• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI BANTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI BANTEN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM

PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI BANTEN

Program Studi Agribisnis

Oleh :

Ratih Ratna Puri

H 0808192

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

(2)

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM

PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI BANTEN

Ratih Ratna Puri1, Mohd. Harisudin, Agustono3 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya, mengetahui kinerja subsektor pertanian, mengetahui kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya pada masa mendatang, mengetahui kinerja subsektor pertanian pada masa mendatang, serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang menentukan kinerja sektor pertanian dan subsektor pertanian di wilayah Provinsi Banten.

Hasil penelitian menunjukkan, dengan menggunakan analisis LQ sektor pertanian merupakan sektor non basis dalam perekonomian wilayah di Provinsi Banten, sedangkan subsektor pertanian yang merupakan subsektor basis adalah subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan. Berdasarkan hasil analisis DLQ sektor pertanian di Provinsi Banten pada lima tahun yang akan datang merupakan sektor basis. Subsektor tanaman bahan makanan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan merupakan subsektor basis, sedangkan subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan merupakan subsektor non basis. Berdasarkan analisis shift share faktor penentu utama kinerja sektor pertanian adalah faktor lokasi. Faktor penentu utama kinerja subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan adalah faktor lokasi, sedangkan faktor penentu kinerja subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan adalah faktor struktur ekonomi. Saran yang diberikan adalah sebaiknya Pemerintah Provinsi Banten melakukan perubahan mengenai anggaran seiring dengan meningkatnya status sektor pertanian menjadi sektor basis, serta perlu adanya kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan faktor lokasi yang menentukan kinerja sektor pertanian, seperti adanya perbaikan sarana pertanian yang dapat menunjang kegiatan pertanian dan peraturan daerah yang melindungi kelestarian lahan usaha pertanian.

(3)

PERFORMANCE OF AGRICULTURAL SECTOR IN ECONOMIC REGION IN THE PROVINCE OF BANTEN

Ratih Ratna Puri1, Mohd. Harisudin2, Agustono3

ABSTRACT

The study aims to determine the performance of agriculture and other economic sectors, determine the performance of the agricultural subsectors, determine the performance of the agricultural sector and other sectors of the economy in the future, knowing the performance of the agricultural subsector in the future, and to know what factors determine the performance agricultural sectors and subsectors of agriculture in the province of Banten.

The results showed, using LQ analysis of agricultural sector is the sector non bases in the province of Banten, while the agricultural sub sector which is a bases is the food crops subsector and livestock subsector. Based on the analysis of the agricultural sector DLQ in the province of Banten the coming five years is a sector basis. Subsectors of crops, livestock subsector and fisheries subsector is a non bases sector, while the plantation subsector and forestry subsector is the non bases subsector. Based on the shift share analysis of major determinants of the performance of the agricultural sector is the location factor. The main determinants of food crops subsector performance and livestock subsector is the location factor, while the determinants of the performance of the plantation subsector, forestry subsectors, and fisheries subsector is the factor structure of the economy. Advice given is according to the analysis of DLQ, the agricultural sector to sector bases at the time, the government of Banten Province Banten provincial government should make changes to the budget that is more directed to the development in the agricultural sector and before the relevant government policies the factors that determine the location of the performance of the agricultural sector, such as improvement of agricultural facilities that can support agricultural activities and the existence of local regulations that protect agricultural land preservation.

(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang baik. Menurut Martono (2008), proses pembangunan secara filosofis dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan. Proses ini bertujuan menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif untuk pencapaian aspirasi warga.

Menurut Arsyad (2009), sejak masa Pasca Perang Kedua aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi telah menjadi titik pusat perhatian yang dibahas para ekonom, baik pembangunan ekonomi daerah maupun pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pembangunan daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada serta membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan mendorong pembangunan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah.

Pembangunan nasional terbagi dalam dua sektor, yaitu pembangunan sektor perekonomian dan pembangunan sektor non perekonomian. Pada sektor perekonomian terbagi menjadi sembilan sektor, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa. Pada sektor non perekonomian terbagi menjadi sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor budaya dan sektor politik yang dapat menyumbang pembangunan perekonomian negara. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang nyata dalam pembentukan PDB nasional.

Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2000 status Karesidenan Banten Provinsi Jawa Barat berubah menjadi Provinsi Banten, sehingga

(5)

Provinsi Banten termasuk provinsi baru (BPS Provinsi Banten, 2009). Provinsi Banten tentu masih menghadapi berbagai tantangan, ketertinggalan, dan permasalahan. Namun Provinsi Banten mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal untuk dijadikan modal dalam mengatasi berbagai tantangan, ketertinggalan dan permasalahan.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya di Provinsi Banten?

2. Bagaimana kinerja subsektor pertanian di Provinsi Banten?

3. Bagaimana kinerja ke depan sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya di Provinsi Banten?

4. Bagaimana kinerja ke depan subsektor pertanian Provinsi Banten?

5. Faktor utama apakah yang menentukan kinerja sektor pertanian dan subsektor pertanian di Provinsi Banten?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya di Provinsi Banten.

2. Mengetahui kinerja subsektor pertanian yang ada di Provinsi Banten. 3. Mengetahui kinerja yang terjadi ke depan pada sektor pertanian dan

perekonomian lainnya di Provinsi Banten.

4. Mengetahui kinerja ke depan pada masing-masing subsektor pertanian di Provinsi Banten.

5. Mengetahui faktor utama apakah yang menentukan kinerja sektor pertanian dan subsektor pertanian di Provinsi Banten.

D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti 2. Bagi Pemerintah 3. Bagi Pembaca

(6)

E. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

F. Asumsi-asumsi

1. Permintaan penduduk di wilayah Provinsi Banten mempunyai pola yang sama dengan pola permintaan Indonesia.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian

SUB. SEKTOR PERTANIAN TEORI EKONOMI BASIS METODE PENGUKURAN TIDAK LANGSUNG METODE PENGUKURAN LANGSUNG SSS>LSS, FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA ADALAH STRUKTUR EKONOMI

SSS=LSS, STRUKTUR EKONOMI DAN FAKTOR LOKASI SAMA-SAMA SEBAGAI FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA

SSS<LSS, FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA ADALAH FAKTOR LOKASI

SHIFT SHAREANALYSIS

DLQ STRUCTURAL SHIFT SHARE LOCATIONAL SHIFT SHARE PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BANTEN

SEKTOR PEREKONOMIAN SEKTOR NON PEREKONOMIAN SEKTOR NON PERTANIAN SEKTOR PERTANIAN LQ LQ>1 SEKTOR BASIS LQ<1 SEKTOR NON DLQ>1 SEKTOR BASIS DLQ<1 SEKTOR NON BASIS

(7)

2. Permintaan wilayah Provinsi Banten pada suatu produk akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah Provinsi Banten serta kekurangannya diimpor dari luar wilayah Provinsi Banten.

3. Perilaku faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pertanian masih sama dengan waktu sebelumnya.

G. Pembatasan Masalah

1. Data yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan data time series yaitu berupa data PDRB Provinsi Banten dan data PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000, selama lima tahun dari tahun 2006-2010. 2. Sektor pertanian dan subsektor pertanian merupakan sektor yang akan

dianalisis secara fokus.

II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik (Nazir, 2003).

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Singarimbun dan Sofian, 1995). Lokasi penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa Provinsi Banten memiliki letak strategis, yaitu sebagai pintu gerbang perekonomian antara arus pergerakan manusia, barang dan jasa pulau Jawa dan Sumatra serta adanya kedekatan jarak dua pusat pertumbuhan ekonomi nasional yaitu antara DKI Jakarta dan Bandung.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer.

D. Metode Analisis Data

1. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian Lainnya serta Subsektor Pertanian

Menurut Arsyad (2009), analisis Kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya serta subsektor pertanian didekati dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ).

(8)

Rumus LQ sebagai berikut: LQ= Vt Vi vt vi Keterangan :

LQ : Indeks Location Quotient

vi : PDRB sektor pertanian atau subsektor pertanian Provinsi Banten

vt : PDRB total atau sektor pertanian Provinsi Banten

Vi : PDB sektor pertanian atau subsektor pertanian Indonesia

Vt : PDB total atau sektor pertanian Indonesia

Apabila dalam perekonomian wilayah di Provinsi Banten nilai LQ suatu sektor perekonomian >1, maka sektor pertanian dan subsektor pertanian tersebut merupakan sektor basis, sedangkan jika nilai LQ <1, berarti sektor pertanian dan subsektor pertanian tersebut merupakan sektor non basis.

2. Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian pada Masa Mendatang

Menurut Suyatno (2000), penentuan sektor basis yang akan terjadi pada masa yang akan datang pada sektor pertanian dan subsektor pertanian digunakan metode Dynamic Location Quotient (DLQ). Rumus DLQ sebagai berikut: DLQ=

(

) (

)

(

) (

)

t G Gi gj gij       + + + + 1 1 1 1 Keterangan :

gij : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor pertanian atau subsektor

pertanian Provinsi Banten

gj : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) total atau PDRB sektor

pertanian atau subsektor pertanian Provinsi Banten

Gi : rata-rata laju pertumbuhan (PDB) sektor pertanian atau subsektor

pertanian Indonesia

G : rata-rata laju pertumbuhan (PDB) total atau PDB sektor pertanian

atau subsektor pertanian Indonesia

(9)

Apabila diperoleh nilai DLQ >1 berarti suatu sektor masih dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis pada masa yang akan datang, sedangkan apabila nilai DLQ <1 berarti sektor tersebut tidak dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan datang.

3. Faktor Penentu Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian. Menurut Suyatno (2000), penentuan faktor penyebab kinerja sektor perekonomian dan subsektor pertanian digunakan analisis Shift Share dengan rumus sebagai berikut:

TSS = ∑(gn-gin)Xino + ∑(Gi-G)Xino + ∑(gin-Gi)Xino

SSS = ∑(gn-gin)Xino + ∑(Gi-G)Xino

LSS = ∑(gin-Gi)Xino

Keterangan :

TSS : Total Shift Share SSS : Structural Shift Share

LSS : Locational Shift Share

gn : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) total atau PDRB sektor pertanian Provinsi Banten

gin : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor perekonomian atau subsektor pertanian Provinsi Banten

Gi : rata-rata laju pertumbuhan (PDB) sektor pertanian atau subsektor pertanian Indonesia

G : rata-rata laju pertumbuhan (PDB) total atau PDB 9sektor

pertanian Indonesia

Xino : PDRB sektor pertanian atau subsektor pertanian Provinsi Banten pada tahun awal.

Kriteria :

a. Jika nilai SSS > LSS berarti faktor yang paling menentukan kinerja sektor pertanian atau subsektor pertanian di Provinsi Banten adalah faktor struktur ekonominya.

b. Jika nilai SSS < LSS berarti faktor yang paling menentukan kinerja sektor pertanian atau 9subsektor pertanian di Provinsi Banten adalah faktor lokasinya.

(10)

c. Jika nilai SSS = LSS berarti faktor struktur ekonomi dan faktor lokasi sama-sama kuat dalam menentukan kinerja sektor pertanian atau subsektor pertanian di Provinsi Banten.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian lainnya di Provinsi

Banten

Berdasarkan analisis Location Quotient yang dilakukan pada sembilan sektor perekonomian di Provinsi Banten, maka hasilnya dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 1. Nilai LQ Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian dalam Perekonomian di Provinsi Banten Tahun 2006-2010

Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Keterangan

Pertanian 0,593 0,590 0,577 0,595 0,650 0,601 Non Basis

Non Pertanian

Pertambangan dan Galian 0,011 0,013 0,014 0,016 0,015 0,014 Non Basis

Industri Pengolahan 1,818 1,808 1,790 1,761 1,656 1,767 Basis

Listrik, Gas dan Air

Bersih 6,172 5,875 5,664 5,178 5,505 5,657 Basis

Bangunan dan Kontruksi 0,446 0,466 0,465 0,475 0,476 0,466 Non Basis

Perdagangan, Hotel dan

Restoran 1,106 1,136 1,182 1,243 1,231 1,179 Basis

Pengangkutan dan

Komunikasi 1,307 1,227 1,131 1,084 1,075 1,155 Basis

Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 0,334 0,352 0,379 0,408 0,414 0,378 Non Basis

Jasa-Jasa 0,484 0,500 0,530 0,535 0,529 0,516 Non Basis

Sumber : Analisis Data Sekunder

Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor non basis dalam perekonomian di Provinsi Banten, sehingga sektor pertanian hanya dapat dikatakan sebagai sektor penunjang bagi pertumbuhan perekonomian di Provinsi Banten. Sektor pertanian selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2006-2010 memiliki rata-rata LQ sebesar 0,601. Pada tahun 2006 nilai LQ sektor industri pengolahan adalah sebesar 0,593 dan cenderung mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,590, kemudian pada tahun 2008 sebesar 0,577, pada tahun 2009 sebesar 0,595 dan pada tahun 2010 sebesar 0,650. Sektor pertanian di Provinsi Banten hanya dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri dan belum dapat memenuhi kebutuhan di luar wilayahnya, setara dengan sektor pertambangan dan galian, sektor bangunan dan kontruksi,

(11)

sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor perekonomian di wilayah Provinsi Banten yang memiliki nilai basis atau dapat memenuhi kebutuhan di luar wilayahnya adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi.

B. Kinerja Subsektor Pertanian di Provinsi Banten

Berikut ini adalah hasil analisis dengan menggunakan metode LQ

(Location Quotien) untuk menentukan subsektor pertanian apa saja yang

merupakan subsektor basis di Provinsi Banten.

Tabel 2. Nilai LQ Subsektor Pertanian Provinsi Banten Tahun 2006-2010

Subsektor Pertanian 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Keterangan

Tabama 1,265 1,269 1,243 1,210 1,331 1,234 Basis

Tanaman Perkebunan 0,532 0,449 0,468 0,490 0,496 0,487 Non Basis

Peternakan 1,501 1,515 1,726 1,544 1,527 1,562 Basis

Kehutanan 0,093 0,112 0,098 0,093 0,104 0,100 Non Basis

Perikanan 0,597 0,651 0,659 0,739 0,692 0,668 Non Basis

Sumber : Analisis Data Sekunder

Tabel 2 menunjukkan bahwa subsektor tabama dan subsektor peternakan merupakan sektor basis di Provinsi Banten, namun nilai LQ ini mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun selama kurun waktu penelitian yaitu dari tahun 2006-2010, hal ini dikarenakan sebagian besar penggunaan lahan usaha pertanian yang ada sebagai lahan yang ditanami tanaman bahan makanan, seperti padi sawah dan padi ladang. Subsektor peternakan merupakan subsektor basis di Provinsi Banten, hal ini terkait dengan adanya pendukung dari ketersedian pakan yang cukup serta keadaan wilayah yang cukup baik untuk usaha peternakan seperti kerbau, sapi, dan kambing. Sektor tanaman perkebunan, sektor kehutanan dan subsektor perikanan merupakan subsektor non basis di Provinsi Banten, hal ini dikarenakan bahwa area perkebunan dan kehutanan sangat sedikit di Provinsi Banten, sehingga subsektor tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan di dalam maupun diluar wilayah Provinsi Banten. Perkembangan kinerja subsektor perikanan di Provinsi Banten dapat dikatakan juga masih kurang maksimal, hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran nelayan untuk serius menangkap ikan

(12)

akibat keterbatasan modal dan teknologi serta adanya produk ikan kiriman dari luar wilayah maupun negara, sehingga nelayan sulit aktif menangkap ikan. C.Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian lainnya ke depan di

Provinsi Banten

Kinerja dari sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya yang ada di Provinsi Banten dapat diketahui dengan menggunakan metode Dynamic

Location Quotient. Hasil analisis Dynamic Location Quotient terhadap sektor

pertanian Provinsi Banten akan menunjukkan apakah sektor tersebut mengalami peningkatan kinerja, penurunan atau kinerjanya stabil di masa sekarang dan pada masa mendatang. Hasil dari analisis tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian lainnya ke depan di Provinsi Banten.

Sektor Perekonomian DLQ Keterangan

2011 2012 2013 2014 2015

Pertanian 1,026 1,053 1,081 1,110 1,139 Basis

Non Pertanian

Pertambangan dan Galian 2,877 8,279 23,821 68,541 197,213 Basis

Industri Pengolahan 1,484 2,203 3,269 4,852 7,201 Basis

Listrik, Gas dan Air Bersih 1,216 1,478 1,797 2,185 2,656 Basis

Bangunan dan Kontruksi 1,087 1,181 1,283 1,395 1,515 Basis

Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,373 1,884 2,586 3,549 4,871 Basis

Pengangkutan dan Komunikasi 0,684 0,468 0,320 0,219 0,150 Non Basis

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 1,713 2,934 5,025 8,606 14,740 Basis

Jasa-Jasa 1,367 1,868 2,554 3,491 4,772 Basis

Sumber : Analisis Data Sekunder

Tabel 3 menunjukkan bahwa sektor perekonomian yang diprediksi menjadi sektor basis atau sektor yang dapat memenuhi kebutuhan di luar wilayah Provinsi Banten adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa, sedangkan sektor yang diramalkan menjadi sektor non basis atau tidak dapat memenuhi kebutuhan di luar wilayahnya di masa mendatang adalah sektor pengangkutan dan komunikasi.

(13)

Pertanian di Provinsi Banten yang akan diramalkan dapat menjadi sektor basis di masa yang akan datang karena adanya program pemerintah Provinsi Banten yang tercantum dalam RPJMD Banten 2007 – 2012, yaitu sebagai berikut:

a. Perkuatan struktur ekonomi berbasis agribisnis, dimana struktur ekonomi yang kokoh didasarkan pada ketersediaan sumber daya alam dan produk unggulan yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara optimal dan lestari. Pendekatan yang dilakukan mengacu pada konsep pengembangan ekonomi lokal. Pada prinsipnya mengandung makna bahwa pembangunan ekonomi diarahkan pada upaya mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya secara optimal.

b. Pemberdayaan masyarakat, dimana pembangunan ekonomi berbasis sumber daya lokal harus meningkatkan peranan masyarakat, hal tersebut bertujuan agar pembangunan ekonomi ini berkesinambungan, sehingga partisipasi masyarakat harus dijadikan modal utama dalam pengelolaan sumberdaya lokal.

c. Revitalisasi kawasan dan wilayah, yang diorientasikan pada pemberdayaan masyarakat dan pemerataan pembangunan yang bertumpu pada pengembangan dan pengintegrasian kawasan melalui pembentukan keterkaitan geografis dan fungsional antar kawasan yang berperan sebagai penggerak utama (pusat pertumbuhan).

D.Kinerja Subsektor Pertanian ke depan di Provinsi Banten

Perubahan kinerja dari subsektor pertanian yang ada di Provinsi Banten dapat diketahui dengan metode Dynamic Location Quotient. Hasil analisis

Dynamic Location Quotient terhadap subsektor pertanian Provinsi Banten akan

menunjukkan apakah subsektor tersebut mengalami peningkatan kinerja, penurunan atau kinerjanya stabil di masa kini dan pada masa yang akan datang pada rentang waktu 5 tahun (2011-2015). Hasil dari analisis tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4 sebagai berikut:

(14)

Tabel 4. Kinerja Subsektor Pertanian ke depan di Provinsi Banten

Lapangan Usaha DLQ Keterangan

2011 2012 2013 2014 2015

Subsektor Tabama 1,220 1,489 1,817 2,218 2,707 Basis

Subsektor Perkebunan 0,826 0,683 0,564 0,466 0,385 Non Basis

Subsektor Peternakan 1,449 2,098 3,039 4,402 6,377 Basis

Subsektor Kehutanan 0,725 0,526 0,381 0,277 0,201 Non Basis

Subsektor Perikanan 1,012 1,024 1,036 1,048 1,060 Basis

Sumber : Analisis Data Sekunder

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada masa yang akan datang diperkirakan subsektor tabama, subsektor peternakan dan subsektor perikanan merupakan subsektor basis, sedangkan subsektor tanaman perkebunan dan subsektor kehutanan merupakan subsektor non basis di Provinsi Banten. Subsektor tabama merupakan subsektor yang tetap basis di masa yang akan datang, hal ini dikarenakan bahwa subsektor tabama merupakan subsektor yang diprioritaskan untuk dipertahankan kinerjanya sama halnya dengan subsektor peternakan. Subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan merupakan subsektor yang tetap menjadi subsektor non basis di masa yang akan datang, sedangkan subsektor perikanan menjadi subsektor basis di masa yang akan datang, hal ini dikarenakan bahwa pemerintah mulai memberikan perhatian lebih terkait dengan adanya bantuan dan program-program dari pemerintah untuk peningkatan subsektor perikanan di wilayah Provinsi Banten, seperti adanya bantuan modal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2010, yaitu menyerahkan bantuan sebesar Rp 33,2 miliar kepada para nelayan di Provinsi Banten serta adanya program nasional Kawasan Minapolitan pesisir Provinsi Banten, dari Tanjung Pasir di Kabupaten Tangerang sampai Sawarna di Kabupaten Lebak untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan.

(15)

E.Faktor Utama Penentu Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian di Provinsi Banten.

Faktor utama penentu kinerja sektor pertanian dan subsektor pertanian di Provinsi Banten dapat dilihat di dalam Tabel 5.

Tabel 5. Faktor Penentu Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian di Provinsi Banten

SSS LSS Faktor Penentu

Sektor Pertanian -2.263.505 -2.062.305 Faktor Lokasi

Subsektor Pertanian

Tabama -672.174 778.968 Faktor Lokasi

Perkebunan 532.564 -518.216 Faktor Struktur Ekonomi

Peternakan -1.010.100 1.042.808 Faktor Lokasi

Kehutanan 12.525 -11.505 Faktor Struktur Ekonomi

Perikanan 408.588 -392.472 Faktor Struktur Ekonomi

Sumber : Analisis Data Sekunder

Berdasarkan analisis Shift Share pada Tabel 5 diketahui bahwa faktor penentu utama kinerja sektor pertanian ditentukan oleh faktor lokasi. Sebagai provinsi yang baru, Provinsi Banten merupakan provinsi dengan kondisi wilayah di Provinsi Banten yang didominasi dengan tingginya tingkat bangunan industri-industri dan bangunan lainnya (perumahan, hotel, pertokoan) yang banyak di bangun di wilayah Provinsi Banten. Hal ini megakibatkan tingginya tingkat peralihan lahan usaha pertanian menjadi lahan non pertanian, contohnya di Kota Serang yang pada awalnya masih banyak ditemui lahan persawahan saat ini lahan persawahan telah berkurang karena Kota Serang merupakan Ibu Kota Provinsi Banten, sehingga alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan banyak terjadi.

Subsektor perkebunan, kehutanan dan perikanan memiliki nilai SSS yang lebih besar dibandingkan nilai LSS, hal ini menunjukkan bahwa faktor struktur ekonomi merupakan sebagai faktor utama yang mempengaruhi perubahan kinerja subsektor perkebunan, kehutanan dan perikanan. Keadaan ini terkait dengan keadaan wilayah Provinsi Banten yang dominan dengan wilayah perkotaan, sehingga pemerintah Provinsi Banten kurang optimal dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengembangan potensi subsektor perkebunan, kehutanan dan perikanan.

(16)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis LQ, selama tahun 2006-2010 kinerja sektor pertanian menjadi sektor non basis dalam pertumbuhan perekonomian wilayah di Provinsi Banten setara dengan sektor pertambangan dan galian, sektor bangunan dan kontruksi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.

2. Berdasarkan analisis LQ, subsektor pertanian yang memiliki kinerja sebagai subsektor basis dari tahun 2006-2010 adalah subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan, sedangkan sektor pertanian yang menjadi subsektor non basis adalah subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan.

3.Berdasarkan analisis DLQ, selama tahun 2011-2015 diramalkan kinerja sektor pertanian menjadi sektor basis yang berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian wilayah di Provinsi Banten bersama dengan sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.

4. Berdasarkan analisis DLQ, subsektor pertanian yang diramalkan memiliki kinerja sebagai subsektor basis dari tahun 2011-2015 adalah subsektor tanaman bahan makanan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan. Sedangkan sektor pertanian yang memiliki sebagai subsektor non basis adalah subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan.

5.Berdasarkan analisis Shift Share, faktor yang menentukan kinerja sektor pertanian adalah faktor lokasi. Faktor yang menentukan kinerja subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan di Provinsi Banten adalah faktor lokasi, sedangkan faktor penentu kinerja subsektor

(17)

perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan di Provinsi Banten adalah faktor struktur ekonomi.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, saran yang dapat diberikan yaitu:

1.Menurut hasil analisis DLQ, sektor pertanian menjadi sektor basis pada masa yang akan datang dengan adanya tren kebijakan pemerintah Provinsi Banten, maka Pemerintah Provinsi Banten sebaiknya melakukan perbaikan struktur anggaran seiring dengan meningkatnya status sektor pertanian menjadi sektor basis.

2.Perlu adanya kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan faktor lokasi yang menentukan kinerja sektor pertanian, yaitu seperti adanya perbaikan sarana pertanian yang dapat menunjang kegiatan pertanian serta adanya perancangan Peraturan Daerah (Perda) yang melindungi kelestarian lahan dan membatasi adanya alih fungsi lahan secara bijaksana agar lahan usaha pertanian tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, L. 2009. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE UGM. Yogyakarta

BPS. Provinsi Banten. 2009. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi

Banten Menurut Lapangan Usaha. 2009. Banten

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Martono, T. 2008. Ekonomi Pembangunan. LPP UNS dan UNS Press. Surakarta Singarimbun, M dan Sofian E. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta Suyatno. 2000. Analisa Economic Base Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Tingkat II Wonogiri: Menghadapi Implementasi UU No. 22/1999 dan UU No. 5/1999. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. I No.2, Desember

2000: 144-159. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah

Gambar

Gambar  1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 4. Kinerja Subsektor Pertanian ke depan di Provinsi Banten

Referensi

Dokumen terkait

4 Maka raja mengulurkan tongkat emas kepada Ester, lalu bangkitlah Ester dan berdiri di hadapan raja, 5 serta sem- bahnya: &#34;Jikalau baik pada pemandangan

Tesis yang berjudul PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL INTRAVENA 10 mg/kgBB, 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB TERHADAP EKSPRESI KASPASE 3 MENCIT BALB/C DENGAN CEDERA ini

langsung terhadap siswa , untuk segera melaporkan kepada Wali Kelas / guru BP/BK berkaitan dengan pelanggaran tata tertib peserta didik yang dilakukan oleh siswa

Dari kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan 30 Desember 2006, ternyata penularan terbanyak terjadi melalui penggunaan jarum suntik bersama/tercemar virus HIV pada

· hasil kerja kemarin terhadap calon nasabah yang ditawari atau hasil prospek kerja para agen dalam memasarkan produk AJB Bumiputera Syari’ah 1912 cabang

Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu dan mempengaruhi aktor dalam menjadikan Provinsi Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu di kawasan Asia Tenggara tahun

Hasilpenelitian : menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh pemberian aroma terapi minyak sereh yang signifikan terhadap peningkatan asupan makan balita dalam

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk peramalan adalah Jaringan Syaraf Tiruan atau biasa disebut dengan Arificial Neural Networks dengan menggunakan