• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikarenakan pada anak retardasi mental mengalami keterbatasan dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikarenakan pada anak retardasi mental mengalami keterbatasan dalam"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retardasi mental merupakan keadaan yang memerlukan perhatian khusus, dikarenakan pada anak retardasi mental mengalami keterbatasan dalam memfungsikan dirinya sehingga akan menggangu adaptasi normal terhadap lingkungan. Biasanya anak terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama yang menonjol ialah intelegensi yang terbelakang (Maramis, 2005).

Fungsi diri pada anak normal yang berkembang baik adalah melakukan aktivitas fisik serta sensorik, seperti motorik umum (duduk, merangkak, berdiri, berjalan sendiri), bahasa (mengucapkan kata yang didengar, dua kata ungkapan yang mewakili kalimat), pribadi dan sosial (senyum responsif, makan secara mandiri, minum menggunakan cangkir, menggunakan sendok, mengontrol buang air besar, berpakaian sendiri) (Selikowitz, 2001), namun pada anak dengan retardasi mental akan mengalami keterlambatan dibanding anak normal yang sebaya. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adekuatnya perilaku mengurus dan merawat diri, bersosialisasi dengan teman sebaya, berkomunikasi serta keterampilan-keterampilan adaptif yang lainnya (Shea, 2006).

Perawatan diri merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan dengan diri sendiri dan termasuk dalam kebutuhan dasar manusia yang paling dasar. Perawatan diri bertujuan untuk merawat diri dengan cara sedemikian rupa

(2)

sehingga dapat menikmati hidup ini dengan penuh arti bagi diri sendiri. Ini berarti untuk menjaga agar tidak timbul masalah sangat dibutuhkan kemandirian dari masing-masing individu untuk mencapai perawatan diri yang optimal. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri secara mandiri sering merupakan kunci untuk dapat aktif ke komunitas, sehingga diperlukan perhatian khusus pada anak retardasi mental, dikarenakan keterbatasannya dalam melaksanakan fungsi kemandirian perawatan diri (Smeltzer, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Liu, et al. (2009), menunjukkan bahwa anak dengan retardasi mental akan mengalami keterbatasan fungsi dalam perawatan diri, yaitu sebanyak 39,62% anak dengan retardasi mental membutuhkan bantuan dalam merawat kebersihan gigi.

Menurut Potter & Perry (2005), salah satu faktor yang penting dalam kemandirian perawatan diri seseorang adalah dukungan sosial. Pada dasarnya orang tua pada anak dengan retardasi mental, seperti kebanyakan orang tua yaitu ingin membesarkan anaknya dengan penuh cinta dan mengasuhnya di lingkungan yang mendukung untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak, serta meningkatkan fungsi dari anak tersebut dengan memberi dukungan-dukungan seperti dukungan emosi dan fisik, mendukung untuk anak ikut program-program khusus seperti pedidikan khusus untuk penderita retardasi mental (Johnson, et al., 2006). Perlakuan seperti ini akan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan anak untuk melakukan perawatan diri secara mandiri, hal ini sesuai dengan penelitian Kelly (2011) bahwa ada hubungan positif antara dukungan sosial dan kemampuan untuk melaksanakan perilaku sehat yang adaptif. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Riegel, et al. (2007) menunjukkan bahwa dukungan sosial berpengaruh

(3)

signifikan terhadap perawatan diri pada orang dengan penyakit kronis dan dengan berbagai keterbatasan.

Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia berdasarkan Pusdatin Kesejahteraan Sosial Tahun 2008 sebanyak 1.544.184 orang (meliputi cacat fisik, mental, cacat ganda). Serta terdapat 14,6% yang mengalami retardasi mental dari total tersebut. Di Yogyakarta jumlah anak berkebutuhan khusus cukup banyak yaitu sebanyak 40.050 orang. Data Dikpora Yogyakarta tahun 2012 hanya didapatkan data anak yang bersekolah di SLB sebanyak 4274 anak. Hal ini dikarenakan keluarga dan masyarakat yang mempunyai anggota keluarga dengan kebutuhan khusus sering kali menyembunyikannya sehingga mereka tidak dapat tersentuh pelayanan, serta kebanyakan orang tua yang merasa malu dan tertekan oleh stigma dari lingkungan. Sikap ini justru akan membuat anak tidak mampu mengembangkan diri (Dikpora, 2012).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SLB Negeri 1 Bantul didapatkan data bahwa SLB Negeri 1 Bantul ini adalah salah satu SLB yang berada di kawasan Bantul yang salah satunya adalah mendidik anak dengan retardasi mental. SLB ini terbagi dalam beberapa jenjang yaitu mulai dari tingkat TK sampai tingkat SMA, dengan pembagian anak retardasi mental sedang dan ringan berdasarkan menurut IQ anak. Menurut pengamatan dan informasi yang di dapat peneliti dari kepala bagian C (tuna grahita) SLB Negeri 1 Bantul rata-rata dukungan sosial dalam bentuk dukungan instrumen terhadap anak-anak retardasi mental di SLB ini cenderung cukup baik, seperti berpartisipasi aktif dalam menjemput dan mengantar anak, ini terlihat dari data bahwa untuk anak retardasi

(4)

mental dari jenjang TK sampai dengan kelas 5 SD hampir 50% anak diantar dan dijemput oleh orang tua. Dikarenakan mereka membutuhkan pengawasan lebih khusus. Dalam perawatan diri, rata-rata anak retardasi mental kategori ringan yang sudah berada di kelas 6, SMP dan SMA sudah mandiri dalam melakukan aktivitas perawatan diri sendiri seperti dalam berpakaian, toileting, mandi serta dalam makan, dikarenakan fisik yang mendukung serta intelektual yang lebih baik, hal ini sesuai dengan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti kepada 7 siswa kelas 6, terlihat bahwa semuanya memiliki kebersihan pakaian yang baik dan rapi. Namun untuk siswa di bawah kelas 6 masih perlu diberikan bimbingan, serta untuk siswa kategori sedang hanya 50% yang mandiri dalam melakukan perawatan diri.

Dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan dukungan sosial ditinjau dari tingkat dan kepuasan dukungan sosial terhadap kemandirian perawatan diri pada anak retardasi mental di SLB Negeri 1 Bantul.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah, apakah ada hubungan antara dukungan sosial ditinjau dari tingkat dan kepuasan dukungan sosial dengan kemandirian perawatan diri pada anak dengan Retardasi Mental di SLB Negeri 1 Bantul?

(5)

C. Tujuan 1. Tujuan Umum:

a. Untuk menganalisis hubungan tingkat dukungan sosial terhadap kemandirian perawatan diri pada anak dengan retardasi mental di SLB Negeri 1 Bantul.

b. Untuk menganalisis hubungan kepuasaan dukungan sosial terhadap kemandirian perawatan diri pada anak dengan retardasi mental di SLB Negeri 1 Bantul.

2. Tujuan Khusus:

a. Mendeskripsikan dukungan sosial responden dari tingkat, sumber, bentuk serta kepuasan dukungan sosial yang diterima anak retardasi mental di SLB Negeri 1 Bantul.

b. Mengetahui tingkat kemandirian anak retardasi mental di SLB Negeri 1 Bantul.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Menambah keragaman ilmu pengetahuan dan penelitian khususnya bagi dunia keperawatan anak dan komunitas, dalam hal pentingnya dukungan sosial terhadap kemandirian melaksanakan perawatan diri.

2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan peneliti tentang pentingnya peran dan dukungan lingkungan keluarga dan sekolah serta mengasah kemampuan peneliti dalam

(6)

melakukan penelitian di bidang keperawatan, serta terjun langsung di masyarakat.

b. Bagi Orang Tua dan Keluarga

Memberikan masukan pada orang tua akan pentingnya peran serta orang tua beserta keluarga dalam mendukung kemandirian melaksanakan perawatan diri anak retardasi mental.

c. Bagi Pengelola SLB

Memberikan masukan kepada pengelola SLB akan pentingnya dukungan sosial dari pihak warga sekolah terhadap kemandirian melaksanakan perawatan diri pada anak dengan retardasi mental.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dititik beratkan pada hubungan dukungan sosial anak retardasi mental dengan kemandirian perawatan diri, penelitian yang sama sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Penelitian yang hampir sama dengan penelitian yag dilakukan oleh peneliti antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2007) dengan judul Hubungan Antara Dukungan Sosial Anak Retardasi Mental dengan Kemampuan Sosialisasi di SLB Bhakti Kencana Krikilan Berbah Sleman. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian potong lintang (cross sectional) non eksperimental dengan metode analitik korelasi dan pendekatan kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah anak-anak di SLB Bhakti Kencana Krikilan yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eklusi yaitu

(7)

sebanyak 47 orang. Metode dalam pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dukungan sosial yang disusun berdasarkan teori House dan melakukan observasi kemampuan sosialisasi anak retardasi mental dengan menggunakan pedoman tes VSMS (Vineland Social Maturity Scale). Uji korelasi dengan menggunakan Pearson Product Moment. Persamaan dalam penelitian ini adalah subyeknya anak retardasi mental, jenis penelitian dan variabel independent. Adapun perbedaannya adalah variable dependent, waktu dan tempat.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Istanti (2006), dengan judul Kemampuan Perawatan Diri Anak Retardasi Mental di SLB C Wiyata Dharma II Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan perawatan diri anak RM ringan dan sedang di SLB C Wiyata Dharma II Yogyakarta yang tinggal di panti dengan yang di rumah. Dengan menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Tehnik pengambilan sampel Purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah sampel RM ringan 17 orang dan RM sedang 12 Orang. Data diambil dengan pengamatan menggunakan check list yang diadaptasi dari Vineland. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan perawatan diri anak RM ringan dan sedang di SLB C Wiyata Dharma II yang tinggal di panti dengan yang tinggal di rumah. Kemampuan Anak RM ringan yang tinggal di rumah: baik 17,65% dan sangat baik 23,53%; yang tinggal di panti: cukup 17,65% dan sangat baik 23,53%. Kemampuan anak RM sedang yang tinggal di rumah: cukup 16,67%, baik

(8)

33,33% dan sangat baik 16,67%; yang tinggal di panti: kurang baik, baik dan sangat baik bernilai sama 8,33%. Persamaan penelitian ini adalah subjek yang diteliti, jenis penelitian yaitu penelitian cross sectional, serta pada variabel perawatan diri. Sedangkan perbedaannya adalah pada variabel dependent, waktu dan tempat.

3. Penelitian yang dilaksanakan oleh Dwiantoaji (2011) dengan judul Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Derajat Depresi pada Siswa Sekolah Dasar Negeri di Kota Yogyakarta. Jenis penelitian ini menggunakan analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian sebanyak 457 siswa kelas V SDN di Kota Yogyakarta yang dipilih secara multistage random sampling. Data dikumpulkan menggunakan Child Depression Inventory (CDI) dan Social Support Questionnaire (SSQ). Analisis data menggunakan Spearman Rank. Hasilnya adalah siswa mendapat banyak dukungan dari teman sebaya (55,1%). Siswa merasa puas mendapat dukungan dari teman sebaya (63,5%). Sebanyak 33,9% siswa SDN di Kota Yogyakarta mengalami depresi tinggi. Tidak ada hubungan antara jumlah pemberi dukungan sosial teman sebaya dengan derajat depresi siswa (r= 0,051; p>0,05). Ada hubungan negatif antara kepuasan dukungan sosial teman sebaya dengan derajat depresi siswa (r= -0,546; p<0,05). Bentuk dukungan sosial teman sebaya yang mempunyai korelasi paling kuat terhadap penurunan derajat depresi siswa adalah dukungan penghargaan (r= -0,615; p<0,05). Persamaan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian, dan variabel

(9)

independent. Adapun perbedaannya adalah variable dependent, subjek penelitian, waktu dan tempat.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Riegel, et.al (2007) dengan judul Social Support Predicts Success in Self-Care in Heart Failure Patients with Excessive Daytime Sleepiness. Dengan menggunakan metode penelitian yaitu cross-sectional pada 117 pasien dengan gagal ginjal. Dukungan sosial diukur dengan kuisoner berskala Likert. Self Care diukur dengan Self Care-HF Index (SCHFI), yang mencerminkan pengambilan keputusan yang diperlukan untuk merespon HF. Sedangkan untuk mengantuk diukur menggunakan Epworth Sleepines Scale (ESS). Analisis regresi linier digunakan untuk menguji kontribusi dukungan terhadap manajemen perawatan diri pada pasien HF yang mengantuk dan tidak mengantuk. Hasil dari penelitan ini dukungan sosial merupakan prediktor yang signifikan terhadap perawatan diri pada pasien dengan HF yang mengantuk berlebihan pada siang hari. Ketika hubungan itu diuji ulang pada mereka yang tidak mengantuk, hubungan tidak tampak jelas. Persamaan pada penelitian ini adalah variabel independent, jenis penelitiannya yaitu penelitian cross sectional. Sedangkan untuk perbedaanya adalah subjek penelitiannya, variable dependent, waktu dan tempat.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perancangan tidak hanya memanfaatkan teknologi yang semakin canggih tetapi lebih banyak memanfaatkan sumberdaya alam yang ada sesuai dengan iklim dimana

Pembelajaran matematika yang berlangsung masih terpusat pada guru (Teacher Centered). Kurangnya motivasi siswa untuk belajar matematika. Kurangnya rasa ingin tahu, minat

yang terisolasi pada VLAN yang berbeda di bawah kendali network administrator sehingga peneliti dapat mengontrol lalu lintas mereka sendiri, dan menambah ataupun

Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa musik klasik terutama karya Mozart mampu memberikan kenyamanan bagi pemustaka yang sedang membaca karena mereka dapat tetap

Berdasarkan hasil penelitiaan dan pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa Perangkat pembelajaran berorientasi inkuiri terbimbing yang

Dari nilai yang diberikan oleh para ahli dan siswa-siswa maka diperoleh hasil perhitungan untuk aspek kejelasan materi memperoleh nilai yang termasuk kategori sangat

Y 2 = kreativitas kelas kontrol Penelitian tentang efektivitas pembelajaran matematika dengan model Quantum Teaching ditinjau dari Kreativitas Belajar Siswa Kelas VIII SMP

3.1 Proses perumusan konsep didasari dengan latar belakang kota Surakarta yang dijadikan pusat dari pengembangan pariwisata Solo Raya karena memiliki potensi