• Tidak ada hasil yang ditemukan

ejournal Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 1, 2013:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ejournal Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 1, 2013:"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Jabri, Vivience. Discourse on violence : Conflict analysis reconsidered (Manchester:Manchester University Press, 1996).

Burton, John. Conflict : Resolution and Provention (London : MacMillan Press,1990).

Miall, Hugh. (et.al.). Resolusi Damai Konflik Kontemporer : Menyelesaikan, Mencegah Melola dan Mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras terj.Tri Budhi Sastrio (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000).

Mareike Schomerus, The Lord’s Resistance Army in Sudan: A History and Overview, Institute of International Studies HSBA Working Paper 8, 2007

United Nations Organization Mission in the Democratic Republic of the

Congo and Office of the High Commissioner for Human Rights, Summary of Fact Finding Missions on Alleged Human Rights Violations Committed by the Lord’s Resistance Army (LRA) in the Districts of Haut-Uele and Bas-Uele in Orientale Province of the Democratic Republic of the Congo, United Nations: New York, 2009

United Nations Security Council, Resolution 1812 (2008), Adopted by the

Security Council at its 5882nd meeting on 30 April 2008, United : New York, 2008

Yulius P. Hermawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007.

Oliver Ramsbotham, Tom Woodhouse dan Hugh Miall, Contemporary Conflict Resolution; Third Edition, Polity Press, Cambridge, 2011 United Nations Security Council, Letter Dated 25 June 2012 from the

Secretary-GeneralAdressed to the President of the Security Council, United Nations: New York,2012

Sumber Lain :

“Lord’s Resistance Army (LRA), Kelompok Pemberontak Dari Belantara Uganda” terdapat di http://republik-tawon.com/2012/01/lords- resistance-army-lra-kelompok.html

“Central African Republic: Lra Still Blocking Access To Thousands Of Idps” terdapat di http://www.irinnews.org/Report/89265/CENTRAL-

AFRICAN-REPUBLIC-LRA-still-blocking-access-to thousandsofi=IDPs “Resolusi Konflik” terdapat di

http://www.sicripps.ohio.edu/news/cmdd/artikelefhtml “Teori Konflik” Terdapat di http://iwansmile.org/teori-konflik-2/ “Empat Tahap Resolusi Konflik” Terdapat di

http://asrudiancenter.com/2008/06/27/empat-tahap-resolusi-konflik/ “Uganda Civil War” Terdapat di

(2)

tentara Afrika Bersatu didukung 100 tentara khusus Amerika Serikat untuk menangkap Kony. Namun pemberontak Republik Afrika Tengah memulai lagi pertempuran setelah tenggat kepada pemerintah untuk memenuhi tuntutan mereka, sesuai dengan perjanjian perdamaian, berakhir.

Angkatan Darat Uganda telah berhasil menangkap seorang komandan senior Tentara Perlawanan Tuhan yaitu Caesar Acellam, dia ditangkap di hutan sepanjang perbatasan Republik Demokratik Kongo (DRC) dan Republik Afrika Tengah. Ia ditangkap oleh pasukan tentara Uganda berusaha menyeberangi Sungai Boma.

Kesimpulan

Lord’s Resistance Army (LRA) atau Tentara Perlawanan Tuhan merupakan kelompok pemberontak yang berasal dari belantara Uganda, tujuan terbentuknya kelompok tersebut antara lain untuk mengambil alih pemerintahan Uganda dengan alasan tindakan tersebut dilakukan karena sang pemimpin LRA yaitu Joseph Kony telah mendapat bisikan atau perintah langsung dari Tuhan untuk mendirikan pemerintahan yang berbasis agama. Didalam kegiatan pemberontakannya, Koni sudah banyak membunuh warga yang tidak berdosa, menculik anak laki-laki guna dijadikan tentaranya, membakar gereja-gereja dan bahkan menculik anak-anak perempuan untuk dijadikannya sebagai budak seks. Dalam perjalanannya, LRA sudah merambah wilayah Sudan dan Kongo. LRA sempat bekerjasama dengan Pemerintah Sudan namun itu kerjasama itu tidak berlangsung lama. Sekarang ini Uganda, Sudan dan Kongo telah sepakat untuk bekerjasama dalam mengatasi pemberontakan LRA.

Upaya-upaya yang telah dilakukan antara lain, mengajak pihak LRA untuk berdamai namun pihak LRA tetap pada pendirian yaitu ingin terus memberontak pada pemerintah Uganda, militer Uganda mempersenjatai para warga dengan busur dan panah namun usaha para warga gagal untuk melawan pasukan LRA dikarenakan senjata-senjata yang dimilki oleh pasukan LRA jauh lebih modern akibatnya pasukan LRA juga tidak segan-segan memutilasi anggota tubuh warga apabila ada yang berani melawan mereka, PBB dan Amerika yang turut membantu Uganda dengan mengirimkan pasukan khusus nyatakan juga gagal dalam memberantas Kony dan pasukannya.

Saran

Pertama, agar upaya mengatasi pemberontakan LRA dapat berjalan optimal perlu adanya kerjasama besar antara pemerintah Uganda, pemerintah Kongo, pemerintah Sudan, PBB dan Amerika yaitu dengan gabungan kerjasama militer dengan harapan dapat menangkap Kony baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Kedua, untuk para korban khususnya anak-anak agar lebih diperhatikan karena rasa trauma yang mereka alami tentu akan terus membekas diingatan mereka. Dan untuk para korban lainnya sebaiknya dicarikan tempat atau daerah yang cukup aman untuk mereka melangsungkan hidup.

(3)

yang didukung dengan agama serta secara spiritual. Konsep ini sama dengan resolusi konflik namun kenyataan yang sulit bahwa akhir dari konflik tidak secara otomatis mengarah kepada perdamaian, stabilitas social, maupun pembangunan ekonomi. Telah banyak organisasi nasional maupun internasional yang bertindak di wilayah konflik sebagai bentuk upaya perdamaian. Upaya perdamaian yang dilakukan terdiri dari : Mengintegrasikan kembali kombatan ke dalam masyarakat sipil, Pembangunan sector keamanan, Memperkuat aturan hokum, Kepedulian terhadap HAM, Penyediaan bantuan teknis untuk pembangunan demokrasi, Mempromosikan resolusi konflik dan teknik rekonsiliasi.

Bentuk konkrit dari peacebuilding merupakan tindakan pembangunan kembali daerah-daerah yang mengalami kehancuran akibat terjadinya konflik. Untuk mempercepat peacebuilding dilakukan identifikasi struktur-struktur lokal yang dapat digunakan untuk memperkuat dan mempersolid perdamaian untuk menghindari agar tidak terjadi suatu konflik. Selanjutnya struktur lokal tersebut dengan diperkuat oleh bantuan yang diberikan oleh PBB dipergunakan untuk membangun kembali bidang-bidang kehidupan yang telah mengalami gangguan akibat terjadinya konflik. Peacebuilding merupakan fase pemulihan pasca konflik. Hal-hal yang dilakukan pada fase peacebuilding ini meliputi pemulihan kembali perekonomian, pembangunan kembali sarana pendidikan, kesehatan, jalan, dan sarana-sarana lain yang rusak akibat perang.

Upaya internal yang dimaksud adalah upaya pihak dari dalam wilayah Uganda seperti militer Uganda dan dari masyarakat Uganda. Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan upaya pemerintah Uganda mengatasi pemberontak LRA dengan bantuan dari dalam Uganda. Dibawah pimpinan presiden Yuweri Museveni para militer Uganda berusaha keras melawan pasukan LRA. Militer Uganda juga mempersenjatai penduduk-penduduk lokal dengan panah & busur agar para penduduk tersebut bisa membela diri bila pemukiman mereka diserang oleh LRA. Operasi militer yang dirancang pemerintah Uganda tersebut nyatanya gagal melawan LRA. Salah satu sebabnya adalah karena para penduduk lokal yang dipersenjatai dengan panah gagal mengimbangi pasukan LRA yang dilengkapi dengan persenjataan modern. Yang terjadi justru adalah sejak operasi militer tersebut dilaksanakan, pasukan LRA malah bertindak semakin beringas karena mereka tak segan-segan memutilasi bibir, telinga, & anggota tubuh dari para penghuni desa yang mereka serang.

Kony sendiri mengklaim bahwa tindakan pemotongan anggota tubuh tersebut adalah hukuman setimpal bagi mereka yang berani melawan LRA & bekerja sama dengan musuh-musuh LRA. Tindakan brutal LRA tak pelak membuat mereka semakin ditakuti, namun sebagai akibatnya para penduduk etnis Acholi juga tidak lagi menaruh simpati pada perjuangan LRA.

Uganda berencana mempertahankan tentaranya sesuai dengan perintah Uni Afrika untuk memburu pemberontak Tentara Perlawanan Tuhan (LRA) di Republik Afrika Tengah. Uganda memiliki lebih dari 3.000 tentara dan Sejumlah 5.000

(4)

Peacemaking berarti menjaga seseorang untuk tidak menyerang yang lainnya dengan memberikan penghalang diantara keduanya untuk tidak saling berperang. Penghalang ini berupa pasukan yang netral. Pasukan ini bertujuan untuk menenangkan pihak yang bersengketa ataupun mempersiapkan upaya diplomasi untuk menyelesaikan sengketa yang sedang berlangsung.

Peacemaking merupakan suatu proses untuk menenangkan pihak yang bersengketa. Meskipun sebuah konflik dapat diselesaikan lewat negosiasi langsung antara kedua belah pihak, alangkah lebih baiknya lagi jika dibantu oleh pihak ketiga dalam hal ini pihak yang netral yang dapat menjadi mediator dalam membantu proses ataupun masalah kesalahpahaman antara pihak yang bersengketa dan membantu kedua belah pihak tersebut untuk bekerja lebih cepat agar perdamaian cepat terjadi. Pihak ketiga ini (peacemaking) biasanya adalah seorang diplomat ataupun seseorang yang telah berpengalaman dalam menyelesaikan sengketa. Jika proses perdamaian tidak mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak, maka citizen diplomacy dapat dijadikan suatu jalan untuk memulai proses perdamaian itu sendiri, yang pada akhirnya akan diselesaikan oleh upaya diplomasi.

Peacebuilding (pembangunan perdamaian), dimana aktor eksternal yang melakukan intervensi, memiliki tujuan untuk membantu aktor negara dalam pembangunan negara yang tentu telah dihadapkan dengan berbagai kehancuran selama konflik aktif terjadi. Intervensi yang tepat dalam tahap ini adalah social change (perubahan sosial) yang merupakan keadaan dimana mulai terjadi perbedaan-perbedaan dalam masyarakat sebuah negara. Keadaan ini merupakan akhir dari ketegangan yang telah terjadi pada tahap-tahap sebelumnya.

Peacebuilding merupakan konsep yang menggambarkan upaya membangun perdamaian di daerah yang sedang dilanda konflik. Sementara itu, menurut Aliansi Peacebuilding adalah serangkaian inisiatif yang diputuskan oleh actor baik itu pemerintah maupun masyarakat sipil untuk menemukan akar masalah dari konflik serta melindungi masyarakat sipil sebelum, sepanjang, hingga setelah konflik berlangsung. Aktor tersebut menggunakan metode komunikasi, negosiasi, dan mediasi terhdapa bentuk kekerasan yang terjadi dalam upaya menyelesaikan konflik. Efektifitas resolusi perdamaian bersifat multiarah dan diadaptasi berdasarkan kondisi lingkungan konflik terjadi.

Tidak ada satupun solusi untuk damai yang sama, namun jalan untuk damai tersedia dalam setiap lingkungan atau kondisi konflik. Aktor perdamaian membuat kebijakan yang cocok untuk menyelesaikan konflik dalam rangka mengakhiri segala bentuk perbedaan tanpa terjadi pertumpahan darah. Tujuan dari resolusi damai yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan frekuensi dari tingkat kekerasan yang terjadi dalam konflik.

Konsep pendekatan yang digunakan yaitu transformasi konflik, restorasi keadilan, terapi penyembuhan traumatic, rekonsiliasi, pembangunan, dan kepemimpinan,

(5)

koordinasi antar aktor-aktor yang terlibat dalam pencegahan konflik, pendekatan yang cenderung bebas dari pemerintah atau negara-negara yang peduli, adanya pendekatan jangka panjang dan keikutsertaan kepentingan nasional dari salah satu negara yang turut campur tangan. Pencegahan konflik dapat dikatakan gagal apabila terjadi konflik senjata dan ketika situasi yang ada mengarah pada konflik yang lebih besar. Akan tetapi pencegahan konflik dapat dikatakan berhasil apabila konflik bersenjata dapat beralih ke arah perdamaian.

Peacekeeping yaitu (pemeliharaan perdamaian) dimana aktor eksternal yang melakukan intervensi tidak diperbolehkan untuk memihak pada sebuah aktor, namun hanya mampu berdasarkan hukum internasional, untuk mengambil posisi netral, dan mengupayakan agar aktor-aktor yang berkonflik melakukan gencatan senjata. Intervensi yang tepat dalam tahap ini adalah Violent Conflict (konflik dengan kekerasan) yang merupakan tahap yang paling parah dalam sebuah konflik. Terjadinya kekerasan dalam konflik merupakan alasan utama mengapa banyak dikembangkan konsep-konsep mengenai resolusi konflik, sebab korban yang berjatuhan bisa mencapai ratusan bahkan ribuan nyawa. Terutama dengan begitu banyaknya krisis kemanusiaan yang akan terjadi dalam fase tersebut. Menurut PBB, Penjaga perdamaian atau peacekeeping adalah sebuah instrument yang unik dan dinamis yang dikembangkan oleh organisasi sebagai cara untuk membantu negara-negara yang terkoyak oleh konflik, dan menciptakan kondisi untuk perdamaian abadi. Sementara itu, definisi lain menyebutkan bahwa penjaga perdamaian adalah segala sesuatu yang memberikan kontribusi untuk memajukan proses perdamaian. Penjaga perdamaian itu tidak mutlak adalah tentara, karena pasukan ini tidak berkewajiban untuk terlibat dalam pertempuran sebab pasukan ini tidak diproyeksikan untuk meberikan perlawanan. Pasukan ini ditempatkan pada daerah yang berstatus gencatan senjata yang telah mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak yang sedang bertikai. Pada saat inilah ruang untuk mengatasi konflik lewat upaya diplomatik dapat dijalankan.

Pasukan penjaga perdamaian memantau dan mengamati proses perdamaian di daerah pasca konflik dan membantu mantan kombatan dalam melaksanakan kesepakatan damai. Bantuan tersebut datang dalam berbagai bentuk, termasuk langkah-langkah membangun rasa percaya diri, pengaturan pembagian kekuasaan, dukungan pemilu, penguatan supremasi hukum, dan pembangunan ekonomi sosial.

Peacemaking (penerapan perdamaian) intervensi perdamaian ini membantu beberapa institusi yang dengan tujuan untuk menciptakan perdamaian di wilayah bekas konflik aktif tersebut. Intervensi yang tepat dalam tahap ini adalah Conflict Transformation (transformasi konflik) yang merupakan tahap dimana kekerasan konflik telah berkurang. Keadaan ini masih sangat rawan terhadap munculnya konflik aktif kembali, namun berbagai aktor sedang memasuki tahapan perdamaian, meskipun kelompok pemberontakan atau penuntut belum sepenuhnya bubar.

(6)

diplomasi dan negosiasi tidak mampu berjalan sesuai dengan harapan. Ada banyak cara yang berbeda tentang penyelesaian konflik yang melibatkan aktor kelompok pemberontak.

Awal kemunculan LRA dilatarbelakangi oleh keinginan untuk melindungi dan merepresentasi kaum Acholi agar bebas dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintahan dominasi Baganda.

Dominasi pemerintahan oleh kaum Baganda mewarnai konflik antar etnis yang terjadi di Uganda tersebut. Pemerintahan yang muncul tahun 1962 sejak kemerdekaan hingga saat ini, semua merupakan pemerintahan yang didominasi oleh kaum Baganda. Pemerintahan Idi Amin dari tahun 1971 hingga 1979 telah menjadi tersangka terhadap pembunuhan 300.000 kelompok oposisi (kaum Acholi) selama pemerintahannya. Begitu pula selama pemerintahan Miton Obote di tahun 1980 hingga 1985. Pemerintahan Uganda bahkan saat ini yang naik sejak tahun 1986 yaitu Yoweri Museveni, kerap memberikan perintah kepada UPDA (Uganda People’s Democratic Army) untuk melakukan pembantaian di beberapa wilayah dominasi Kaum Acholi. PBB pun melakukan berbagai mekanisme dalam menangani konflik etnis tersebut. Tahap-tahap penyelesaian koflik antara lain : Prevention yaitu (pencegahan) yang dilakukan melalui intervensi militer untuk menghentikan aktor yang berinisiasi melakukan penyerangan pertama. Intervensi di tahap ini menjadi esensial dalam pencegahan konflik, terutama pencegahan eskalasi konflik yang mungkin terjadi. Intervensi yang tepat dilakukan dalam tahap ini adalah Conflict Formation (formasi dari konflik) yang merupakan tahap awal pecahnya konflik yang bersifat masif. Keadaan ini digambarkan oleh munculnya tidak hanya perbedaan, tetapi ketegangan dan perpecahan yang terjadi antara masyarakat sebuah negara.

Ada 2 macam prevention atau pencegahan yaitu light prevention dan deep prevention. Light prevention ini berupaya untuk mencegah situasi kekerasan mengarah pada konflik bersenjata sehingga ia tidak berusaha untuk menyelidik lebih dalam pada sumber dan akar konflik. Contohnya adalah usaha-usaha mediasi dan intervensi diplomatic. Sedangkan deep prevention berupaya untuk menemukan akar konflik dengan menekankan hubungan dan kepentingan atas konflik tersebut dalam tatanan kapasitas domestik, regional, dan internasional untk mengelola konflik, yang melibatkan seluruh elemen konflik dan bertujuan untuk mengurangi kemungkinan timbulnya konflik. Untuk mencegah konflik atau perang sebelumnya harus diidentifikasi terlebih dahulu tipe konflik dan lokasi potensi-potensi konflik. Dan pencegahan bersifat relatif, bergantung pada aktornya baik konflik interstate wars maupun non-interstate war. Interstate war menitikberatkan pada perang yang dilakukan antara negara-negara dengan kapasitas power yang besar.

Berhasil atau tidaknya pencegahan konflik dapat dinilai dari beberapa tolak ukur, seperti implementasi kebijakan yang berlangsung segera dan cepat, adanya

(7)

Resolusi pertama yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB dalam menanggappi masalah LRA adalah Resolusi Dewan Keamanan PBB 1812. Resolusi Dewan Keamanan PBB 1812 diadopsi oleh Dewan keamanan PBB pada tanggal 30 April 2008. Dewan Keamanan PBB menambahkan LRA dalam resolusi tersebut, setelah kegagalan dari Juba Talks tahun 2008 (sebuah perjanjian perdamaian) dan Christmas Massacre yang terjadi Desember 2008 yang menewaskan lebih dari 400 warga sipil. Perpanjangan mandat dari UNMIS (United Nations Mission in Sudan) merupakan bagian utama dari Resolusi Dewan Keamanan PBB 1812, yang merupakan sebuah misi perdamaian PBB dengan tujuan melindungi warga yang menjadi korban akibat perang Sudan antara pemerintahan Sudan (Khartoum) yang mayoritas Islam, dan para pemberontak dari Sudan Selatan yang mayoritas Agama Kristen.

Dewan Keamanan PBB dalam Resolusi 1812 menanggapi masalah dengan LRA pada Preambulatory Clause. Pasal tersebut menjelaskan;

“Recalling the need to make full use of its current mandate and capabilities with regard to the activities of militias and armed groups such as the Lord’s Resistance Army (LRA) in Sudan, as stated in resolution 1663.”

“Mengingat kebutuhan untuk membuat penuh penggunaan mandat saat ini dan kemampuan dalam kegiatan milisi dan kelompok-kelompok bersenjata seperti tentara perlawanan Tuhan (LRA) di Sudan, seperti yang dinyatakan dalam resolusi 1663.”

Dewan keamanan PBB sebagai badan dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melaksanakan beberapa hal guna memberantas kelompok Lords’s Resistance Army ini. Beberapa resolusi yang telah diterapkan dari tahun 2008 hingga 2012 adalah Resolusi 1812 (2008), Resolusi 1991 (tahun 2011) dan Resolusi 1996 (tahun 2011). Ketiga resolusi tersebut merupakan resolusi keamanan yang memiliki peran untuk mengarahkan Dewan Keamanan dan dunia internasional terhadap respon yang tepat dalam menghadapi LRA. Meskipun tidak memiliki detail yang cukup tentang mekanisme pemberantasan, namun Dewan Keamanan telah menggunakan resolusi tersebut, yang digabungkan dengan resolusi-resolusi sebelum tahun 2008, untuk mengetahui secara umum cara pemberantasan LRA tersebut. itu. Respon pertama PBB di tahun 2008 melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB 1812 muncul dan merupakan tindakan Dewan Keamanan pertama yang pernah ada. Resolusi tersebut memberikan mandat kepada UNMIS di Sudan untuk menyertakan ancaman LRA dalam mandat yang sudah ada di Sudan. Pemberantasan sebuah kelompok pemberontak bukanlah perkara yang mudah. Berbeda dengan penyelesaian sebuah konflik antar negara, konflik dengan pemberontak memerlukan layar penyelesaian konflik yang rumit, dan bisa berlangsung selama waktu yang tidak singkat. LRA merupakan salah satu contoh jelas sulitnya menyelesaikan sebuah kasus konflik jika salah satu aktor yang dihadapi adalah kelompok pemberontak. Kerumitan lebih terlihat jelas dalam kasus LRA ini, sebab adanya tujuan yang tidak jelas yang diberikan oleh LRA kepada para aktor yang terlibat dalam negosiasi, yang telah menyebabkan metode

(8)

yang terjadi selama rezim diktator Milton Obote (1980-1985) berjumlah 100.000 orang

Dalam menjalankan misinya untuk mengatasi pemberontakan LRA, pemerintah Uganda menerima bantuan dari pihak internal dan pihak eksternal Uganda yaitu : Upaya eksternal yang dimaksud disini adalah upaya pihak luar wilayah Uganda yang bersedia membantu pemerintah Uganda dalam menangani masalah LRA. Pihak-pihak tersebut antara lain. Pemerintah Sudan, Pemerintah Kongo. Melalui perundingan yang dilakukan di Nairobi, Pemerintah Sudan, Kongo dan Kenya telah sepakat untuk bekerjasama dengan Uganda untuk mengatasi kelompok pemberontak LRA. Dalam mengatasi pemberontakan tersebut, Uganda juga dibantu oleh PBB.

Republik Afrika Tengah merupakan salah satu negara lainnya yang dihadapkan dengan beberapa konflik di masa lalu, dengan campur tangan PBB. Muncul pasukan bersenjata yang melakukan pemberontakan di beberapa wilayah Republik Afrika Tengah pada tahun 1990an. Respon Dewan Keamanan PBB dalam kasus tersebut adalah pembentukan United Nations Mission in the Central African Republic (MINURCA) di tahun 1998. Mandat yang diberikan kepada MINURCA adalah untuk membantu pemerintah Republik Afrika Tengah untuk meningkatkan kapasitas keamanan Republik Afrika Tengah. Kesulitan banyak dihadapi oleh MINURCA, sebab sejak adanya pasukan PBB di Republik Afrika Tengah, terdapat 2 kali usaha kudeta oleh 3 kelompok pemberontak yang ada di Republik Afrika Tengah. Meskipun demikian, MINURCA memiliki peran yang sangat besar dalam memediasi perjanjian perdamaian 2008 antara pemerintah Republik Afrika Tengah dan 3 kelompok pemberontak utama yang ada di Republik Afrika Tengah tersebut.

Beberapa contoh resolusi Dewan Keamanan PBB yang membentuk sebuah pasukan yang akan memberi asistensi kepada aktor negara di atas, hanya beberapa dari sekian banyak pasukan perdamaian PBB yang telah dikirim oleh Dewan Keamanan PBB. Benua Afrika sebagai benua yang masih banyak terdapat konflik aktif dalam bentuk konflik asimetris dan simetris, membuat Dewan Keamanan PBB bekerja keras dalam usahanya mengatasi, atau setidaknya berkontribusi terhadap prosesi penyelesaian konflik tersebut. Hingga kini, masih terdapat beberapa operasi dan misi keamanan PBB di beberapa negara Afrika.

Berbicara masalah Resolusi Dewan Keamanan PBB dan LRA, terdapat beberapa resolusi keamanan yang telah disetujui oleh Dewan Keamanan. Semua resolusi yang diterapkan memiliki tujuan untuk mengurangi dan pada akhirnya memberantas secara keseluruhan pengaruh LRA yang dulu hingga kini semakin meluas. Beberapa resolusi yang telah diterapkan dari tahun 2008 hingga 2012 adalah Resolusi 1812 (tahun 2008), Resolusi 1991 (tahun 2011) dan Resolusi 1996 (tahun 2011).

(9)

Dalam menjalankan pemerintahannya, ia menggunakan pola personal dan koersif. Pende katan yang dilakukan oleh Idi Amin adalah model personal untuk mengontrol masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan legitimasi dari perwakilan dan tidak ingin ada jalan baru atau sistem baru yang muncul selain dirinya. Karakteristik dari pola ini adalah kepatuhan masyarakat pada pemerintah. Menurut M. Mamdani, Uganda berubah dari rezim kediktatoran militer menjadi suatu bentuk negara fasis.

Kesempatan dalam mempengaruhi kebijakan yang akan dihasilkan pemerintah hanya dapat dilakukan melalui kontak langsung dengan para diktator atau dengan bantuan lingkaran dalam pemerintah (biasanya teman, anggota keluarga, dan juga teman militer penguasa). Rezim ini menggunakan kekuasaannya untuk memaksa masyarakat. Tidak ada kebebasan publik, organisasi kelas menengah atau apapun ekspresi masyarakat, bahkan militer sekalipun dikuasai karena segalanya diatur oleh para diktator. Selain itu, tidak ada pengawasan terhadap pemerintahan. Secara umum, kontrol yang dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai intimidasi seperti: pajak yang tinggi, penghilangan orang, eksekusi publik, dan kelas pekerja yang ditekan.

Sistem politik yang autoritarian pada masa pemerintahan militer Idi Amin merupakan masa yang kelam bagi masyarakat Uganda. Sistem kediktatoran yang ditunjukkan pemerintahan ini membuat sebagian besar masyarakat menderita. Sistem tersebut membuat Idi Amin dapat membuat berbagai kebijakan dan juga berbagai keputusan pemerintah tergantung pada wewenang Idi Amin. Begitu Idi Amin berkuasa, Uganda menjadi negara yang sangat terkenal di dunia internasional.

Kelompok pemberontak Lord’s Resistance Army (LRA) dibentuk karena sebuah perpecahan dan konflik antar etnis yang terjadi di Uganda. Dasar konflik yang terjadi di Uganda disebabkan karena adanya perebutan kekuatan di pemerintahan dan di militer. Keadaan ini awalnya muncul ketika masih masa kolonialisasi, namun kembali diterapkan pasca kemerdekaan Uganda pada tanggal 09 Oktober 1962. Terjadinya perpecahan diantara Utara dan Selatan Uganda terjadi ketika Inggris melakukan rekrut militer terhadap warga Utara dan Selatan Uganda. Meskipun begitu, Inggris melakukan konsentrasi pengembangan ekonomi Uganda dan pengenalan industri dan sistem pertanian di wilayah Uganda Selatan (kelompok etnis Uganda).

Kebijakan tersebut membentuk sebuah tantangan besar dalam pembentukan negara yang bisa menyatu satu sama lainnya. Para kelompok etnis yang berada di Uganda Utara (Acholi dan West Nile) dikatakan oleh kaum Inggris, bahwa mereka adalah prajurit. Kemerdekaan di tahun 1962 tidak membawa perdamaian di Uganda, karena sejak itu terus bermunculan pemimpin diktator yang bahkan telah melakukan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri. Rezim diktator Idi Amin (1971-1979) bertanggung jawab atas kematian oposisi yang berjumlah 300.000 orang. Konflik perebutan kekuasaan, dan pelanggaran hak asasi manusia

(10)

Kegunaan Penelitian

Ada pun kegunaan dari penelitian sebagai berikut :

1. Sebagai bahan kajian bagi Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, tentang pemberontakan.

2. Sebagai masukan / saran yang mendukung pemerintah Uganda dalam mengatasi pemberontakan LRA.

Memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif, dimana penulis mencoba memberikan gambaran bagaimana upaya pemerintah Uganda mengatasi pemberontakan LRA (Lord’s Resistance Army).

Fokus Penelitian

Untuk mengetahui secara jelas mengenai indikator-indikator yang akan diukur, maka perlu merumuskan fokus penelitian dalam penelitian ini. Adapun fokus penelitian sebagai berikut :

Upaya-upaya pemerintah Uganda dalam mengatasi pemberontakan LRA (Lord’s Resistamce Army)

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data tinjauan pustaka (library search), yang sumbernya berasal dari buku-buku yang berhubungan dengan perkembangan konflik LRA, jurnal, artikel, media massa dan internet dalam situs-situs yang berkaitan dengan Upaya Pemerintah Uganda Mengatasi Pemberontakan LRA (Lord’s Resistance Army).

Teknik Analisa Data

Kualitatif, yaitu penelitian yang didasarkan pada survey yang mendalam mengenai kasus tertentu dengan menggunakan data-data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Pembahasan

Idi Amin adalah presiden ke 3 Uganda, Idi Amin terpilih pada tanggal 25 Januari 1971 dan mengakhiri jabatannya pada tanggal 13 April 1979. Ia menjabat sebagai presiden setelah mengkudeta presiden sebelumnya yaitu Milton Abote. Rezim Idi Amin dimulai pada tahun 1971. Kepemimpinan Idi Amin terjadi saat ia mengadakan suatu pemberontakan militer terhadap pemerintahan Milton Obote yang saat itu sedang berkuasa. Saat itu, presiden sedang menghadiri sebuah konferensi di Singapura, sehingga Idi Amin sebagai panglima besar militer diminta untuk menjaga keamanan Uganda. Namun, ia menggunakan kekuasaan tersebut untuk memberontak dengan menggunakan tentara militernya. Militer digunakan untuk menjaga kemanan juga menguasai politik serta ekonomi Uganda.

(11)

senjata demi mewujudkan berdirinya rezim teokratis atau pemerintah berbasis agama di Uganda.

Sejak pertama kali berdiri, LRA banyak melakukan penyerangan ke desa-desa terpencil di kawasan Uganda utara untuk memperoleh perbekalan yang mereka butuhkan dan menunjukan ketidakmampuan pemerintah Uganda dalam melindungi rakyatnya sendiri.

Uganda yang pada saat itu dipimpin oleh Yuweri Museveni merancang operasi militer untuk menyerang LRA akan tetapi rencana tersebut gagal. Yang terjadi justru adalah sejak operasi militer tersebut dilaksanakan, pasukan LRA bertindak semakin brutal. Tindakan brutal LRA membuat LRA semakin ditakuti, namun sebagai akibatnya para penduduk etnis Acholi juga tidak lagi menaruh simpati pada perjuangan LRA. Kegiatan perundingan antara pemerintah Uganda dengan perwakilan dari LRA di Juba ibukota otonom Sudan selatan awalnya berjalan lancar. Namun memasuki tahun 1994, kegiatan perundingan berubah menjadi alot. Ketika Sudan melihat bahwa LRA sedang berkonflik dengan pemerintah Uganda, Sudan pun berusaha mengajak LRA bekerjasama untuk menggoyahkan stabilitas Uganda. Keinginan Sudan akhirnya terwujud setelah perundingan antara perwakilan LRA dan Uganda berakhir tanpa hasil di bulan November 1994. Memasuki tahun 2005, sebagian pasukan LRA bergerak memasuki Republik Demokratik Kongo (RDK) yang letaknya memang berbatasan langsung dengan wilayah barat Uganda. Masuknya LRA ke wilayah RDK lantas membuat Uganda berencana untuk mengirimkan tentaranya kesana, namun rencana tersebut ditentang oleh pemerintah RDK yang menolak memberi izin kepada pasukan Uganda bergerak seenaknya di wilayahnya. Penolakan RDK sempat membuat Uganda dan RDK terlibat ketegangan diplomatik sebelum kemudian PBB turun tangan untuk mendamaikan keduanya. Tahun 2007 RDK, Sudan selatan dan Uganda sepakat untuk melakukan kerja sama militer bersama dengan tujuan menangkap pasukan LRA yang masih tersisa. Namun, operasi militer gabungan yang mereka lakukan gagal membawa perubahan signifikan dan sering kali malah memancing serangan-serangan balasan yang mengerikan dari LRA.

Rumusan masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : Bagaimana Upaya pemerintah Uganda mengatasi pemberontakan LRA (Lord’s Resistance Army) pada masa pemerintahan presiden Yoweri Museveni ?

Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu :

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan upaya pemerintah Uganda mengatasi pemberontakan LRA (Lord’s Resistance Army).

(12)

UPAYA PEMERINTAH UGANDA MENGATASI

PEMBERONTAKAN LRA (LORD’S RESISTANCE ARMY)

APRIYANTI UTARI1 NIM. 06.56127.08353.02

Abstrak :

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan dinamika konflik antara LRA (Lord’s Resistance Army) dengan pemerintah Uganda. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif, yang memaparkan dan memberikan gambaran tentang dinamika konflik antara LRA dengan pemerintah Uganda. Data yang digunakan adalah data sekunder yang di peroleh melalui telaah pustaka dan literatur seperti buku, internet dan lain-lain. Teknik analisa yang digunakan adalah teknik analisa kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan dari kelompok LRA di Uganda, Kongo, Sudan sedikit banyak telah mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakatnya, karena banyak sekali kejahatan yang sudah dilakukan oleh pasukan LRA terhadap masyarakat di wilayah tersebut sebagai bagian dari pemberontakan mereka. Dalam melakukan aksinya, pihak LRA tidak segan-segan bertindak kasar bahkan terkesan anarkis seperti menculik anak laki-laki untuk dijadikannya pasukan tentara, LRA juga mengajari tentara belia tersebut untuk bisa tega membunuh walaupun yang dibunuh adalah orang tua dan saudara sendiri. Bagi anak perempuan, mereka dijadikan budak seks oleh para tentara Kony.

Pendahuluan

LRA yang berdiri pada bulan Januari 1987 adalah sebuah kelompok pemberontak dari Uganda, suatu negara kecil yang berlokasi di Afrika bagian Utara. Pendiri lord’s resistance army adalah Joseph Kony yang mengklaim bahwa dirinya mendapat perintah dari roh halus kiriman Tuhan untuk mengangkat

1

Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: Azzanakbun_8910@ymail.com

Referensi

Dokumen terkait

Penderita TB yang mempunyai pengawas menelan obat dengan tingkat pengetahuan di bawah rata-rata (rendah) memiliki peluang 13,333 kali lebih besar mengalami

Dari hasil keseluruhan pengujian dapat ditarik kesimpulan bahwa FMIPv6 memiliki performansi jaringan yang lebih baik dibanding dengan MIPv6 karena dari data yang

Pengembangan sistem informasi manajemen puskesmas ini menggunakan bahasa pemrograman PHP dengan database MySQL dan diharapkan bisa digunakan oleh bagian kepala puskesmas untuk

 untuk menjamin objektivitas dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja..  objektif;

b členu določa, da nadzor nad policijo opravljajo uslužbenci ministrstva, ki imajo policijska pooblastila v okviru izvajanja nadzora in so v svojih pravicah in dolžnostih izenačeni

Gangguan yang terjadi diklarifikasikan menjadi 3 jenis gangguan yaitu gangguan teknis, gangguan nonteknis dan gangguan yang tidak diketahui penyebabnya.. mengetahui

Tujuan dari analisis data adalah untuk mendapatkan informasi yang relevan yang terkandung di dalam data tersebut, dan menggunakan hasil analisis tersebut untuk