• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 2 PURWOKERTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 2 PURWOKERTO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PADA

SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 2 PURWOKERTO

Neneng Kusmijati

Guru SMP Negeri 2 Purwokerto e-mail: kusmijatineneng@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada sub tema: “Fungsi dan Peran Sumber Daya Alam (SDA) dalam Pembangunan Nasional”, dengan model Problem Based Learning. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Purwokerto.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VIII F SMP Negeri 2 Purwokerto tahun ajaran 2015/2016, sejumlah 29 siswa yang terdiri atas 13 siswa laki-laki dan 16 siswa wanita. Objek penelitian ini adalah kemampuan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menggunakan model Problem Based Learning. Desain penelitiannya menggunakan model Spiral Kemmis & Mc Taggart yang meliputi 4 tahap pada setiap siklus, yaitu tahap perencanan (plan), tahap tindakan (act), tahap pengamatan (observe), dan tahap refleksi (reflect). Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, tes kemampuan berpikir kritis, catatan lapangan dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menelaah seluruh data kualitatif yaitu catatan lapangan, dokumentasi dan menghitung data kuantitatif dengan menggunakan persentase kemampuan berpikir kritis yaitu hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran guru dan siswa dan hasil tes kemampuan berpikir kritis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPS menggunakan model Problem Based Learning yang dilakukan dengan mengorientasi-kan siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan karya dan menyajikan hasil karya serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah terlaksana secara baik. Hal ini terbukti dengan nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada tiap siklus mengalami peningkatan. Berdasarkan data hasil kemampuan berpikir kritis pada siklus I dan siklus II diketahui nilai persentase pada siklus I pertemuan 1 kemampuan berpikir kritis cukup baik 3,45% (1 siswa) dan kurang baik 96,55% (28 siswa), pada siklus I pertemuan 2 kemampuan berpikir kritis baik 6,90% (2 siswa), cukup baik 55,17% (16 siswa), dan kurang baik 37,93% (11 siswa). Pada siklus II pertemuan 1 kemampuan berpikir kritis siswa baik sekali 6,90% (2 siswa), baik 68,97% (20 siswa), dan cukup 24,13% (7 siswa), pada siklus II pertemuan 2 kemampuan berpikir kritis siswa baik sekali 13,79% (4 siswa), baik 75,86% (22 siswa), dan cukup 10,35% (3 siswa),. Berdasarkan hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mengikuti pelajaran IPS. Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Kemampuan Berfikir Kritis

PENDAHULUAN

Kemampuan berpikir kritis sangat ditentukan oleh banyak faktor, terutama struktur berpikir seseorang. Struktur berpikir tersebut akan diekspresikan melalui bahasa, baik lisan maupun tulis. Berpikir kritis juga berambivalensi dengan tingkat literasi seseorang baik secara lisan maupun secara tulis. Kemampuan literasi inilah yang akan menentukan apakah seseorang (peserta didik) peka terhadap persoalan-persaoalan di sekitarnya. Kemampuan berpikir kritis ini mutlak diperlukan oleh para siswa, karena pada setiap kesempatan mereka akan

(2)

memutuskan berbagai persoalan, baik yang berkait dengan bidang keilmuannya maupun masalah-masalah sosial.

Berpikir merupakan aktivitas yang selalu dilakukan otak untuk metransfer informasi ke seluruh tubuh. Berawal dari proses berpikir tersebut manusia dapat melakukan kegiatan fisik dan non fisik secara normal. Berpikir juga merupakan salah satu hal yang membedakan manusia dengan hewan, sehingga manusia memiliki derajat yang lebih tinggi. Kemampuan berpikir ini sangat diperlukan bagi manusia untuk meneruskan kelangsungan hidupnya, terutama di zaman yang semakin berkembang pesat ini.

Globalisasi merupakan salah satu bukti dari perkembangan zaman yang tidak dapat ditolak dan dikendalikan. Era globalisasi ini memberikan berbagai kemudahan bagi manusia untuk bertahan hidup, mulai dari kemudahan mendapatkan kebutuhan hidup sampai kebutuhan hiburan. Globalisasi juga memudahkan masyarakat Indonesia menikmati modernisasi yang diciptakan negara-negara maju. Tidak ada lagi batasan ruang dan waktu di zaman ini, karena kemudahan informasi dan komunikasi, bahkan antar negara dan sistem transportasi yang semakin beragam. Perkembangan zaman yang semakin maju ini menuntut kita untuk kritis menghadapi perubahan yang terjadi.

Berpikir kritis merupakan sebuah kemampuan yang dimiliki setiap orang untuk menganalisis ide atau sebuah gagasan ke arah yang lebih spesifik untuk mengejar pengetahuan yang relevan tentang dunia dengan melibatkan evaluasi bukti. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk menganalisis suatu permasalahan sampai pada tahap pencarian solusi. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan global dan berbagai permasalahan kehidupan yang tidak dapat dikendalikan. Memiliki kemampuan berpikir kritis sehingga dapat membedakan sisi positif dan negatif, kemudian menyaring berbagai pengaruh yang masuk dan menyesuaikannya dengan budaya bangsa Indonesia.

Sekarang ini banyak terdapat buku yang menuliskan tentang kemampuan berpikir kritis. Santrock menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan (2011: 357), bahwa menurut para ahli pendidikan, hanya sedikit sekolah yang benar-benar mengajarkan siswanya untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Biasanya sekolah menghabiskan waktu untuk mengajar siswa dengan memberikan satu jawaban yang benar, sehingga kegiatan pembelajaran di kelas kurang mendorong siswa untuk memperluas pemikiran mereka dengan menciptakan ide-ide baru yang sesuai dengan kemampuan siswa.

Bagi para pelajar, khususnya siswa SMP akan sangat penting mengembangkan kemampuan berpikir kritis di usia mereka. Potensi dan kemampuan siswa yang berbeda-beda dapat dikembangkan dan dilatih sejak usia muda. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis akan membantu mereka melihat potensi diri, sehingga mereka sudah terlatih menyelesaikan berbagai “persoalan” yang mereka hadapai, termasuk melihat sejauh mana kemampuan yang mereka miliki.

Kemampuan berpikir kritis merupakan sebuah kemampuan yang perlu dilatih dan dikembangkan anak sejak usia muda, terutama ketika di bangku sekolah. Kondisi dunia yang semakin berkembang pesat menuntut masyarakat memiliki kemampuan berpikir kritis untuk menjawab berbagai tantangan global yang ada. Siswa tidak hanya dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas, ataupun mendapatkan nilai yang baik, tetapi siswa juga dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis, sehingga siswa dapat memutuskan mana yang benar dan salah, mana yang perlu diikuti dan ditinggalkan, dan tidak ikut terseret arus globalisasi.

(3)

Kemampuan berpikir kritis juga bermanfaat dalam penyelesaian masalah individu maupun masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan mampu menyelesaikan masalah dengan tepat dan tidak menimbulkan masalah baru karena adanya pertimbangan dari berbagai sisi. Jika berbicara mengenai kemampuan berpikir kritis dan penyelesaian masalah dalam dunia pendidikan, maka kita tidak bisa terlepas dari tujuan Pendidikan llmu Pengetahuan Sosial (IPS), atau lebih sering disebut mata pelajaran IPS pada tingkatan sekolah. Salah satu tujuan dari Pendidikan IPS yaitu untuk mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah, baik masalah sosial yang terjadi di masyarakat maupun masalah individu. Dalam penyelesaian masalah tersebut sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis yang dapat membantu siswa melihat persoalan dari berbagai sisi dengan bantuan data dan fakta yang ada.

Berpikir kritis merupakan sebuah prosses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berppendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain (Elaine, 2009: 183).

Beberapa penjelasan di atas telah menunjukkan pentingnya kemampuan berpikir kritis, terutama untuk dikembangkan dalam dunia pendidikan. Berdasaran observasi yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 2 Purwokerto, terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih kurang (rendah), terutama dapat dilihat pada siswa kelas VIII F. Siswa kelas VIII F merupakan tahun peralihan dari kebiasaan anak kecil ketika Sekolah Dasar (SD) ke anak remaja, yang seharusnya sudah memiliki pemikiran yang lebih matang. Kenyataanya, hal yang demikian masih jarang terlihat pada siswa kelas VIII F di SMP tersebut.

Kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII F SMP Negeri 2 Purwokerto dapat dilihat dari berbagai hal, misalnya berdasarkan pengamatan saat kegiatan pembelajaran IPS berlangsug dan saat kegiatan wawancara dengan siswa dan guru IPS. Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa hanya sekedar melihat guru menjelaskan, sesekali mencatat hal-hal penting, tetapi jika ditanya kembali mengenai apa yang dijelaskan guru, mereka masih sulit menjelaskan kembali menurut bahasa sendiri. Jika ditanya mengenai permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia yang berhubungan dengan materi pelajaran IPS, cara menanggapi mereka pun masih sederhana. Guru IPS pun menjelaskan memang terdapat kelas-kelas tertentu yang memiliki kondisi kelas “cukup”.

Kurang berkembangnya kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII F SMP Negeri 2 Purwokerto sebenarnya disebabakan oleh beberapa permasalahan yang terjadi saat pembelajaran. Permasalahan tersebut dapat dipengaruhi oleh siswa dan guru. Permasalahan pertama yang terjadi saat pembelajaran IPS yang menyebabkan kurang berkembangnya kemampuan berpikir kritis siswa berkaitan mengenai pemilihan strategi pembelajaran yang kurang tepat. Terdapat beberapa strategi pembelajaran berupa metode, model, dan berbagai bantuan media dan sumber belajar yang lain. Pemilihan startegi pembelajaran yang kurang variatif menyebabkan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered learning), sehingga siswa tidak memiliki kesempatan mengembangkan potensi dan karakternya.

Permasalahan berikutnya yang menyebabkan masih kurang berkembangnya kemampuan berpikir kritis siswa saat pembelajaran, karena IPS dikenal sebagai mata pelajaran membosankan, terlalu banyak hafalan, dan sering mendapatkan perhatian minoritas saat pembelajaran di kelas. Peneliti banyak mendengar pendapat semacam ini dari peserta didik,

(4)

termasuk siswa SMP. Berdasarkan pengamatan di SMP Negeri 2 Purwokerto, banyak siswa yang kurang antusias jika membicarakan tentang IPS, mereka lebih tertarik dengan matematika dan bahasa Inggris. Dianggap sebagai mata pelajaran membosankan dan hanya mengandalkan hafalan, membuat siswa sering menyepelekan IPS.

Stereotype yang menganggap IPS sebagai mata pelajaran hafalan sangat berpengaruh terhadap kondisi pembelajaran di kelas. Siswa menjadi kurang termotivasi ketika belajar IPS karena dihantui banyaknya materi yang harus dihafalkan. Mata pelajaran dengan materi segudang tersebut pada akhirnya dilakukan dengan tuntutan harus menyelesaikan materi tanpa mempertimbangkan bagaimana perkembangan potensi siswa. Keadaan yang demikian sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan siswa, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pemilihan metode dan model pembelajaran yang tepat akan berpengaruh terhadap kondisi kelas saat pembelajaran.

Berkaitan dengan hal tersebut memang melalui pendekatan kontekstual pembelajaran yang dilakukan akan lebih bermakna. Pembelajaran yang menyenangkan memang menjadi langkah awal untuk mencapai hasil belajar yang berkualitas. Nurhadi, dkk (2004:11). Pendekatan ini dapat dilakukan dengan menerapkan berbagai macam strategi di dalamnya. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).

Pemilihan model PBL didasarkan atas karakteristik dari model pembelajaran ini sendiri yang menitikberatkan pada peran sentral siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Selain itu melalui proses pemecahan masalah dalam pembelajaran, siswa dapat menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan berbagai pengalaman belajar melalui proses mentalnya sendiri, sehingga membuat siswa menjadi lebih termotivasi (menjadi lebih aktif, kritis, dan kreatif) dalam mengikuti pelajaran sejarah. Sebagai contoh siswa mampu menemukan sendiri konsep cara belajar dan memahami suatu materi pelajaran sesuai dengan kondisi siswa itu sendiri, dan hal ini hanya bisa diperoleh dari proses belajar yang melibatkan mereka sendiri.

Berdasar latar belakang dapat diketahui bahwa terdapat cara menciptakan keadaan belajar yang baru dengan penggunaan metode pembelajaran untuk meningkatkan motivasi. Salah satunya adalah model Problem Based Learning (PBL) diharapkan akan membawa pengaruh besar terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang kemudian akan berdampak pada prestasi belajar siswa khususnya dalam pelajaran IPS.

Sisi lain, model pembelajaran masalah merupakan model pembelajaran yang tepat untuk dipraktekkan di kelas, terutama pada saat pembelajaran IPS. Model pembelajaran ini menjadikan “masalah” sebagai kata kunci. Siswa dilatih untuk mengkaji berbagai permasalahan yang terjadi di sekitar mereka. Meskipun guru-guru IPS SMP Negeri 2 Purwokerto sering menggunakan kasus sehari-hari sebagai contoh selama menjelaskan materi, tetapi mereka masih jarang menggunakan permasalahan sosial sebagai studi kasus di dalam kelas. Menggunakan permasalahan sosial sebagai bahan kajian di kelas berarti melatih siswa untuk melihat secara nyata kejadian sosial di sekitar mereka, yang diharapkan berakhir pada keinginan untuk menyelesaikan berbagai per-masalahan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Menggunakan Model Problem Based Learning Pada Siswa Kelas VIII F SMP Negeri 2 Purwokerto”.

(5)

METODE

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VIII F SMP Negeri 2 Purwokerto tahun ajaran 2015/2016, sejumlah 29 siswa yang terdiri atas 13 siswa laki-laki dan 16 siswa wanita. Objek penelitian ini adalah kemampuan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menggunakan model Problem Based Learning. Desain penelitiannya menggunakan model Spiral Kemmis & Mc Taggart yang meliputi 4 tahap pada setiap siklus, yaitu tahap perencanan (plan), tahap tindakan (act), tahap pengamatan (observe), dan tahap refleksi (reflect). Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, tes kemampuan berpikir kritis, catatan lapangan dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menelaah seluruh data kualitatif yaitu catatan lapangan, dokumentasi dan menghitung data kuantitatif dengan menggunakan persentase kemampuan berpikir kritis yaitu hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran guru dan siswa dan hasil tes kemampuan berpikir kritis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan model Problem Based Learning siswa kelas VIII F SMP N 2 Purwokerto pada bulan Juni- Juli 2016.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPS menggunakan model Problem Based Learning yang dilakukan dengan mengorientasi-kan siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan karya dan menyajikan hasil karya serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah terlaksana secara baik. Hal ini terbukti dengan nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada tiap siklus mengalami peningkatan.

A. Siklus I

Berdasarkan data hasil kemampuan berpikir kritis pada siklus I diketahui nilai persentase pada siklus I pertemuan 1 kemampuan berpikir kritis cukup baik 3,45% (1 siswa) dan kurang baik 96,55% (28 siswa). Pada pertemuan pertama ini membahas materi: Fungsi dan Peran Sumber Daya Alam. Metode pembelajaran yang digunakan pada pertemuan ini adalah metode pembelajaran berbasis masalah. Dari hasil ini tentu saja sangat memprihatinkan dan membutuhkan tindak lanjut pada pertemuan ke-dua siklus I.

Tabel 1: Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I Pertemuan 1

Skor Klasifikasi Jumlah Siswa Persentase (%)

92% - 100% 75% - 91% 50% - 74% 25% - 49% 0% - 24% Baik sekali Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik 0 0 1 28 0 0 0 3,45 96,55 0 Pencapaian kriteria keberhasilan siswa dapat dilihat dalam histogram berikut.

(6)

Hasil dari lembar observasi siswa tentang kemampuan berpikir kritis adalah pada siklus I pertemuan 2 kemampuan berpikir kritis baik 6,90% (2 siswa), cukup baik 55,17% (16 siswa), dan kurang baik 37,93% (11 siswa). Pada pertemuan kedua ini membahas materi: Keunggulan Sumber Daya Alam untuk Pembangunan Nasional. Metode pembelajaran yang digunakan pada pertemuan ini adalah metode pembelajaran berbasis masalah.

Tabel 2: Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I Pertemuan 2

Skor Klasifikasi Jumlah Siswa Persentase (%)

92% - 100% 75% - 91% 50% - 74% 25% - 49% 0% - 24% Baik sekali Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik 0 2 16 11 0 0 6,90 55,17 37,93 0 Pencapaian kriteria keberhasilan siswa dapat dilihat dalam histogram berikut.

0 5 10 15 20 25

Baik sekali Baik Cukup baik Kurang baik

Jumlah Siswa

Jumlah Siswa 0 5 10 15 20 25

Baik sekali Baik Cukup baik Kurang baik

Jumlah Siswa

(7)

B. Siklus II

Pada siklus II pertemuan 1 kemampuan berpikir kritis siswa baik sekali 6,90% (2 siswa), baik 68,97% (20 siswa), dan cukup 24,13% (7 siswa). Pada pertemuan pertama siklus II ini membahas materi: Keunggulan Sumber Daya Alam untuk Pembangunan Nasional. Metode pembelajaran yang digunakan pada pertemuan ini adalah metode pembelajaran berbasis masalah.

Tabel 3: Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II Pertemuan 1

Skor Klasifikasi Jumlah Siswa Persentase (%)

92% - 100% 75% - 91% 50% - 74% 25% - 49% 0% - 24% Baik sekali Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik 2 20 7 0 0 6,90 68,97 24,13 0 0 Pencapaian kriteria keberhasilan siswa dapat dilihat dalam histogram berikut.

Pada siklus II pertemuan 2 kemampuan berpikir kritis siswa baik sekali 13,79% (4 siswa), baik 75,86% (22 siswa), dan cukup 10,35% (3 siswa). Pada pertemuan kedua siklus II ini membahas materi: Pengelolaan Sumber Daya Alam. Metode pembelajaran yang digunakan pada pertemuan ini adalah metode pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mengikuti pelajaran IPS.

Tabel 4: Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II Pertemuan 2

Skor Klasifikasi Jumlah Siswa Persentase (%)

92% - 100% 75% - 91% 50% - 74% 25% - 49% 0% - 24% Baik sekali Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik 4 22 3 0 0 13,79 75,86 10,35 0 0 0 5 10 15 20 25

Baik sekali Baik Cukup baik Kurang baik

Jumlah Siswa

(8)

Pencapaian kriteria keberhasilan siswa dapat dilihat dalam histogram berikut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan jenis penelitian tindakan kelas serta dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru matematika kelas VIII F SMP Negeri 2 Purwokerto, menggunakan model Problem Based Learning (PBL) pada materi Fungsi dan Peran Sumber Daya Alam (SDA) dalam Pembangunan Nasional, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penggunaan model Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas VIII F SMP Negeri 2 Purwokerto dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa sebelum tindakan. Model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui penyajian masalah, keterfokusan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik serta kerjasama antar siswa untuk menemukan pemecahan dari masalah yang telah disajikan.

Pada dasarnya penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Penerapan Pembelajaran ini ternyata mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis ssiwa yang dapat diketahui dari hasil observasi, tes dan wawancara.

Model pembelajaran berbasis masalah ini menekankan pada pembel-ajaran yang menuntut kemampuan nalar siswa. Siswa diajak untuk melihat, mengamati, membaca, mendengarkan, mengeluarkan pendapat, menganalisis sebuah permasalahan, sampai pada tahap pencarian solusi permasalahan.

0 5 10 15 20 25

Baik sekali Baik Cukup baik Kurang baik

Jumlah Siswa

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Elaine B., Johnson.Contextual Teaching & Learning. 2009. Bandung: Mizan Learning Center. Isjoni. 2012. Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok.

Bandung: Alfabeta.

Jensen, Eric. 2008. Brain-Based Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurhadi dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sapriya. 2011. Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suroso. 2007. Classroom Action Research. Yogyakarta: Pararaton Publishing.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Gambar

Tabel 1:  Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I  Pertemuan 1 Skor Klasifikasi Jumlah Siswa Persentase (%) 92% - 100% 75% - 91% 50% - 74% 25% - 49% 0% - 24% Baik sekaliBaik Cukup baik Kurang baikTidak baik 001 280 00 3,45 96,550 Pencapaian kriteria
Tabel 2:  Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I Pertemuan 2 Skor Klasifikasi Jumlah Siswa Persentase (%) 92% - 100% 75% - 91% 50% - 74% 25% - 49% 0% - 24% Baik sekaliBaik Cukup baik Kurang baikTidak baik 02 16110 0 6,90 55,1737,930 Pencapaian krit
Tabel 4:  Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II  Pertemuan 2 Skor Klasifikasi Jumlah Siswa Persentase (%) 92% - 100% 75% - 91% 50% - 74% 25% - 49% 0% - 24% Baik sekaliBaik Cukup baik Kurang baikTidak baik 4 22300 13,7975,8610,35000510152025

Referensi

Dokumen terkait

Otoko and Keiko experience some forms of oppression in the patriarchal society, namely oppression through education, oppression through love, oppression through physical

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI... PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Another cause is at service firms don’t have the same structure of fixed assets with the companies in the manufacturing industry (Hartono, 2010). Testing shift accrual

Wulan Margiana, M.Kes selaku penguji I yang telah memberikan banyak ilmu, dan masukan yang sangat berarti bagi sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

[r]

* Refund for shorten hotel stay will be subject to the regulations of the hotel or Company concerned * Please kindly do not present the bills to the client. Total

Sedangkan yang dimaksud dengan interpersonal trust adalah kepercayaan terhadap seorang provider kesehatan, seperti terhadap seorang dokter yang dibangun melalui pengulangan

Image seseorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok, misal: anak seorang dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan orang-orang dengan pendidikan