• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA ILMIAH REKRUTMEN KARANG SCLERACTINIA DI PAPARAN TERUMBU PANTAI NIHI WATU SUMBA BARAT NTT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARYA ILMIAH REKRUTMEN KARANG SCLERACTINIA DI PAPARAN TERUMBU PANTAI NIHI WATU SUMBA BARAT NTT"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

0 KARYA ILMIAH

REKRUTMEN KARANG SCLERACTINIA

DI PAPARAN TERUMBU PANTAI NIHI WATU

SUMBA BARAT NTT

OLEH:

DRS. JOB NICO SUBAGIO, MSI

NIP.195711201986021001

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIK ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

(2)

1 1. PENDAHULUAN

1.1. Rekrutmen

Rekrutmen secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu proses penambahan individu baru (rekrut) yang masuk kedalam suatu populasi (Babcock, 1988). Pengamatan rekrut disuatu terumbu karang dapat dilakukan dengan mengamati koloni koloni muda atau juga dengan mengamati planula yang baru saja melekat. Ukuran planula yang baru saja melekat yang hanya berupa spat, tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu perlu ditempatkan beberapa potongan lempengan, di terumbu karang, setelah dibiarkan beberapa minggu atau bulan kemudian diambil, untuk kemudian dibawa kelaboratorium. Pengamatan lempengan tersebut diamati dibawah mikroskop.

Terbentuknya rekrut berupa spat merupakan hasil penempelan planula karang yang sampai ke terumbu karang. Spat mulai dapat terlihat tanpa mikroskop ketika berumur setahun lebih tergantung jenisnya (Babcock, 1988).

Planula merupakan zigot yang terjadi hasil fertilisasi ovum dan sperma, tidak dapat bergerak aktif dalam jarak jauh, walaupun mempunyai cilia (Babcock, 1986). Penyebaran planula sangat tergantung pada arus dan gelombang, terutama arus permukaan. Arus permukaan laut dan gelombang sangat tergantung pada arah dan kecepatan angin (Komar, 1998). Faktor lain yang menentukan penyebaran adalah pasang surut. Oleh sebab itu, perlu diketahui beberapa faktor fisik sekitar Pulau Sumba umumnya dan pantai Nihi Waktu khususnya untuk memahami keberhasilan rekrutmen di pantai Nihi Watu Sumba.

Pantai Nihi Watu adalah pantai exclusive karena adanya Hotel Nihiwatu Resort yang juga merupakan Hotel exclusive. Akses menuju hotel ini juga terbatas selain itu biaya menginap di hotel ini juga relatip sangat mahal. Jalan menuju pantai Nihi Watu hanya melalui jalan menuju hotel yang bersifat jalan pribadi karena dibangun oleh pemilik hotel.

Pembangunan dan operasional Hotel Nihiwatu sudah dimulai sejak tahun 1995 dengan 30 buah villa di atas lahan seluas 8,3 Ha. Pembangunan Hotel Nihiwatu sejak awal dilaksanakan dengan mengusung konsep ramah lingkungan. Bahan bangunan menggunakan material yang bersifat alami seperti tiang terbuat dari kayu

(3)

2 atau bambu. Atap Villa dibuat dari ilalang atau sirap. Sedangkan penggunaan sumber daya seperti air bersih menggunakan konsep daur ulang, yaitu air hujan ditampung didalam resewoir untuk diolah menjadi air bersih. Air limbah dari kamar mandi diolah dengan sistem biofitter dan digunakan kembali untuk menyiram tanaman. Penggunaan energi listrik dilaksanakan dengan pemanfaatan sensor yang dapat menghentikan aliran listrik apabila tidak ada yang menggunakan dalam waktu yang diatur sesuai kebutuhan. Peralatan bermotor rnenggunakan biofuel yang dihasilkan dari produksi menggunakan bahan kelapa yang dihasilkan dari kebun sendiri maupun membeli dari masyarakat sekitar.

Pemilik Hotel Nihi Watu, sangat berkomitmen untuk menjaga lingkungan sekitar hotel dan keberlangsungan alaminya dapat diperhatikan (PT.Indonesia Adventure Sport, pengelola, komunikasi pribadi). Dengan demikian kelestarian dan keberlangsungan rekrutmen karang dapat di monitor dan di kelola dengan baik. Informasi penelitian ini diharapkan akan sangat bermanfaat bagi pengelola dalam menjaga kelestarian terumbu karang yang ada di depan hotel.

(4)

3 Gambar 1.2. Pantai Di depan Hotel Nihi Watu

Gambar 1.3. Pantai Nihi Watu yang berpasir putih

1.2. Kondisi Umum Pulau Sumba

Pulau Sumba yang termasuk wilayah Nusa Tenggara Timur yang memiliki alam yang berbukit-bukit dengan iklim yang kering. Iklim kering tersebut dipengaruhi oleh angin muson dan memiliki periode hujan yang singkat juga. Musim kemarau lebih panjang, yaitu ± 8 bulan (April sampai dengan Nopember), sedangkan musim hujan hanya 4 bulan (Desember sampai dengan Maret). Suhu terendah adalah 29,7˚C pada bulan Januari dan suhu tertinggi 33,5˚C pada bulan November. Curah hujan rata-rata per bulan paling

(5)

4 tingginya hanya mencapai 386,3 mm (Februari). Musim kemaraunya sangat kering, bahkan selama empat bulan tidak pernah terjadi hujan dan walaupun terjadi hujan, jumlahnya tidak lebih dari 290 mm, bahkan lebih sering di bawah 100 mm.

Tipe iklim di wilayah Nusa Tenggara Timur adalah tipe B sampai F (pembagian menurut Smith dan Ferguson ) dan C (1,05%). Kecepatan angin rata-rata pada Bulan November sampai April 03-05 Knot dan angin Musim Timur Tenggara terjadi pada bulan Mei sampai dengan Oktober dengan kecepatan dapat mencapai 06-10 Knot (apabila ditunjang angin permukaan).

1.3. Tekanan Udara dan Arah Angin

Tekanan udara adalah tekanan yang diberikan oleh udara karena beratnya pada tiap-tiap 1 cm2 bidang mendatar dari permukaan bumi, dimana tekanan udara akan selalu

berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Berdasarkan data BMG tekanan udara tertinggi terjadi pada Bulan Juli dan Bulan Agustus yaitu sebesar 1.011.9 mb sedangkan yang terendah terjadi pada bulan Desember (1.006,9 mb).

Pola angin monsunal atau musim mendapat pengaruh pula dari fenomena El-Nino dan La-Nina. Pada saat ini kedua jenis variabilitas iklim tersebut semakin sering terjadi. Sebagai contoh, pada masa lalu siklus El-Nino sekitar 4-7 tahun (peluang kejadiannya sekitar 25% - 14,3%), tetapi pada masa kini kejadian El-Nino tersebut semakin sering. Antara tahun 1990 – 2006 tersebut El-Nino sudah terjadi sebanyak enam kali, yang berarti peluang kejadiannya semakin besar (lebih dari 40%). Proyeksi model menunjukkan bahwa dalam 20 tahun ke depan (tahun 2010 – 2030) fenomena El-Nino dan La-Nina tersebut diperkirakan akan semakin sering, bahkan mungkin saja keduanya terjadi bersamaan dalam satu tahun.

(6)

5 Sumber:BMG,2013

Gambar. 1.1. Arah Angin dan Suhu Permukaan Laut pada Bulan Januari (a) dan Bulan Agustus (b)

Pola arah angin dominan bulanan maupun musiman untuk rencana lokasi kegiatan mengikuti pola umum di Indonesia yaitu Angin Tenggara dan Barat. Namun demikian sebagai akibat pengaruh lokal karena perbedaan penerimaan radiasi surya dan perbedaan sifat-sifat permukaan menyebabkan terjadinya perubahan arah dan kecepatan

(7)

6 angin. Arah dan kecepatan angin ini akan berpengaruh terhadap sirkulasi udara di lokasi kegiatan dan sekitarnya.

Arah angin pada musim penghujan (Oktober – April) didominasi oleh arah angin dari Barat, sedangkan pada musim kemarau (Mei – September) didominasi oleh arah angin dari Tenggara. Kecepatan angin rata-rata terbesar terjadi pada Bulan Pebruari (7 Knot) dengan arah angin dari Barat, sedangkan kecepatan angin terendah terjadi sebesar 5 Knot dengan arah angin dominan dari Barat dan Tenggara seperti ditampilkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1..Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata Bulanan

No Bulan Tekanan Udara

(mb) Arah Kecepatan (knot) 1. Januari 1.009,4 Barat (W) 6 2. Pebruari 1.009,3 Barat (W) 7 3. Maret 1.007,6 Barat (W) 5

4. April 1.009,5 Tenggara (SE) 5

5. Mei 1.010,3 Tenggara (SE) 6

6. Juni 1.009,3 Tenggara (SE) 6

7. Juli 1.011,9 Tenggara (SE) 6

8. Agustus 1.011,9 Tenggara (SE) 5

9. September 1.011,6 Tenggara (SE) 5

10. Oktober 1.010,3 Tenggara (SE) 5

11. Nopember 1.009,2 Tenggara (SE) 5

12. Desember 1.006,9 Tenggara (SE) 5

Rata-rata 1.009,8 5,5

(8)

7 1.4. Penyinaran Matahari

Persentase lamanya penyinaran matahari rata-rata bulanan bervariasi antara 64% sampai 89%. Bulan Januari merupakan bulan yang lama penyinaran matahari paling rendah yaitu 64% dan mengalami peningkatan hingga bulan Mei mencapai 88%. Selanjutnya bulan Juni mengalami penurunan lagi menjadi 85% dan bulan meningkat lagi hingga mencapai lama penyinaran maksimum pada bulan September (89%), setelah itu menurun sampai bulan Januari seperti pada Gambar 2.17.

Sumber : BMG III, 2015

Gambar 1.3. Panjang Penyinaran dan Intensitas Radiasi Matahari

1.5. Hidro-oceanografi

Perairan laut yang terhampar di lokasi penelitian termasuk perairan yang bersifat sangat dinamis, merupakan pertemuan 2 (dua) massa arus besar, massa air dari Samudera Hindia dan Laut Banda. Fenomena upwelling atau pengadukan massa air laut dalam yang dingin dan air permukaan yang hangat menjadikan daerah ini merupakan daerah dengan produktifitas perairan yang sangat tinggi.

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00 Panjang Penyinanaran (%) Intensitas Radiasi (W/m2)

(9)

8 Perairan laut di sekitar pantai Nihiwatu Sumba Barat memiliki karakteristik dan bentuk dasar perairan yang bervariasi yaitu karakteristik dasar perairan dengan tipe dasar perairan landai, bergelombang sampai dengan curam. Pada umumnya morfologi dasar laut untuk daerah dekat pantai (nearshore) relatif datar, sebagaimana terdapat pada yang menunjukan kedalaman laut di pinggir pantai antara 0 s.d. -2 m, dan semakin ke tengah laut semakin dalam sampai palung laut dengan kedalam – 2500 m lebih.

Perairan laut di Kabupaten Sumba Barat bagian selatan memiliki tipe pasang surut campuran condong ke harian ganda, dimana dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, dengan amplitude yang jauh berbeda antara pasang dan surut pertama dengan pasang dan surut kedua. Kondisi pasang surut mengacu kepada hasil pengukuran dan analisis pasang surut yang telah dilakukan oleh Dinas Hidro-oseanografi TNI-AL untuk daerah Kabupaten Sumba Barat pada Tahun 2010. Adapun hasil analisis data konstanta harmonis amplitudo dan phase pasang surut sebagaimana terdapat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Konstanta Pasang Surut Perairan Laut Sumba Bagian Selatan

So M 2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1 Amplitudo (cm) - 83 43 14 29 15 1 0 12 9 Phase 32 7 2 31 1 29 3 29 9 18 8 328 2 293 Sumber: Dinas Hidrooceanografi TNI AL, 2010

Berdasarkan hasil pengamatan Dinas Hidrooceanografi TNI AL tahun 2010, besaran tunggang pasang surut untuk perairan laut di Pantai Rua Kabupaten Sumba Barat, yaitu pantai yang berada di depan kawasan Hotel Nihiwatu, (tidal range) terbesar adalah sekitar 1,96 meter, tunggang pasang surut rata-rata saat pasang purnama adalah 1,70 meter, dan saat pasang perbani adalah 1,18 meter. Kondisi pasang surut tersebut berhubungan dengan kondisi arus laut yang bisa dilihat di kawasan Nihiwatu. Arus di laut dapat diakibatkan oleh tiupan angin atau pengaruh pasang surut. Untuk perairan pantai umumnya didominasi oleh arus pasang surut dan yang dibangkitkan oleh

(10)

9 tiupan angin. Pada saat pasang naik, massa air permukaan bergerak menuju ke tengah samudra memasuki perairan laut. Sebaliknya arah arus saat menuju surut, di daerah laut terbuka (laut dalam) memperlihatkan arus menuju ke selatan. Sedangkan di daerah pesisir cenderung meninggalkan pantai menuju ke tenggara.

Kondisi gelombang di kawasan laut Nihiwatu pada musim barat merupakan gelombang dari Samudera Hindia memasuki perairan Laut Sawu dan menerpa langsung daerah pesisir yang berhadapan dengan Samudera Hindia. Adanya angin utara dan barat laut di atas perairan Kepulauan Indonesia mengalami pembelokan ke pulau-pulaunya menuju ke timur dan tenggara. Kondisi angin demikian menyebabkan pembangkitan gelombang barat dan barat laut menuju ke arah pantai di Pulau Sumba bagian Selatan yang banyak dinikmati oleh para perselancar di pantai Nihiwatu.

Pola angin pada periode musim Barat (periode Desember sampai Februari), angin didominasi oleh angin barat yang bertiup paling kuat pada Bulan Desember (>11 meter/detik) yang kemudian melemah pada bulan Januari dan makin lemah di Bulan Februari seiring masuknya periode peralihan satu. Sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya, kondisi angin di perairan Pulau Sumba bagian Selatan juga dipengaruhi oleh angin muson, terkait dengan letaknya yang berada di antara benua Asia dan Australia. Saat Bulan Desember, Januari hingga Maret terjadi angin muson barat dari benua Asia ke Benua Australia sebagai akibat dari tekanan udara di atas Benua Australia yang rendah.

Pola angin di sekitar pantai Nihiwatu memperlihatkan kondisi angin di perairan laut Sumba bagian Selatan umumnya adalah angin Barat hingga angin utara. Sementara saat memasuki bulan Juni hingga Oktober terjadi angin muson timur dari Benua Australia ke Benua Asia sebagai akibat dari tekanan udara di atas Benua Asia yang rendah dan menyebabkan kondisi angin di perairan laut Sumba bagian Selatan umumnya adalah angin Timur hingga angin Barat Daya.

(11)

10 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemencaran Planula

Secara geografis karang batu terdistribusi secara luas (Veron, 1986). Hal ini menunjukkan adanya kemampuan memencar yang dimiliki organisme ini. Larva pelagik bagi organisme sessile seperti karang sangat berperan dalam pemencaran jenisnya ke area yang lebih luas. Larva dapat mengkoloni area baru atau melakukan rekolonisasi area di tempat lain yang mengalami kerusakan dan berperan dalam pertukaran gen (Gerrodette, 1981). Namun kemampuan memencar ini masih diperdebatkan, apakah planula cenderung tetap tinggal di sekitar induknya (Done, 1982; Sammarco & Andrew, 1988) atau terpencar (Harrison dkk. 1984; Babcock & Heyward, 1986) .

Planula meskipun dilengkapi silia, terbatas kemampuan geraknya . Tranter dkk. ( 1982 ) mengukur kecepatan planula Caryophyllya smithi sekitar 1 — 3 cm perdetik, dan cenderung menurun selama pertumbuhan . Pemencaran planula secara luas disebabkan gerakan pasif , terbawa arus atau gelombang. Dapat dikatakan bahwa pola pemencaran dan kemenetapan planula ditentukan oleh lama dalam fase planktonik dan kondisi hidrologi, kompetensi planula dan distribusi vertikal dalam kolom air (Chia, 1978).

Planula yang berkembang dalan polip induknya umumnya berkembang lebih sempurna (Rinkevieh & Loya, 1979; Kojis, 1986). Planula ini secara morfologi dilengkapi dengan silia untuk berenang, sehingga berpotensi untuk pemencaran. Namun penelitian laboratorik menunjukkan bahwa planula ini cenderung untuk segera menempel dan membentuk rangka luar setelah pelepasan planula (Potts, 1984). Planula ini tidak mempunyai peran penting dalam pemencaran jarak jauh bagi karang.

Planula berkembang setelah fertilisasi eksternal membutuhkan perkembangan planktonik sehingga memerlukan waktu 4 sampai 6 hari untuk dapat menempel dan melakukan metamorfosis (Hodgson, 1985; Shlesinger & Loya, 1985; Babcock & Heyward , 1986). Planula Caryophyllya smithi melekat dan melakukan metamorfosis 10 minggu setelah pemijahan (Tranter dkk. , 1982). Richmond ( 1987 ) melaporkan

(12)

11 penelitian laboratoriknya bahwa planula Pocilopora damicornis menunda saat melekat selama 103 hari. Penundaan waktu kepenempatan ini juga berperan dalam meningkatkan potensi pemencaran Beberapa hasil penelitian menunjukkan indikasi bahwa mayoritas planula hasil fertilisasi eksternal cenderung memencar jauh dari tempat kelahirannya (Harrison dkk. , 1984; Babcock dkk. , 1986; Babcock & Heyward, 1986).

Pengambilan contoh plankton yang dilakukan Hodgson ( 1985) di Kaneohe Bay. Hawaii Juga menunjukkan adanya pemencaran larva jauh dari terumbu asalnya. Hodgson ( 1985) menyimpulkan terumbu di Kaneohe Bay berpotensi sebagal sumber pemencaran planula ke area terumbu lain di beberapa pulau sekitarnya. Hodgson ( 1985) mengestimasi sejumlah 4 Juta planula dipencarkan ke luar terumbu selama 44 hari.

2.2 Kepenempatan .

Pengamatan terhadap perilaku pemilihan substrat umumnya dilakukan di laboratorium sehingga dugaan terhadap keadaan di alam didasarkan interpretasi hasil pengamatan di Laboratorium. Kemilihan tempat melekat dipengaruhi Oleh beberapa faktor' fisik. Sebagian besar planula dalam akuarium memilih substrat alami atau substrat buatan yang telah direndam dalam air laut terlebih dahulu (Harriott & Fisk. 1987; Babcock dkk. , 1986). Planula juga menunjukkan sifat thigmotaksis, yaitu memilih tempat yang tersembunyi, daIam relung-relung atau permukaan yang kasar dari substrat ( Bull, 1984: Babcock dkk. , 1986) . Sifat lain adalah geotaksis dan fototaksis. Planula cenderung menempel didasar akuarium atau di bagian bawah objek yang berada di dalm akuarium (Goreau dkk. , 1981). Planula yang telah melekat juga akan berpindah akibat pengaruh pengurangan cahaya. Hal ini terjadi pada planula Acropora millepora yang telah melekat didasar akuarium (Babcock, 1990, komunikasi pribadi ) . Disamping sifat fisik pemilihan tempat juga dipengaruhi sifat biologis. Planula cenderung melekat dengan cara mengumpul bersama individu baru ataupun dekat individu dewasa (Babcock dkk. 1986) . Diketahui planula juga cenderung memilih lokasl yang telah ditumbuhi bakteria, diatom, algae atau organisme lain melalui kontak fisik atau stimulus kimiawi

(13)

12 (Sebens, 1983). Benavahu & Loya. Morse dan Morse ( 1991) melaporkan percobaanya yang menunjukkan bahwa kontak dengan coraline algae menginduksi planula Agaricia humilis dan Agaricia tenuifolia untuk menempel dan melakukan metamorposa.

2.3 Pengaruh Faktor Fisik

Rekrutmen dapat terjadi apabila planula berhasil menemukan tempat melekat dan melakukan metamorposis. Rekrutmen melibatkan proses gametogenesis sampai planulasi . Seluruh proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor tisik. Secara umum gangguan alami ataupun aktifitas manusia yang menyebabkan stress sub-lethaI menurunkan fekunditas karang batu (Willis,. 1990, komunikasi pribadi)

Arus sangat berperan dalam pemencaran planula (Willis & Oliver. 1988). Arah lereng terumbu terhadap datangnya arus menentukan banyak tidaknya larva yang menempel (Babcock, 1984) Sebaliknya arus dapat menyebabkan patahnya kerangka karang , sehingga terjadi fragmentasi. Fragmentasi menyebabkan penundaan reproduksi pada karang, seperti yang dilaporkan oleh Kojis dan Quinn (1985) yang terjadi pada Goniastrea favulus. Arus juga dapat menyebabkan kenaikan turbiditas.

Turbiditas menghambat penetrasi cahaya. Berkurangnya cahaya dapat menurunkan Acropora palifera dl Lae Papua New Guinea yang menyebabkan berkurangnya persediaan energi (Kojis & Quinn, 1984). Hal ini mungkin disebabkan energi digunakan untuk pembersihan diri dari sedimen ( Kojis & Quinn, 1984) . Percobaan yang dilakukan Jokiel ( 1985 ) menunjukkan bahwa produksi planula berkurang setelah radiasi sinar ultraviolet dihilangkan.

Kenaikan suhu sampai maksimum menyebabkan stres sehingga menurunkan reproduksi (Kojis & Quinn, 1984 ) . Sebaliknya Van Moorsel (1983) melaporkan penelitiannya bahwa pada batas optimal, kenaikan suhu, meningkatkan pelepasan planula Agaracia agaricites.

(14)

13 Jokiel (1985) melaporkan gangguan lingkungan seperti , penurunan salinitas. tingginya suhu dan rendahnya radiasi menyebabkan kegagalan perkembangan larva pada Poclllopora damicornis di Hawaii. Hal Ini mengakibatkan penurunan produksi planula.

Eutrofikasi yang disebabkan limbah rumah tangga yang masuk kebadan perairan laut dapat pula menurunkan fekunditas. Tomascik dan Sander ( 1987) melaporkan hal semacam ini yang terjadi pada Porites poritesdi terumbu karang Barbados.

(15)

14 2.4. RUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN

2.4.1. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang diuraikan dalam pendahuluan, maka apa yang harus dijawab dengan penelitian ini yaitu

1. Jenis karang apa saja yang dapat dijumpai pada terumbu Pantai Nihi Watu Sumba Barat

2. Bagaimana kerapatan anakan karang yang tumbuh di paparan terumbu tersebut

2.4.2. Tujuan Penelitian

1. Menentukan jenis jenis karang apa saja yang terdapat pada terumbu Pantai Nihi Watu Sumba dan potensi rekrut yang ada

2. Memberikan data awal sebagai masukkan untuk pertimbangan bagi Pengelola Hotel Nihi Watu dan Dinas Lingkungan Hidup NTT, untuk mempertahankan keberadaan terumbu sebagi sumber genetik bagi penyebaran karang.

(16)

15 III. Metode Penelitian

3.1 Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel di Pantai Nihi Watu yang termasuk kedalam Kabupaten Sumba Barat.

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian

Pulau Sumba

(17)

16 3.2. Metode Penelitian

Pengamatan dilakukan secara eksplorasi atau metode jelajah. Pengamatan dihentikan sampai tidak ditemukan jenis yang baru, yang sebelumnya tidak teramati.

Cuplikan berupa potongan karang, dibersihkan di laboratorium, direndam dalam pemutih lalu di jemur. Identifikasi berdasarkan morfologi di alam dan pengamatan laboratorium dengan acuan Buku Corals of Australia and Indo-pacific. (Veron, 1986)

Koloni karang kecil sebagai rekruit di amati dalam kwadrat ukuran 1 x 1 Meter (English et.all., 1994)

(18)

17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Terumbu Karang di depan Nihi Watu Resort

Terumbu di Pantai Nihi Watu sebagai mana terumbu pulau, termasuk terumbu tepi, terpapar tidak begitu luas kemudian diikuti lereng terumbu yang cukup curam. Pada saat pasang akan tertutup air cukup dalam namun pada saat surut terdedah sehingga dapat ditelusuri dengan berjalan kaki, diatas paparan terumbu

Pada waktu surut terutama di sore hari , terumbu ini dimanfaatkan oleh penduduk sekitar yang mempunyai jalan ke kawasan pantai Nihi Watu. Mereka mencari organisme laut, baik itu rumput laut (Sea weed) antara lain Gelidium dan Euchoma untuk dijadikan masakan sayuran, juga jenis krustacea (Panulirus,sp), rajungan batu (Thalamita), rajungan (Portunus) jenis udang pengko (lysioquilla).

Gambar 4.1. Kondisi Terumbu pada waktu surut. Masyarakat memanfaatkan untuk mencari organisme laut

(19)

18 Penutupan karang dalam kondisi sedang (56%). Paparan terumbu menunjukkan pernah terjadi kerusakan alami, arus kuat ataupun badai. Hal ini dapat dilihat bahwa bentuk koloni, meja atau bercabang yang cukup besar tidak dijumpai. Koloni yang berukuran relatif besar yang masih dijumpai, berupa karang masip, Goniastrea aspera dan Platygyra sinensis. (Gambar 4.2. a dan b). Sebaliknya banyak di jumpai anakan berupa koloni kecil berdiameter mulai 5 sampai dengan 25 cm. Hal ini menunjukkan proses rekruitmen, sekitar 5 – 7 tahun yang lalu, hingga kini sangat baik. Paparan terumbu didominasi calcareous algae, yang bersifat memicu penempelan planula karang. (Gambar 4.3. a dan b)

Gambar 4.2.a Goniastrea aspera yang berukuran sangat besar yang masih dapat dijumpai.

(20)

19 Jenis karang lain yang mudah di jumpai adalah seperti tercantum pada tabel dibawah ini

Tabel 4.1 Jenis Karang yang dijumpai di paparan terumbu Pantai Nihi Watu Sumba

Familia Spesies Dewasa Anakan Ø 5-7 Cm

Acroporidae Acropora sp * 10 ind/M3

Acropora palifera * 5 ind/M3

Acropora tenuis ** 20 ind/M3

Pocilloporidae Pocillopora verrucosa ** 30 ind/M3

Pocillopora damicornis ** 35 ind/M3

Stylophora pistillata ** 40 ind/M3

Faviidae Platygyra sinensis * 3 ind/M3

Favia veroni ** 10 ind/M3

Favites abdita * 25 ind/M3

Favites chinensis ** 15 ind/M3

Favites para flexuosa * 5 ind/M3

Goniastrea aspera *** 40 ind/M3

Goniastrea edwardsi ** 5 ind/M3

Poritidae Goniopora sp * 24 ind/M3

Porites sp ** 40 ind/M3

Keterangan : tanda bintang *. Menunjukkan jenis dijumpai cukup banyak. ** banyak dijumpai. Tidak ada tanda

bintang * , berarti tidak dijumpai pada waktu penyelaman, distasiun tersebut.

Gambar 4.2.b. Platygyra sinensis ukuran besar yang masih dapat dijumpai di Pantai Nihi Watu

(21)

20 Gambar 4.3a. Paparan terumbu yang ditumbuhi calcarious algae, alga berkapur dan koloni koloni kecil sebagai rekrut dari genus Pocilopora

Gambar 4.3b. Paparan terumbu yang ditumbuhi calcarious algae, alga berkapur dan koloni koloni kecil sebagai rekrut dari genus Acropora, Porites dan stylopora

(22)

21 4.2. PEMBAHASAN

Paparan terumbu pantai Nihi Watu sangat baik untuk penyebaran planula dari berbagai tempat. Pemencaran planula sangat dipengaruhi arus permukaan laut. Arus permukaan dipengaruhi oleh arah dan kekuatan angin . Arah arus memenentukkan asal planula, yang disebut sebagai “ source”. Sedang pantai tempat menerima sebaran planula ini disebut dengan “sink”.

Mengacu pada gambar 1.1 dan Tabel 1.1 tampak bahwa pada bulan april sampai Desember angin bertiup dari arah tenggara. Pada saat itu suhu permukaan air laut Australia menjadi hangat. Dilaporkan bahwa beberapa hari setelah purnama pada bulan oktober terjadi pemijahan massal gamet karang (Babcock dkk, 1986). Bersamaan dengan bertiupnya angin dari tenggara, secara teoritis akan membawa gamet jantan maupun betina yang akan bersatu menjadi zigot yang disebut Planula. Planula yang terbawa arus akan menetap dan bermetamorfosa dan berkembang menjadi koloni karang. Arah arus permukaan yang disebabkan arah dan kekuatan tiupan angin menguntungkan bagi pantai selatan Sumbawa, termasuk Nihi Watu. Studi konektifitas antara area terumbu karang kepulauan Indonesia bagian timur dan Great Barrier Reef dapat menjelaskan teori “Source dan sink” ini.

Asal planula tidak saja dari perairan Australia namun juga dari daerah barat Sumba, karena pada bulan januari sampai april angin bertiup dari barat. Pemijahan masal diketahui terjadi pada bulan April/Mei dan Oktober/Nopember di P.Weh, Padang , P. Seribu, Nusa Lembongan, Makasar dan Menado, (Beird dkk, 2009) sedangkan di Pulau Karimun hanya bulan Oktober/Nopember (Tomascik dkk., 1997). Adanya arus permukaan akan memebawa pemencaran planula juga.

Planula mempunyai kemampuan untuk mendeteksi terumbu yang cocok untuk dijadikan area penempelan karang (Babcock & Heyward, 1986). Suhu permukaan air laut, intensitas cahaya dan substrat mempengaruhi kepenempatan karang. Terumbu yang ditumbuhi algae coraline, menginduksi penempelan karang (Sebens, 1983). Terumbu karang pantai Nihi Watu, ditumbuhi oleh coraline algae (Gambar 4.3)

(23)

22 Hal lain yang menguntungkan bagi pantai Nihi Watu dalam hal perekrutan koloni karang baru, yaitu perlindungan. Adanya Hotel Nihi Watu yang exclusive membuat area ini seolah menjadi terproteksi. Jalan utama menuju pantai yang dapat dilalui kendaraan bermotor baik roda dua apalagi roda empat dibuat dan dibawah kepengawasan pihak Hotel. Kepengawasan yang ketat juga mencegah kerusakan antropogenik secara masal. Penduduk sekitar berjalan kaki dan dalam jumlah yang sangat kecil untuk mencari biota laut. Inipun hanya dilakukan pada saat surut rendah. Pada sisi lain keberadaan terumbu karang dipantai Nihi Watu terancam oleh bencana alam. Hal ini tentunya diluar kendali manusia. Pulau sumba pada zona rawan gempa (Gambar 4.1)

Berdasarkan klasifikasi zona gempa yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Sumba Barat terletak pada Zona Gempa No.6, dengan kemungkinan gempa berkekuatan 0.30 G (G = percepatan gravitasi = 9,8) Gempa yang paling besar yang pernah terjadi adalah sebesar 7,3 MB dengan kedalaman 543 km dan berada pada 300 km Kupang. Setelah tahun 1984, masih terjadi lagi beberapa gempa yang tercatat di wilayah sekitar proyek yang meliputi gempa tahun 2000 sebesar 5,1 SR dengan titik pusat di Lautan Hindia, Tahun 2003 sebesar 6,1 di lautan Hindia, dan Tahun 2004 sebesar 6,07.

Pada tanggal 27 Januari 2016 terjadi gempa dengan besaran 5.2 SR pada lokasi 10.5 LS 119.42 BT pada kedalaman 12 Km. Pusat gempa berada di laut 108 km Barat Daya Sumba Barat, lokasi gempa terasa sampai wilayah Waingapu dan kota lainnya NTT. Selanjutnya pada hari Jumat tanggal 12 Februari 2016 pukul 17:02:24 WIB terjadi lagi gempa dengan kekuatan 6,6 SR yang terletak di Sumba Barat pada lokasi 9.77 LS 119.34 BT. Beberapa kerusakan dilaporkan terjadi berupa bangunan yang retak dan runtuh.

(24)

23 Gambar 4.1.. Peta Pembagian Wilayah Gempa Indonesia

Bencana lain yang mengancam keberadaan terumbu karang adalah angin topan. Berdasarkan data dari Badan Penaggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2010 jenis bencana alam yang terjadi berupa banjir, kebakaran/kilat, tanah longsor dan angin topan. Bila dilihat dari jumlah banyaknya, jenis bencana alam berupa kebakaran/kilat memiliki jumlah yang terbesar yaitu sebelas kali kejadian yang terjadi di kecamatan Lamboya 2 kali, Wanokaka 1 kali, sementara di kecamatan Loli dan Tana Righu masing-masing terjadi 4 kali pada tahun 2010, bencana alam berupa banjir dan angin topan pernah terjadi namun hanya sekali saja yaitu pada tahun 2010 yaitu banjir terjadi di kecamatan Wanokaka dan angin topan terjadi di kecamatan Kota Waikabubak.

16o 14o 12o 10o 8o 6o 4o 2o 0o 2o 4o 6o 8o 10o 16o 14o 12o 10o 8o 6o 4o 2o 0o 2o 4o 6o 8o 10o 94o 96o 98o 100o 102o 104o 106o 108o 110o 112o 114o 116o 118o 120o 122o 124o 126o 128o 130o 132o 134o 136o 138o 140o 94o 96o 98o 100o 102o 104o 106o 108o 110o 112o 114o 116o 118o 120o 122o 124o 126o 128o 130o 132o 134o 136o 138o 140o Banda Aceh Medan Padang Bengkulu Jambi Palangkaraya Samarinda Banjarmasin Palembang Bandarlampung Jakarta Sukabumi Bandung Garut Semarang Tasikmalaya Solo Blitar Malang Banyuwangi DenpasarMataram Kupang Surabaya Jogjakarta Cilacap Makasar Kendari Palu Tual Sorong Ambon Manokwari Merauke Biak Jayapura Ternate Manado

Gambar 2.1. Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun

Pekanbaru : 0,03 g : 0,10 g : 0,15 g : 0,20 g : 0,25 g : 0,30 g Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah 1 1 1 2 2 3 3 4 4 5 6 5 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 6 6 6 4 2 5 3 6 0 80 Kilometer 200 400

(25)

24

(26)

25 KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Pantai Nihi Watu berpotensi sebagai tempat pelekatan rekrut terumbu karang. Hal ini didukung oleh kondisi fisik, arus, gelombang suhu dan juga paparan terumbu yang ditumbuhi coraline algae., serta adanya keterbatasan masuk ke area pantai. Keberhasilan rekrutmen relative tinggi dengan ditemukan banyak anakan karang.

SARAN

Pendidikkan dan penyuluhan tentang kesadaran kelestarian terumbu karang ke masyarakat sekitar perlu ditingkatkan sebelum area ini menjadi terbuka.

(27)

26

DAFTAR PUSTAKA

Babcock, R.C., 1988. Fine-scale spatial and temporal patterns in coral recruitment. Proc. 6th Int.Coral

Reef Symp.Townsville 2:635-641

Babcock, R.C., dan Heyward, A.J., 1986. Larval development of certain gametes-spawning sclectanian corals. Coral reefs : 5:111-116

Babcock, R.C., Bull G.D., Harrison, P.L., Heyward, A.J., Oliver, J.K., Wallace, C.C. dan Willis, B.L., 1986. Synchronous spawning of 105 Scelectanian coral species on The Great Barrier Reef.

Mar.Bio.90:379-384.

Baird, A.H. Guest,J.R. dan Willis, B.L., 2009. Systematic and Biogeographical Patterns in the Reproductive Biology of Scleractinian Corals. Annual Review of Ecology, Evolution, and Systematics 40:551-557 Benayahu, Y. dan Loya, Y., 1984. Substratum preferences and planulae settling of two Red Sea Alcyonaceans: Xenia macrospiculata Gohar and Pareythropodium fulyum fulfum (Forscal). J.Exp.

Mar Ecol 83:249-261

Bull, G., 1984. Planctonic dispersal of larval corals. Rep.Great Barrier Reef Marine Park Authority, July Chia, F.S., 1978. Perspectives : Settlement and metamorphosis of marine invertebrate larvae. Dalam F.S.

Chia dan M.E. Rice (eds), Settlement and metamorphosis of Marine Invertebrate Larvae, Elsevier,

New York

Harriott , V.J. dan Fisk, D.A., 1988. Recruitment patterns of three corals: a study of three reefs.

Aust.J.Mar. Freshwwater Res. 39:409-416

Harrison, P.L., Babcock, R.C., Bull, G.D., Oliver, J.K., Wallace, C.C. dan Willis, B.L., 1984. Mass spawning in tropical reef corals . Science 223:1186-1189

Hodgson, G., 1985. Abundane and distribution of plantonic coral larvae in Kaneohe Bay, Oahu, Hawaii.

Mar.Ecol.Progr. Ser. 25:61-71

Jokiel, P.L., 1985. Lunar periodicity of planula release in the reef coral Pocilopora damicornis in relation to various environmental factors. Proc.5th Int. Coral Reef Congress.Tahiti, 1985, 4:307-312. Kojis, B.L., 1986. Sexual reproduction in Acropora (Isopora) (Coelenterata: SclerectaniaI I. A cunneata

and A palifera on Heron Island reef. Great Barrier Reef. Mar.Biol.91:291-309

Kojis, B.L. dan Quinn, N.J., 1984. Seasonal and depth variation in fecundity of Acropora palifera at two reefs in Papua New Guinea. Coral Reef 3:165-172.

Kojis, B.L. dan Quinn, N.J., 1985. Puberty in Goniastrea favulus. Age or size limited ?. Proc. 5th Int. Coral

Reef Congress. Tahiti, 1985, 4:289-293

Komar, P. D., 1998. Beach Processes and Sedimentation. Second edition. Englewood Cliffs. New Jersey. Lowe, R. J., J. L. Falter, M. D., Bandet, G. Pawlak, M. J. Atkinson, S. G. Monismith dan J. R. Koseff. 2005.

(28)

27

Morse, D.E. dan Morse, A.N.C., 1991. Enzymatic characterization of the morphogen recognized Agarica humilis (Sclerectanian coral) larvae. Biol.Bull.Mar.Biol.Lab. Wood.Hole. 181:104-122.

Richmond, R.H., 1987. Energetics competency, and Long distance dispersal of planula larvae of the coral Pocilopora damicornis . Mar. Biol. 93:527-533.

Rinkevieh , B. dan Loya, Y., 1979. The reproduction of the Red Sea coral Stylophora pistillata. I: Gonads and planulae. Mar. Ecol. Progr. Ser., I:133-144.

Sebens, K.P., 1983. Settlement and metamorphosis of temperate soft-coral larva (Alcyonum sederium Verril) : induction by crustose algae. Biol.Bull. 165:286-304.

Shlesinger, Y. dan Loya, Y., 1985. Coral community reproductive patterns.: Red Sea versus The Great Barrier Reff. Science: 228: 1333-1335

Tomascik, T. dan Sander, F. 1987. Effect of eutrophication on reef-building corals Porites porites. Mar. Biol. 94:77-94.

Tranter, P.R.G., Nicholson, D.N. dan Kinchinton, D., 1982. A description of the spawning and post-gastrula development of cool temperate coral Caryophyllia smithii (Stokes and Broderip). J. Mar.

Bioll. Assoc. U.K. 62:845-854.

Van Moorsel, G.W.N.M., 1983. Reproductive strategy in two closely related stony corals (Agaricia, sclerectania). Mar. Ecol. Progr. Ser.13;273-383.

Referensi

Dokumen terkait

Beragam aktivitas pengendalian yang dilakukan oleh perusahaan dalam kegiatan pembelian, dimulai dari pemisahan tugas antara fungsi - fungsi yang rawan, melakukan

Dari total gaya bahasa yang berjumlah 47 buah, hanya digunakan 24 buah gaya bahasa dalam teks lagu yang dinyanyikan oleh Céline Dion, Anggun, dan Sheryfa Luna, sementara

Dari hasil uji BNT (Tabel 2) diketahui bahwa kadar air rata-rata dari daging buah nanas kering yang dihasilkan dari interaksi perlakuan tanpa pelayuan dan pengeringan vakum pada

Terlihat dalam data di atas, argumen noninti fungsi adjung yang berada sesudah frasa adejktiva yang berfungsi predikatif intransitif membutuhkan konjungsi tertentu apabila

Probe P21 dan probe L38 akan digunakan untuk melihat aliran darah dalam Vena dan Arteri juga untuk melihat organ dalam tubuh.. Sedangkan untuk probe 4D untuk melihat organ

Penelitian ini merupakan penelitian literatur dan metode yang digunakan yaitu studi kepustakaan ( library researh ). Hasil yang didapat dari penelitian ini yaitu

Meskipun emisi senyawa di perkebunan mengalami peningkatan dari tahun 2014 ke tahun 2015 tetapi nilai emisi yang dihasilkan masih jauh lebih kecil dari emisi

Perhitungan profitabilitasdalam penelitian ini maka akan digunakan untuk mengetahui keuntungan yang didapat oleh perusahaan dari penjualan yang dilakukan.Pada penelitian ini maka