• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN DAERAH OLEH PEGAWAI NEGERI BUKAN BENDAHARA DI PROVINSI LAMPUNG. (Jurnal Ilmiah) Oleh MIA LESTARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN DAERAH OLEH PEGAWAI NEGERI BUKAN BENDAHARA DI PROVINSI LAMPUNG. (Jurnal Ilmiah) Oleh MIA LESTARI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN DAERAH OLEH PEGAWAI NEGERI BUKAN BENDAHARA DI PROVINSI LAMPUNG

(Jurnal Ilmiah)

Oleh MIA LESTARI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2018

(2)
(3)

ABSTRAK

Penyelesaian Ganti Kerugian Daerah Oleh Pegawai Negeri Bukan Bendahara Di Provinsi Lampung

Oleh

Mia Lestari, Nurmayani, S.H.,M.H., Marlia Eka Putri A.T., S.H.,M.H.

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145

Email : mialestari806@gmail.com

Pengelolaan aset daerah dikelola oleh pegawai negeri bukan bendahara. Pengelolaan aset daerah yang kurang baik dapat menimbulkan kerugian daerah. Setiap daerah tidak terkecuali di Provinsi Lampung mempunyai permasalahan yang berkaitan dengan keuangan ataupun dengan barang milik daerah khususnya permasalahan mengenai kerugian daerah, misalnya kasus kendaraan dinas yang hilang. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu, (a) bagaimanakah penyelesaian ganti kerugian daerah oleh pegawai negeri bukan bendahara di Provinsi Lampung dan (b) apakah faktor penghambat dalam penyelesaian ganti kerugian daerah oleh pegawai negeri bukan bendahara di Provinsi Lampung.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Narasumber dari Inspektorat Provinsi Lampung Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa (a) penyelesaian ganti kerugian daerah oleh pegawai negeri bukan bendahara dapat diselesaikan melalui tuntutan ganti kerugian, yang diatur dalam PP No.38 Tahun 2016. Dalam peraturan ini tata cara tuntutan ganti rugi dapat dilakukan melalui mekanisme Penerbitan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM), Penerbitan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS), dan Sidang Majelis. (b) Faktor penghambat dalam penyelesaian ganti kerugian daerah oleh pegawai negeri bukan bendahara di Provinsi Lampung antara lain, Pihak yang merugikan tidak memberi tanggapan atas penemuan kerugian daerah yang disebabkan oleh perbuatannya, pihak yang merugikan tidak patuh pada aturan, pihak yang merugikan tidak sepakat dengan hasil temuan BPK, pihak yang merugikan keuangan daerah telah pensiun/meninggal dunia/berada dalam pengampuan/tidak diketahui alamatnya/melarikan diri; dan pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris meninggal dunia/tidak diketahui alamatnya.

Kata Kunci: Penyelesaian Ganti Kerugian Daerah, Tuntutan Ganti Kerugian Daerah, Pegawai Negeri Bukan Bendahara

(4)

ABSTRACT

Settlement Of Compensation For The Civil Servants Not The Treasurer In Lampung Province

By

Mia Lestari, Nurmayani, S.H.,M.H., Marlia Eka Putri A.T., S.H.,M.H.

Legal Section State Administration Faculty of Law University of Lampung. Street Prof. Dr. SoemantriBrojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145

Email : mialestari806@gmail.com

The management of regional assets is managed by non-treasury civil servants. Management of poor local assets can cause regional losses. Every region is no exception in Lampung Province has problems related to finance or with regional property especially the problem of loss of area, for example case of lost service vehicle. The problems in this research are: (a) how is the settlement of the compensation for the region by the non-treasurer in Lampung Province and (b) what is the constraining factor in the settlement of the regional loss by the non-treasurer in Lampung Province.

This research uses normative juridical approach and empirical juridical approach. The type of data in this study consists of primary data and secondary data. Resource Person from Inspectorate of Lampung Province Sub Division of Evaluation and Reporting. Data analysis used qualitative descriptive analysis. Based on the results of the research it can be concluded that (a) compensation settlement by non-treasury civil servants can be settled through compensation demands, which is regulated in PP No.38 of 2016. In this regulation the demands for compensation can be made through the mechanism of Issuance of Absolute Liability Statement, Issuance of Decision Letter of Temporary Disposal, and Assembly of the Assembly. (b) the inhibiting factor in the settlement of regional compensation by non-treasury officials in Lampung Province, among others, the adverse Party does not respond to the discovery of regional losses caused by his actions, the adverse party disobeying the rules, the adverse party disagrees with the findings BPK, the party adversely affecting the regional finance has retired / passed away / is in an unknown / escaped capability / address; and the certificate / who gets the rights / heirs of death / unknown address.

Keywords: Completion of Compensation for Regional Losses, Claims for Losing Areas, Civil Servants Not Treasurer

(5)

I. PENDAHULUAN

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada alinea ke-4 mencantumkan tujuan negara yaitu salah satunya adalah mensejahterakan rakyat. Dalam Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara tersebut. Amanah Konstitusi yang diberikan kepada Presiden tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.

Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara yang dipegang oleh Presiden tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi dan prioritas dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), antara lain penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negara atau lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan penerimaan negara. Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan atau kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara. 1

1 Henny Juliani, “Penyelesaian

Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah

Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Pemerintah Daerah selaku pengelola keuangan daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat memerlukan berbagai sarana dan prasarana. Berbagai sarana dan prasarana tersebut disediakan melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa maupun mekanisme lainnya. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengelola aset/barang milik daerah tersebut dengan seoptimal mungkin sehingga mampu menunjang pelaksanaan tugas pemerintah dalam pelayanan masyarakat dengan sebaik-baiknya.

Pengelolaan aset daerah dikelola oleh pengelola yang merupakan pegawai negeri bukan bendahara. Pengelolaan aset daerah yang kurang baik dapat

menimbulkan

permasalahan-permasalahan yang akan

menyebabkan kerugian pada daerah itu sendiri. Pasal 1 Ayat (22) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum.

Pengaturan terkait penyelesaian kerugian negara/daerah terhadap pengelola barang yang merupakan pegawai negeri bukan bendahara sebagaimana pada Pasal 63 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 bahwa Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara Dan Pejabat Lain”, Jurnal Law Reform

(6)

pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota. Dan pada Pasal 63 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2004 tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.

Saat ini Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara Atau Pejabat Lain, pada Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan Tuntutan Ganti Kerugian adalah suatu proses tuntutan yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain dengan tujuan untuk

memulihkan Kerugian

Negara/Daerah.

Sebelum ada PP No. 38 Tahun 2016, pengaturan mengenai tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara, untuk Tuntutan Ganti Kerugiannya masih berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah dan Perda Provinsi Lampung Nomor 13 Tahun 2014

Tentang Penyelesaian Kerugian Daerah. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kekosongan hukum.

Setiap daerah tidak terkecuali di Provinsi Lampung mempunyai permasalahan yang berkaitan dengan keuangan ataupun dengan barang milik daerah khususnya permasalahan mengenai kerugian daerah, misalnya kasus kendaraan dinas yang hilang. Penyebab kendaraan dinas yang hilang baik itu mobil dinas atau motor dinas yaitu karena kecerobohan pegawai negeri yang menggunakan kendaraan dinas tersebut. Oleh karena itu harus ada penyelesaian untuk permasalahan tersebut seperti adanya tuntutan ganti rugi bagi pegawai negeri bukan bendahara yang menyebabkan kerugian daerah, sehingga tujuan dari penyelesaian kerugian daerah dapat terwujud. Terkait kerugian daerah di Provinsi

Lampung, Badan Pemeriksa

Keuangan Perwakilan (BPK) Provinsi Lampung menemukan kerugian negara di pemerintah Provinsi Lampung dan 15 kabupaten Kota se Lampung, dengan total kerugian negara mencapai sekitar Rp 313,192 miliar. Temuan kerugian negara ini didapat dari hasil pemeriksaan semester II tahun 2016 yang dilakukan BPK Perwakilan Lampung terhadap sejumlah pekerjaan pada APBD pemerintah provinsi Lampung dan 15 kabupaten Kota se Provinsi Lampung.2 2 http://lampung.tribunnews.com/2016/11/30/r p-108-m-kerugian-negara-temuan-bpk-belum-dikembalikan-pemda-se-lampung, diakses pada tanggal 25 November 2017, pukul 21.30.

(7)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menulis judul skripsi “Penyelesaian Ganti Kerugian Daerah Oleh Pegawai Negeri Bukan Bendahara Di Provinsi Lampung”.

Berdasarkan latar belakang yang telah uraikan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah penyelesaian ganti kerugian daerah oleh pegawai negeri bukan bendahara di Provinsi Lampung?

b. Apakah faktor penghambat dalam penyelesaian ganti kerugian daerah oleh pegawai negeri bukan

bendahara di Provinsi Lampung?

II. METODE PENELITIAN 2.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.3

a. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca mengutip dan menganalisis teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian.

b. Pendekatan yuridis empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas yang ada atau studi khusus.

2.2. Data Dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data primer

3Soerjono Soekanto, 2008.

Pengantar Penelitian Hukum. Universitas

Indonesia Press.Jakarta hlm.41.

(primary data) dan data sekunder (secondary data).

a. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan (field research) dengan narasumber dari Inspektorat Provinsi Lampung Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan. Adapun teknik wawancara dalam penelitian dilakukan secara bebas terpimpin yaitu wawancara didasarkan pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh peneliti berupa pertanyaan-pertanyaan pokok yang kemudian dapat dikembangkan pada saat wawancara berlangsung di lokasi penelitian. b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi.4 Data sekunder terdiri dari:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan

perundang-undangan dan

peraturan lainnya 2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan hukum yang

memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, berupa literatur-literatur mengenai penelitian ini, meliputi buku-buku ilmu hukum, hasil karya dari kalangan hukum, dan

4Hilman Hadikusuma, Metode

Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju:Bandung 1995 hlm.

(8)

lainnya yang berupa penelusuran internet, jurnal, surat kabar, dan makalah. yang berkaitan dengan Penyelesaian Ganti Kerugian Daerah Oleh Pegawai Negeri Bukan Bendahara Di Provinsi Lampung.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan-bahan yang memberikan informasi, petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, bukann merupakan bahan hukum, secara signifikan dapat dijadikan bahan analisa terhadap penerapan kebijakan hukum dilapangan, seperti kamus besar Bahasa Indonesia, Ensiklopedia, majalah, artikel-artikel di internet dan bahan-bahan lainya yang sifatnya seperti karya ilmiah berkaitan dengan Penyelesaian Ganti Kerugian Daerah Oleh Pegawai Negeri Bukan Bendahara Di Provinsi Lampung.

2.3 Prosedur Pengumpulan Dan Pengolahan Data

a. Prosedur Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh prosedur sebagai berikut : 1) Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan adalah

mengumpulkan data yang

dilakukan dengan cara membaca,

mengutip, mencatat dan

memahami berbagai litertur yang ada hubunnganya dengan materi penelitian, berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah-majalah, serta dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

2) Studi Lapangan

Studi Lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan pengamatan dan wawancara secara

langsung dengan nerasumber untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu secara bebas terpimpin. b. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data dari hasil pengumpulan data sehingga siap pakai untuk dianalisis.5 Data yang terkumpul, diolah melalui pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1) Identifikasi Data

Identifikasi yaitu mencari dan

menetapkan data yang

berhubungan dengan prosedur penetapan kerugian daerah, penyelesaian kerugian daerah oleh pegawai negeri bukan bendahara di Provinsi Lampung, dan faktor-faktor penghambat dalam penyelesaian kerugian daerah oleh pegawai negeri bukan bendahara di Provinsi Lampung.

2) Klasifikasi Data

Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis. 3) Sistematika Data

Sistematika data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat.

2.4 Analisis Data

Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan

5 Bambang Waluyo, Penelitian

Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika,

(9)

pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada.

III. PEMBAHASAN

3.1 Penyelesaian Ganti Kerugian Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara di Provinsi Lampung

Rumusan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 1 angka 22 menyatakan bahwa kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan penyelesaian kerugian tersebut negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang telah terjadi.6

Pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian daerah tersebut. Adapun perbuatan-perbuatan pegawai negeri bukan bendahara yang dapat menyebabkan kerugian daerah antara lain:7

a. Korupsi, penyelewengan, penggelapan. 6 Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. 7 http://budidarma.com/tuntutan-perbendaharaan-dan-tuntutan-ganti-rugi/, diakses pada tanggal 15 Maret 2018 pukul 19.45 WIB

b. Penyalahgunaan wewenang dan jabatan.

c. Pencurian dan penipuan.

d. Merusak, menghilangkan barang inventaris milik daerah.

e. Menaikkan harga, merubah kualitas/mutu.

f. Meninggalkan tugas dan atau pekerjaan setelah selesai melaskanakan tugas belajar.

g. Meninggalkan tugas belajar sebelum selesai batas waktu yang telah ditentukan.

Pengenaan ganti kerugian

negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

Pengenaan ganti kerugian

negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan

oleh menteri/pimpinan

lembaga/gubernur/ bupati/walikota, dan tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang tentang tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain adalah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016. Dengan adanya peraturan ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh pihak-pihak terkait untuk menangani dan

menyelesaikan kerugian

negara/daerah yang jumlahnya semakin hari semakin bertambah, sehingga kerugian daerah dapat diantisipasi. Selain itu dengan adanya peraturan ini juga diharapkan agar penyelesaian kerugian daerah tidak berlarut-larut dan cepat dalam memproses pemulihan kerugian daerah serta meminimalisir terjadinya kerugian daerah.

(10)

Sebelum ada PP No. 38 Tahun 2016 Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dalam penyelesaian kerugian daerah menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah dan selanjutnya menggunakan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Penyelesaian Kerugian Daerah.

Pasal 1 angka 2 PP No. 38 Tahun 2016 menyatakan bahwa Tuntutan Ganti Kerugian adalah suatu proses tuntutan yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain dengan tujuan untuk memulihkan kerugian negara/daerah. Tuntutan Ganti Kerugian disini ditujukan kepada pihak yang

berdasarkan laporan hasil

pemeriksaan menimbulkan kerugian daerah, yaitu pegawai negeri bukan Bendahara atau Pejabat lain.

Pada Pasal 1 angka 3 PP No. 38 Tahun 2016 dijelaskan bahwa pegawai negeri bukan bendahara adalah Pegawai Aparatur Sipil Negara, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bekerja/diserahi tugas selain tugas Bendahara. Lalu pada Pasal 1 angka 4 juga dijelaskan bahwa Pejabat lain yang dimaksud disini adalah pejabat negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara, tidak termasuk

Bendahara dan pegawai negeri bukan Bendahara.

Penyelesaian ganti kerugian daerah melalui tuntutan ganti kerugian daerah atas uang, surat berharga, dan/atau barang milik daerah yang berada dalam penguasaan:

a. Pegawai negeri bukan bendahara; atau

b. Pejabat lain, yang terdiri dari; 1) Pejabat negara; dan

2) Pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara, tidak termasuk bendahara dan

pegawai negeri bukan

bendahara.

Ruang lingkup pelaksanaan tuntutan ganti kerugian daerah berlaku bagi semua pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang bertugas dilingkungan Instansi Pemerintah Pusat/Daerah dan lembaga negara termasuk juga calon Pegawai Negeri Sipil serta Pegawai Aparatur Sipil Negara/ anggota TNI/anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menjabat sebagai bukan bendahara yang menyebabkan terjadinya kerugian

daerah bukan kekurangan

perbendaharaan (diluar tugas dan fungsi sebagai bendahara).8

Tuntutan ganti kerugian daerah berlaku pula terhadap uang dan/atau barang bukan milik daerah yang berada dalam penguasaan pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah. Pegawai negeri bukan bendahara yang dikenai tuntutan ganti kerugian daerah yang berada dalam pengampuan, melarikan diri atau

8 Penjelasan Peraturan Pemerintah

(11)

meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli warisnya.

Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2004 Tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara bahwa BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada kementrian/lembaga pemerintah daerah.

Kerugian daerah dapat diketahui dari informasi mengenai terjadinya kerugian daerah tersebut yang bersumber dari:

a. Hasil Pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung b. Aparat Pengawasan Internal

Pemerintah; c. Pemeriksaan BPK;

d. Laporan tertulis yang bersangkutan ;

e. Informasi tertulis dari masyarakat secara bertanggung jawab;

f. Perhitungan ex officio; dan/atau g. Pelapor secara tertulis.

Laporan informasi terjadinya kerugian daerah harus diverifikasi terlebih dahulu dengan tujuan untuk memastikan kebenaran laporan atau perhitungan keuangan.

Berdasarkan laporan hasil verifikasi terdapat indikasi kerugian daerah akan ditindaklanjuti dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Kepala SKPKD selaku Bendahara Umum Daerah melaporkan kepada Gubernur dan memberitahukan kepada BPK, untuk indikasi kerugian daerah yang terjadi di

lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

b. Gubernur memberitahukan kepada BPK untuk indikasi kerugian daerah yang dilakukan oleh Kepala SKPD.

c. Presiden memberitahukan kepada BPK untuk indikasi kerugian daerah yang dilakukan oleh Gubernur.

Laporan kerugian daerah oleh pejabat penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK dilakukan untuk memenuhi amanat UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa penyampaian laporan kerugian negara kepada BPK paling lambat 7 hari kerja setelah kerugian negara/daerah diketahui.

Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh Gubernur. Laporan kerugian daerah yang telah diverifikasi dan disampaikan kepada Gubernur, selanjutnya Gubernur menugaskan Inspektur Provinsi untuk melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran laporan dan melakukan tindakan dalam rangka pengamanan maupun upaya pengembalian kerugian daerah. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari Inspektorat Provinsi, Gubernur memerintahkan TPKD untuk menyelesaikan kerugian daerah. Selama TPKD belum terbentuk, maka verifikasi kerugian daerah dilaksanakan oleh Tim yang menangani kerugian daerah yang telah ada atau oleh Inspektorat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Elreki Hanes, bahwa setiap tahun Provinsi Lampung pasti mengalami kerugian. Penemuan Kerugian daerah ini timbulnya dari pemeriksaan yang

(12)

dilakukan oleh BPK dan Inspektorat Provinsi Lampung atas laporan-laporan informasi kerugian daerah. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK diberikan kepada Inspektorat untuk ditindaklanjuti. Tindak lanjut Inspektorat terhadap

LHP BPK yaitu melakukan

pemeriksaan terhadap kebenaran laporan dan melaksanakan tindakan dalam rangka pengamanan maupun melakukan upaya pengembalian kerugian daerah.9

Setelah Inspektorat melakukan pemeriksaan dan hasilnya adalah benar telah terjadi kerugian daerah, maka selanjutnya Inspektorat akan melakukan upaya pengembalian kerugian daerah dengan cara melakukan penagihan-penagihan kepada pihak yang merugikan keuangan daerah tersebut. Seluruh hasil dari pengembalian kerugian daerah akan diserahkan ke kas daerah. Tindak lanjut Inspektorat Provinsi Lampung terhadap LHP BPK bertujuan agar temuan-temuan didalam LHP BPK periode tahun sebelumnya tidak ditemukan lagi pada temuan-temuan pemeriksaan BPK di tahun selanjutnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Elreki Hanes, bahwa apabila dalam waktu 60 hari upaya pengembalian kerugian daerah sudah tidak dapat ditindaklanjuti oleh Inspektorat, maka permasalahan terkait kerugian daearah ini akan dilimpahkan kepada Tim Penyelesaian Kerugian Daerah. Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD) ini lah yang akan mengatur

9

Berdasarkan hasil wawancara dengan Elreki Hanes selaku Kepala Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan Inspektorat Provinsi Lampung tanggal 23 Februari 2018 pukul 11.15 WIB.

penyelesaian kerugian daerah tersebut. Apabila permasalahan kerugian daerah yang telah dilimpahkan ke TPKD, maka Majelis akan melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh majelis dilakukan dengan cara memanggil seluruh SKPD dan seluruh pegawai negeri bukan bendahara yang mengakibatkan kerugian daerah. Pemeriksaan

tersebut bertujuan untuk

mengumpulkan bukti, mengetahui bahwa benar yang bersangkutan telah menyebabkan kerugian daerah, dan menghitung jumlah kerugian. Setelah melakukan pemeriksaan dan menghitung jumlah kerugian TPKD akan menentukan bagaimana

cara penyelesaian kerugian daerah.10 Adapun penyelesaian kerugian daerah dilakukan dengan tuntutan ganti kerugian melalui mekanisme sebagai berikut:

a. Penyelesaian Kerugian Daerah melalui Penerbitan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM);

Laporan hasil pemeriksaan kerugian daerah yang telah disetujui Kepala SKPKD dan disampaikan kepada Gubernur akan segera ditindaklanjuti oleh TPKD. Gubernur akan segera menugaskan TPKD untuk melakukan penuntutan penggantian kerugian daerah kepada pihak yang merugikan keuangan daerah.

Upaya yang dilakukan oleh TPKD dalam penuntutan ganti kerugian adalah memerintahkan pihak yang merugikan kerugian daerah untuk

10

Berdasarkan hasil wawancara dengan Elreki Hanes selaku Kepala Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan Inspektorat Provinsi Lampung tanggal 23 Februari 2018 pukul 11.15 WIB.

(13)

membuat dan menandatangani surat pernyataan kesanggupan dan/atau penggantian dari pihak yang merugikan/pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris bahwa kerugian daerah tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia untuk mengganti kerugian daerah dalam bentuk SKTJM.

Setelah SKTJM ditandatangani, pihak yang merugikan wajib menyerahkan jaminan kepada TPKD dalam bentuk dokumen bukti kepemilikan barang dan/atau kekayaan lain atas nama pihak yang merugikan, dan surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau kekayaan lain dari pihak yang merugikam. Surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau kekayaan yang dijaminkan dapat berlaku setelah Gubernur menerbitkan Keputusan Pembebanan. SKTJM yang telah ditandatangani oleh pihak yang merugikan tidak dapat ditarik kembali.

Terkait kerugian daerah akibat perbuatan melawan hukum PNS bukan bendahara, pihak yang merugikan/pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris wajib mengganti kerugian daerah tersebut paling lama 90 hari sejak SKTJM ditandatangani. Sedangkan kerugian daerah akibat kelalaian PNS bukan bendahara, maka pihak yang merugikan/pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris wajib mengganti kerugian daerah dalam waktu paling lama 24 bulan sejak ditandatanganinya SKTJM. Dalam

hal pihak yang

merugikan/pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris melalaikan kewajiban pembayaran sesuai gengan SKTJM, Gubernur menyampaikan teguran tertulis. Dan

jika pihak yang

merugikan/pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris tidak mengganti kerugian dalam jangka waktu yang telah ditentukan maka pihak yang bersangkutan dinyatakan wanprestasi.

TPKD melaporkan seluruh hasil penyelesaian kerugian daerah melalui SKTJM kepada Gubernur. Apabila SKTJM tidak dapat diperoleh, maka Gubernur akan menerbitkan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS) paling lambat 7 hari kerja setelah menerima laporan dari TPKD.

b. Penyelesaian Ganti Kerugian Daerah melalui Penerbitan Surat

Keputusan Pembebanan

Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS)

Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS) adalah surat yang dibuat oleh Presiden/Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur, Bupati, atau Walikota/Kepala SKPKD/Kepala Satuan Kerja/Atasan Kepala Satuan Kerja dalam hal SKTJM tidak dapat diperoleh. Penerbitan SKP2KS ini dilakukan oleh Gubernur karena SKTJM yang diupayakan sebelumnya oleh TPKD tidak dapat diperoleh dari pihak yang merugikan keuangan daerah. Gubernur menerbitkan SKP2KS paling lambat 7 hari kerja setelah menerima laporan dari TPKD. Penyelesaian Kerugian Daerah melalui penerbitan SKP2KS terdapat di PP Nomor 38 Tahun 2016 pada Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22.

Penggantian kerugian daerah berdasarkan penerbitan SKP2KS

dibayarkan dengan sistem

(14)

hari sejak deterbitkannya SKP2KS. SKP2KS ini mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita

jaminan. Pihak yang

merugikan/pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris dapat menerima atau mengajukan keberatan SKP2KS paling lambat 14 hari kerja sejak diterimanya SKP2KS tersebut. Keberatan dapat disampaikan kepada Gubernur secara tertulis dengan disertai bukti. Pengajuan keberatan tersebut tidak menunda kewajiban

pihak yang

merugikan/pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris untuk mengganti kerugian daerah.

c. Penyelesaian Kerugian Daerah Melalui Majelis

Penyelesaian kerugian daerah melalui Majelis terdapat pada Pasal 23 sampai dengan Pasal 38 PP Nomor 38 Tahun 2016. Terhadap penyelesaian ganti kerugian daerah di Provinsi Lampung Gubernur melakukan penyelesaian kerugian daerah mengenai :

1) Kekurangan uang, surat berharga, dan/atau barang bukan disebabkan perbuatan melanggar hukum atau lalai pegawai negeri bukan bendahara/pejabat lain;

2) Pihak yang

merugikan/pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris dinyatakan wanprestasi atas penyelesaian kerugian daerah secara damai dengan penerbitan SKTJM; atau

3) Penerimaan atau keberatan pihak yang merugikan/pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris atas penerbitan SKP2KS.

Dalam rangka penyelesaian kerugian daerah Gubernur membentuk Majelis yang berjumlah 3 atau 5 orang, terdiri dari:

1) Pejabat/pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi Lampung;

2) Pejabat/pegawai pada Inspektorat Provinsi Lampung;

3) Pejabat/pegawai lain yang diperlukan sesuai dengan keahliannya.

Tugas Majelis dalam penyelesaian kerugian daerah adalah memeriksa dan memberikan pertimbangan

kepada Gubernur. Dalam

menjalankan tugasnya Majelis akan

melakukan sidang. Sidang

penyelesaian kerugian daerah dilaksanakan di Badan Keuangan Daerah Provinsi Lampung. Setelah Majelis melakukan sidang, maka Majelis menetapkan putusan berupapenerbitan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian yang selanjutnya disebut dengan SKP2K. SKP2K adalah surat keputusan yang ditetapkan oleh Presiden/Menteri/Pimpinan Lembaga /Gubernur, Bupati atau Walikota yang mempunyai kekuatan hukum tetap tentang pembebanan penggantian Kerugian Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain.

Penentuan nilai kerugian daerah pada PP No.38 Tahun 2016 terdapat dalam Pasal 39, yang menyatakan bahwa dalam rangka penyelesaian kerugian daerah, dilakukan penentuan nilai atas berkurangnya:

1) Barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaan pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain; dan/atau

2) Barang bukan milik negara/daerah yang berada dalam penguasaan pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.

(15)

Dalam hal penentuan nilai, nilai barang yang digunakan adalah nilai yang paling tinggi diantara kedua nilai tersebut. Penentuan nilai dilakukan oleh TPKD dengan pertimbangan seadil-adilnya.11

Berdasarkan ketentuan Pasal 40 PP Nomor 38 Tahun 2016, penagihan dalam rangka penyelesaian kerugian daerah dilakukan atas dasar SKTJM, SKP2KS, dan SKP2K. Penagihan dilakukan dengan surat penagihan. Surat penagihan diterbitkan oleh Gubernur paling lambat 7 (tujuh) hari sejak SKTJM, SKP2KS, atau SKP2K ditetapkan. Kemudian pihak yang merugikan/pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris yang telah melakukan penyetoran ganti kerugian daerah ke Kas Daerah sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang tercantum dalam SKTJM, SKP2KS, atau SKP2K, dinyatakan telah melakukan pelunasan dengan surat keterangan tanda lunas dan ditandatangani oleh Gubernur. Surat keterangan tanda lunas tersebut disampaikan kepada:

1) BPK; 2) Majelis;

3) Pihak Yang Merugikan/Pengampu /Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris yang

4) Melakukan penyetoran ganti Kerugian Negara/Daerah; dan 5) Instansi yang berwenang

melakukan sita atas harta kekayaan.

Berdasarkan Pasal 45, 46 dan 47 PP Nomor 38 Tahun 2016, dalam hal kerugian daerah di Provinsi Gubernur menyerahkan upaya penagihan kerugian daerah kepada instansi yang menangani pengurusan piutang

11 Penjelasan Peraturan Pemerintah

Nomor 38 tahun 2016.

negara/daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah hal:

1) Terjadi wanprestasi berdasarkan SKP2K yang diterbitkan atas penggantian kerugian daerah paling lambat 30 hari sejak SKP2K diterbitkan; atau

2) Pihak Yang Merugikan/Pengampu /Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris tidak dapat mengganti kerugian daerah dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam SKP2K.

Penuntutan tidak dapat dilakukan lagi atau kedaluwarsa ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Pihak yang merugikan/pengampu /yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti rugi, menjadi kadaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian daerah tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian daerah tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap

pihak yang

merugikan/pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris. 2) Tanggung jawab pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian negara/daerah menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak putusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada pihak yang merugikan, atau sejak pihak yang merugikan diketahui melarikan diri atau meninggal

dunia, pengampu/yang

memperoleh hak/ahli waris tidak diberitahu mengenai adanya kerugian daerah.

(16)

3.2 Faktor Penghambat dalam Penyelesaian Ganti Kerugian Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara di Provinsi Lampung

Dalam prosesnya upaya penyelesaian ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara oleh Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, masih terdapat kendala-kendala yang menjadi faktor penghambat dalam penyelesaian kerugian daerah tersebut. Adapun faktor penghambat dari penyelesaian kerugian daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut: a. Pihak yang merugikan tidak

memberi tanggapan atas penemuan kerugian daerah yang disebabkan oleh perbuatannya;

b. Pihak yang merugikan tidak patuh pada aturan;

c. Pihak yang merugikan tidak sepakat dengan hasil temuan BPK; d. Pihak yang merugikan keuangan

daerah telah pensiun/meninggal

dunia/berada dalam

pengampuan/tidak diketahui alamatnya/melarikan diri; dan e. Pengampu/yang memperoleh

hak/ahli waris meninggal

dunia/tidak diketahui

alamatnya/melarikan diri.

IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Dari penjelasan dan uraian yang telah dipaparkan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Penyelesaian Ganti Kerugian daerah berawal diketahuinya infomasi kerugian daerah yang bersumber dari hasil pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung, Aparat Pengawasan Internal, Pemerintah, pemeriksaan

BPK, laporan tertulis yang bersangkutan, Informasi tertulis

dari masyarakat secara

bertanggung jawab, perhitungan ex officio; dan/atau, pelapor secara tertulis. Atasan langsung atau

Kepala SKPKD menunjuk

Pegawai ASN/Anggota

TNI/Anggota Kepolisian Republik Indonesia/Pejabat lain untuk melakukan verifikasi laporan informasi terjadinya kerugian daerah. Selanjutnya Gubernur akan menetapkan kerugian daerah tersebut dan memerintahkan TPKD untuk melakukan upaya penyelesaian Penyelesaian ganti kerugian daerah oleh pegawai negeri bukan bendahara dapat diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi. Tata cara tuntutan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain diatur dalam PP No.38 Tahun 2016. Dalam peraturan ini tata cara tuntutan ganti rugi dapat dilakukan melalui mekanisme Penerbitan Surat Keterangan

Tanggung Jawab Mutlak

(SKTJM), Penerbitan Surat

Keputusan Pembebanan

Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS), dan Sidang Majelis. b. Faktor penghambat dalam

penyelesaian ganti kerugian daerah oleh pegawai negeri bukan bendahara di Provinsi Lampung antara lain, Pihak yang merugikan tidak memberi tanggapan atas penemuan kerugian daerah yang disebabkan oleh perbuatannya, pihak yang merugikan tidak patuh pada aturan, pihak yang merugikan tidak sepakat dengan hasil temuan BPK, pihak yang merugikan

keuangan daerah telah

pensiun/meninggal dunia/berada dalam pengampuan/tidak diketahui

(17)

alamatnya/melarikan diri; dan pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris meninggal dunia/tidak diketahui alamatnya.

4.2 Saran

Banyaknya permasalahan yang terjadi dilingkungan pemerintah daerah provinsi lampung akibat perbuatan melawan hukum pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang menyebabkan kerugian daerah. Dan begitu banyak kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Lampung dalam mengupayakan penyelesaian kerugian daerah tersebut. Oleh karena itu kedepannya diharapkan kepada pegawai negeri bukan bendahara di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung untuk tidak melakukan perbuatan hukum yang dapat menyebabkan kerugian daerah dan untuk dapat lebih koperatif lagi dalam penggantian kerugian daerah. Diharapkan juga kepada Pemerintah Daerah Provinsi Lampung untuk membuat peraturan tentang tata cara tuntutan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain.

DAFTAR PUSTAKA

Hadikusuma, Hilman, 1995. Metode

Pembuatan Kertas Kerja

atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju:Bandung. Soekanto, Soerjono, 2008. Pengantar

Penelitian Hukum.

Universitas Indonesia Press.Jakarta.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum

dalam Praktek, Sinar

Grafika, Jakarta, 2008, hlm.72.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2004 Tentang

Perbendaharaan Negara. Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara Atau Pejabat Lain.

Henny Juliani, “Penyelesaian Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara Dan Pejabat Lain”, Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 2, 2017.

http://budidarma.com/tuntutan-

perbendaharaan-dan-tuntutan-ganti-rugi/, diakses pada tanggal 15 Maret 2018 pukul 19.45 WIB

http://lampung.tribunnews.com/2016/ 11/30/rp-108-m-kerugian- negara-temuan-bpk-belum- dikembalikan-pemda-se-lampung, diakses pada tanggal 25 November 2017, pukul 21.30.

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, penerapan model pembelajaran PKn sebagai yadnya telah memberikan penga- ruh hasil belajar PKn siswa SD Kelas VI di Bali yang signifikan dalam aspek

Sejak konsep ini diperkenalkan oleh Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI) pada sekitar tahun 1960-an, terjadi perkembangan dan dinamika konsepsi

4.6 Melalui kegiatan bermain ular tangga, anak mampu 3 kali menghubungkan jumlah mata dadu dengan angka pada papan ular tangga dengan benar.. 3.11 Melalui kegiatan membuat

Rekonstruksi pendidikan karakter di era digital meliputi (a) Pembenahan kurikulum pendidikan berbasis karakter; (b) Sasaran pendidikan karakter meliputi pengetahuan

Kontribusi penerapan pendidikan karakter (gemar membaca) terhadap keterampilan berbahasa siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V MI Darul Hikam

Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden mempunyai sikap negatif tentang mitos seputar perilaku dalam kehamilan yaitu sebanyak 13 orang

mampu melahirkan dengan kondisi rileks, bekerjasama dengan tubuhnya dan bayinya, dia percaya bahwa masing – masing dapat melakukan tugasnya, dan proses persalinannya

Selain pemberian pelatihan, petugas juga perlu diberikannya sosialisasi dan diikutkannya seminar terkait klasifikasi dan kodefikasi diagnosis DM yang diikuti oleh