• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perkuatan Wire Rope

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Perkuatan Wire Rope"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Perkuatan Wire Rope dan Tulangan Konvensional Balok Beton

Bertulang Tampang T Momen Negatif Menggunakan Metode Layers

(Mengabaikan Tulangan Sayap)

Dimas Langga Chandra Galuh

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa galuh1985@gmail.com

Abstrak

Metode layers merupakan analisis yang digunakan untuk melakukan analisis kapasitas suatu elemen struktur dengan cara membagi penampang elemen struktur tersebut dengan ketebalan yang bervariasi. Penelitian ini mencoba membandingkan antara hasil experimental sebelumnya yaitu balok beton bertulang tampang T yang diperkuat dengan wire rope dan tulangan konvensional pada daerah momen negatif dengan analisis dengan metode layers tanpa memperhitungkan tulangan sayap balok T. Analisis metode layers akan menghitung tiga benda uji, yaitu Balok Kontrol (BK), balok perkuatan dengan wire rope pada daerah tarik momen negatif (BP1), balok perkuatan dengan

wire rope pada daerah tarik dan tulangan polos daerah tekan momen negatif (BP2). Hasil analisis

memperlihatkan bahwa kapasitas lentur memiliki rasio perbandingan terhadap hasil experimental BK, BP1, dan BP2 kondisi crack terhadap pengujian berturut – turut 0,53, 0,72 dan 0,72. Sedangkan pada kondisi maximum berturut – turut adalah 1,28, 0,76, dan 0,78.

Kata Kunci : Layers, perkuatan, wire rope, kapasitas lentur.

Pendahuluan

Perkuatan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi adanya penambahan kapasitas beban yang melebihi perencanaan sebelumnya, atau merupakan solusi yang digunakan karena terjadi kesalahan pekerjaan di lapangan, sehingga kualitas struktur menjadi rendah dan tidak sesuai dengan fungsi struktur yang sebenarnya [Triwiyono, 2004]. Pertimbangan pemilihan wire rope sebagai bahan perkuatan balok adalah bahwa wire rope sering digunakan sebagai mengangkat beban atau material berat pada alat berat, sehingga wire rope mempunyai kuat tarik dan fleksibilitas yang tinggi [Galuh, 2011].

Kajian ini bertujuan untuk melakukan analisis pada balok beton bertulang tampang T yang diperkuat dengan wire rope di blok tarik dan tulangan konvensional di blok tekan pada area momen negatif dan kemudian membandingkan dengan hasil ekperimental yang telah dilakukan sebelum nya. Kajian ini menggunakan analisis layers yang meninjau pada kapasitas elemen struktur. Tulangan sayap pada balok diabaikan dan dianggap tidak memiliki fungsi tarik pada saat pembebanan.

Metode

Analisis menggunakan metode layers dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas penampang balok beton bertulang berdasarkan diagram tegangan-regangan dari bahan-bahan penyusunnya [Park dan Paulay,1975].

Rumus - rumus pada material balok yang akan digunakan untuk analisis dengan metode

layers, antara lain :

a. Model tegangan-regangan beton pada penelitian ini berdasarkan model Popovics (high

strength), seperti terlihat pada Gambar 1 dengan Persamaan sebagai berikut :

(

)

untuk < 0 1 ci ci p nk ci p ci p ε n f f ε ε n ε ε æ ö÷ ç ÷ ç = - ç ÷÷÷ çè ø - + ... (1)

(2)

0,8 17 p f n = + ... (2) 1, 0 0 0, 67 0 62 p ci p ci p for ε ε k f for ε ε < < = + < < ... (3)

(

)

. 1 p c p f n E n ε = - ... (4) dimana:

Ec : modulus elastis beton (MPa).

fci : tegangan yang terjadi pada beton (MPa),

fp : tegangan puncak dari pengujian silinder beton (MPa),

k : faktor yang merupakan parameter kehilangan daktilitas pasca puncak dari beton mutu tinggi,

n : parameter penyesuai,

εci : regangan yang terjadi pada puncak,

εp : regangan puncak dari pengujian silinder beton.

Gambar 1. Kurva Tegangan-Regangan Beton Model Popovics [Wong dan Vecchio, 2002]

b. Model tegangan-regangan baja tulangan pada penelitian ini berdasarkan model kurva trilinier, seperti terlihat pada Gambar 2 dengan Persamaan sebagai berikut :

fs =

(

)

0 s s s y y y s sh y sh s sh sh s u u s E ε for ε ε f for ε ε ε f E ε ε for ε ε ε for ε ε £ < £ + - < £ < ... (4)

(

u y

)

u sh sh f f ε ε E -= + ... (5)

(3)

dimana :

Es : modulus elastis baja (MPa),

Esh : modulus strain hardening baja (MPa), fy : tegangan leleh (MPa),

fu : tegangan ultimite (MPa), εs : regangan kerja,

εy : regangan leleh,

εsh : regangan strain hardening, εu : regangan ultimite.

Gambar 2. Kurva Tegangan-Regangan Baja Model Triliner [Wong dan Vecchio, 2002]

Model tegangan-regangan kabel baja pada penelitian ini berdasarkan model Ramsberg-Osgood, seperti terlihat pada Gambar 3 dengan Persamaan sebagai berikut :

(

)

1 1 1 s s s s u C C A f E ε A f í ü ï ï ï ï ï - ï ï ï ï ï = ìï + ýï £ é ù ï + ï ï ê ú ï ï ë û ï ï ï î þ ... (6) sh s E A E = ... (7)

(

)

* 1 s s E A B f -= ... (8) C= transition coeffisient (9) dimana: C : 10 [Benz, 2000],

Es : modulus elastik awal (MPa),

Esh : modulus elastik strain hardening (MPa),

fu : tegangan ultimit (MPa),

fu* : nilai yang bersesuaian dengan pertemuan bagian linier kedua pada

sumbu axis tegangan (pada saat regangan nol),

(4)

Gambar 3. Ilustrasi Persamaan Ramsberg-Osgood [Wong dan Vecchio, 2002]

Metode layers yang akan dianalisis mengacu pada benda uji ekperimental dengan spesifikasi dan dimensi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4. Benda uji balok beton bertulang terdiri dari 3 buah yaitu 1 balok kontrol (BK), 1 balok perkuatan tipe 1 (BP1) dan 1 balok perkuatan tipe 2 (BP2). Balok kontrol (BK) adalah balok tanpa diperkuat, balok perkuatan tipe 1 (BP1) adalah balok yang diperkuat dengan 2 buah wire rope dan balok perkuatan tipe 2 (BP2) adalah balok yang diperkuat dengan 4 buah wire rope.

Table 1. Spesifikasi Benda Uji Balok Beton Bertulang [Galuh, 2011]

KODE L (mm) bf (mm) tf (mm) bw (mm) Tulangan utama Tulangan Sengkang Perkuatan Tensile

Com-presive Tarik Tekan

BK 2400 400 75 150 3D13 2P8 P8-40 - -

BP1 2400 400 115 150 3D13 2P8 P8-40 4Ø10 -

BP2 2400 400 115 150 3D13 2P8 P8-40 4Ø10 2P8

(a) Balok kontrol (BK) [Haryanto, 2012]

(b) Balok perkuatan 1 (BP1) [Haryanto, 2012]

(5)

(c) Balok perkuatan (BP2) [Galuh, 2011]

Gambar 4. Penampang balok (mm unit)

Hasil Analisis Kapasitas Lentur dengan Metode Layers

Berdasarkan data – data dan Gambar hasil dari perhitungan analisis dengan metode layers, dan hasil eksperimen, maka dapat dilihat berbagai perbedaan kapasitas beban dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perbandingan beban dan lendutan balok T berdasarkan analisis dan eksperimen Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa hasil eksperimen, dimana kekakuan awal dengan analisis jauh berbeda. Hal ini disebabkan karena lendutan BK, BP1, BP2 yang terjadi pada beban first crack eksperimen dengan analisis jauh berbeda, yaitu berturut – turut 2 mm, 2,025 mm, 1,955 mm. Sedangkan BK, BP1, BP2 layers mempunyai lendutan yaitu berturut – turut 0,9 mm, 0,15 mm, 0,12 mm. Lendutan beban maksimum BK, BP1, BP2 hasil eksperimen juga mempunyai lendutan yang lebih panjang jika dibandingkan dengan hasil analisis yaitu berturut – turut 48,23 mm, 32,72 mm, dan 58,52 mm. Sedangkan BK, BP1, BP2 pada analisis layers, berturut – turut 14,68 mm, 13,32 mm, 18,5 mm. 0 50 100 150 200 250 300 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Be b a n ( k N ) Lendutan (mm) Balok Kontrol Eksperimental layers 0 50 100 150 200 250 300 0 10 20 30 40 50 60 70 80 B eb a n ( k N ) Lendutan (mm) Balok Perkuatan 1 Eksperimental Layers 0 50 100 150 200 250 300 0 10 20 30 40 50 60 70 80 B eb a n ( k N ) Lendutan (mm) Balok Perkuatan 2 Eksperimental layers

(6)

Hasil perhitungan kapasitas beban yang diterima dalam keadaan crack, yield, dan ultimited. Hasil yang diberikan pada penjelasan perhitungan metode layers ini hanya membandingkan kondisi crack dan ultimited. Beban yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3, serta Gambar 5 dan Gambar 6. Pada Tabel 2 dihitung berdasarkan beban yang diberikan oleh load cell (beban satu titik) dan Tabel 3 merupakan perbandingan antara hasil eksperimental dengan analisis layers.

Tabel 2. Kapasitas beban maksimum balok berdasarkan analisis dan eksperimen

No. Benda uji

Kapasitas beban

(kN)** Layers (kN)

crack max crack max

1. BK 28,6 88,5 15,17 113,37

2. BP1 31,8 180* 22,87 137,50

3. BP2 44,8 259* 32,17 200,91

Keterangan * = Setelah terjadi debonding Keterangan ** = Sumber [Galuh, 2011]

Tabel 3. Perbandingan kapasitas beban balok berdasarkan analisis dan eksperimen

No. Benda uji Perbandingan

crack max

1. BK 0,53 1,28

2. BP1 0,72 0,76

3. BP2 0,72 0,78

Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 6 pada kondisi crack, terlihat bahwa hasil perbandingan yang diperoleh pada benda uji BK, BP1, dan BP2 adalah berturut – turut 0,53, 0,72, dan 0,72. Sedangkan pada kondisi maximum, hasil perbandingan yang diperoleh pada benda uji adalah berturut – turut 1,28, 0,76, dan 0,78.

Gambar 6. Rasio perbandingan kapasitas beban balok dan analisis layers pada kondisi crack dan Maximum

Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 6, dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh pada benda uji mempunyai perbandingan yang sedikit berbeda. hal ini menunjukkan karena tulangan sayap pada balok T momen negatif memberikan pengaruh pada pengujian lentur baik pada balok kontrol maupun balok perkuatan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta analisis data maka dapat ditarik kesimpualan bahwa :

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 BK BP1 BP2

Rasio Perbandingan pada Kondisi Crack

Eksperimen Layers 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 BK BP1 BP2

Rasio Perbandingan pada Kondisi Maximum

(7)

Perbadingan kapasitas lentur BK, BP1, dan BP2 dengan metode layers kondisi crack terhadap pengujian berturut – turut 0,53, 0,72 dan 0,72. Sedangkan pada kondisi maximum berturut – turut 1,28, 0,76, dan 0,78.

Daftar Pustaka

Bentz, E. dan Collins M. P., 2001, Response-2000 User Manual,

http://www.ecf.utoronto.ca/~bentz/manual2/final.pdf diakses tanggal 9 Februari 2011.

Galuh, D.L.C., 2011, Efektifitas Penggunaan Kabel Baja dan Komposit Mortar Sebagai Perkuatan

Momen Negatif Balok Beton Bertulang Tampang T dengan Penambahan Tulangan Konvensional pada Blok Tekan, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Park, R. dan Paulay, T., 1975, Reinforced Concrete Structure, John Wiley & Sons Inc, Canada.

Triwiyono, A., 2004, Perbaikan dan Perkuatan Struktur Beton, Bahan Ajar Topik Spesial, Teknik Struktur, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.

Wong, P.S. dan Vecchio, F.J, 2002, Vector2 & Form Works User’s Manual, http://www.ecf.utoronto.ca/~bentz/manual2/final.pdf diakses tanggal 9 Februari 2011.

Y. Haryanto, “Efektifitas Wire Rope Sebagai Perkuatan Pada Daerah Momen Negatif Balok Beton Bertulang Tampang T,” Jurnal Dinamika Rekayasa, Vol. 8, No. 1, Februari 2012.

Gambar

Gambar 1.  Kurva Tegangan-Regangan Beton Model Popovics  [Wong dan Vecchio, 2002]
Gambar 2.  Kurva Tegangan-Regangan Baja Model Triliner  [Wong dan Vecchio, 2002]
Table 1.  Spesifikasi Benda Uji Balok Beton Bertulang [Galuh, 2011]
Gambar 5. Perbandingan beban dan lendutan balok T berdasarkan analisis dan eksperimen  Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa hasil eksperimen, dimana kekakuan awal dengan analisis  jauh berbeda
+2

Referensi

Dokumen terkait

Namun era keemasan Suharto pun hancur ketika kaum muda sudah tidak percaya lagi dengan kepemimpinan Suharto dan meronta-ronta agar Suharto dilengserkan dari kursi jabatannya

coaching kepada karyawannya sangatlah penting, sehingga karyawan dapat memiliki engagement terhadap pekerjaan mereka dan dapat mencapai target. Berdasarkan definisi-definisi

Semesta Bumindo Djaya dengan menggunakan metode Work Load Analysis ( WLA ) dapat di simpulkan bahwa rata-rata beban kerja karyawan pada bagian proses Penyablonan 94.38%

Adapun beberapa batasan yang muncul dari permasalahan yang timbul diantaranya. 1) Pencitraan sampel golongan darah menggunakan kamera digital dengan Auto focus. 2) Aplikasi

Rajah 4 menunjukkan kacukan monohibrid antara dua ekor tikus yang mempunyai warna bulu yang berlainan.. Male Blackfrr Jantan Bulu hitam Diagram 4 Rajah 4 Female Whitetur

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division dengan strategi pembelajaran

2) Bahwa matematika adalah salah satu bidang kajian yang dikontruksi dan dikembangkan oleh peserta didiktidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

Kejadian anemia dapat terjadi pada penderita keracunan organofosfat dan karbamat karena bentuknya sulfhemoglobin dan methemoglobin didalam sel darah merah yang