1
Tugas Review DHIP 1945 Hiroshima
Nama : Ridha Ananda Lumban Tobing
Jurusan/NPM : Ilmu Hubungan Internasional / 1306408725
Sumber : Hiroshima, Dir. Koreyushi Kurahara, Roger Spitisowode, Perfs, Kenneth Welsh,
Welsh, Wesley Addy, Ken Jenkins, Tatsuo Matsumura, Ken Maeda, Video, 1995
TINDAKAN AMERIKA SERIKAT MELAKUKAN PENGEBOMAN JEPANG TANPA
PERINGATAN
Tulisan ini merupakan sebuah review mengenai pengeboman atas Amerika Serikat
terhadap Jepang pada Agustus 1945 di Hiroshima. Hiroshima adalah kota yang akhirnya
dibombardir oleh Amerika Serikat pada tanggal 6 Agustus 1945. Selain itu, adapula kota lainnya
yaitu Nagasaki yang menjadi target pembomban pada akhir perang dunia tersebut. Latar
belakang dalam pembomban adalah dengan kemenangan kubu sekutu terhadap fasis, terutama di
Jerman.1 Dengan itu, tensi antara dua kubu yang ada, yaitu kubu fasis dan kubu sekutu semakin
meningkat. Pada tanggal 12 April 1945, telah diberitakan kematian Presiden Franklin D.
Roosevelt, sehingga Harry S. Truman yang pada saat itu menjabat sebagai wakil presiden
menggantikan posisinya dan pada saat itulah terjadi perubahan-perubahan. Satu hari setelah
penggantian presiden di Amerika Serikat, di Jepang pun telah ada pergantian pemimpin, yaitu
Perdana Menteri M. Suzuki. Masing-masing pemimpin baru ini berbeda yang sebelumnya dan
kedua pemimpin tersebut hanya memiliki gambaran umum mengenai perang yang sedang terjadi.
Presiden Truman menyetujui dan memilih cara pembomban Hiroshima sebagai solusi terbaik
dalam penyelesaian penyebaran paham fasis lebih lanjut dari Jepang yang menurut dunia
internasional bukanlah jalan keluar terbaik karena beberapa faktor-faktor yang menyangkut
kemanusiaan.
Dikutip dalam sebuah film dokumenter yang berjudul “Hiroshima”, Presiden Harry S. Truman sendiri pernah mengatakan “ It’s (pembangunan industri berdekatan dengan perumahan)
1
Antony Best, Jussi M. Hanhimäki,Joseph A. Maiolo, dan Kirsten E.Schuize, “International History of the Twentieth
2
their own choice to have such policy!” Ia melantarkan hal tersebut pada saat ia menyelenggarakan pertemuan kabinet perdananya ketika itu. Dalam perkataannya, ia memiliki
pandangan bahwa semua serba diperbolehkan, mengingat masing-masing memiliki kebijakan
tersendiri dan dapat berhak memilih nasibnya sendiri, seperti isi Declaration of Human Rights di
PBB. Namun, ia salah menangkap konsep tersebut, di mana sebagian besar jajaran menterinya
yang telah mengetahui medan peran tersebut mengatakan bahwa sebenarnya apa yang sedang
dilakukan Jepang sudah memiliki efek yang sangat tidak baik bagi masyarakat dunia.. Dikutip
dalam film yang sama, Truman tidak mengetahui mengenai secret weapon maupun Manhattan
Project pada saat itu dan ia diinformasikan mengenai bomb yang pada saat itu disebut dengan
gadget. Ada tiga jenis bom, yaitu bom uranium, bom plutonium dan bom atom. Pada saat itu,
Truman telah dalam suatu dilema yang cukup berat, yaitu antara menyetujui pemakaian salah
satu bom tersebut atau tidak. Presiden Truman mengingat kembali perjanjian yang telah
negaranya tanda tangani, yaitu Geneva Protocol. Ia mengatakan “Geneva Protocol outlaws everyone to not use weapons”, disini terlihat concern terhadap masalah-masalah keamanan dan stabilitas perdamaian dunia pada awalnya sangat tinggi. Namun, pada akhirnya Sekretaris
Perang, Colonel Harry L. Stimson, mengatakan bahwa bom tersebut hanyalah gadget dan
Amerika Serikat sebagai negara adidaya dan negara yang menang dalam perang di Eropa
seharusnya dapat melakukan kebijakan tersebut. Disinilah mulai pergesaran pandangan Truman
dalam pemilihan kebijakan negaranya, yaitu dengan menyetujui rencana pengeboman tanpa
pemberitahuan di daerah yang industri dan perumahan tidak terpisahkan.
Pada Mei 1945, di Eropa perang sudah berakhir. Jepang menganggap bahwa Amerika
yang sedang pada saat itu pun mengajak untuk melakukan perdamaian sebenarnya sedang dalam
kelemahan. Sebelumnya, Jepang sudah melakukan pelbagai hal-hal yang merugikan banyak
sekali negara-negara tetangga di sekitarnya. Pertama, Jepang telah melakukan invais terhadap
Manchuria pada tahun 1931.2 Enam tahun kemudian, Jepang mengepakkan sayapnya lebih jauh
di negara Tirai Bambu ini, yaitu dengan pendudukan Peking, Beijing, serta Nanking.3 Jepang
memiliki pandangan yang cukup strategis dimana ia menduduki daerah-daerah vital dalam
sebuah negara dan itu menyebabkan negara tersebut “lumpuh” dalam sosial, ekonomi dan
pertahanan dan keamanannya. Pada saat itu, terjadi pengeboman yang terjadi di Jepang di Tokyo,
2
Ibid hal. 71 3
3
dimana istana kaisar Jepang lenyap dan telah menelan ratusan warga negaranya. PM Suzuki
sangat prihatin atas masalah ini dan di dalam film tersebut, ia mengajukan untuk melakukan
penghentian perang dalam beberapa minggu ke depan. Saran ini tentu langsung dibantah oleh
pihak militer di Jepang, di mana mereka berperang untuk membela dan menghormati kaisar
Jepang, Hirohito. Mereka tidak mau menyerah karena dalam sejarah perang, Jepang tidak
mengenal kata menyerah.4
Selanjutnya, ada beberapa alternatif rencana pengeboman Amerika Serikat yang
dibicarakan oleh James F. Byrnes. Pertama pengeboman akan dilakukan di pulau besar, di Kyoto
terutama. Kedua, pengeboman difokuskan ke daerah yang terisolasi dan biasa dijadikan tempat
penelitian dan observasi. Lalu, pangkalan militer. Adapula kota yang memiliki pangkalan militer
dan akan dibom dengan peringatan atau tanpa peringatan. Mayoritas dari petinggi menyatakan setuju akan pengeboman tanpa peringatan, agar menghasilkan efek “jera” bagi Jepang.5 Jepang yang sudah menginvasi sebagian besar dan melakukan berbagai propaganda di daerah Pasifik
sudah saatnya dihentikan. Pada saat itu, Byrnes yang sedang menjabat, dikunjungi oleh peneliti
bom asal Hongaria di kediamannya. Ia bernama Leo Szilard, ia memberikan pernyataannya
mengenai ketidaksetujuannya dalam pemakaian bom sebagai alat perdamaian antarnegara. Ia
tidak suka dengan pandangan tersebut, telah dibantah oleh Byrnes sendiri dengan mengatakan
bahwa negara Hongaria akan kesulitan nantinya jika Jepang dan Uni Soviet memiliki
senjata-senjata handal dan mungkin saja mengelahkan eksistensi negara tersebut.6 Akhirnya disepakati
bahwa Szilard melakukan penelitian tersebut dan Byrnes akan mengutarakan pendapat dan
pandangan Szilard langsung ke presiden.7 Namun, dalam sejarah tidak pernah ada pembicaraaan
sebenarnya dalam kenyataannya, Byrnes tidak pernah menyampaikan apa yang diutarakan oleh
Szilard. Pada Mei 1945, terdapat berbagai pelatihan dalam mengerjakan bom tersebut. Di sana,
telah dilakukan pengecekan dan uji layak bom di sebuah daerah terpencil, yaitu Trinity test site
di Amerika Serikat. Mereka mengangkat, mengukur, menerbangkan dan menjatuhkan bom
4
Yoshiko Nozaki, “ War Memory, Nationalism, and Educationc in Postwar Japan, 1945-2007: The Japanese History
Textbook Controversy and Ienaga Saburo’s Court Challenges” dalam The University of Chicago Press, Vol. 54 No.1 (Februari 2010), hal. 150
5
Ibid hal. 151 6
Antony Best, Jussi M. Hanhimäki,Joseph A. Maiolo, dan Kirsten E.Schuize, “International History of the Twentieth
Century” dalam Routledge (London:Routledge Taylor & Francis Group) hal 103
4
secara bertahap.8 Para peserta militer tersebut ketika ditanya dan diwawancara saat ini
mengatakan bahwa mereka sebenarnya tidak mengerti dan mengetahui apa yang sedang
dilakukan. Lalu, dalam pertemuan selanjutnya di White House, Oppenhaimer mengatakan
pandangan kerasnya bahwa sebenarnya sudah jelas bahwa penggunaan senjata melanggar
Geneva Protocols dengan alasan banyak sekali potensi pemicu kembalinya perang di bagian
dunia lain dan ada kecenderungan kegagalan yang besar dalam pengeboman dan ini tentunya
akan merugikan tidak hanya pihak yang dibom (Jepang), namun juga pihak yang menjadi
pengebom (Amerika Serikat). Ia juga mengajukan melakukan pendekatan damai terlebih dahulu
karena Amerika Serikat saat itu merupakan negara yang menjujung tinggi perdamaian dan
penyebaran paham demokrasi.9 Akhirnya setelah perdebatan sengit, telah diputuskan bahwa bom
akan tetap dijatuhkan di daerah yang banyak industri serta tempat perumahan. Pada tanggal 15
Juli 1945 diadakan Perjanjian Potsdam di Polandia. Tiga petinggi negara-negara pemenang
perang yang dijuluki dengan nama The Big Three adalah Joseph Stalin, Winston Churchill, dan
Harry S. Truman.10 Mereka mengadakan pembicaraan lebih terhadap masa depan Jerman. Di
samping itu, antara Truman dan Stalin telah membicarakan mengenai Jepang, di mana Stalin
sendiri mengatakan terhadap Truman bahwa Rusia akan berperang melawan Jepang. Perlu
diingat bahwa pada tahun 1941, Jepang dan USSR sebenarnya telah menandantangani pakta
netralitas dan Truman tidak mengetahuinya. Dengan itu, Truman bertemu kembali secara pribadi
dengan Churchill dan sebagai teman negara satu aliansi dengan sudut pandang barat yang sama,
Churchill menyarankan untuk tidak mempercayai Stalin. Akhirnya, dibuatlah sebuah ultimatum
yang dinamakan Potsdam Declaration pada tanggal 26 Juli 1945 yang mengajak Jepang untuk
menyerah tanpa syarat atau kerusakan total dalam waktu dekat.11 Akhirnya, keluar pula serangan
Amerika Serikat dengan bom nuklir "Little Boy" dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6
Agustus 1945.
8
Ibid hal. 76 9
Munroe Smith , “ America and the World War” dalam The North American Review, Vo. 205, No. 738 (May., 1917) hal. 684
10
Antony Best, Jussi M. Hanhimäki,Joseph A. Maiolo, dan Kirsten E.Schuize, “International History of the Twentieth
Century” dalam Routledge (London:Routledge Taylor & Francis Group) hal 72
11
Yoshiko Nozaki, “ War Memory, Nationalism, and Education in Postwar Japan, 1945-2007: The Japanese History
5
Dengan itu, sebenarnya Jepang sudah hancur dan pada tanggal 15 Agustus 1945, atas
nama Jepang, Kaisar Hirohito menyerah tanpa syarat terhadap sekutu. 12 Dilaporkan dengan
penyerangan ini, 140 ribu orang telah meninggal dan ribuan lainnya luka parah.13 Ini seharusnya menjadi efek “jera” bukan hanya untuk Jepang yang dahulunya sangat ultranasionalistik seperti Jeman dan Italia, namun juga negara-negara di dunia lainnya. Negara-negara yang menang
dalam perang berhak dalam memutuskan apa yang harus dilakukan oleh pihak yang kalah
perang. Hiroshima dan Nagasaki adalah dua kota di dunia yang benar-benar diserangi dengan
senjata nuklir. Banyak sekali kerugian yang terjadi di sisi Jepang terutama mengingat kedua kota
tersebut adalah daerah strategis untuk industri sehingga perekonomian Jepang seketika runtuh.
Ini merupakan pelajaran yang berharga untuk semua negara agar tidak melakukan perang satu
sama lain dan tidak memikirkan diri sendiri.
Sesungguhnya, pada zaman ini, sudah tidak lazim ketika berpikir untuk melakukan
perang. Dengan kenyataan bahwa negara-negara saling membutuhkan dan saling bergantungan
satu sama lain, sebaiknya persaingan bukan lagi melalui perang, propaganda atau invasi.
Masyarakat modern mencintai perdamaian dan persaingan sehat di sektor ekonomi, pendidikan
dan teknologi. Dengan demikian, sejarah mengenai masa lalu yang kejam dan pahit di Hiroshima
seharusnya dijadikan pelajaran bagi pemimpin di dunia saat ini agar hal tersebut tidak terulang
kembali sehingga menjamin perdamaian. dunia.
12 Antony Best, Jussi M. Hanhimäki,Joseph A. Maiolo, dan Kirsten E.Schuize, “
International History of the Twentieth
Century” dalam Routledge (London:Routledge Taylor & Francis Group) hal 72 13
Yoshiko Nozaki, “ War Memory, Nationalism, and Educationc in Postwar Japan, 1945-2007: The Japanese History