• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia

MacHugh (1996) menyatakan jika terdapat dua spesies sapi yang tersebar diseluruh dunia yaitu spesies tidak berpunuk dari Eropa, Afrika Barat, dan Asia Utara yang disebut dengan spesies Bos taurus, serta spesies sapi berpunuk dari Asia Selatan dan Afrika yang disebut dengan Bos indicus. Perbedaan antara keduanya terletak dari ada/tidaknya punuk, cara beradaptasi (Bos indicus lebih mendiami daerah kering dan panas, sedangkan Bos taurus di daerah beriklim sedang dengan curah hujan cukup).

Sapi yang terdapat di Indonesia terbagi menjadi : 1) sapi asli Indonesia, 2) sapi impor, dan 3) sapi yang telah beradaptasi (Sarbaini, 2004). Kusdiantoro et al. (2007) menyatakan pejantan sapi Ongole di-impor ke Indonesia pada akhir abad ke-19 ke pulau Jawa dan beberapa pulau lainnya di Indonesia kecuali pulau Bali dan Madura. Utoyo (2002) menjelaskan penyebaran sapi Ongole pada abad ke-20 dimaksudkan agar dapat disilangkan dengan sapi asli jawa yang akhirnya membentuk bangsa sapi peranakan ongole dan sapi Madura. Sapi domestikasi yang ada di Indonesia merupakan sapi spesies bibos dan sapi silangan yang berbeda dengan sapi domestikasi di Afrika dan Eropa (Jakaria, 2008).

Menurut Rollinson (1984) sapi Bali (Bibos sondaicus) berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Proses domestikasi sapi Bali itu terjadi sebelum 3.500 SM di Indonesia atau Indochina. Banteng liar saat ini bisa ditemukan di Jawa bagian Barat dan bagian Timur, di Pulau Kalimantan, serta ditemukan juga di Malaysia (Payne dan Rollinson 1973). Penyebaran sapi Bali di Indonesia dimulai pada tahun 1890 dengan adanya pengiriman ke Sulawesi, pengiriman selanjutnya dilakukan pada tahun 1920 dan 1927. Pada tahun 1964 di Bali terjadi musibah penyakit jembrana secara besar-besaran yang menyebabkan sapi Bali tidak boleh dikeluarkan lagi dari pulau Bali sebagai ternak bibit. Mulai periode inilah sumber bibit sapi Bali bagi daerah lain di Indonesia digantikan oleh NTT, Sulawesi Selatan dan NTB (Talib, 2002).

Bangsa sapi dari spesies Bos taurus yang banyak dimanfaatkan di Indonesia adalah sapi Limousin, Simmental, Angus, dan Brahman. Bangsa sapi dari spesies

(2)

4 Bos indicus yang banyak dimanfaatkan adalah sapi Peranakan Ongole dan Brahman. Karakteristik bangsa sapi dari berbagai spesies tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Berbagai Bangsa Sapi pada Tiga Spesies

Spesies Bangsa Sapi Karakteristik

Bos javanicus

Sapi Bali Ciri sapi ini yaitu memiliki warna bulu merah bata kecoklatan hingga berumur 6 bulan dan akan berubah warna (bagi jantan) menjadi coklat tua hingga hitam mencapai dewasa. Sapi ini memiliki warna putih pada bagian pantat, bagian kaki (white stocking) hingga di atas kuku (Williamson dan Payne, 1993). Presentase karkas tinggi (55,85-60,80%), tingkat fertilitas tinggi (83-86%), serta angka kelahiran tinggi (72,6-92,6%) (Martodjo, 1990).

Bos taurus Limousin Sapi ini memiliki karakteristik warna bulu merah keemasan, kaki dan lutut kebawah memiliki warna merah agak muda, dan umumnya terdapat lingkaran berwarna merah muda disekeliling mata (Pane, 1986). Simmental Karakteristik sapi ini memiliki warna bulu kecoklatan

hingga sedikit merah, bulu muka berwarna putih dan bagian ekor serta lutut kebawah berwarna putih pula. Ukuran tanduk tidak begitu besar (Pane, 1986).

Angus Sapi Angus memiliki karakteristik kulit berwarna hitam, tidak bertanduk, tubuh rata, lebar dan dalam, seperti balok, padat dengan urat daging yang baik. Berat badan betina dewasa mencapai 1600 pounds sedang jantan dewasa 2000 pounds (Pane, 1986).

FH Sapi perah ini memiliki warna putih dengan belang hitam, hitam belang putih, sampai warna hitam. Sapi ini merupakan bangsa sapi perah dengan produksi susu paling tinggi (Syarif dan Sumopastowo, 1984).

Bos indicus Brahman Sap ini memiliki karakteristik ponok besar dan kulit yang longgar dengan lipatan kulit dibawah leher dan perut yang lebar, telinga menggantung. Warna kulit merah kecoklatan dengan tanduk melengkung keatas (Balai Pembibitan Ternak Potong Nusa Tenggara Timur, 2009).

PO Sapi ongole memiliki punuk besar dan berglambir (lipatan-lipatan kulit yang terdapat dibagian bawah leher dan perut). Telinganya panjang dan menggantung. Kepala relatif pendek dengan profil melengkung, mata besar dan tenang. Kulit disekitar lobang mata berwarna hitam, tanduk pendek, kadang-kadang hanya bungkul kecil saja (Rachmat, 2001).

(3)

5 Perbedaan karakteristik fenotipik dari berbagai bangsa sapi dapat terlihat jelas dengan melihat gambar. Gambar 1 merupakan gambar fenotipik berbagai bangsa sapi dari spesies sapi Bos javanicus, Bos taurus, dan Bos indicus.

(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)

Gambar 1. Fenotipik Berbagai Bangsa Sapi. (a) sapi Bali (Saputra, 2008); (b) sapi Limousin (Khairdin, 2012); (c) sapi Simmental (Khairdin, 2012); (d) sapi Angus (Khairdin, 2012); (e) sapi FH (Khairdin, 2012); (f) sapi Brahman (Khairdin, 2012); dan (g) sapi PO (Khairdin, 2012).

(4)

6 Keragaman Genetik

Sumber daya genetik yang semakin beragam menurut Frankham et al.(2002) akan semakin tahan populasi tersebut untuk hidup dalam jangka waktu yang lama, serta semakin tinggi daya adaptasi populasi terhadap perubahan lingkungan. Estimasi perhitungan keragaman genetik dalam populasi secara kualitatif dapat diperoleh melalui dua ukuran keragaman variasi populasi yaitu proporsi lokus polimorfisme dalam populasi dan rata-rata proporsi individu heterozigot dalam lokus (Nei, 1987). Keragaman genetik dalam antara subpopulasi dapat diketahui dengan melihat persamaan dan perbedaan frekuensi alel di antara subpopulasi (Li et al., 2000). Falconer dan Mackay (1996) menyatakan jika suatu alel dinyatakan polimorfik jika memiliki frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0,99.

Noor (2000) menyatakan jika frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, migrasi, mutasi dan genetic drift, selain itu silang dalam dan silang luar juga dapat mempengaruhi frekuensi genotipe. Derajat heterozigositas merupakan rataan presentase lokus heterozigositas tipe individu atau rataan presentase individu heterozigot dalam populasi (Nei, 1987). Avise (1994) menyatakan jika semakin tinggi derajat heterozigositas dalam suatu populasi maka daya tahan populasi tersebut akan semakin tinggi. Javanmard et al. (2005) menyatakan jika nilai heterozigositas dibawah 0,5 (50%) mengindikasikan rendahnya variasi suatu gen dalam populasi. Machado et al. (2003) menyatakan jika nilai Ho lebih rendah dari He mengindikasikan adanya proses seleksi yang intensif.

Gen Follicle Stimulating Hormone Receptor (FSHR)

Follicle stimulating hormone (FSH) adalah hormon yang disintesa dan disekresikan oleh gonadotropes di kelenjar anterior pituitary. Fungsi utama FSH adalah menstimulasi pertumbuhan dan pematangan folikel de graaf di dalam ovarium dan spermatogenesis di dalam tubuli seminiferi testis. Proses spermatogenesis meliputi proses spermatocytogenesis (pembentukan spermatosit primer dan sekunder) dan spermiogenesis (proses pembentukan spermatozoa) (Toelihere, 1979).

Keberadaan hormon FSH sangat dipengaruhi oleh adanya gen FSH dan gen FSHR. Gen FSH terbagi atas dua subunit yaitu α-subunit dan β-subunit dengan struktur yang berbeda (Aguirre dan Timossi, 1998). Gen FSHR diperlukan untuk

(5)

7 memproduksi FSH reseptor yang membawa FSH ke target jaringan sehingga dapat berfungsi untuk spermatogenesis pada jantan dan oogenesis pada betina. FSH reseptor terekspreksi pada sel-sel granulose di ovarium dan sel-sel sertoli di testis. Gen FSHR terdapat pada kromosom 11 dan terdiri dari 10 ekson dan 9 intron dengan panjang keseluruhan ekson 2375 bp (Houde et al., 1994). Struktur pada sembilan ekson pertama mengkodekan bagian terminal-amino ekstra-selular yang besar sedangkan pada ekson kesepuluh mengkodekan bagian transmembran dan intraselular dari protein. Ekson kedua hingga kedelapan memiliki panjang yang hampir sama (68-77 bp) (Heckert and Griswold, 2002). Marson (2008) menyebutkan jika penentuan genotipe gen FSHR adalah GG (193 dan 63/50 bp), CG (243/193 dan 63/50 bp), dan CC (243 dan 63 bp). Huhtaniemi dan Kristiina (1998) menyatakan FSHR merupakan produk dari gen FSHR sangat menentukan ukuran testis, jumlah sperma, dan motilitas sperma bagi pejantan, serta keberhasilan fungsi ovarium pada betina.

Gambar 2. Struktur gen FSHR (Aguirre dan Timossi, 1998)

Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP)

Poymerase Chain Reaction (PCR) menurut Mullis (1986) merupakan suatu teknologi untuk mengamplifikasi (memperbanyak) fragmen DNA spesifik secara in-vitro. Williams (2005) menambahkan jika PCR merupakan suatu teknik yang dapat menggandakan jumlah molekul DNA pada ruas-ruas tertentu dan monomer-monomer nukleotida yang berjalan dengan bantuan primer dan enzim polymerase. Proses PCR terdiri dari tiga tahapan yaitu : (1) Denaturasi, yaitu perubahan struktur DNA utas ganda menjadi utas tunggal, (2) Anealing, yaitu penempelan primer pada sekuens DNA komplementer yang akan diperbanyak, dan (3) Ekstensi, yaitu pemanjangan primer oleh DNA polymerase (Muladno, 2002). Viljoen et al. (2005)

(6)

8 menyatakan jika proses PCR berlangsung dalam mesin thermocycler dimana pada tahap denaturasi, annealing, dan ekstension berlangsung dalam 25-30 siklus. Tahap DNA berlangsung dalam suhu 94oC sehingga DNA utai ganda dapat terpisah menjadi utai tunggal. Tahap yang paling menentukan adalah tahap penempelan primer, karena setiap pasang primer memiliki suhu penempelan primer yang spesifik. Tahap pemanjangan primer berlangsung pada suhu 27oC. Pada tahap ini enzim taq polymerase, buffer, dNTP, dan Mg2+ memulai aktifitasnya memperpanjang primer.

PCR-RFLP merupakan salah satu metode dalam PCR yang dikembangkan untuk memvisualisasikan perbedaan level DNA yang didasarkan oleh penggunaan enzim pemotong (restriction enzyme). Enzim restriksi ini dapat memotong DNA pada sekuens nukleotida spesifik (Montaldo dan Herrera, 1998). Metode PCR memanfaatkan runutan nukleotida yang dikenali oleh enzim restriksi dan disebut dengan situs restriksi. Jika situs retriksi mengalami mutasi maka enzim restriksi tidak mampu mengenalinya. Analisi RFLP biasa digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya keragaman pada gen yang berhubungan dengan sifat ekonomis (Sumantri et al., 2007).

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Berbagai Bangsa Sapi pada Tiga Spesies
Gambar 1. Fenotipik Berbagai Bangsa Sapi. (a)  sapi Bali (Saputra, 2008); (b)  sapi  Limousin (Khairdin, 2012); (c)  sapi  Simmental (Khairdin, 2012); (d)  sapi Angus (Khairdin, 2012); (e)  sapi FH (Khairdin,  2012); (f)  sapi  Brahman (Khairdin, 2012); da
Gambar 2. Struktur gen FSHR (Aguirre dan Timossi, 1998)

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi terhadap proses, hasil serta mutu pembelajaran program pendidikan di Departemen Arsitektur dilakukan secara sistematik, terstruktur dan berkesinambungan dengan menggunakan

Hasil ini juga didukung oleh statistik deskriptif pada tabel 4, baik responden yang melakukan penghentian prosedur maupun yang tidak melakukan penghentian prosedur

pelaku usaha yang tidak melakukan sertifikasi halal, mengenai tanggung jawab pelaku usaha terkait informasi yang harus diberikan kepada konsumen muslim tentang sertifikasi

Berdasarkan klasifikasi jaringan irigasi, luas lahan sawah pada kecamatan Sugio yang telah memiliki jaringan irigasi teknis sebesar 1.115 Ha dan sebesar 4.180 Ha berupa jaringan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; 1) Keterampilan kerja, pengalaman kerja

Meskipun banyak penelitian tentang gerakan mahasiswa khususnya yang berbicara mengenai organisasi KAMMI, tentu menggunakan fokus penelitian yang berbeda-beda, skripsi yang

Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Juli lalu mencapai Rp.2464 triliun atau tumbuh 18,3% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 16,3% (yoy)..

HONDA FREED PSD th 10 silver mu- lus Rp. Cash Krdt Hub. Alu Alu No.. Bedugul 2 Blok NC No.. Rebo Jaktim Hp. Peta Barat No. 125jt Pemakai Hub. Mazda LCD touchscreen FOpt..