B A B I I
T I N J A U A N P U S T A K A
2.1. Fungi Trichoderma viride
Fungi dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu fungi filamen dan khamir. Fungi filamen merupakan fungi yang mempunyai miselium, sedangkan khamir merupakan jamur bersel tunggal dan tidak berfilamen (Waluyo, 2004). Fungi filamen adalah golongan organisme yang strukturnya berupa benang halus bercabang yang disebut hifa. Pada spesies tertentu terdapat dinding penyekat hifa yang dikenal sebagai hifa bersepta. Ada juga fungi yang kelihatan seperti satu sel panjang yang banyak mengandung inti tetapi tidak mempunyai septa, disebut hifa senofit. Kumpulan hifa disebut miselium (Volk dan Wheeler, 1998).
Trichoderma terinasuk jenis fungi filamen tanah dan kayu (Sutedjo et al.,
1991). Fungi ini mempunyai ciri-ciri spesifik yaitu miselium bersepta, konidiofora bercabang banyak dan cabang ini biasanya dalam arah yang bcrlawanan. Bentuk konidianya bulat alau oval yang melckat satu sama lainnya, berwarna hijau terang dan bcrbcntuk bola-bola berlendir. Konidianya merupakan sel tunggal yang bergerombol pada ujung konidioforanya. Pada umumnya fungi
Trichoderma sp. mempunyai aroma yang khas yaitu bau kelapa (Devi et al., 2001;
Waluyo, 2004).
Taksonomi T. viride bergantung pada apakah fungi tersebut merupakan bentuk aseksual (teleomorf) atau seksual (anamorf). Galur-galur biokontrol umumnya berada dalam bentuk aseksual dengan klasifikasi sebagai berikut (CABI Bioscience, 2004; Harman, 2006):
Kingdom (kerajaan) : Fungi
Filum/ Devision : Deuteromycota
Klas : Detereomycetes (imperfect fungi) Subklas : Detuteromycetidae
Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Trichoderma
Spesies Galur
Trichoderma viride Trichoderma viride TNJ63
G a m b a r I . Karakteristik mikroskopis Trichoderma sp. A dan B adalah konidiofora dewasa, C dan D (Fialid), dan E adalah konidia.
T. viride dikenal juga sebagai T. lignorum. Fungi ini memiliki konidiofora
yang banyak dengan konidia yang jelas saat pertumbuhan koloninya, kadang-kadang konidioforanya sedikit dan koloninya dapat tersebar rata. Koloni pertama berwarna putih, koloni dewasa berwarna hijau tua alau hijau kebiru-biruan, selain ilu beberapa koloni yang dihasilkan berwarna kckuning-kuningan bergantung pada galurnya (Devi et al., 2001; Waluyo, 2004).
2.2. Enzim
Enzim adalah biokatalisator, yaitu merupakan suatu protein yang dapat mengkatalis reaksi secara spesifik. Kespesifikan enzim sangat tinggi terhadap substratnya dan enzim mempercepat reaksi tanpa pembentukan produk samping (Lehninger, 1997).
Enzim dapat dihasilkan oleh sel hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun sel mikroorganisme. Pembentukan enzim ada yang dihasilkan secara kontinu (konstitutiO dan ada juga yang dihasilkan pada saat diperlukan (induktif). Berdasarkan tempat bekerjanya enzim dapat dibagi atas dua golongan yaitu intraseluler dan ekstraseluler. Enzim intraseluler tidak dikeluarkan dari sel,
sedangkan enzim ekstraseluler dapat ditemukan di dalam medium pertumbuhan (Wirahadikusuma, 1997).
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Konsentrasi enzim
Kecepatan reaksi enzimatis tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
2. Konsentrasi substrat
Pada konsentrasi enzim yang tetap, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Akan tetapi, pada batas tertentu kecepatan reaksi tidak akan bertambah dengan bertambahnya konsentrasi substrat. 3. Suhu
Reaksi menggunakan enzim juga dipengaruhi oleh suhu. Reaksi berjalan lambat pada suhu rendah, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Akan tetapi, kenaikan suhu juga dapat mengurangi kecepatan reaksi enzim. Hal ini karena enzim umumnya merupakan protein. Sehingga kenaikan suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya denaturasi enzim. Bagian aktif enzim menjadi terganggu dan konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang.
4. pH
U.nzlm dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda
(zwitter ion). Struktur ion enzim dipengaruhi oleh pH lingkungannya sama seperti protein. Selain itu pH rendah atau pH tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya denaturasi sehingga menurunkan aktivitas enzim (Poedjiadi, 1994).
2.3. Kinetika Enzim
Kecepatan reaksi dari suatu reaksi enzimatis pada umumnya sangat tergantung pada konsentrasi substrat. Pada konsentrasi enzim yang tetap maka kecepatan reaksi akan dipengaruhi oleh konsentrasi substrat. Jika konsentrasi substrat rendah maka kecepatan reaksi akan lambat dan sebaliknya konsentrasi substrat yang tinggi maka kecepatan reaksi semakin tinggi. Bila konsentrasi substrat dinaikkan terus pada akhirnya akan tercapai suatu titik batas, setelah titik
ini dilampau kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Bagaimanapun tingginya konsentrasi substrat setelah titik ini tercapai, kecepatan reaksi akan mendekati, tetapi tidak akan pernah mencapai garis maksimum. Batas ini yang disebut dengan kecepatan maksimum (Vmaks), enzim menjadi jenuh oleh substratnya dan tidak dapat berfungsi lebih cepat (Gambar 2).
Vc
2
K M konsentrasi substrat •
G a m b a r 2. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi enzimatis Gambar 2 mcnunjukkan hubungan antara konsentrasi substrat dengan kecepatan reaksi enzimatis. Sangat sulit untuk mcnyatakan berapa konsentrasi substrat yang diperlukan untuk mencapai Vmaks, dari pendekatan terhadap kecepatan reaksi yang semakin mendekati Vmaks. Michaelis-Menten mendefinisikan suatu tetapan yang sekarang dinyatakan sebagai K M , yang bermanfaat dalam menyatakan hubungan antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzimatis. K M (tetapan Michaelis-Menten) yang dapat didefinisikan secara sederhana sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai setengah kecepatan maksimum. Selain harga K M pada gambar terlihat titik lain yaitu Vmaks yang didefinisikan oleh Michaelis-Menten sebagai kecepatan yang berangsur-angsur dicapai pada konsentrasi substrat tinggi (Winarno, 1995).
Bentuk kurva kejenuhan substrat yang khas bagi suatu enzim dapat dinyatakan secara matematik oleh Michaelis-Menten.
V o = ^ ^ ^ ^ ^ (1)
Km + [S] ^ '
dengan Vo = kecepatan awal tertentu Vmaks = kecepatan maksimum
K M = tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat tertentu Persamaan Michaelis-Menten adalah pernyataan matematis bagi bentuk kurva hiperbolik dengan parameter pentingnya yaitu konsentrasi substrat [S], kecepatan awal (Vo), Vmaks, dan K M - Persamaan ini menjadi dasar bagi semua penelitian kinetika enzim karena memungkinkan perhitungan kuantitatif sifat-sifat enzim dan analisis penghambatan enzim (Winarno, 1995).
Dengan mengetahui harga Vmaks dan K M dapat dihitung kecepatan reaksi awal suatu sistem reaksi enzimatis pada setiap konsentrasi substrat tertentu (Lehninger, 1988). Untuk menentukan nilai Vmaks dan K M , Lineweaver-Burk mengadakan penyederhanaan terhadap rumus Michaelis-Menten. Nilai Vmaks dan K M dapat ditentukan dengan mengadakan pcrcobaan-percobaan penentuan kecepatan reaksi pada berbagai konsentrasi substrat. Kcbalikan rumus Michaelis-Menten adalah :
_1_ ^ [S] + Km ^ [S] ^ Km
Vo Vmak.s[S] Vmaks[S] Vmak.s{S]
I Km I
— = + (3)
Vo Vmak.s{S] Vmaks
Persamaan ini identik dengan persamaan garis linear :
Y = a X + b (4) Jika 1/V =Y dan 1/[S] = X maka akan didapat 1/Vmaks adalah
perpotongan dengan sumbu Y (a) K M A ' m a k s sebagai kemiringan atau tg sudut (b). sehingga bila diplotkan 1/V sebagai ordinat dan 1/[S] sebagai absis akan diperoleh suatu garis lurus yang akan memotong ordinat pada 1/Vmaks dan absisnya pada - 1 / K M dengan gradien KM/Vmaks, sehingga nilai Vmaks dan K M , dapat ditentukan (gambar 3) (Winarno, 1995).
Sudut = K M Vmaks
- 1 / K M I / [ S ]
Gambar 3. Grafik Lineweaver-Burk
2.4. Xilan
Xilan adalah polisakarida dalam kelompok hemiselulosa yang terdapat pada dinding sekunder sel tumbuhan. Struktur dinding tulang belakangnya linier serta mempunyai rantai molekul lebih pendek dan bercabang. Xilan merupakan homopolimcr dari unit-unit xilosa yang terikat dengan ikatan /3 (1,4) dan merupakan karbohidrat yang banyak terdapat di alam (gambar 4). Kulit pohon mengandung xilan sekitar 30 %, ampas tebu 30 %, kayu pohon berdaun 20-25 %, kayu keras 15-30 %, tanaman tahunan 30 %, kayu lunak dan jagung 10 %, serbuk gergaji kayu dan limbah padat dari kcgiatan pertanian sekitar 20-35 % (Silveira et al., 1999; Goularl et al., 2005).
2.5. Enzim xilanase
Xilanase l,4-/?-D-xilan (E.G.3.2.1.8) termasuk kelompok enzim yang memiliki kemampuan menghidrolisis hemiselulosa xilan atau polimer dari xilosa dan xilo-oligosakarida. Beberapa bakteri dan fungi yang diketahui mampu menghasilkan xilanase secara ekstraseluler adalah Trichoderma, Bacillm,
Clo.stridium, Aspergillus, Penicilium, Aureobacidium, Talaromyces, Neuro.spora, Streptomyces dan Termotoga maritim (Rezende et al., 2002; Richana, 2002).
Xilanase dapat diklasiflkasikan berdasarkan substrat yang dihidrolisis, yaitu, /?-xilosidase, eksoxilanase dan endoxiianase. yS-xilosidase adalah xilanase yang mampu menghidrolisis xilo-oligosakarida rantai pendek menjadi xilosa dan mempunyai aktivitas transferase. Eksoxilanase mampu memutuskan rantai polimer xilosa (xilan) pada ujung pereduksi, sehingga menghasilkan xilosa
sebagai produlc utama dan sejumlah oligosakarida. Rantai pendek enzim ini mengandung sedikit aktivitas transferase. Endoxiianase mampu memutuskan ikatan y3-l,4 pada bagian dalam rantai xilan secara taratur (Richana, 2002).
(c) struktur xilan dari kayu keras
(d) struktur xilan dari kayu lunak
Gambar 4. Struktur xilan (a) monomer xilan (xilosa), (b) ;5-l,4-xilan, (c) struktur xilan dari kayu keras, (d) struktur xilan dari kayu lunak (Fengel dan Wegner, 1995).
Xilanase dimanfaatkan untuk proses pembuatan kertas, yaitu digunakan untuk menghilangkan hemiselulosa dalam proses bleaching. Enzim ini sebagai pengganti klorin sehingga pencemaran racun limbah kimia akan dihindari dan lebih murah. Penggunaan xilanase dan enzim sejenisnya pada proses pemutihan kertas membantu pengurangan jumlah klorin dan meningkatkan derajat putih kertas. Sejumlah kajian pengaruh xilanase pada pemutihan kertas yang dilakukan dengan enzim yang berasal dari Trichoderma sp. menunjukkan pengurangan penggunaan klorin mencapai 25-40 % sehingga mengurangi limbah pencemar lingkungan (Kapoor et al., 2001; Richana, 2002).
Xilanase dapat juga digunakan untuk menghidrolisis xilan menjadi gula xilosa. Pengembangan proses hidrolisis secara enzimatis merupakan prospek baru untuk penanganan limbah hemiselulosa. Gula xilosa banyak digunakan untuk konsumsi penderita diabetes dan dicampurkan pada pasta gigi (Richana, 2002). Xilanase digunakan dalam pembuatan roti dengan penambahan xilanase dalam tepung terigu membantu roti mengcmbang 10 % dari sebelumnya dan mampu mengontrol penycrapan air (Regina et al., 2005). Xilanase dapat juga digunakan untuk menjernihkan jus, ckslraksi kopi, minyak nabati dan pati. xilanase juga digunakan dalam pembuatan detergen pembcrsih dan dalam makanan hewan ternak yang aman untuk pencernaan (Kapoor et al., 2001; Richana, 2002)
2.6. Kitin
Kitin merupakan suatu polimer linier y3-l,4-N-asetilglukosamin yang polisakaridanya berlimpah di alam sebagai stuktur komponen utama dalam dinding sel fungi. Kitin tidak larut dalam air, pelarut organik, basa, atau asam mineral encer, tetapi dapat larut dalam asam mineral pekat dan dapat didegradasi secara enzimatis. Secara normal kitin dapat berasal dari selulosa dengan menggantikan gugus-gugus hidroksil pada atom karbon kedua glukosa dengan gugus amino yang terasetilasi. Kitin memang tersebar dalam dunia tumbuh-tumbuhan dan hewan sebagai bahan pengokoh. Bila kitin diuraikan akan menghasilkan kitosan dan asam asetat. Kitosan adalah turunan kitin yang diisolasi
dari iculit udang, kerang, kepiting, dan kulit serangga lainnya (DKP, 2003; Rismana, 2003).
Gambar 5. Struktur kitin
2.7. Enzim Deasetilasc
Enzim deasetilase banyak digunakan untuk inenghasilkan kitosan dari kitin dengan penambahan air. Enzim ini merupakan enzim yang menghidrolisis gugus N-asetil dari N-asetilg!ukosamin dalam kitin yang akan mclepaskan senyawa asetat dan kitosan. Enzim ini telah diisolasi dari beberapa fungi dan bakteri (Kafetzopoulos et al., 1993). Kitosan merupakan polimer alami berbentuk lembaran tipis, tidak berbau, berwarna putih, dan terdiri dari dua jenis polimer yang berikatan secara j3-\,4 yang dimanfaatkan dibidang medis, farmasi, atau aplikasi lainnya seperti menyerap lemak, dan kolesterol sehingga dapat menurunkan berat badan. Kitosan dapat dibuat dalam bentuk kapsul dimana kapsul kitosan dicampur dengan asam sitrat dan asam askorbat yang efektif menyerap lemak tubuh (Rismana, 2003).
2.8. Penentuan gula pereduksi dengan metode Nelson-Somogyi
Reaksi dari gugus karbonil merupakan dasar dari banyak metode untuk mendeteksi karbohidrat. Dalam larutan alkali semua monosakarida dan beberapa disakarida dapat bertindak sebagai senyawa-senyawa pereduksi dan dengan mudah teroksidasi oleh beberapa reagen misalnya tembaga (Cu^^). Salah satu metode yang umum digunakan adalah reduksi ion Cupri (Cu"*^^) menjadi Cupro (Cu"^) dalam larutan alkali akan membentuk Cu(0H)2 yang dengan pemanasan akan diubah menjadi endapan merah bata (CU2O). untuk mencegah pengendapan
reagen Cu*^ dalam larutan alkali digunakan senyawa pengompleks, yang sering digunakan adalah sitrat atau tartarat (Holme dan Peck, 1983).
Dalam metode Nelson-Somogyi, hasil reduksi ion Cupri oleh glukosa atau gula pereduksi lainya dalam suasana basa dengan arsenomolibdad memberikan wama biru yang kekuatanya sesuai dengan konsentrasi glukosa. Absorbansi larutan ini diukur pada panjang gelombang 660 nm (Jose et al, 2003). Reaksi yang terjadi:
3 NH4* + AsOz"^ + 12 Mo04'^ + 24 H^ > (NH4)3H4As(Mo207)6 + 10 H2O Arsenomolibdat
RCHO + 2 Cu^^ + 4 OH" > RCOOH + i C u z O + 2 H2O
2 CU2O + (NH4)3H4AS(M0207)6 > CU4(NH4)3H4AS(M0207)6 + 2 H2O Larutan biru
2.9. Penentuan aktivitas deasetilasc dengan penambahan Metil jingga Reaksi kitin menghasilkan kitosan dan asetat :
deasetilase
Kitin ^ asetat + kitosan
Aktivitas enzim deasetilase diukur berdasarkan pelepasan asam asetat dari substrat kitin akibat hidrolisis enzim. Hidrolisis ini penentuan aktivitas enzim dilakukan dengan spektrofotometer sinar tampak, pada panjang gelombang 460-535 nm dengan menggunakan metil jingga sebagai indikator.