• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN USAHA GRUBI UBI UNGU TAWANG MANGU. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN USAHA GRUBI UBI UNGU TAWANG MANGU. Oleh :"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 1 PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN USAHA GRUBI UBI UNGU TAWANG MANGU

Oleh :

M.A.Martina Andriani1) dan Edwi Mahadjoeno2)

1) Staff Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

2) Staff Pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret Email : martinaandriani@yahoo.com

Abstrak

Grubi merupakan salah satu makanan khas yang ada di Kecamatan Tawang Mangu, Karanganyar. Grubi cukup banyak diminati sebagaai camilan. Tingginya permintaan pasar ini sering tidak diimbangi dengan ketersediaan barang. Hal ini karena sulitnya bahan baku dan proses pengolahan yang cukup menyulitkan. Dalam proses produksi grubi, UKM Bakti jaya dan UKM grubi lain yang ada di Desa karanglo memiliki permasalahan utama saat pengepalan/pembentukan grubi yang masih dalam kondisi panas. Proses yang cukup sulit ini menyebabkan rendahnya produktivitas produksi grubi. Kegiatan Pengabdian yang dilakukan meliputi koordinasi, penyediaan dan trial TTG serta pelatihan outclass penggunaan cetakan grubi. Teknologi tepat guna yang diberikan yaitu alat pencetak grubi dan alat peniris minyak. Melalui kedua alat ini, diharapkan kualitas grubi dapat menjadi stabil.

Kata Kunci : Grubi, UKM, Ubi Ungu, Tawangmangu, Pendampingan PENDAHULUAN

Ubi ungu (Ipomoea batatas L.

Sin batatas edulis choisy)

merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber

pangan alternative maupun

pengembangan potensi bisnis.

Salah satu penghasil ubi jalar di Jawa Tengah adalah Kabupaten

Karanganyar. Dari data BPS Provinsi Jawa Tengah, diketahui bahwa produksi ubi jalar di Kabupaten Karanganyar adalah sebesar 8.280 ton. Jumlah ini tidak sebesar kabupaten Wonosobo dan

Magelang, akan tetapi

dibandingkan dengan Kabupaten

(2)

2 JKB No. 18. Th.X. Juni 2016

diKabupaten Karanganyar

memiliki rata-rata produksi

tertinggi yaitu sebesar 148.65 kw/Ha (BPS, 2009). Tingginya produksi ini disebabkan karena

kondisi geografis Kabupaten

Karanganyar cocok untuk

budidaya ubi jalar. Hampir semua ubi jalar yang ditanam di Kabupaten Karanganyar memiliki warna daging buah ungu yang selanjutnya disebut ubi ungu. Khusus untuk kecamatan Tawang Mangu, rata-rata jumlah produksi ubi ungunya mencapai 1.710, 2 ton per tahun.

Ubi ungu hasil produksi Kecamatan Tawangmangu ini tidak

semuanya dipasarkan secara

langsung, melainkan dengan diolah terlebih dahulu untuk memberikan nilai tambah pada ubi ungu tersebut. Beberapa olahan ubi ungu diantaranya adalah keripik ubi ungu dan grubi. Grubi merupakan

salah satu jenis makanan

tradisional yang banyak

dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia. Snack ini memiliki

citarasa khas yang berasal dari gula merah/gula aren. Grubi dibuat dari bahan dasar ubi jalar/singkong,

dan gula merah. Proses

pembuatannya dilakukan, dengan memotong ubi jalar menjadi bentuk korek api. Setelah dipotong, ubi digoreng sampai matang dan kering. Ubi yang sudah matang

kemudian dicampur kedalam

larutan gula merah. Ubi yang telah

bercampur gula kemudian

dibentuk menjadi bola-bola kecil saat masih dalam keadaan panas. Hal ini dilakukan agar ubi tidak patah/remuk.

Salah satu sentra industry grubi ubi ungu berada di Desa

Karanglo. Dari data Dinas

Perindustrian, Perdagangan,

Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar tahun

2008, diketahui terdapat 19

pengusaha agroindustri (industry skala kecil) dan 5 industri rumah tangga yang bergerak di bidang pengolahan ubi ungu, diantaranya adalah UKM Bakti Jaya milik Bapak

(3)

JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 3 Gito dan Bapak Wagyo yang

dikelola secara perorangan.

UKM Bakti Jaya berdiri tahun 1992. UKM ini tidak hanya memproduksi grubi, tetapi juga memproduksi keripik singkong dan keripik pisang. Dalam satu

bulan, UKM ini mampu

memproduksi grubi sebanyak 45 kuintal. Grubi hasil produksi ini kemudian dipasarkan ke berbagai daerah. Pangsa pasar produk grubi ini meliputi daerah Jawa Tengah (Karanganyar, Solo, Sukoharjo,

Klaten, Wonogiri, Jogjakarta,

Kebumen dan Purworejo), Jawa

Timur (Magetan, Madiun,

Trenggalek, Malang dan Surabaya), Jawa Barat (Purwakarta dan Bandung) dan Jakarta. Untuk pemasaran di luar pulau Jawa yaitu Kalimantan (Balik papan) dan Sumatera.

Gambar 1.1.Grubi Ubi Ungu produksi UKM Bakri Jaya

UKM Bakti Jaya tergolong

sebagai UKM yang cukup

berkembang.Tiap harinya, UKM ini mampu memproduksi 1 ton ubi jalar. Kebutuhan ubi jalar ini tidak hanya dipasok oleh petani dari tawang mangu jawa tengah, tetapi juga dipasok oleh petani ubi jalar dari jawa timur. Tenaga kerja yang berkerja di UKM ini berjumlah 22 orang.

UKM Bakti Jaya lebih sudah lebih maju dibandingkan dengan UKM Grubi milik Pak Wagyo. Hal ini dikarenakan modal usaha milik Pak Wagyo lebih kecil dan tingkat

produksinya masih relative

sederhana. Oleh karena itu, UKM Grubi belum bisa menghasilkan grubi dalam jumlah yang banyak. Ubi ungu untuk produksi grubi

(4)

4 JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 masih diiris secara manual. Pangsa

pasarnya pun masih lokal, yaitu meliputi daerah karanganyar dan sekitarnya.

Pangsa pasar grubi masih sangat terbuka. Hal ini dikarenakan

harganya yang terjangkau,

produknya menarik dan rasanya yang enak. Permintaan dari luar kota juga cukup banyak. Akan tetapi, kedua UKM ini tidak dapat

memenuhi karena kapasitas

produksi yang terbatas.

Terbatasnya jumlah produksi ini dikarenakan proses produksi yang agak sulit terutama di bagian pembentukan grubi. Setelah diberi gula merah, grubi harus dikepal dengan tangan sampai ukuran tertentu. Karena ubi masih dalam kondisi panas, maka tenaga kerja kesulitan dalam melakukan hal ini dan tidak banyak tenaga kerja yang mau melakukannya.Kedua UKM ini masih belum memiliki alat pengepal/pembentuk grubi.Oleh karena itu, acapkali permintaan konsumen terlambat dipenuhi. Sedangkan bagi UKM Grubi milik

pak Wagyo, tidak adanya mesin produksi yang otomatis membuat permintaan konsumen kadang tidak bisa dipenuhi.

UKM Grubi dan UKM Bakti Jaya masih tergolong ke dalam usaha kecil. Oleh karena itu, permasalahan yang dimiliki masih kompleks. Dari hasil identifikasi dengan kedua mitra, diketahui permasalahan yang dimiliki adalah: 1. Modal Terbatas

Modal merupakan elemen penting dalam suatu usaha. Keterbatasan modal yang dimiliki oleh kedua

UKM ini menyebabkan

ketidakmampuan UKM untuk

mendapatkan teknologi yang

mendukung proses produksi, baik dalam kaitan peningkatan kualitas maupun kuantitas produk grubi. 2. Pengetahuan yang Kurang

Grubi yang diproduksi selama ini memiliki rasa yang disukai oleh masyarakat.Akan tetapi, kualitas produksi kadang tidak stabil terutama bagi UKM yang masih memproses grubi secara manual. Tidak stabilnya kualitas produk ini

(5)

JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 5 disebabkan karena tidak adanya

standar pembuatan grubi yang dapat diterapkan di UKM ini. Standar proses yang dimaksud juga

terkait dengan kelengkapan

teknologi yang dimiliki oleh UKM yang masih sangat sederhana.

Kedua mitra Pengabdian memiliki permasalahan utama di bidang pengolahan grubi yaitu

pada saat pengepalan

/pembentukan grubi yang masih dalam kondisi panas. Proses yang cukup sulit ini menyebabkan rendahnya produktivitas produksi grubi. Hal ini menyebabkan kedua UKM tidak mampu memenuhi semua permintaan konsumennya. Selain itu, UKM Bakti Jaya memiliki produk grubi yang masih

berminyak sehingga sering

mendapat complain dari

pelanggan. Dahulu pernah

digunakan mesin peniris minyak yang dibeli dari tokoteknologi tepat guna, akan tetapi produk grubi menjadi banyak yang remuk dan rasa grubi menjadi kurang enak.

METODE PELAKSANAAN a. Metode pendekatan

Prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan UKM grubi ubi ungu di Kecamatan

Tawangmangu Kabupaten

Karanganyar adalah : Peningkatan

Kualitas dan KuantitasProduk

Grubi Ubi Ungu Grubi ubi ungu merupakan produk yang memiliki

kandungan gizi khususnya

betakaroten yang baik untuk

kesehatan. Untuk itu,

pengolahannya harus dilakukan secara higienis agar kandungan gizi tetap terjaga. Misalnya dalam penggunaan minyak goreng harus

dikontrol dengan mengganti

minyak yang sudah tidak layak digunakan (digunakan beberapa kali penggorengan), mengurangi atau menghindari penggunaan pemanis buatan yang berlebihan. Disamping itu, kestabilan ukuran juga perlu diperhatikan. Kuantitas produksi ubi ungu berkaitan dengan kemampuan produksi. Semakin cepat proses produksi,

(6)

6 JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 maka semakin banyak grubi yang

dapat dihasilkan.

b. Prosedur dan Rencana kerja Prosedur dan rencana kerja yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi mitra yaitu :

1. Peningkatan Kualitas dan

Kuantitas Produk Grubi Ubi Ungu

Peningkatan kualitas dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan.

Melalui pendampingan ini diharapkan akanterjadi perbaikan kualitas produk dan pengelolaan

usaha. Pendampingan yang

dilakukan diantaranya :

a. Pendampingan pengelolaan

usaha

Pendampingan pengelolaan

usaaha diutamakan dalam hal

manajemen produksi untuk

meningkatkan kuantitas dan

kualitas produksi.

b. Pelatihan Proses Produksi

Hal ini terkait dengan

pembuatan atau standarisasi proses pembuatan grubi ubi ungu yang

memiliki kualitas baik dan stabil.

Dari segi kuantitas,

peningkatannya dilakukan melalui penggunaan mesin produksi yang memiliki kecepatan yan lebih tinggi

dibandingkan dengan proses

produksi manual. 2. Perbaikan Kualitas

Perbaikan kualitas dilakukan melalui stabilisasi ukuran grubi dan pengurangan kadar minyak dalam grubi. Stabilisasi ukuran

grubi dilakukan melalui

penggunaan alat cetak grubi dan mesin peniris minyak.

3. Pemberian Teknologi Tepat

Guna.

Teknologi tepat guna yang diberikan kepada mitra yaitu alat pencetak grubi dan mesin peniriss minyak. Dengan adanya alat ini maka diharapkan ukuran grubi

yang dihasilkan dapat lebih

seragam dan jumlah produksinya dapat meningkat dengan kadar minyak yang tidak terlalu tinggi sehingga mengurangi ketengikan produk.

(7)

JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 7 4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi

dilakukan untuk mengetahui

permasalahan lain yang

mungkin muncul pada

pelaksanaan Pengabdian dapat segera diatasi sehingga dapat

memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya bagi kedua UKM.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Koordinasi dengan Mitra

Koordinasi dengan mitra telah dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu : 1. Koordinasi Tahap 1

Pada tahap ini dilakukan

identifikasi permasalahan kedua mitra. Dari hasil identifikasi, diketahui bahwa kondisi mitra yang saat ini dialami adalah : a. Proses pencucian ubi masih

dilakukan secara manual. Padahal setiap kedatangan bahan baku dapat mencapai 1 ton.

Gambar 1. Ubi jalar untuk proses produksi tiap kedatangan b. Proses pencetakan grubi masih

dilakukan secara manual

(dengan tangan). Hal ini sedikit menyulitkan karena kondisi bahan grubi masih sangat panas. Saat ini, ada dua jenis ukuran grubi yang

diproduksi, yaitu grubi

berukuran kecil (diameter ± 3.5 cm) dan grubi ukuran besar (diameter ±5.5 cm)

Gambar 2. Proses pencetakan grubi di kedua UKM

(8)

8 JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 c. Pada UKM pak Gito Nurhadi,

sering ada complain mengenai kadar minyak yang terlalu tinggi sehingga pada plastic kemasan terlihat kotor. Sudah

coba diatasi dengan

menggunakan kertas sambil meniriskan grubi, tetapi tidak terlalu berdampak signifikan.

Dulu pernah dicoba

menggunakan mesin peniris minyak, akan tetapi banyak grubi yang remuk.

d. Proses pembuatan grubi telah menggunakan mesin pengiris ubi sehingga proses produksi dapat lebih cepat. Satu alat pengiris ubi setara dengan kecepatan 7 orang.

Gambar 3. Alat Pemotong Ubi jalar untuk Grubi

Gambar 4.Proses Penggorengan Grubi di UKM Pak Nurhadi 2. Koordinasi Tahap 2

Gambar 5. Koordinasi dengan Mitra Tahap II

Koordinasi tahap 2 dilakukan pada tanggal 28 April 2015 untuk mengetahui kecepatan pencetakan

grubi yang selama ini

dilakukan.Hal ini bertujuan untuk dijadikan dasar pembuatan TTG. Targetnya adalah, pembuatan grubi dengan menggunakan cetakan

nanti akan lebih cepat

dibandingkan dengan pencetakan manual. Dari hasil koordinasi, diketahui bahwa kisaran kecepatan

(9)

JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 9 pencetakan grubi ukuran kecil per

orang adalah 110-175 pcs/30 menit. Adapun rinciannya dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1.Kecepatan Pencetakan Grubi per 30 menit

No Nama Karyawan Jumlah grubi kecil (buah) 1 Wagiyem 175 2 Waliyem 160 3 Siti 110 4 Mak Ian 117 5 Marjinem 125 6 Ngatini 138 7 Sri 149 8 Sodrik 145 9 Mbak Ruti 117 10 Samiyem 160 11 Sayem 153 Rata-rata 140.8 ≈ 141

Gambar 6. Proses pencetakan grubi secara manual

B. Trial Alat Pencetak Grubi

Hasil identifikasi dan

koordinasi dan mitra mengenai alat

pencetak grubi kemudian

direalisasikan menjadi Teknologi Tepat Guna yang diharapkan dapat

dimanfaatkan oleh mitra.Alat

pencetak grubi yang telah jadi kemudian diuji coba untuk melihat keefektifannya.Desain alat cetak grubi dapat dilihat pada gambar 5.9 berikut.

Gambar 7. Alat cetak Grubi Dengan menggunakan alat cetak grubi, dalam sekali cetak dapat dibuat 9 buah grubi dengan ukuran yang seragam. Dari hasil trial ini, diketahui bahwa dalam waktu 15 menit dihasilkan 140 buah grubi dengan menggunakan tenaga kerja sebanyak 2 orang atau sama dengan proses pencetakan manual. Dari hasil trial juga

(10)

10 JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 diketahui bahwa terdapat kesulitan

ketika mengeluarkan grubi dari cetakannya, sehingga perlu diketuk dengan kuat.Hal ini menjadi bootle neck proses pencetakan grubi. Oleh karena itu, masih akan dilakukan

perbaikan TTG sehingga

penggunaannya dapat

maksimalbahkan melebih

kecepatan pencetakan manual.

Gambar 8. Trial Alat cetak Grubi Penggunaan cetakan grubi, membutuhkan minimal 2 tenaga kerja.Satu orang tenaga untuk mencetak dan satu orang lagi untuk memasukkan bahan grubi ke dalam cetakan.Akan tetapi, ketika trial

diketahui bahwa untuk

menyesuaikan kecepatan mencetak, maka setidaknya diperlukan 2 orang tenaga untuk memasukkan

bahan dan 1 orang lagi untuk mencetak.

C. Pelatihan Outclass Alat

Pencetak Grubi

Pelatihan outclass dilakukan pada tanggal 15 Juni 2015. Pelatihan outclass dimulai dengan penjelasan mengenai kegunaan alat dan manfaatnya. Informasi ini diberikan oleh tim pelaksana kegiatan, Ir.M.A.Martina Andriani, MS. Melalui penjelasan ini, diharapkan ke depan alat berupa

teknologi tepat guna yang

diberikan dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

Gambar 9. Penjelasan sebelum Pelatihan Outclass

Setelah diberikan penjelasan,

kemudian dilakukan praktek

pencetakan grubi dengan

(11)

JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 11 Gambar 10. Praktek Outclass

Penggunaan Alat Cetak Grubi Dari hasil pelatihan outclass,

diketahui bahwa untuk

mengimbangi kecepatan

pencetakan, setidaknya diperlukan 2-3 orang untuk mengisi adonan grubi ke dalam cetakan yang ada. Dengan jumlah 3 orang, maka dalam waktu 10 menit, grubi yang dihasilkan dapat mencapai 236 bh. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan pencetakan grubi secara manual.

D. Pemberian Teknologi Tepat Guna Tahap I

Teknologi Tepat Guna yang diberikan pada mitra adalah mesin peniris minyak. Mesin peniris minyak yang diberikan telah dimodifikasi pada bagian poros sehingga mencegah grubi menjadi remuk.

Gambar 11. Mesin Peniris Minyak Selain diberikan mesin peniris minyak, juga diberikan alat praktek pembuatan grubi untuk kemudian dibagikan kepada karyawan yang mengikuti kegiatan pelatihan.

(12)

12 JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 Gambar 12. Alat pendukung

praktek pencetakan grubi E. Pemberian TTG Tahap II

Teknologi Tepat Guna tahap II yang akan diberikan kepada mitra adalah alat cetak grubi yang berukuran besar dan alat cetak grubi ukuran kecil yang telah diperbaiki. Modifikasi alat cetak

grubi dilakukan untuk

mempermudah proses pengeluaran grubi.

Gambar 13. Alat Cetak Grubi Ukuran Besar

F. Pendampingan dan Monev

Pendampingan dilakukan

untuk membantu UKM agar dapat terus berkembang jika selama proses pelaksanaan kegiatan UKM binaan mengalami kendala. Proses pendampingan dilakukan melalui kunjungan dan diskusi dengan pemilik UKM.

Gambar 14. Pendampingan dan Monev Kegiatan Pengabdian 1. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Kegiatan Pengabdian Grubi Ubi Ungu yang dilakukan adalah koordinasi pelaksanaan kegiatan, penyediaan TTG dan

pelatihan outclass,

pendampingan dan evaluasi kegiatan.

2. Teknologi Tepat Guna yang telah diberikan adalah mesin

(13)

JKB No. 18. Th.X. Juni 2016 13 peniris minyak dan mesin cetak

grubi. Penggunaan TTG ini

diharapkan dapat

meningkatkan kualitas grubi. 3. Dari hasil evaluasi diketahui

bahwa TTG yang diberikan mampu membantu kinerja dan kualitas grubi yang dihasilkan.

4. Penggunaan spinner yang

dimodifikasi, kadar minyak grubi menjadi berkurang dan tingkat produk yang remuk juga tidak terlalu banyak. 5. Penggunaan mesin pengepress

grubi, memberikan keuntungan bagi pekerja dan pemilik UKM karena kontak tangan dengan panas tidak terlalu lama, ukuran grubi seragam dan produktivitas meningkat

B. Saran

Masih diperlukan

pendampingan yang lebih intensif agar UKM grubi di Tawang Mangu dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat dan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2009.

Karanganyar dalam angka 2009. BPS, Karanganyar.

Gambar

Gambar 1.  Ubi jalar untuk proses  produksi tiap kedatangan
Gambar 3. Alat Pemotong Ubi jalar  untuk Grubi
Gambar 6. Proses pencetakan grubi  secara manual
Gambar 8. Trial Alat cetak Grubi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Alsintan tepat guna untuk tanaman padi meliputi alat dan mesin pengolah tanah, alat tanam, mesin panen, mesin perontok, mesin pengering, Keterbatasan dana untuk memiliki

Salah satu luaran wajib dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah teknologi tepat guna (TTG) berupa mesin peniris minyak untuk produk UMKM keripik di Komunitas Makanan

Dalam proses penyampaian inovasi Ojek Online yang menggabungkan transportasi dengan perkembangan teknologi komunikasi tepat guna yang berbasis internet, pastinya

Program Penerapan Teknologi Tepat Guna kepada Masyarakat ini akan menghasilkan Penerapan Mesin Teknologi Tepat Guna pada kedua UKM sesuai fungsinya sehingga akan meningkatkan

Berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan yang didapat oleh mitra PKM dari pelatihan pengoperasian dan perawatan mesin TTG, mitra melakukan proses produksi pembuatan peyek

Pada sektor produksi usaha mitra ini masih mengandalkan peralatan sederhana dan manual, begitu pula sektor manajemen usaha serta pembukuan yang masih kurang tepat, sehingga

Hasil dari penelitian ini yaitu dapat disimpulkan bahwa dalam upaya menjembatani alih teknologi tepat guna untuk proses pemberdayaan masyarakat, Posyantek hadir untuk memberikan

Dipublikasikan oleh P3M Politeknik Negeri Bengkalis 10 Penerapan Teknologi Tepat Guna TTG Mesin Pencacah Pelepah Sawit Untuk Masyarakat Suku Sakai Di Desa Kesumbo Ampai Kecamatan