangkal

Sasaran 2 : Meningkatnya produksi air minum dari semua instalasi WTP yang ada, dengan strategi :

• meningkatkan kapasitas produksi air minum WTP

• Meningkatkan ketersediaan sarana prasarana produksi air baku 2. Tujuan 2 : Meningkatnya masyarakat mengakses sambungan air minum

(6)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 6

Sasaran 3 : Meningkatnya sambungan rumah air minum perpipaan PDAM Tirta pakuan, dengan strategi :

• Mengoptimalkan dan mengembangkan system distribusi PDAM ke seluruh sambungan rumah. Saat ini masih banyak rumah di wilayah Kota Bogor yang belum tersambung air dari PDAM khususnya di wilayah padat, kumuh miskin, kecuali khusus beberapa kelurahan di Bogor Barat.

• Menetapkan system subsidi silang terhadap pelanggan dari keluarga miskin. Penggolongan pelanggan PDAM perlu berpihak kepada golongan miskin agar mereka tetap dapat mengakses air minum.

• Meningkatkan kerjasama dengan pihak swasta lain dalam pembangunan system penyediaan air minum

Sasaran 4 : Menurunkan tingkat kebocoran PDAM Tirta Pakuan, dengan strategi :

• Perbaikan jaringan pipa transmisi dan distribusi. • Perbaikan meter air yang rusak di tingkat pelanggan

3. Tujuan 3 : Meningkatnya akses sambungan air minum non perpipaan

Sasaran 5 : Mengoptimalkan dan mengembangkan sarana prasarana air minum non perpipaan yang terlah terbangun, dengan strategi :

• Mengoptimalkan dan mengembangkan sarana prasarana air minum non perpipaan yang telah terbangun

• Pembangunan sarana parasarana non perpipaan baru

• Memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan air minum non PDAM. Bentuk pemberdayaan kelompok masyarakat pengelola sarana dan prasarana air minum non PDAM seperti TAHU, kran umum maupun jaringan perpipaan memanfaatkan sumur dangkal dan sumur dalam, berupa monitoring dan evaluasi, pembinaan, pendampingan.

4. Tujuan 4 : Terselenggaranya penegakan aturan pemanfaatan air tanah Sasaran 6 : Penegakan regulasi air tanah, dengan strategi

• Mengoptimalkan peran dan fungsi instansi penegakan perda dalam rangka pemantauan pemanfaatan air bawah tanah.

• Pemantauan secara periodic terhadap pemanfaatan air bawah tanah disertai dengan insentif dan disinsentif diperlukan.

5.1.5. PHBS

Strategi yang dikembangkan untuk mengatasi isu strategis yang muncul dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran PHBS, adalah :

1. Tujuan 1 : Meningkatnya upaya penyadaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat secara terus menerus di sektor sanitasi.

(7)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 7

Sasaran 1 : Meningkatnya proporsi pemberi informasi (komunikan) tentang Perilaku Hidup Bersih dan sehat dari kalangan SKPD dan kader kesehatan lingkungan . Strategi :

• Meningkatkan kapasitas SDM dinas terkait dan kader kesehatan lingkungan dalam pemicuan perubahan perilaku. Pola rotasi pegawai memerlukan adanya peningkatan SDM sebagai komunikan. Bentuknya dapat berupa pelatihan-pelatihan khusus metode fasilitasi dan pengetahuan PHBS.

• Optimalisasi koordinasi lintas SKPD dalam PHBS.

Koordinasi yang intensif dilakukan dalam berbagai bentuk pertemuan serta kunjungan lapangan bersama.

• Mengembangkan kemitraan dengan LSM, tokoh masyarakat dan kelompok masyarakat dalam penyadaran personal hygiene/PHBS. Kemitraan dengan LSM dapat melalui kegiatan fasilitasi pertemuan rutin maupun supervise ke daerah untuk PHBS

• Meningkatkan kapasitas kader kesehatan tenntang personal hygiene/PHBS, melalui Sosialisasi dan pelatihan bagi kader kesehatan/kader lingkungan tentang pentingnya personal higiene/PHBS, lomba kader kesehatan tentang sanitasi, pertemuan rutin dalam memicu kreatifitas dan aktivitas kader kesehatan, serta sosialisasi dan Pelatihan tentang PHAST kepada kader 2. Tujuan 2 : Meningkatnya keterlibatan seluruh stakeholder (pemangku

kepentingan) dalam mengefektifkan Pola Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Sasaran 4 : Berperannya kelompok masyarakat (organisasi masyarakat) laki- laki dan perempuan melalui RW Siaga di 53 kelurahan beresiko tinggi-sangat tinggi dalam penyadaran hygiene, dengan strategi meningkatkan kinerja RW Siaga dalam sanitasi. Bentuk kegiatan dapat berupa identifikasi masyarakat yang belum ber-PHBS, advokasi, pembinaan, pelatihan kepada kelompok masyarakat di RW Siaga.

5.2. Strategi Aspek Non Teknis

5.2.1. Kebijakan Daerah dan Kelembagaan

Strategi aspek kebijakan daerah dan kelembagaan untuk mencapai sasaran pembangunan sektor Sanitasi Kota Bogor berupa :

1. Peningkatan koordinasi Pokja Sanitasi dan stakeholder di tinngkat kota, pemerintah di atasnya dan daerah lain. Strategi ini dilakukan dalam upaya penguatan lembaga koordinasi internal maupun antara Kelompok Kerja Sanitasi Kota Bogor dengan Kelompok Kerja Sanitasi di tingkat Pusat maupun Propinsi. Strategi ini merupakan upaya awal yang dipandang Pokja sebagai langkah strategis, terutama dalam hal koordinasi tentang kebijakan-kebijakan

(8)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 8

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Propinsi yang bisa diakses untuk kepentingan percepatan sanitasi di Kota Bogor maupun informasi-informasi dari Pokja Sanitasi Pusat dan Propinsi yang berkaitan dalam percepatan sanitasi di Kota Bogor yang mengacu pada target RPJM Nasional dan RPJM Propinsi serta target MDG’s. Selain itu melaksanakan koordinasi dan mengintegrasikan rencana kerja pembangunan sanitasi pada tingkat SKPD, masyarakat dan swasta.

2. Optimalisasi dan sinkronisasi usulan/perencanaan sanitasi yang sesuai dengan Pusat dan Propinsi. Untuk memanfaatkan sumber pendanaan yang berasal di luar APBD Kota, maka optimalisasi penyerapan anggaran baik dari Pusat maupun Propinsi harus ditingkatkan. Sinkronisasi usulan program dan kegiatan dengan payung program yang sesuai dengan program dan kegiatan yang ada di tingkat Propinsi atau Pusat merupakan salah satu cara efektif penyerapan pendanaan di luar APBD, seperti penyusunan RPIJM, pengusulan DAK dan sebagainya.

3. Optimalisasi RPJMK dan Musrenbang sebagai sarana perencanaan

pembangunan. RPJMK sebagai dokumen perencanaan di tingkat masyarakat kelurahan dioptimalkan dalam perencanaan sanitasi masyarakat, yang di usulkan ke pemerintah melalui forum musrenbang sebagai salah satu forum tahunan efektif dalam menjaring aspirasi masyarakat, khususnya dalam mekanisme perencanaan pembangunan yang partisipatif. Usulan masyarakat dalam pembangunan sanitasi diharapkan mampu melengkapi perencanaan teknis kota dalam pengelolaan sanitasi. Sanitasi yang direncanakan sebagai perencanaan awal pada tingkatan bawah adalah usulan yang mendasar dan sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan yang tanggap kebutuhan. Dengan mengoptimalkan musrenbang akan menjadi dasar yang kongkrit bagi SKPD dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan sanitasi yang berbasis pada perencanaan partisipatif.

4. Peningkatan standar dan sistem kerja Pokja Sanitasi dalam hal teknis dan non teknis. Dalam menjalankan fungsinya, Pokja Sanitasi haruslah mengupayakan peningkatan standar terutama standar pelayanan minimum dalam upaya untuk melengkapai kebutuhan pengelolaan sanitasi serta memperjelas pemberian layanan sanitasi serta mengatur distribusi peran yang jelas antara pemerintah, masyarakat dan swasta dalam penanganan sanitasi. Peningkatan sistem kerja yang kondusif bagi kelompok kerja sanitasi baik dalam hal teknis maupun non teknis dengan jalan pelatihan aspek teknis maupun non teknis. 5. Optimalisasi peran Pokja dalam pengelolaan sanitasi yang peka kebutuhan,

jender, dan kemiskinan. Pokja Sanitasi Kota sebagai lembaga koordinasi memiliki peran penting dalam perencanaan dan pengelolaan sanitasi. Dengan komposisi keanggotaan yang dimiliki Pokja Sanitasi diharapkan memiliki dampak pada penguatan daya dukung pembangunan sanitasi dari berbagai

(9)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 9

stakeholder. Pembangunan dan pengelolaan sanitasi diupayakan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan masyarakat penerima manfaat, memperhatikan kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam pemilihan teknologi dan pengambilan keputusan, serta semaksimal mungkin menjamin kemanfaatannya diprioritaskan bagi masyarakat miskin di kawasan padat penduduk atau kawasan kumuh. Pokja menjamin program pembangunan sanitasi yang dikembangkan untuk peningkatan akses masyarakat miskin terhadap layanan sanitasi.

6. Advokasi Pokja Sanitasi kepada seluruh stakeholder. Terlaksananya program sanitasi di Kota Bogor, tidak terlepas dari dukungan legislatif terhadap program sanitasi di Kota Bogor. Legislatif yang mempunyai fungsi budgeting serta perwakilan masyarakat perlu diberikan pengetahuan yang cukup tentang sanitasi, sehingga akan mendukung sepenuhnya pengembangan sanitasi di Kota Bogor, melalui sosialisasi program sanitasi serta dengar pendapat antara eksekutif dan legislative.

5.2.2. Keuangan

Strategi aspek keuangan untuk mencapai sasaran pembangunan sektor sanitasi berupa :

1. Optimalisasi perencanaan dan pengelolaan anggaran sanitasi untuk menjaga konsistensi plafon anggaran sesuai kebutuhan riil; APBD merupakan sumber pendanaan utama dalam pembangunan dan pengembangan sanitasi di Kota Bogor. Secara umum APBD merupakan penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja, dan pembiayaan. Secara detail komponen-komponen pendapatan dapat menjadi sumber pendanaan sanitasi. Optimalisasi dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran sanitasi Kota Bogor mutlak harus dilakukan mengingat sistem anggaran yang digunakan oleh Pemerintah Kota Bogor adalah anggaran berbasis kinerja, sehingga konsistensi kinerja serta hasil yang dicapai sesuai target akan sangat berpengaruh terhadap penentuan plafon anggaran tahun berikutnya. 2. Peningkatan kapasitas SDM dalam penyerapan pemanfaatan dan

pengelolaan proyek dari berbagai sumber anggaran. Kapasitas SDM memiliki peranan yang sentral dalam proses kegiatan pembangunan dan pengembangan sanitasi di Kota Bogor termasuk di dalam sistem perencanaan, pelaksanaan maupun monitor dan evaluasi program kegiatan sanitasi di Kota Bogor, sehingga kemampuan SDM dalam hal teknis dan pendukung sanitasi masih perlu ditingkatkan. Tersedianya peluang pendanaan dari berbagai sumber diluar APBD memerlukan kapasitas SDM yang memadai dalam aspek keuangan untuk dapat menjaring dan menyerap anggaran yang ada. Diperlukan peningkatan

(10)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 10

kapasitas SDM dalam aspek pemanfaatan pendanaan di luar APBD serta bagaimana pengelolaannya, selain kemampuan advokasi, komunikasi, pengelolaan keuangan, kelembagaan, dan sebagainya.

3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam kegiatan sanitasi. Perlu diakui bahwa pelaksanaan program-program sanitasi merupakan bentuk kegiatan yang terintegrasi dengan melibatkan berbagai komponen pendukung Kota Bogor, baik pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat. Namun pada akhirnya peran swasta dan masyarakat inilah yang akan menjadi ujung tombak dalam proses pembangunan sanitasi Kota Bogor ke depan karena masyarakat merupakan subjek maupun objek dari proses pembangunan sanitasi, sehingga peningkatan peran serta masyarakat baik dalam segi kelembagaan maupun pengelolaan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan Program Persecepatan Sanitasi di Kota Bogor.

4. Optimalisasi dan intensifikasi sosialisasi pemanfaatan dana dari berbagai pihak. Mengingat investasi sanitasi skala Kota membutuhkan dana yang sangat besar, maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk menarik minat swasta dan masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan sanitasi Kota Bogor. Salah satu langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan intensifikasi sosialisasi dalam pemanfaatan dana dari berbagai pihak termasuk sektor swasta, sehingga akan lebih mudah dalam mengembangkan program sanitasi dan menentukan program-program yang akan didanai oleh APBD Kota, APBD Provinsi, APBN maupun swasta dan masyarakat. Program-program sanitasi tersebut bisa dikemas ke dalam Corporate Social Responbility (CSR) perusahaan atau lainnya.

5.2.3. Komunikasi

Kunci keberhasilan dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kondisi sanitasi Kota Bogor adalah keterpaduan saluran komunikasi dan ketepatan memilih saluran komunikasi. Kunci ini harus ditunjang dengan kecermatan dalam memotret sosiologis masyarakat yang menjadi target kampanye sanitasi. Bahkan kecermatan ini akan menjadi kunci utama dalam menunjang efektivitas kampanye sanitasi. Pemahaman akan potret sosiologis masyarakat akan membuat kita lebih cermat dalam memilih radio, koran, atau TV yang sesuai dengan segmen masyarakat yang menjadi sasaran kampanye. Pemahaman itu pula yang membuat media-media komunikasi akan memiliki kedekatan bahasa yang digunakan dengan target masyarakat yang hendak dituju.

Pada konteks media massa misalnya, pilihan yang tepat adalah Radar Bogor, Elpas, RRI Pro1 Bogor, dan Sipatahunan. Radar Bogor dipilih karena di tingkat

(11)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 11

readership (jumlah pembaca-red), Koran di bawah Grup Jawa Pos ini berada di peringkat delapan harian untuk wilayah Jabodetabek. Peringkatnya lebih baik dibandingkan penetrasi harian Pikiran Rakyat di wilayah yang sama. Sedangkan Elpas, RRI Pro1, dan Sipatahunan, dipilih karena segmentasi radio-radio ini menyasar semua kelompok umur dengan proporsi terbesar pada kelompok usia 25 tahun ke atas. Dan dari strata ekonomi, ke tiga radio ini membidik sosio ekonomi menengah ke bawah sesuai segmen kampanye sanitasi.

Saluran komunikasi yang juga tidak boleh dilupakan adalah saluran pemangku kepentingan. Ada beberapa alasan yang dapat menguatkan pilihan ini. Pertama, kemudahan untuk menjangkau aspek saluran komunikasi Pemangku kepentingan yang terdiri dari Walikota dan Wakil Walikota, unsur Muspida seperti Kapolresta, Dandim 0606, Kajari; kepala SKPD, para camat, TP PKK, para lurah, dan tokoh masyarakat; relatif lebih mudah untuk dijangkau dan diajak untuk mendukung kampanye kesadaran sanitasi. Alasan lainnya adalah efektivitas mereka dalam menjangkau target sasaran. Ketokohan mereka adalah panutan yang ajakannya masih didengar dan digugu masyarakat. Untuk itu, tepat kiranya menjadikan mereka juru kampanye untuk mengajak masyarakat lebih peduli terhadap masalah sanitasi. Keterlibatan lain yang patut dikedepankan adalah peran para kader PKK. Kegiatan-kegiatan PKK dapat dijadikan sebagai forum untuk mengkampanyekan kesadaran sanitasi. Terlebih lagi, ada irisan segmen yang cukup besar antara segmen kegiatan PKK dengan segmen masyarakat kampanye sanitasi.

Untuk itu, strategi yang dapat dilakukan pada aspek komunikasi adalah :

1. Optimalisasi tokoh masyarakat dan perangkat Pemerintah Kota dalam komunikasi sanitasi, melalui pemberian pemahaman kepada tokoh masyarakat agama sebagai channel untuk memberikan pemahaman sanitasi kepada masyarakat.

2. Kampanye sanitasi pada sector swasta, agar sector swasta peduli dan berminat untuk turut berkontribusi pengembangan sanitasi di Kota Bogor 3. Intensifikasi kampanye sanitasi. Frekuensi kampanye sanitasi perlu

diintensifkan, agar sasaran pengembangan sanitasi akan cepat tercapai. Bentuk intensifikasi dapat melalui berbagai media baik cetak maupun non cetak. Kerjasama dengan media massa pun dapat menjadi titik tolak dalam kampanye ini.

4. Intensifikasi analisis media, maksudnya bahwa analisis terhadap media dilakukan untuk menyusun perencanaan kampanye sanitasi yang efektif dan efisien.

(12)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 12

5. Optimalisasi media milik pemerintah kota, melalui pemanfaatan media cetak maupun elektronik milik pemerintah Kota Bogor.

5.2.4. Keterlibatan Pelaku Bisnis

Sesuai kondisi dan karakteristik Kota Bogor, maka dalam strategi aspek keterlibatan pelaku bisnis untuk mencapai sasaran pembangunan sanitasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Penyusunan Regulasi CSR (Corporate Social Responsibility) dan pelibatan pelaku bisnis dalam pembangunan sektor sanitasi. Peran serta pelaku bisnis dalam pembangunan dan pengembangan sektor sanitasi di Kota Bogor kiranya perlu untuk terus didorong dan dipermanenkan dalam satu wadah organisasi semisal Asosiasi atau Paguyuban Pelaku Usaha Peduli Sanitasi. Hal penting yang perlu disiapkan oleh pemerintah Kota Bogor untuk mengatur mekanisme peran serta pelaku usaha dalam pembangunan sektor sanitasi adalah berkaitan dengan penyusunan regulasi CSR yang dapat diterima oleh semua pihak. Peraturan yang disusun disesuaikan dengan peraturan CSR tingkat Pusat serta kondisi CSR di kota Bogor untuk mengakomodir kelokalan. 2. Optimalisasi pelaku bisnis beserta potensi dana dalam pembangunan sektor

sanitasi. Pihak swasta atau pelaku bisnis pada dasarnya mempunyai komitmen terhadap program-program pemerintah khususnya yang terkait dengan kegiatan pembangunan dan pengembangan sanitasi. Berdasarkan pada ketentuan yang berlaku mengharuskan agar pelaku usaha menyisihkan sebagian keuntungan usahanya untuk perbaikan lingkungan dan kondisi sosial masyarakat disekitar perusahaan sebagai pemenuhan tanggung jawab sosial perusahaan.

Perlu dipahami bagaimana karakter pelaku usaha agar mereka dapat secara konsisten dan permanen bersedia mengarahkan perhatian sekaligus sumber dananya untuk pengembangan sector sanitasi di Kota Bogor. Kesibukan pelaku bisnis pada pengembangan usahanya kurang dapat mengalokasikan waktu untuk terlibat langsung dalam kegiatan sanitasi, tetapi perusahaan

tetap berkontribusi untuk mendukung pembangunan kota. Fenomena ini

perlu dipahami oleh penggiat pembangunan sanitasi selain kemampuan dalam menjaga kepercayaan yang diberikan oleh pelaku usaha sehingga terjalin kerjasama saling menguntungkan dan menguatkan.

3. Pemberdayaan asosiasi pelaku bisnis lokal dalam berinvestasi di sektor sanitasi. Asosiasi Pelaku Bisnis Lokal mampu memberikan pencerahan kepada para anggotanya untuk memandang upaya berinvestasi pada sektor

sanitasi akan dapat menggerakkan gerbong-gerbong simpati semua

(13)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 13

bisnis didalam menganggap penting penanganan sektor sanitasi sama pentingnya dengan pelaku bisnis tersebut didalam menjalankan kegiatan usahanya. Sudah saatnya pelaku bisnis diberikan pemahaman agar mereka mau menyisihkan sebagian kecil daripada keuntungan usahanya untuk kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitar tempat usaha atau tempat tinggalnya. Dan pihak yang nantinya diharapkan akan mengambil peran lebih banyak didalam menghantarkan pemahaman dari pelaku bisnis didalam penanganan sanitasi adalah Asosiasi Pelaku Bisnis itu sendiri. Dengan telah dipahaminya arti penting ketersediaan kondisi sanitasi yang baik dan nyaman, seminimal mungkin akan dapat menghindarkan kecemburuan sosial yang diakibatkan oleh ketidakpedulian para pelaku bisnis terhadap lingkungan eksternalnya.

5.2.5. Pemberdayaan Masyarakat Aspek Jender dan Kemiskinan

Strategi pemberdayaan masyarakat, pelibatan aspek jender dan kemiskinan untuk mencapai sasaran pembangunan sektor sanitasi diarahkan sebagai berikut : 1. Optimalisasi keterlibatan masyarakat dalam lomba lingkungan sehat

secara berjenjang pada lingkup instansi, sekolahan dan masyarakat. Budaya masyarakat yang mengutamakan prestise dan pengakuan menyuburkan perkembangan ajang perlombaan lingkungan sehat yang diselenggarakan pemerintah kota dan pihak swasta. Kondisi ini perlu ditingkatkan dengan

memobilisasi keterlibatan masyarakat yang lebih luas dari berbagai

kalangan sehingga masyarakat luas terpapar tentang lingkungan sehat yang sangat erat kaitannya dengan sanitasi dan air bersih. Penyelenggaraan lomba sebagai sarana pemicuan kesadaran masyarakat luas tentang perlunya menjaga kondisi lingkungan sehat secara terus menerus.

2. Meningkatkan kapasitas perempuan dan masyarakat miskin dalam pengelolaan sanitasi. Perempuan dan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki keterbatasan kemampuan dan pengetahuan tentang sanitasi dan air bersih termasuk akibat yang ditimbulkan dari kondisi sanitasi dan air bersih tidak sehat dan tidak layak pakai. Kenyataanya mereka cukup rentan dengan dampak buruk ketidaklayakan kondisi sanitasi dan air bersih, maka perlu ditingkatkan kapasitas perempuan dan masyarakat miskin tentang pengelolaan sanitasi dan air bersih yang layak.

3. Meningkatkan produk hukum tentang pembangunan sanitasi yang memberdayakan masyarakat, peka jender dan kemiskinan. Peraturan dan ketentuan daerah yang berkaitan dengan pembangunan sanitasi yang memberdayakan masyarakat (pendekatan bottom-up), peka jender dan kemiskinan perlu diregulasi melalui kaji ulang dan penyempurnaan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi. Penyempurnaan peraturan dan ketentuan akan menjadi acuan bagi

(14)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI TAHUN 2012 V - 14

pelaksanaan pembangunan sanitasi. Keberdaan peraturan yang sesuai juga akan menjadi landasan dalam melakukan pengawasan pola pembangunan sanitasi yang tepat sasaran dan layak sesuai ketentuan teknis sehingga tidak mencemari lingkungan.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu yang membedakan pembelajaran antar kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah pada setiap pertemuan siswa diberikan lembar kerja siswa (LKPD) yang sesuai

Proses seleksi tidak saja merupakan suatu kegiatan untuk menentukan ca- lon - calon peserta manakah yang dapat diterima dalam program yang diselenggara kan akan

Menurut Saifuddin Azwar, penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistik. 1

Pendekatan studi kasus yang dipakai dalam penelitian ini ditujukan untuk mengamati secara mendalam program bantuan dari pemerintah daerah kepada masyarakat dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara sleep hygiene dengan kualitas tidur pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta

Pada kondisi awal hanya 7 siswa (27%) yang tuntas setelah dilakukan tindakan pada siklus I meningkat menjadi 13 siswa (50%) dan meningkat lagi menjadi 23 siswa

Berdasarkan hasil uji hipotesis, menurut nasabah Bank BTPN telah memiliki bukti fisik dalam suatu kualitas layanan dan rasa kepuasan dari suatu layanan dengan bukti fisik

adalah sutu respon lonjakan sesaat karakteristik arus atau tegangan tanpa mengubah frekuensi dari kondisi tunaknya dengan bentuk gelombang yang memiliki polaritas searah.. 