• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Jenjang Pendidikan Diploma III Kebidanan. Disusun Oleh : NANDA NUR AINI B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Jenjang Pendidikan Diploma III Kebidanan. Disusun Oleh : NANDA NUR AINI B"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

i

DI BPM HARIYATI ADIMULYO KEBUMEN

Diajukan Untuk Memenuhi Jenjang Pendidikan Diploma III Kebidanan

Disusun Oleh : NANDA NUR AINI

B1301073

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH GOMBONG 2016

(2)
(3)
(4)
(5)

v

HARIYATI ADIMULYO KEBUMEN1

Nanda Nur Aini2, Hastin Ika Indriyastuti, S.SiT., MPH3

INTISARI

Latar Belakang: ISPA merupakan penyakit yang sering dialami oleh balita.

ISPA dapat menyebabkan masalah diantaranya yaitu gangguan tidur. Hal ini menyebabkan tidur menjadi tidak berkualitas sehingga membuat ibu khawatir dengan keadaan anaknya. Tidur diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Apabila anak tidak mendapat tidur yang cukup, dia akan menjadi mudah lelah sehingga rewel, mudah menangis dan juga akan sulit mengerti keadaan disekelilingnya. Gangguan tidur penurunan tingkat kecerdasan, konsentrasi, daya ingat menjadi lemah serta fungsi kognitif terganggu akibatnya dia akan menjadi lebih agresif, hiperraktif dan menjadi tidak kooperatif. Oleh karena itu gangguan tidur perlu segera diatasi agar tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan balita.

Tujuan: Mengatasi gangguan tidur pada balita selama mengalami infeksi saluran

pernapasan akut atau ISPA.

Metode: Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode penulisan

deskriptif kualitatif jenis studi kasus. Pengumpulan data pada studi kasus dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer. Sedangkan metode pengolahan data dilakukan menggunakan 3 cara yaitu reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil: Setelah diberi minuman herbal jahe madu kepada An. N selama 5 hari

berturut-turut (Dengan dosis 100 ml setiap 30 menit sebelum tidur) An. N berangsur-angsur bisa tidur dengan nyaman dan nyenyak. Hal itu terjadi seiring dengan gejala ISPA seperti batuk, pilek dan tenggorokan gatal yang juga berangsur-angsur sembuh.

Kesimpulan: Minuman herbal jahe madu terbukti dapat membantu An. N tidur

dengan nyaman dan nyenyak, sehingga gangguan tidurnya selama mengalami ISPA dapet teratasi.

Kata kunci : ISPA, gangguan tidur, minuman herbal jahe madu Kepustakaan : 20 Literatur (tahun 2006-2015)

Jumlah halaman : 53 Lembar

1 Judul

2 Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan

(6)

AT ADIMULYO, KEBUMEN ABSTRACT

Backgroud: Accute Respiratory Infection (ARI) is a disease that is often suffered

by toddler. ARI can cause some problems. One of the problems is sleep disorder. This may cause unqualified sleep. Sleep is important for the growth and development of toddler. If a child does not sleep enough and well, he will get tired easily. This will make him so fussy and easily to cry. It is also difficult for him to understand the circumstances around it. Besides, it can also decrease the level of intelligence and concentration. The memory is weakening and there will be cognitive disturbance. Consequently, he becomes more aggressive, hyperactive, and uncooperative. Therefore, sleep disorder needs to be overcome so as not to disturb the growth and development of toddler.

Objective: To overcome sleep disorder of a toddler during the suffer of acute

respiratory infections (ARI).

Method: This scientific paper uses qualitative descriptive with case study type.

The data collection of this case study was conducted by collecting secondary data and primary data. Whereas the data processing was done by using three different kinds of methods – reduction, data presentation and conclusion.

Results: After being given honey ginger herbal drink during 5 days (with the dose

of 100 ml every 30 minutes before bedtime), N is gradually able to sleep comfortably and soundly. This happened simultaneously with ARI symptoms, such as cough, runny nose and itchy throat which are also getting fine.

Conclusion: Honey ginger herbal drink is really able to help a toddler sleep

comfortably and soundly. Therefore sleep disorders can be overcome.

Keywords : ARI, Sleep Disorder, Ginger Honey Herbal Drink Literature : 38 Literatures (2006-2015)

Number of Pages : 53 pages

1 Title

2 Student of DIII Program of Midwifery Dept.

3 Lecturer of Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong

(7)

vii

Herbal Jahe Madu”. Laporan asuhan kebidanan ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar ahli madya kebidanan.

Selama penyusunan laporan karya tulis ilmiah ini penulis mendapat bimbingan, masukan dan dukungan dari beberapa pihak, sehingga laporan asuhan kebidanan ini dapat terselesaikan dengan baik, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. M. M Anis, S. Kep., Ns. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

2. Hastin Ika Indriyastuti, S.SiT., MPH selaku Ketua Program Studi DIII Kebidanan STIKes Muhammadiyah Gombong.

3. Siti Muthoharoh S.ST., MPH selaku Penguji I yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik.

4. Hastin Ika Indriyastuti, S.SiT., MPH selaku pembimbing akademik dan penguji II yang telah membimbing penulis dengan baik dan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat waktu. 5. Bidan Hariyati Amd. Keb selaku penmbimbing lahan dan penguji III yang

telah banyak membimbing dan membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.

6. Ny. M dan An. N selaku pasien inovasi neonatus penulis yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

7. Orang tua serta keluarga yang telah memberikan dukungan baik materiil maupun moriil, dorongan semangat dan doa yang tiada henti untuk penulis. 8. Semua teman-teman DIII Kebidanan STIKes Muhammadiyah Gombong

seangkatan 2013, yang telah memberi semangat dan membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan laporan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari banyak berbagau keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, baik pengetahuan maupun pengalaman tentunya laporan karya tulis ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga Alloh SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah yang tidak berkesudahan dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua (Aamiin).

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Gombong, Juni 2016

(8)

viii

viii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

INTISARI ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL ... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan... 4 C. Manfaat... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI ... 7

1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ... 7

2. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)... 11

3. Terapi Herbal ... 24

4. Tidur... 32

B. KERANGKA TEORI... 35

BAB III METODE PENULISAN A. Jenis Penelitian ... 36

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

C. Subjek Penelitian... 37

D. Instrumen Penelitian... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 43 B. Pembahasan ... 46 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 51 B. Saran... 52 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)
(10)
(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak umur bawah 5 tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Penyakit Infeksi yang sering terjadi pada anak balita diantaranya adalah penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA (Harsono, 1999 dalam Maitatorum 2009).

ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut para ahli, daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila dalam satu rumah anggota keluarga terkena pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi menyebab kan kecacatan seperti otitis media akuta (OMA) dan mastoiditis. Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia (Anonim, 2010).

Gejala ISPA sangat banyak ditemukan pada kelompok masyarakat di dunia, karena penyebab ISPA merupakan salah satu hal yang angat akrab di masyarakat. ISPA merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA menjadi perhatian bagi anak-anak (termasuk

(12)

balita) baik dinegara berkembang maupun dinegara maju karena ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Anak-anak dan balita akan sangat rentan terinfeksi penyebab ISPA karena sistem tubuh yang masih rendah, itulah yang menyebabkan prevalensi dan gejala ISPA sangat tinggi bagi anak-anak dan balita (Riskesdas, 2007).

ISPA adalah Infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat (Depkes RI, 2012). Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan seperti pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Sedangkan faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada balita atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani penyakit ISPA serta perilaku kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok dalam keluarga (Maryunani, 2010).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dapat menimbulkan beberapa masalah diantaranya tidur yang tidak berkualitas, sering batuk, kesulitan bernafas, tenggorokan gatal dan sakit, pilek dan kehilangan nafsu makan. Menurut Robotham (2011) Tidur juga mempengaruhi kemampuan kita dalam menggunakan bahasa, mempertahankan konsentrasi, memahami apa yang kita baca dan menyimpulkan apa yang kita dengarkan. Selain itu tidur juga mempengaruhi sistem imun tubuh.

(13)

Pada usia pra sekolah (4-6 tahun) biasanya memerlukan waktu tidur 11-12 jam. Kebanyakan pada usia ini tidak menyukai waktu tidur, bisa jadi anak usia 4-5 tahun mengalami kurang istirahat dan mudah sakit jika kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi (Asmadi, 2008).

Balita usia 3-5 tahun dan anak usia 6 tahun memerlukan waktu tidur 10-12 jam perhari. Waktu tidur siang mereka makin lama makin sedikit dan umumnya usia 5 tahun, anak tidak lagi tidur siang (Benaroch, 2012).

Kemampuan anak untuk menjalankan segala kegiatannya tergantung dari seberapa banyak tidur yang didapatnya. Bila anak tidak cukup tidur, dia mudah lelah sehingga rewel, menangis dan sulit mengerti keadaan disekelilingnya. Setiap anak memerlukan waktu tidur yang berbeda, jadi berapa banyak waktu tidur yang diperlukan oleh setiap anak akan bervariasi. Ada anak yang memerlukan waktu lebih banyak dibandingkan yang lain (Suririnah, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan secara empiris bahwa lonjakan pertumbuhan tidak hanya terjadi saat tidur, tetapi juga secara signifikan memengaruhi waktu tidur. Waktu tidur panjang terkait dengan pertumbuhan yang lebih besar (Dr. Michelle lampl dari Deparment Antropologi di Emory Uniersity, 2008)

Menurut Jurnal Solyom dan Baghiu (2013), gangguan tidur dapat terjadi akibat kondisi medis diantaranya penyakit psikiatris, penyakit saraf, penyakit saluran pernapasan, penyakit lain dan gangguan tidur yang disebabkan karena mengkonsumsi zat tertentu.

(14)

Beberapa gejala anak yang kurang tidur di antaranya sulit di bangunkan di pagi hari, emosional, impulsif, rewel, mudah frustasi, penurunan tingkat kecerdasannya, kurang konsentrasi, daya ingat menjadi lemah, serta gangguan fungsi kognitif, sehingga dia lebih agresif dan hiperaktif, menjadi tidak kooperatif (dr. Ram Peter, 2007).

Jahe memiliki efek yang menghangatkan dan melegakan saat batuk, demam, flu, dan masalah pernapasan lainnya. Madu memiliki efek sedaktif sehingga dapat menyebabkan tidur nyenyak. Di dalam tubuh, madu dimetabolosir seperti halnya gula sehingga menyebabkan kadar sinotonin (suatu senyawa yang dapat meredakan aktivitas otak) dalam otak meninggi yang menginduksi pada relaksasi dan keinginan untuk tidur ( Sarwono, 2006). Dari uraian diatas disimpulkan bahwa tidur adalah proses fisiologis yang sangat penting bagi anak-anak khususnya balita, pada saat tidur terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan pada balita yang lebih cepat atau signifikan daripada saat ia terjaga, selain itu juga karena selama ini pengobatan balita sakit dengan ISPA hanya dilakukan dengan cara medis

sehingga penulis ingin membuat inovasi “Minuman hebal jahe madu untuk

membantu kenyamanan dan kenyenyakan tidur An.N selama mengalami

ISPA” yang dilaksanakan di BPM Hariyati Desa Sugihwaras, Kecamatan

(15)

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengatasi gangguan tidur pada balita selama mengalami Infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kenyamanan dan kenyenyakan tidur balita sebelum diberikan minuman jahe madu.

b. Mengetahui kenyamanan dan kenyenyakan tidur balita setelah diberikan minuman jahe madu.

c. Mengetahui khasiat jahe madu untuk membantu melegakan tenggorokan selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

C. Manfaat

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Pasien dan Keluarga

Membantu balita merasa lebih nyaman dan nyenyak tidur selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan mengonsumsi minuman herbal jahe madu yang dapat berfungsi untuk melegakan tenggorokan.

(16)

b. Bagi Penulis

Penulis dapat mengembangkan ide tentang membuat minuman herbal jahe madu yang berkhasiat untuk melegakan tenggorokan, sehingga dapat membantu kenyamanan dan kenyenyakan tidur balita selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

2. Manfaat Teoritis a. Bagi Bidan

Menambah pengetahuan Bidan tentang pengobatan alternatif yang dapat membantu balita mengatasi masalah gangguan tidur selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

b. Bagi Institusi

Karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk menambah keragaman pustaka bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Muhammadiyah Gombong khususnya program studi DIII Kebidanan tentang hasil inovasi mahasiswa.

(17)

American Academy of Sleep Medicine. 2007. The International Classification of Sleep Disorder. One Westbook Corporate Center. USA: 3-23.

Arikunto, Suharsimin. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi IV: Rineka Cipta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Buletin Jendela Epidemiologi Pnemonia Balita. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. 2007. Pedoman Tatalaksanaan Pnemonia Balita. Dirjen PP & PL. Jakarta.

Hamad, S. 2007. Terapi Madu. Jakarta : Pustaka Iman. 30 hlm.

Herdiansyah, haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Salemba Humanika.

Hidayat. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : Pustaka Pelajar.

Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta. Trans Info Media.

Manurung, Santa. 2009. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakrta Timur : CV. Trans Indo Media.

Mubarak, Wahit & Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : Salemba Medika.

Nastiti Rahajoe, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsi-Prinsip Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Purbaya, J.Rio. 2007. Mengenal Madu Alami. Bandung Pionir Jaya.

(18)

Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabetha.

Sugiyono, 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R& D. Bandung: Alfabetha.

Sukarni K Icesmi, Margareth ZH. (2013) Kehamilan, Persalinan dan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika.

Suririnah. 2010. Buku Pintar Mengasuh Balita: Panduan Bagi Orang Tua untuk Merawat dan Membimbing Anak 1-3 tahun Secara Sehat dan menyenangkan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Widoyono. 2007. Penyakit Tropis, epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasan. Jakarta : hal 38-41

Jurnal :

Combest. W.L. 2011. Ginger Herbal Therapy.

Denyer, C.V., P. Jackson, D.M. Loakes, M.R. Ellis dan D.A.B. Yound. 2011. Isolation of antirhinoviral sesquiterpenes from ginger ( Zingiber Officinale). J Nat Products. 57 : 658-662.

Ramadhani, A.N, Novayelinda, R., & Woferst, R. (2014). Efektifitas Pemberian Minuman Herbal Jahe Madu Terhadap Keparahan Batuk pada Anak dengan ISPA : Universitas Riau. Program Studi Ilmu Keperawatan, 8 (VOL 1) 1-8

Soylom & Baghiu D.M (2013). Sleep Disorders – The Disease Of The Modern world Literature Review. AMT;II(2): 305-308

Internet :

Anonim. 2010. Skripsi. Diakses pada http://www.antholeo.wordpress.com pada tanggal 1 Mei 2016 pukul 07.03 WIB

(19)

http://www.howdidyousleep.org/media/downloads/MHFsleepmatterreport. pdf. Diakses pada 1 Mei 2016 pukul 06.58 WIB

__________. 2014. Komposisi dan Kandungan Madu. http://madu-murni-alami.blogspot.co.id/p/komposisi-dan-kandungan-madu.html Di akses pukul 16.53WIB pada tanggal 4 April 2016

__________. 2011. Manfaat dan Kandungan Jahe sebagai kesehatan tubuh.

https://www.borobudurherbal.com/artikel-kesehatan/manfaat-dan-kandunganjahe-sebagai-kesehatan-tubuh/ Di akses pukul 16.54 WIB pada 4 April 2016

WHO. 2006. Traditional Medicine. darihttp://www.who.int/inf-fs/en/fact134.html Diakses pada tanggal 22 Maret 2016 pukul 09.30 WIB

WHO. 2006. Traditional Medicine. dari

http://www./who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. Diperoleh tanggal 22 maret 2016 pukul 09.31 WIB

(20)

PENGERTIAN

adalah minuman yang dibuat dari jahe putih dan madu yang diramu menjadi sebuah minuman herbal yang bermanfaat untuk menghangatkan tenggorokan, sehingga balita dapat tidur dengan nyaman dan nyenyak

TUJUAN

Mengatasi masalah gangguan tidur pada balita saat mengalami ISPA ALAT DAN BAHAN

1. 130 ml air putih (2/3 gelas) 2. 1 sendok madu asli

3. 4 cm jahe putih INDIKASI

Balita dengan ISPA yang mengalami gangguan tidur SIKAP DAN PERILAKU

1. Menyambut pasien, memberi salam dan memperkenalkan diri 2. Menjelaskan maksud dan tujuan

3. Menanyakan kesiapan pasien 4. Menjaga privasi pasien

5. Mengawali dengan tazmiah dan mengakhiri dengan tahmid PROSEDUR KERJA

1. Siapkan 4 cm jahe lalu di kupas sampai bersih. 2. Cuci jahe yang sudah dikupas dengan air bersih. 3. Kemudian geprek jahe, tetapi jangan sampai hancur.

4. Siapkan panci kecil dan masukkan air 2/3 gelas tadi ke dalamnya.

5. Lalu masukkan jahe yang sudah digeprek kedalam air yang mendidih, aduk beberapa kali.

6. Tunggu 1 menit setelah air mendidih.

7. Kemudian angkat lalu diamkan sampai air jahe hangat.

8. Setelah hangat, tuangkan air jahe dan di pindahkan dari panci ke dalam gelas ukuran 200 ml.

9. Setelah itu tambahkan 1 sendok makan madu, aduk hingga tercampur rata.

10. Berikan minuman herbal jahe madu pada balita dengan dosis 1 kali sehari sebanyak ½ gelas pada malam hari, 30 menit sebelum tidur, pemberian minuman herbal jahe madu dilakukan selama 5 hari berturut-turut.

TEKNIK

(21)
(22)
(23)
(24)

1. Apakah anak mau meminum minuman herbal jahe madu yang diberikan ?

a. Ya b. Tidak

2. Jika iya, apakah anak mau meminumnya sampai habis ?

a. Ya b. Tidak

3. Setelah meminum jahe madu apakah ada perubahan pada pola tidur anak ?

a. Ya b. Tidak

4. Jika iya, apakah tidurnya menjadi nyenyak dan tidak sering bangun ?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah menurut ibu minuman herbal ini membantu ibu dalam menjaga pola istirahat/ tidur anaknya saat sedang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) ?

a. Ya, alasannya ... ... ... b. Tidak, alasannya ... ... ... 6. Apakah ibu akan menggunakan resep minuman herbal ini setiap kali untuk membantu membuat anaknya tidur nayaman dan nyenyak selama mengalami sakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ?

(25)

1 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

Universitas Riau Email : apridhani@gmail.com

Abstract

This research aims to determine the effectiveness of ginger honey ale to children with acute respiration infection (ARI) cough saverity. The method of this research is a quasi-experimental approach with non-equivalent control group. This research was conducted in the working area of Rumbai health center to 52 coughing children with ARI. There population of this study are divided into experimental group with 26 children and the control group with 26 children. The sampling method was purposive sampling using a observation shee of cough saverity. Data analized with independent t test, the result show while in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale obtained p-value (0,001) > α (0,05) it can be concluded there is difference in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale . The results of this study recommends to giving honey ginger ale to be one of the nursing intervention in addressing the severity of cough in children with ARI.

Keywords:honey ginger ale, cough saverity PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA merupakan masalah kesehatan yang sangat serius baik di dunia maupun di Indonesia. United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) dan World Health Organization

(WHO) pada tahun 2008 telah melaporkan bahwa ISPA merupakan penyebab kematian paling besar pada manusia dibandingkan dengan jumlah kematian akibat AIDS, malaria dan campak. ISPA menyebabkan lebih dari 2 juta anak meninggal dunia tiap tahunnya, yang didominasi balita umur 1 sampai 4 tahun. Kasus kematian balita seluruhnya dari umur 1-5 tahun akibat ISPA, tiga perempatnya terjadi pada 15 negara. Indonesia menempati peringkat keenam di dunia dengan jumlah kasus ISPA sebanyak 6 juta kasus per tahun (Depkes RI, 2010).

Data Kemenkes Indonesia, kasus ISPA pada tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 terdapat 7,2 juta kasus ISPA dan tahun 2011 kasus menjadi 18,79 juta kasus ISPA. Berdasarkan hasil survei demografi kesehatan Indonesia, angka kematian balita (AKABA) 1-4 pada tahun 2007 sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, 15,5 persen atau sebesar 30.470 kematian pada balita usia 1-5 tahun disebabkan oleh ISPA. Ini berarti secara rata-rata di Indonesia 83 orang balita meninggal setiap harinya karena ISPA (Iptek kesehatan, 2012).

Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan seperti pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian. Sedangkan faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada balita atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani penyakit ISPA serta perilaku kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok dalam keluarga (Maryunani, 2010).

ISPA disebabkan oleh berbagai pemicu, seperti keadaan sosial ekonomi menurun, gizi buruk, pencemaran udara dan asap rokok (Depkes, 2002). Pencemaran udara contohnya tiap tahun biasanya terjadi kabut asap di daerah Riau kususnya di Kota Pekanbaru. Asap kebakaran menyebabkan kondisi udara tidak sehat. Diperoleh dari data Dinas Kesehatan Propinsi Riau sedikitnya 3.160 anak berumur kurang dari 5 tahun (balita) menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) akibat menghirup asap sisa kebakaran hutan dan lahan yang mencemari udara di Propinsi Riau (Yohanes, 2013).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, kejadian infeksi saluran pernafasan pada bayi dan balita tahun 2012 sebanyak 1.576 kejadian. Sedangkan yang

(26)

2 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

kejadian (Dinas kesesehatan Kota Pekanbaru, 2012).

Salah satu tanda dan gejala ISPA adalah batuk. Batuk merupakan alasan kunjungan rawat jalan yang hampir mencapai tiga persen dari semua kunjungan rawat jalan di Amerika Serikat

paling banyak dalam hubungannya dengan ISPA (Paul, dkk, 2007). Batuk menyebabkan terganggunya kualitas tidur pada anak. Jika kebutuhan tidur tidak cukup sel darah putih dalam tubuh akan menurun, sehingga memiliki

dampak yang sangat merugikan pada

pertumbuhan dan perkembangan fisik anak dan efektifitas sistem daya tahan tubuh anak juga

menurun menyebabkan pertumbuhan dan

kemampuan berpikirnya akan terganggu. Selain itu, bayi atau anak yang kurang tidur akan menjadi rewel, gampang marah dan sulit diatur (Lamberg, 2002).

Pengobatan yang dilakukan untuk

menangani batuk pada ISPA diantaranya dengan pengobatan tradisional, World Health Organization

(WHO) merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO

juga mendukung upaya-upaya dalam

peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003).

Obat tradisional telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Di Afrika, sebanyak 80 persen dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. Negara Cina dari total konsumsi obat, sebesar 30 sampai 50 persen menggunakan obat-obat tradisional (WHO, 2003).

Penelitian oleh Department of Pediatrics di Amerika, madu merupakan salah satu pengobatan tradisional yang unggul untuk gejala ISPA, diantaranya dapat menurunkan keparahan batuk dan dapat meningkatkan kualitas tidur anak pada malam hari. Penelitian Yulvina

mengatakan aktifitas anak tergannggu, tidur anak tidak efektif pada malam hari, anak rewel akibat batuk.

METODE

Desain penelitian

Desain penelitian adalah bentuk rancangan yang di gunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2009). Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan rancangan penelitian Non-Equivalent Control Group. Rancangan ini bertujuan untuk membandingkan hasil yang didapat sebelum dan sesudah diberi perlakuan pada kelompok intervensi dan tidak diberi perlakuan pada kelompok kontrol. Pada rancangan ini, kelompok intervensi diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan (Nursalam,2008). Pada kedua kelompok di awali dengan pre test, dan setelah pemberian perlakuan di adakan pengukuran kembali (post test) (Nursalam, 2008).

HASIL PENELITIAN

Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah sebagai berikut:

A. Analisa Univariat

Tabel 3.

Distribusi karakteristik responden

Tabel 3 di atas diketahui bahwa dari 52 orang responden yang diteliti, distribusi responden menurut jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan dengan jumlah 31 orang responden (59,6%), sedangkan usia responden

(27)

3 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

diberikan intervensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Tabel 4 di atas dapat dilihat nilai rata-rata tingkat keparahan batuk pada anak dengan ISPA sebelum diberikan intervensi minuman jahe madu yaitu 22,00 pada kelompok eksperimen dan 26,96 pada kelompok kontrol. Standar deviasi pada kelompok eksperimen yaitu 1,918 dan 2,596 pada kelompok kontrol.

Tabel 5

Disribusi tingkat keparahan batuk sesudah diberikan intervensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Tabel 5 dapat dilihat nilai rata-rata tingkat keparahan batuk sesudah diberikan minuman jahe madu yaitu 16,62 pada kelompok eksperimen dan 23,58 pada kelompok kontrol. Standar deviasi pada kelompok eksperimen yaitu 1,517 dan 3,417 pada kelompok kontrol.

B. Analisa Bivariat

Tabel 6

Homogenitas karakteristik responden

Tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa semua karakteristik responden (jenis kelamin dan umur anak) baik antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah homogen dengan p (0,195-0,653) > α (0,05) (tabel 6).

Tabel 7

Tabel 7 diatas dari hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan batuk anak sebelum diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan 26,96 pada kelompok kontrol dengan standar deviasi 2,270. Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α (0,05), berarti tingkat kerahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan minuman jahe madu adalah homogen.

Tabel 8

Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu

Tabel 8 diatas dari hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan batuk sebelum diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan 16,62 sesudah diberikan minuman jahe madu dengan standar deviasi 1,517. Hasil analisa diperoleh p (0,032) <

α (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan

yang signifikan antara mean keparahan batuk anak sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen sebanyak 2 kali sehari dalam waktu 5 hari.

Tabel 9

Tingkat keparahan batuk anak pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah tanpa diberikan minuman jahe madu

(28)

4 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

standar deviasi 3,049. Hasil analisa diperoleh p (0,134) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok kontrol tanpa pemberian minuman jahe madu selama 5 hari.

Tabel 10

Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan minuman jahe madu

Tabel 10 diatas memperlihatkan rata-rata tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan 26,90 pada kelompok kontrol tanpa diberikan minuman jahe madu dengan standar deviasi 2,270. Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak sebelum diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen dan mean tingkat keparahan batuk anak tanpa diberikan minuman jahe madu pada kelompok kontrol.

Tabel 11

Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu

Tabel 11 diatas memperlihatkan rata-rata tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 16,62 dengan standar deviasi 1,499 dan 23,58 pada kelompok kontrol tanpa diberikan minuman jahe madu dengan standar deviasi

minuman jahe madu pada kelompok kontrol.

PEMBAHASAN

Analisa data univariat adalah analisa data yang digunakan untuk mendapatkan gambaran masing-masing variabel yang terdiri dari karakteristik responden, meliputi umur anak dan jenis kelamin responden serta pembahasan tentang keparahan batuk responden sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Analisa bivariat digunakan untuk melihat perbedaan keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kontrol serta melihat efektivitas pemberian minuman jahe madu terhadap keparahan batuk pada anak dengan ISPA.

1. Karakteristik responden a. Jenis kelamin

Penelitian yang telah dilakukan di

wilayah kerja Puskesmas Rumbai,

didapatkan hasil bahwa jenis kelamin responden hampir seimbang antara laki laki dan perempuan yaitu 21 orang (40,4%) respoden laki-laki dan 31 orang (59,6%) responden perempuan. Data yang ditemukan di BPS (2010) sebaran penduduk di Riau laki-laki sebanyak 2.853.168 jiwa dan perempuan sebanyak 2 685 199 jiwa, ini berarti persebaran jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir seimbang.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution, dkk (2009) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan akut pada balita di daerah urban Jakarta menemukan hasil bahwa jenis kelamin hampir seimbang antara laki-laki (51,5%) dan perempuan (48,5%). Pada penetilian tersebut tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin dengan prevalensi ISPA pada balita.

b. Umur

Hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rumbai,

(29)

5 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

Mikroorganisme penyebab ISPA sangat banyak jenisnya dan bisa menyerang segala usia sehingga infeksi saluran pernafasan atas dapat terjadi pada siapa saja, pada usia berapapun. Walaupun pada umumnya semakin dewasa, daya tahan tubuh sudah semakin sempurna, namun hal ini tidak berpengaruh terhadap kejadian ISPA.

2. Gambaran tingkat keparahan batuk anak sebelum dan sesudah pemberian minuman jahe madu pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Penelitian yang telah dilakukan di wilayah Puskesmas Rumbai didapatkan hasil rata-rata tingkat keparahan batu anak sebelum diberikan minuman jahe madu yaitu 22,00 pada kelompok eksperimen dan 26,96 pada kelompok kontrol. Sedangkan rata-rata tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan minuman jahe madu yaitu 16,62 pada kelompok eksperimen dan 23,58 pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan rata-rata tingkat keparahan batuk sesudah diberikan minuman jahe madu (post test) pada

kelompok eksperimen sedangkan pada

kelompok kontrol terjadi penurunan rata-rata tingkat keparahan batuk (post test) yang tidak signifikan tanpa diberikan minuman jahe madu.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Yulfina (2011) tentang efektifitas pemberian minuman jahe terhadap penurunan keparahan batuk pada anak dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Mimuman jahe madu diberikan 2 kali dalam 1 hari selama 5 hari kepada responden. Jahe yang mengandung minyak atsiri berkisar 3% merupakan sebuah zat aktif yang dapat mengobati batuk.

independent diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan tingkat keparahan batuk.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t dependent diperoleh p value (0,032) < α (0,05). Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian minuman jahe madu efektif dalam menurunkan keparahan batuk pada anak.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulfina (2011) tentang efektifitas pemberian minuman jahe terhadap penurunan keparahan batuk pada anak dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru dengan hasil p value = 0,000 atau p < α (0,05) maka Ho ditolak artinya pemberian minuman jahe efektif untuk menurunkan keparahan batuk pada anak dengan ISPA.

Penelitian ini juga didukung sebuah penelitian di Amerika yang dilakukan oleh Cohen, dkk pada tahun 2009. Anak-anak dengan ISPA dan batuk malam hari diberi 1 dari 3 produk madu, plasebo pada pemberian 30 menit sebelum tidur dan tanpa ada perawatan. Hasil

yang ditemukan madu menghasilkan

peningkatan perbaikan yang terbesar. Frekuensi batuk anak yang menerima madu memiliki rata-rata peningkatan 1,89 poin, 1,39 poin bagi anak yang menerima plasebo dan 0,92 poin bagi yang tidak memerima perawatan (p 0,01).

Pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan keparahan batuk pada anak, karena kandungan minyak atsiri dalam jahe yang merupakan zat aktif yang dapat mengobati batuk (Nooryani, 2007), sedangkan zat antibiotik pada

madu yang dapat menyembuhkan beberapa

penyakit infeksi seperti batuk anak pada ISPA (Aden, 2010). Anak yang telah diberikan

(30)

6 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

menurunkan tingkat keparahan batuk pada anak dengan ISPA.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden paling banyak kelompok perempuan (59,6%) dan umur 3 tahun (48,07%). Berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan signifikansi dengan nilai p (0,032) < α (0,05). Pada kelompok kontrol terjadi penurunan keparahan batuk namun tidak signifikan berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan tidak terdapat signifikansi dengan nilai p (0,134) > α (0,05). Hasil uji t independent dimana diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu.

SARAN

1. Bagi pelayanan kesehatan

Bagi pelayanan kesehatan disarankan untuk dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu intervensi keperawatan pada anak yang menagalami batuk.

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Bagi perkembangan Ilmu Keperawatan khususnya tenaga pengajar dan pelajar disarankan untuk dapat memakai hasil penelitian ini sebagai salah satu sumber informasi mengenai perbandingan efektifitas pemberian minuman jahe madu terhadap keparahan batuk anak dengan ISPA sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu terapi alternatif.

3. Bagi masyarakat

Bagi masyarakat khususnya ibu yang anaknya mengalami batuk disarankan untuk dapat mengaplikasikan minuman jahe madu sebagai salah satu metode pengobatan alternatif untuk mengurangi batuk pada anak. 4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi untuk mengembangkan

yang telah bersedia memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

1

Apri Nur Ramadhani:Mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Riau, Indonesia

2

Riri Novayelinda: Dosen Departemen Keperawatan Anak Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia

3

Rismadefi Woferst: Dosen Departemen

Keperawatan Medikal Bedah Program

Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (2010). Sensus penduduk 2010 Propinsi Riau. Diperoleh tanggal,

14 juli 2014 dari

http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id =1400000000&wilayah=Riau.

Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Departemen Kesehatan RI. (2010). Kejadian penyakit ISPA pada balita. Diperoleh

tanggal 7 Oktober 2013 dari

http://www.depkes.go.id/index.php?vw= 2&id=2086.

Departemen Kesehatan RI. (2002).Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut untuk penanggulangan pnemonia pada balita. Jakarta: Dirjen PPM & PLP.

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2012). Data penemuan penyakit ISPA. Pekanbaru: Dinkes Kota Pekanbaru.

Elyana, M. & Candra, A. (2008). Hubungan frekuensi ispa dengan status gizi balita. Diperoleh tanggal 1 juni 2014 dari http://ejournal.undip.ac.id/index.php/acta nutrica/article/view/4859.

(31)

7 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

Hidayat, A. A (2007). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. (2009). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika. Iptek kesehatan. (2012). Perubahan iklim picu

wabah penyakit pernapasan. Diperoleh

tanggal 25 Oktober 2013 dari

http://www.poskotanews.com/2012/09/21 /perubahan-iklim-picu-wabah-penyakit-pernapasan/.

Lamberg, L. (2002). Inadequate sleep. American Medical Association. Diperoleh tanggal 5

September 2013 dari

http://futureofchildren.org/futureofchildre n/ publications/docs/ 16_01_03.pdf&prev/.

Maryunani, A. (2010). Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta. Trans Info Media.

Mei, E., & Aryu, C. (2008). Hubungan

Frekuensi ISPA dengan status gizi balita. Diperoleh pada tanggal 20 juni 2014 dari http://download.portalgaruda.org/article. Nasution, K., dkk. (2009). Infeksi saluran napas

akut pada balita di daerah urban

Jakarta. Sari Pediatri. Diperoleh tanggal 20 juni 2014 dari

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-4-1.pdf.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian

kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep & penerapan

metodologi penelitian ilmu keperawatan: Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2008). Metodologi riset keperawatan: pedoman praktis keperawatan. Surabaya: Salemba medika.

Paul, I. M., Beiler J., McMonagle, A., Shaffer, M, L., Duda, L., & Berlin, C, M. (2007). Pengaruh madu, dextromethorphan, dan

dan pengembangan kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sofyani, S. (2011). Perbedaan gangguan tidur pada remaja. Diperoleh tanggal 23 September 2013 dari

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /29430/4/Chapter%20II.pdf.

Uripi, V. (2004). Menu sehat untuk balita. Jakarta: Puspa Swara.

WHO. (2003a). Traditional medicine. Diperoleh

tanggal 2 Desember 2013 dari

http://www.who.int/inf-fs/en/fact134.html.

WHO. (2003b). Traditional medicine. Diperoleh tanggal 5 September 2013 dari http //www.who.int/mediacentre/

(32)

1 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

Universitas Riau Email : apridhani@gmail.com

Abstract

This research aims to determine the effectiveness of ginger honey ale to children with acute respiration infection (ARI) cough saverity. The method of this research is a quasi-experimental approach with non-equivalent control group. This research was conducted in the working area of Rumbai health center to 52 coughing children with ARI. There population of this study are divided into experimental group with 26 children and the control group with 26 children. The sampling method was purposive sampling using a observation shee of cough saverity. Data analized with independent t test, the result show while in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale obtained p-value (0,001) > α (0,05) it can be concluded there is difference in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale . The results of this study recommends to giving honey ginger ale to be one of the nursing intervention in addressing the severity of cough in children with ARI.

Keywords:honey ginger ale, cough saverity PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA merupakan masalah kesehatan yang sangat serius baik di dunia maupun di Indonesia. United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) dan World Health Organization

(WHO) pada tahun 2008 telah melaporkan bahwa ISPA merupakan penyebab kematian paling besar pada manusia dibandingkan dengan jumlah kematian akibat AIDS, malaria dan campak. ISPA menyebabkan lebih dari 2 juta anak meninggal dunia tiap tahunnya, yang didominasi balita umur 1 sampai 4 tahun. Kasus kematian balita seluruhnya dari umur 1-5 tahun akibat ISPA, tiga perempatnya terjadi pada 15 negara. Indonesia menempati peringkat keenam di dunia dengan jumlah kasus ISPA sebanyak 6 juta kasus per tahun (Depkes RI, 2010).

Data Kemenkes Indonesia, kasus ISPA pada tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 terdapat 7,2 juta kasus ISPA dan tahun 2011 kasus menjadi 18,79 juta kasus ISPA. Berdasarkan hasil survei demografi kesehatan Indonesia, angka kematian balita (AKABA) 1-4 pada tahun 2007 sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, 15,5 persen atau sebesar 30.470 kematian pada balita usia 1-5 tahun disebabkan oleh ISPA. Ini berarti secara rata-rata di Indonesia 83 orang balita meninggal setiap harinya karena ISPA (Iptek kesehatan, 2012).

Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan seperti pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian. Sedangkan faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada balita atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani penyakit ISPA serta perilaku kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok dalam keluarga (Maryunani, 2010).

ISPA disebabkan oleh berbagai pemicu, seperti keadaan sosial ekonomi menurun, gizi buruk, pencemaran udara dan asap rokok (Depkes, 2002). Pencemaran udara contohnya tiap tahun biasanya terjadi kabut asap di daerah Riau kususnya di Kota Pekanbaru. Asap kebakaran menyebabkan kondisi udara tidak sehat. Diperoleh dari data Dinas Kesehatan Propinsi Riau sedikitnya 3.160 anak berumur kurang dari 5 tahun (balita) menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) akibat menghirup asap sisa kebakaran hutan dan lahan yang mencemari udara di Propinsi Riau (Yohanes, 2013).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, kejadian infeksi saluran pernafasan pada bayi dan balita tahun 2012 sebanyak 1.576 kejadian. Sedangkan yang

(33)

2 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

kejadian (Dinas kesesehatan Kota Pekanbaru, 2012).

Salah satu tanda dan gejala ISPA adalah batuk. Batuk merupakan alasan kunjungan rawat jalan yang hampir mencapai tiga persen dari semua kunjungan rawat jalan di Amerika Serikat

paling banyak dalam hubungannya dengan ISPA (Paul, dkk, 2007). Batuk menyebabkan terganggunya kualitas tidur pada anak. Jika kebutuhan tidur tidak cukup sel darah putih dalam tubuh akan menurun, sehingga memiliki

dampak yang sangat merugikan pada

pertumbuhan dan perkembangan fisik anak dan efektifitas sistem daya tahan tubuh anak juga

menurun menyebabkan pertumbuhan dan

kemampuan berpikirnya akan terganggu. Selain itu, bayi atau anak yang kurang tidur akan menjadi rewel, gampang marah dan sulit diatur (Lamberg, 2002).

Pengobatan yang dilakukan untuk

menangani batuk pada ISPA diantaranya dengan pengobatan tradisional,World Health Organization

(WHO) merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO

juga mendukung upaya-upaya dalam

peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003).

Obat tradisional telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Di Afrika, sebanyak 80 persen dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. Negara Cina dari total konsumsi obat, sebesar 30 sampai 50 persen menggunakan obat-obat tradisional (WHO, 2003).

Penelitian oleh Department of Pediatrics di Amerika, madu merupakan salah satu pengobatan tradisional yang unggul untuk gejala ISPA, diantaranya dapat menurunkan keparahan batuk dan dapat meningkatkan kualitas tidur anak pada malam hari. Penelitian Yulvina

mengatakan aktifitas anak tergannggu, tidur anak tidak efektif pada malam hari, anak rewel akibat batuk.

METODE

Desain penelitian

Desain penelitian adalah bentuk rancangan yang di gunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2009). Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan rancangan penelitian Non-Equivalent Control Group. Rancangan ini bertujuan untuk membandingkan hasil yang didapat sebelum dan sesudah diberi perlakuan pada kelompok intervensi dan tidak diberi perlakuan pada kelompok kontrol. Pada rancangan ini, kelompok intervensi diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan (Nursalam,2008). Pada kedua kelompok di awali dengan pre test, dan setelah pemberian perlakuan di adakan pengukuran kembali (post test) (Nursalam, 2008).

HASIL PENELITIAN

Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah sebagai berikut:

A. Analisa Univariat

Tabel 3.

Distribusi karakteristik responden

Tabel 3 di atas diketahui bahwa dari 52 orang responden yang diteliti, distribusi responden menurut jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan dengan jumlah 31 orang responden (59,6%), sedangkan usia responden

(34)

3 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

diberikan intervensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Tabel 4 di atas dapat dilihat nilai rata-rata tingkat keparahan batuk pada anak dengan ISPA sebelum diberikan intervensi minuman jahe madu yaitu 22,00 pada kelompok eksperimen dan 26,96 pada kelompok kontrol. Standar deviasi pada kelompok eksperimen yaitu 1,918 dan 2,596 pada kelompok kontrol.

Tabel 5

Disribusi tingkat keparahan batuk sesudah diberikan intervensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Tabel 5 dapat dilihat nilai rata-rata tingkat keparahan batuk sesudah diberikan minuman jahe madu yaitu 16,62 pada kelompok eksperimen dan 23,58 pada kelompok kontrol. Standar deviasi pada kelompok eksperimen yaitu 1,517 dan 3,417 pada kelompok kontrol.

B. Analisa Bivariat

Tabel 6

Homogenitas karakteristik responden

Tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa semua karakteristik responden (jenis kelamin dan umur anak) baik antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah homogen dengan p (0,195-0,653) > α (0,05) (tabel 6).

Tabel 7

Tabel 7 diatas dari hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan batuk anak sebelum diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan 26,96 pada kelompok kontrol dengan standar deviasi 2,270. Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α (0,05), berarti tingkat kerahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan minuman jahe madu adalah homogen.

Tabel 8

Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu

Tabel 8 diatas dari hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan batuk sebelum diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan 16,62 sesudah diberikan minuman jahe madu dengan standar deviasi 1,517. Hasil analisa diperoleh p (0,032) <

α (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan

yang signifikan antara mean keparahan batuk anak sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen sebanyak 2 kali sehari dalam waktu 5 hari.

Tabel 9

Tingkat keparahan batuk anak pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah tanpa diberikan minuman jahe madu

(35)

4 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

standar deviasi 3,049. Hasil analisa diperoleh p (0,134) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok kontrol tanpa pemberian minuman jahe madu selama 5 hari.

Tabel 10

Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan minuman jahe madu

Tabel 10 diatas memperlihatkan rata-rata tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan 26,90 pada kelompok kontrol tanpa diberikan minuman jahe madu dengan standar deviasi 2,270. Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak sebelum diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen dan mean tingkat keparahan batuk anak tanpa diberikan minuman jahe madu pada kelompok kontrol.

Tabel 11

Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu

Tabel 11 diatas memperlihatkan rata-rata tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 16,62 dengan standar deviasi 1,499 dan 23,58 pada kelompok kontrol tanpa diberikan minuman jahe madu dengan standar deviasi

minuman jahe madu pada kelompok kontrol.

PEMBAHASAN

Analisa data univariat adalah analisa data yang digunakan untuk mendapatkan gambaran masing-masing variabel yang terdiri dari karakteristik responden, meliputi umur anak dan jenis kelamin responden serta pembahasan tentang keparahan batuk responden sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Analisa bivariat digunakan untuk melihat perbedaan keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kontrol serta melihat efektivitas pemberian minuman jahe madu terhadap keparahan batuk pada anak dengan ISPA.

1. Karakteristik responden a. Jenis kelamin

Penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rumbai, didapatkan hasil bahwa jenis kelamin responden hampir seimbang antara laki laki dan perempuan yaitu 21 orang (40,4%) respoden laki-laki dan 31 orang (59,6%) responden perempuan. Data yang ditemukan di BPS (2010) sebaran penduduk di Riau laki-laki sebanyak 2.853.168 jiwa dan perempuan sebanyak 2 685 199 jiwa, ini berarti persebaran jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir seimbang.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution, dkk (2009) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan akut pada balita di daerah urban Jakarta menemukan hasil bahwa jenis kelamin hampir seimbang antara laki-laki (51,5%) dan perempuan (48,5%). Pada penetilian tersebut tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin dengan prevalensi ISPA pada balita.

b. Umur

Hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rumbai,

(36)

5 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

Mikroorganisme penyebab ISPA sangat banyak jenisnya dan bisa menyerang segala usia sehingga infeksi saluran pernafasan atas dapat terjadi pada siapa saja, pada usia berapapun. Walaupun pada umumnya semakin dewasa, daya tahan tubuh sudah semakin sempurna, namun hal ini tidak berpengaruh terhadap kejadian ISPA.

2. Gambaran tingkat keparahan batuk anak sebelum dan sesudah pemberian minuman jahe madu pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Penelitian yang telah dilakukan di wilayah Puskesmas Rumbai didapatkan hasil rata-rata tingkat keparahan batu anak sebelum diberikan minuman jahe madu yaitu 22,00 pada kelompok eksperimen dan 26,96 pada kelompok kontrol. Sedangkan rata-rata tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan minuman jahe madu yaitu 16,62 pada kelompok eksperimen dan 23,58 pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan rata-rata tingkat keparahan batuk sesudah diberikan minuman jahe madu (post test) pada kelompok eksperimen sedangkan pada kelompok kontrol terjadi penurunan rata-rata tingkat keparahan batuk (post test) yang tidak signifikan tanpa diberikan minuman jahe madu.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Yulfina (2011) tentang efektifitas pemberian minuman jahe terhadap penurunan keparahan batuk pada anak dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Mimuman jahe madu diberikan 2 kali dalam 1 hari selama 5 hari kepada responden. Jahe yang mengandung minyak atsiri berkisar 3% merupakan sebuah zat aktif yang dapat mengobati batuk.

independent diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan tingkat keparahan batuk.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t dependent diperoleh p value (0,032) < α (0,05). Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian minuman jahe madu efektif dalam menurunkan keparahan batuk pada anak.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulfina (2011) tentang efektifitas pemberian minuman jahe terhadap penurunan keparahan batuk pada anak dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru dengan hasil p value = 0,000 atau p < α (0,05) maka Ho ditolak artinya pemberian minuman jahe efektif untuk menurunkan keparahan batuk pada anak dengan ISPA.

Penelitian ini juga didukung sebuah penelitian di Amerika yang dilakukan oleh Cohen, dkk pada tahun 2009.Anak-anak dengan ISPA dan batuk malam hari diberi 1 dari 3 produk madu, plasebo pada pemberian 30 menit sebelum tidur dan tanpa ada perawatan. Hasil

yang ditemukan madu menghasilkan

peningkatan perbaikan yang terbesar. Frekuensi batuk anak yang menerima madu memiliki rata-rata peningkatan 1,89 poin, 1,39 poin bagi anak yang menerima plasebo dan 0,92 poin bagi yang tidak memerima perawatan (p 0,01).

Pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan keparahan batuk pada anak, karena kandungan minyak atsiri dalam jahe yang merupakan zat aktif yang dapat mengobati batuk (Nooryani, 2007), sedangkan zat antibiotik pada madu yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit infeksi seperti batuk anak pada ISPA (Aden, 2010). Anak yang telah diberikan

(37)

6 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

menurunkan tingkat keparahan batuk pada anak dengan ISPA.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden paling banyak kelompok perempuan (59,6%) dan umur 3 tahun (48,07%). Berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan signifikansi dengan nilai p (0,032) < α (0,05). Pada kelompok kontrol terjadi penurunan keparahan batuk namun tidak signifikan berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan tidak terdapat signifikansi dengan nilai p (0,134)

> α (0,05). Hasil uji t independent dimana

diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu.

SARAN

1. Bagi pelayanan kesehatan

Bagi pelayanan kesehatan disarankan untuk dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu intervensi keperawatan pada anak yang menagalami batuk.

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Bagi perkembangan Ilmu Keperawatan khususnya tenaga pengajar dan pelajar disarankan untuk dapat memakai hasil penelitian ini sebagai salah satu sumber informasi mengenai perbandingan efektifitas pemberian minuman jahe madu terhadap keparahan batuk anak dengan ISPA sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu terapi alternatif.

3. Bagi masyarakat

Bagi masyarakat khususnya ibu yang anaknya mengalami batuk disarankan untuk dapat mengaplikasikan minuman jahe madu sebagai salah satu metode pengobatan alternatif untuk mengurangi batuk pada anak. 4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi untuk mengembangkan

yang telah bersedia memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

1

Apri Nur Ramadhani:Mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Riau, Indonesia

2

Riri Novayelinda: Dosen Departemen

Keperawatan Anak Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia

3

Rismadefi Woferst: Dosen Departemen

Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (2010). Sensus penduduk 2010 Propinsi Riau. Diperoleh tanggal,

14 juli 2014 dari

http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id =1400000000&wilayah=Riau.

Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Departemen Kesehatan RI. (2010). Kejadian

penyakit ISPA pada balita. Diperoleh

tanggal 7 Oktober 2013 dari

http://www.depkes.go.id/index.php?vw= 2&id=2086.

Departemen Kesehatan RI. (2002).Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut untuk penanggulangan pnemonia pada balita. Jakarta: Dirjen PPM & PLP.

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2012). Data penemuan penyakit ISPA. Pekanbaru: Dinkes Kota Pekanbaru.

Elyana, M. & Candra, A. (2008). Hubungan frekuensi ispa dengan status gizi balita. Diperoleh tanggal 1 juni 2014 dari http://ejournal.undip.ac.id/index.php/acta nutrica/article/view/4859.

(38)

7 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014

Hidayat, A. A (2007). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. (2009). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika. Iptek kesehatan. (2012). Perubahan iklim picu

wabah penyakit pernapasan. Diperoleh tanggal 25 Oktober 2013 dari http://www.poskotanews.com/2012/09/21 /perubahan-iklim-picu-wabah-penyakit-pernapasan/.

Lamberg, L. (2002). Inadequate sleep. American Medical Association. Diperoleh tanggal 5

September 2013 dari

http://futureofchildren.org/futureofchildre

n/ publications/docs/

16_01_03.pdf&prev/.

Maryunani, A. (2010). Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta. Trans Info Media.

Mei, E., & Aryu, C. (2008). Hubungan

Frekuensi ISPA dengan status gizi balita. Diperoleh pada tanggal 20 juni 2014 dari http://download.portalgaruda.org/article. Nasution, K., dkk. (2009). Infeksi saluran napas

akut pada balita di daerah urban

Jakarta. Sari Pediatri. Diperoleh tanggal 20 juni 2014 dari

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-4-1.pdf.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian

kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep & penerapan

metodologi penelitian ilmu keperawatan: Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2008). Metodologi riset keperawatan: pedoman praktis keperawatan. Surabaya: Salemba medika.

Paul, I. M., Beiler J., McMonagle, A., Shaffer, M, L., Duda, L., & Berlin, C, M. (2007). Pengaruh madu, dextromethorphan, dan

dan pengembangan kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sofyani, S. (2011). Perbedaan gangguan tidur pada remaja. Diperoleh tanggal 23 September 2013 dari

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /29430/4/Chapter%20II.pdf.

Uripi, V. (2004). Menu sehat untuk balita. Jakarta: Puspa Swara.

WHO. (2003a). Traditional medicine. Diperoleh tanggal 2 Desember 2013 dari

http://www.who.int/inf-fs/en/fact134.html.

WHO. (2003b). Traditional medicine. Diperoleh tanggal 5 September 2013 dari http //www.who.int/mediacentre/

(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)

Gambar

Gambar 1.2 Saat melakukan pemberian minuman herbal jahe madu hari ke – 5
Tabel 3 di atas diketahui bahwa  dari 52 orang responden yang  diteliti, distribusi responden menurut jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan  dengan jumlah  31 orang responden (59,6%), sedangkan usia responden
Tabel  3  di  atas  diketahui  bahwa  dari  52 orang  responden  yang  diteliti,  distribusi responden menurut jenis kelamin yang terbanyak adalah  perempuan  dengan  jumlah  31  orang responden  (59,6%),  sedangkan  usia  responden
Tabel 10 diatas memperlihatkan rata-rata tingkat  keparahan  batuk  anak  sesudah  diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah  22,00  dengan standar  deviasi  1,918  dan 26,90  pada  kelompok  kontrol  tanpa  diberikan minuman  jahe  madu

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Ateng Syafrudin dalam Ridwan (2003 : 151) berpendapat bahwa lisensi adalah izin untuk menyelenggarakan suatu perusahaan atau bersifat komersial sedangkan

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan inovasi dalam pemanfaatan teknologi dan media pembelajaran yang berkaitan dengan pengembangan media pembelajaran aplikasi

Dalam sistem hukum penyelenggaraan pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah hendaknya semua instrumen atau peraturan perundang-undangan harus memperhatikan

Secara umum antara Sistem Hukum Eropah Kontinental dengan Sistem Hukum Anglo Saxon dibedakan berdasarkan mana yang dipentingkan dalam pembentukan dan penegakkan hukum, melalui

Semakin besar motivasi seseorang dalam berwirausaha akan berpengaruh positif terhadap penggu- naan alternatif pembiayaan metode boot- strap financing yang sumber

Untuk meminimumkan risiko dan memenuhi kebutuhan pendanaan investasi grinding plant melalui dana eksternal (pihak ketiga) bagi Perseroan, muncul sebuah usulan skema

Dissenting opinion juga merupakan pendapat yang berbeda dengan apa yang diputuskan dan dikemukakan oleh satu atau lebih hakim yang memutus perkara, merupakan satu

• Perkembangan harga komoditas di pasar internasional pada penutupan pasar hari ini (20/03) menunjukkan bahwa Minyak Brent, WTI, dan CPO mengalami peningkatan dibandingkan