• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dwi Rahyanti Sihotang Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dwi Rahyanti Sihotang Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 2

Number 1 February Article 6

2-28-2021

PENINGKATAN PEMBANGUNAN SOSIAL MELALUI OPTIMALISASI

PENINGKATAN PEMBANGUNAN SOSIAL MELALUI OPTIMALISASI

PROGRAM KAMPUNG TEMATIK KAMPUNG PURUN ,

PROGRAM KAMPUNG TEMATIK KAMPUNG PURUN ,

KALIMANTAN SELATAN

KALIMANTAN SELATAN

Dwi Rahyanti Sihotang

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia

Fentiny Nugroho

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia, fentiny2015@gmail.com

Follow this and additional works at: https://scholarhub.ui.ac.id/jpm Recommended Citation

Recommended Citation

Sihotang, Dwi Rahyanti and Nugroho, Fentiny (2021) "PENINGKATAN PEMBANGUNAN SOSIAL MELALUI OPTIMALISASI PROGRAM KAMPUNG TEMATIK KAMPUNG PURUN , KALIMANTAN SELATAN," Jurnal Pembangunan Manusia: Vol. 2 : No. 1 , Article 6.

DOI: 10.7454/jpm.v2i1.1017

Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

This Article is brought to you for free and open access by the Faculty of Social and Political Sciences at UI Scholars Hub. It has been accepted for inclusion in Jurnal Pembangunan Manusia by an authorized editor of UI Scholars Hub.

(2)

Cover Page Footnote Cover Page Footnote

.

(3)

69

PENINGKATAN PEMBANGUNAN SOSIAL MELALUI OPTIMALISASI

PROGRAM KAMPUNG TEMATIK KAMPUNG PURUN,

KALIMANTAN SELATAN

Dwi Rahyanti Sihotang

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia

Fentiny Nugroho

Corresponding Author

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia fentiny2015@gmail.com

ABSTRAK

Pembangunan sosial hendaknya mampu menyentuh seluruh wilayah secara merata, di mana kesejahteraan dirasakan oleh semua kelompok masyarakat. Salah satu wilayah di Indonesia yang masih memiliki banyak permasalahan sosial, seperti pengangguran, kemiskinan, kesehatan atau penataan wilayah adalah kampung. Berbagai program telah dilakukan pemerintah sebagai upaya meningkatkan pembangunan sosial agar kampung tidak lagi terdistorsi dalam pembangunan. Salah satu upaya perbaikan kampung di Indonesia adalah Program Kampung Tematik. Beberapa daerah di Indonesia menggunakan kampung tematik sebagai sarana mempromosikan potensi lokal, solusi pembangunan wilayah, atau penciptaan ide-ide baru untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Penerapan kampung tematik berhasil berjalan di beberapa daerah, seperti Kota Semarang, Kota Malang, Kabupaten Bandung, Kota Bogor, dan Kota Banjarbaru. Kajian ini mencoba menganalisis salah satu kampung tematik yang mampu bertahan dan mendapat perhatian sampai ke mancanegara, yaitu Kampung Purun yang ada di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan menganalisis Program Kampung Purun dalam meningkatkan pembangunan sosial yang dilakukan melalui strategi pembangunan sosial, juga modal sosial, dan faktor pendukung serta penghambat. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kebaharuan mengingat penelitian-penelitian sebelumnya mengenai kampung tematik belum terlalu berfokus pada strategi pembangunan sosial dan modal-modal dalam masyarakat. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi literatur, dokumentasi, wawancara mendalam, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembangunan sosial di Kampung Tematik Kampung Purun adalah strategi pemerintah, komunitas, dan individu. Adapun modal masyarakat berupa modal fisik, modal finansial, modal lingkungan, modal teknologi, modal manusia, modal sosial, dan modal politik. Untuk mengoptimalisasi program, peneliti menganalisis juga faktor-faktor yang menjadi kendala dan pendukung pengembangan Kampung Purun dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat).

KATA KUNCI: Kampung Tematik, Pembangunan Sosial, Analisis SWOT ABSTRACT

Social development should be able to evenly touch all areas, where welfare is felt by all groups of society. One of the areas in Indonesia that still has many social problems such as unemployment, poverty, health, or regional planning is kampong. Various programs have been carried out by the government as an effort to improve social development so that the kampongs are no longer in a condition called distorted development. One of the kampong improvement efforts in Indonesia is the thematic village program. Several regions in Indonesia use thematic kampongs as a means of promoting local potential, regional development solutions, or creating new ideas to achieve community welfare. The implementation of thematic villages has been successful in several areas such as Semarang City, Malang City, Bandung Regency, Bogor City, and Banjarbaru City. This study attempts to analyze one thematic kampong that is able to survive and get attention to foreign countries, namely Kampung Purun in Banjarbaru City, South Kalimantan. This study aims to analyze the Kampung Purun program in increasing social development through social development strategies, as well as social capital and supporting and obstacle factors. This research is expected to produce novelty considering previous studies on thematic kampong have not focused too much on social development strategies and community’s capital. This study uses a qualitative approach with descriptive methods. Data collection techniques using literature and documentary studies, in-depth interviews, and observation. The results showed that the social development strategies in the thematic kampong of Kampung Purun were government, community, and individual strategies. The capital of the community consisted of physical, financial, environmental, technological, human, social, and political capital. To enhance the development of Kampung Purun, this study employed a SWOT analysis (Strength, Weakness, Opportunity, Threat).

KEYWORDS: Thematic Villages, Social Development, SWOT Analysis

1 Published by UI Scholars Hub, 2021

(4)

70

PENDAHULUAN

Karakteristik wilayah-wilayah di Indonesia cukup menarik dan beragam. Salah satu kategori wilayah yang terbentuk adalah kampung. Kampung merupakan pemukiman di perkotaan dengan karakteristik unik di mana adanya transfer identitas penduduknya dari pedesaan ke kota.

“Desa adalah desa itu sendiri dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, 2014).

Kampung tumbuh sebagai lingkungan multidimensi dengan entitas fisik, sosial, dan ekonomi. Penduduk di kampung heterogen dengan nilai-nilai tradisional yang memiliki citra negatif karena kecenderungan sebagai pemukiman padat dengan minimnya infrastruktur dasar (Hutama, 2016:7; Tunas, 2008). Penduduk kampung didominasi oleh kaum miskin perkotaan. Keberadaan kampung di perkotaan dikhawatirkan dapat memberi dampak negatif terhadap kehidupan perkotaan yang berkelanjutan mengingat beberapa wilayah kampung tergolong pada lokasi kumuh yang tidak layak huni karena fasilitasnya sanitasi minim, padat penduduk, dan kondisi perumahan yang tidak layak (Purnamasari et al., 2019).

Beberapa daerah berupaya mengatasi masalah kampung dengan Program Kampung Tematik atau Desa Tematik. Lokasi kampung tematik dan desa tematik tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Kota Semarang, Kota Malang, Kota Bogor, dan Kabupaten Bandung (Akbar & Alfian, 2018; Kristiana & Kusumoarto, 2019; Marsdenia & Pranita, 2019; Sutanudjaja et al., 2018; Tamara & Rahdriawan, 2018). Negara lain juga berupaya mengembangkan desa tematik. Di Polandia, ide desa tematik berkaitan dengan satu aktivitas penduduk yang dilakukan dengan skala yang lebih luas, di mana tema menjadi spesialisasi bagi desa. Polandia sudah mengembangkan desa tematik mulai tahun 2010 hingga 2012 sebagai salah satu strategi pembangunan pedesaan (Głuszak, 2012).

Jika melihat perkembangan kampung-kampung atau desa-desa tematik di Indonesia atau negara lainnya, ada beberapa jenis tujuan Program Kampung Tematik/Desa Tematik yang telah dirumuskan dalam program pemerintah daerah atau ada di masyarakat, diantaranya:

1. Kota Semarang

Kampung tematik sebagai program penanggulangan kemiskinan, di mana kampung tematik merupakan titik sasaran perbaikan prasarana dasar pemukiman. Program Kampung Tematik telah berhasil memberdayakan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, serta menjaga potensi lokal melalui komunitas. Namun, program ini masih perlu ditingkatkan karena konsep tema dan potensi lokal belum sinkron sehingga partisipasi masyarakat kurang (Ngabiyanto et al., 2019).

2. Kota Malang

Kampung tematik sebagai upaya menanggulangi permasalahan pembangunan wilayah di mana pembangunannya mengarah pada sektor perekonomian dan pariwisata. Kampung tematik berhasil membuat indikator World Bank akan pemukiman tidak layak tidak bisa lagi disematkan pada kampung tematik. Penelitian ini meneliti empat aspek (ekonomi, sosial, lingkungan, dan inprastuktur), tetapi belum mendeskripsikan strategi pembangunan sosial yang memanfaatkan keberadaan masyarakat (Akbar & Alfian, 2018).

3. Kabupaten Bandung

Desa tematik sebagai solusi penguatan ekonomi masyarakat dengan memperkuat pemasaran produk UMKM dan pengembangan seni pencak silat sebagai khas daerah (sunda) tempat desa

2 https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

(5)

71

tematik berada. Desa ini masih perlu penguatan kelembagaan pembangunan Desa Tematik dengan mengembangkan kapasitas masyarakat dan pengembangan kemampuan aparat (Marsdenia & Pranita, 2019).

4. Kota Bogor

Salah satu kampung tematik yang dikembangkan di Kota Bogor adalah Kampung Babakan Siliwangi. Penataan kampung ini bertujuan untuk menciptakan kampung tematik berdasarkan lingkungan ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Konsep yang dikembangkan adalah “Hijau & Lestari” diterjemahkan ke dalam konsep 5 zona tematik: (1) zona welcome area; (2) zona tematik taman dan obat-obatan; (3) zona pelatihan dan produksi; (4) zona hidroponik dan vertikultur; dan (5) zona tambulampot yang menharapkan adanya perhatian lebih pada konsep ekonomi dan fisik lingkungan (Kristiana & Kusumoarto, 2019).

5. Polandia

Desa tematik sebagai inovasi untuk menghidupkan ekonomi pedesaan dengan memberi penduduk desa alternatif penghasilan dengan menciptakan brand desa untuk mengangkat produk lokal (Podolska, 2018:139). Desa tematik di Polandia sebagai upaya untuk merekatkan kembali hubungan antar penduduk desa, melindungi budaya lokal dan keanekaragaman lingkungan lokal, serta mengembangkan aktivitas keseharian, seperti pertanian dengan melakukan transfer tradisi, keunikan, atau emosi, atau cara berpikir baru lainnya yang menjadi warisan budaya, alam, dan sosial setempat (Perepeczko, 2009; Wilkin, 2005; Blad, 2010 dalam Kloczko-Gajewska, 2013:60). Program Desa Tematik di Polandia berupaya meningkatkan kepercayaan diri penduduk desa dan menciptakan peluang mendapatkan penghasilan tambahan bagi penduduk yang berpartisipasi (Chojnacka-ożga & Ożga, 2014; Kłoczko-Gajewska, 2013) (Idziak, 2011; Czapiewska, 2012 dalam Kłoczko-Gajewska, 2013:60).

Penelitian sebelumnya telah membahas beberapa daerah, seperti Kota Semarang, Kota Malang, ataupun Desa Tematik di Negara Polandia yang berupaya mengembangkan kampung tematik. Penelitian tersebut membahas kampung tematik sebagai upaya mempromosikan potensi lokal (Ngabiyanto et al., 2019), solusi pembangunan wilayah perkotaan (Akbar & Alfian, 2018), solusi penguatan ekonomi masyarakat (Marsdenia & Pranita, 2019), menciptakan kampung tematik berdasarkan lingkungan ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya dengan harapan penekanan pada konsep ekonomi dan fisik lingkungan (Kristiana & Kusumoarto, 2019), upaya peningkatan kebanggaan masyarakat terhadap wilayahnya (Kłoczko-Gajewska, 2013), juga yang penting untuk meningkatkan tambahan penghasilan penduduk (Podolska, 2018:139). Penelitian terdahulu belum menganalisis strategi pembangunan sosial apa yang digunakan dan modal-modal apa yang menjadi motor pembangunan di kampung tematik agar pembangunan sosial bisa lebih optimal.

Perkembangan kampung tematik juga terjadi di Kota Banjarbaru yang menjadi kota dengan Indeks Pembangunan Manusia tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalimantan Selatan, 2020), yaiut provinsi yang menduduki peringkat Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) tertinggi keempat di Indonesia setelah Kalimantan Timur, Jakarta, dan Yogyakarta (Pedoman Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan, 2017). Jika di beberapa daerah ditemukan kegagalan dalam pengembangan kampung tematik (Ngabiyanto et al., 2019; Tamara & Rahdriawan, 2018), salah satu kampung tematik Kota Banjarbaru, yaitu Kampung Purun mampu bertahan sejak tahun 2016. Kampung tematik di Kota Banjarbaru berkembang meski belum menjadi bagian dari program yang disusun dalam perencanaan program pemerintah daerah. Meski belum masuk dalam perencanaan pengembangan, Program Kampung Purun dipengaruhi Program Smart City dari Kominfo atau program-program lain yang disusun oleh instansi pemerintah lainnya.

3 Published by UI Scholars Hub, 2021

(6)

72

Gambar 1. Kunjungan Kampung Purun Tahun 2019 (orang)

Sumber: Kemendagri 2020

Jika penelitian dari Ngabiyanto et al. (2019) membahas kegagalan program akibat ketidaksinkronan tema dengan potensi masyarakat, Program Kampung Purun termasuk pada program yang memilih tema sesuai dengan potensi wilayah. Kampung Purun berkembang dimulai dengan diskusi antara pemerintah di level kelurahan dengan masyarakat. Sistem perkembangan Kampung Purun mendekati konsep One Village One Product (OVOP), yaitu pendekatan pembangunan pedesaan partisipatif yang berfokus pada spesialisasi lokal. OVOP adalah strategi untuk mengembangkan nilai berdasarkan sumber daya lokal yang tersedia di masyarakat lokal. Aktor utamanya adalah penghuni komunitas. Strategi ini bukan starategi top down sehingga Kampung Purun tidak diwajibkan berada di bawah naungan entitas eksternal, seperti pemerintah pusat atau lembaga donor (Issa & Lawal, 2014). Dengan demikian, perkembangannya bergantung pada inisiatif komunitas atau individu lokal (bottom up).

Kampung Purun merupakan salah satu kampung tematik di Kota Banjarbaru yang pertama terbentuk dan masih terus berkembang di Kota Banjarbaru. Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan strategi pembangunan sosial yang diimplementasikan di Kampung Purun dan modal-modal sosial yang dimiliki masyarakat Kampung Purun. Penelitian juga mendeskripsikan faktor kendala dan faktor pendukung dalam proses pengembangan Kampung Purun. Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut, maka akan dibahas pada bagian Pembahasan mengenai bagaimana optimalisasi kampung tematik tersebut.

METODE

Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi literatur, dokumentasi sebagai data sekunder yang memperkuat data primer yang ditemukan di lapangan, wawancara mendalam atau wawancara semi terstruktur, dan teknik observasi. Lokasi kajian adalah Kampung Purun yang terletak di Kelurahan Palam, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Teknik pemilihan informan, yaitu purposive sampling, di mana informan dipilih berdasarkan kriteria yang sesuai dengan pertanyaan penelitian ini. Informan adalah aparat pemerintah Kota Banjarbaru (Lurah; Pegawai Kelurahan; Pegawai Bappeda; Pegawai Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata; Pegawai Dinas Perdagangan) yang turut mengembangkan Kampung Purun dan warga Kelurahan Palam (Ketua RT, pengrajin purun, pengusaha lokal) yang berperan besar dalam pengembangan Kampung Purun.

Sebagaimana dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan strategi pembangunan sosial yang terjadi di Kampung Purun, modal-modal yang dimiliki masyarakat, serta faktor pendukung dan penghambat Kampung Tematik Kampung Purun dengan menggunakan Logical Framework Analisis (LFA) yang dikemukakan oleh Chang (2006), sedangkan faktor-faktor pendukung dan penghambat dianalisis dengan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat).

4 https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

(7)

73

HASIL

1. Strategi Pembangunan Sosial dan Modal Sosial di Kampung Purun a. Gambaran Fisik Kelurahan Palam

Kelurahan Palam memiliki total luas wilayah 1475 Ha. Berdasar penggunaannya, luas wilayah kelurahan digunakan sebagai sawah tadah hujan sebanyak 138 Ha, tanah kering berupa pemukiman seluas 271 Ha, tanah kering berupa pekarangan seluas 210 Ha, tanah basah berupa tanah rawa seluas 300 Ha, tanah basah berupa situ/waduk/danau seluas 21 Ha, tanah perkebunan seluas 37,63 Ha, dan sisanya sebagai fasilitas umum dan penggunaan lainnya. Tanaman purun tumbuh liar di areal rawa secara alami tanpa dibudidayakan. Sebelum dikembangkan menjadi kerajinan purun, masyarakat mengambil purun untuk keperluan pribadi. Jenis tanaman purun yang tumbuh di wilayah Kelurahan Palam antara lain Purun Danau dengan nama latin (lepironia aticulata) dan Purun Tikus (eleocharis dulcis). Purun danaulah yang dipergunakan untuk membuat kerajinan purun.

Pada Kelurahan Palam, bangunan prasejarah yang ditemukan hanya pecahan bongkaran bangunan yang menurut pendapat masyarakat adalah sisa bangunan (lapangan tenis) zaman penambangan intan Belanda masih aktif. Kondisi lingkungan cukup baik. Permasalahan ada pada kesempatan kerja masyarakat di mana pekerjaan masih didominasi pekerjaan informal. Salah seorang warga berpendapat:

“Kemarin anak saya bekerja sopir, pernah juga tukang. Kemarin anak saya belajar naik mobil lalu dipekerjakan jadi sopir. Kalau remaja-remaja yang wanita biasa ikut mengrajin, selain kerjaan lain seperti jaga toko.” (Warga, MP, September 2020).

Kampung Purun dekat dengan kawasan pemukiman modern. Di dalam Kelurahan Palam juga sudah dibangun perumahan-perumahan modern meskipun masih banyak juga ditemukan lahan kosong tanpa bangunan. Sebagian besar masyarakat telah memiliki legalitas kepemilikan rumah karena adanya program pembuatan sertifikat dari pemerintah.

b. Kondisi Masyarakat

Jumlah penduduk Kelurahan Palam yang tercatat dalam Profil Kelurahan Palam Tahun 2019 sebanyak 4.481 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan tidak berbeda jauh, di mana penduduk laki-laki berjumlah 2.272 jiwa dan perempuan 2.209 jiwa. Jumlah kepala keluarga di Kelurahan Palam sebanyak 1.506 kepala keluarga dengan kepadatan penduduk 2,65 jiwa/km2. Penduduk Kelurahan Palam didominasi oleh usia produktif 17 tahun sampai dengan 64 tahun (Gambar 2).

Gambar 2. Pembagian Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

Sumber: Profil Kelurahan Palam Tahun 2019

5 Published by UI Scholars Hub, 2021

(8)

74

Penduduk Kelurahan Palam didominasi oleh peternak sebanyak 760 orang, karyawan perusahaan swasta sebanyak 444 orang, petani 298 orang, pengusaha kecil dan menengah 242 orang, dan sisanya buruh tani, buruh harian lepas, Pegawai Negeri Sipil, pedagang, guru, sopir, pengrajin industri rumah tangga, dan mata pencaharian lainnya. Organisasi yang ada di Kelurahan Palam cukup banyak, terdiri dari 1 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), 1 Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), 4 Rukun Warga (RW), 13 Rukun Tetangga (RT), 1 Karang Taruna, 16 unit kelompok tani, 6 unit organisasi keagamaan, dan 4 unit organisasi perempuan. Ada juga penduduk bekerja di sektor industri kecil dan menengah, diantaranya industri makanan, industri alat rumah tangga, dan industri kerajinan. Industri yang paling banyak anggotanya adalah industri kerajinan sebanyak 94 orang. Di Kampung Purun juga terdapat dua lembaga keuangan, yaitu Palam Ar Rahim dan KSU Palam Sejahtera. Salah satu informan mengatakan:

“Di sini kami ada koperasi keluarga harapan Palam Ar Rahim, yang juga merupakan e-warong sehingga kami terbantu sekiranya membutuhkan pinjaman uang.”

Penduduk di Kampung Purun memiliki latar belakang yang beragam. Kondisi keberagaman tersebut dipengaruhi oleh perkembangan dan perubahan status Kota Banjarbaru. Penduduk yang aktif dalam membuat kerajinan purun kebanyakan merupakan penduduk yang berasal dari daerah hulu sungai atau yang tergolong rumpun adat masyarakat Banjar sehingga ada kesamaan bahasa dan pola hidup yang memberikan ikatan bagi masyarakat. Beberapa penduduk senior Kampung Purun sudah lama menjadi pengrajin purun.

Hubungan masyarakat dengan pemerintah, swasta dengan pemerintah, dan pemerintah dengan swasta di Kampung Purun cukup baik. Penyaluran bantuan ke Kampung Purun yang awalnya di fasilitasi kelurahan berkembang menjadi langsung ke masyarakat seiring dengan peningkatan kemampuan masyarakat. Salah seorang informan menjelaskan:

“Di sini, peran Pak Lurah sangat penting. Beliaulah yang telah meningkatkan keterampilan orang-orang di sini sehingga sekarang sudah terampil dalam kerajinan tangan.”

Hubungan antara masyarakat dengan swasta pada awalnya melalui pihak kelurahan. Namun, dalam perkembangannya banyak pihak swasta yang berinteraksi langsung dengan pengrajin, baik dalam pemesanan kerajinan, pemberian bantuan, ataupun pengadaan pelatihan. Pemerintah juga telah memfasilitasi bantuan pembangunan galeri melalui dana CSR dari pihak swasta dengan teknis pemanfaatan bangunan dikoordinasikan oleh aparat kelurahan.

Wilayah Kampung Purun sudah dapat mengakses listrik dan jaringan internet. Beberapa pengrajin memanfaatkan media sosial (Whatsapp, Facebook, Instagram) sebagai sarana pemasaran produk. Lembaga pendidikan juga telah berupaya mengedukasi masyarakat Kampung Purun dengan aplikasi pemasaran digital (website), tetapi belum berhasil karena rendahnya potensi penguasaan warga terhadap aplikasi pemasaran digital.

c. Kebijakan-Kebijakan yang Relevan dengan Perkembangan Kampung Purun

Berdasarkan hasil penelitian lapangan, ditemukan beberapa kebijakan sebagai berikut:

• Penetapan Kampung Purun menjadi Kampung Iklim dengan adanya Surat Keputusan Kampung Iklim yang dikeluarkan Lurah Palam. Kampung Iklim sendiri merupakan kegiatan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca serta memberikan

6 https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

(9)

75

pengakuan terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilakukan yang dapat meningkatkan kesejahteraan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah.

• Program Cepat Capai (Quick Win) Dinas Kominfo yang menjadi salah satu agenda dalam mewujudkan Smart City yang dipublikasikan juga oleh Kementerian Dalam Negeri.

• Instruksi Walikota Banjarbaru agar lurah-lurah mengusulkan inovasi pada wilayah masing-masing.

• Penetapan kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang salah satunya untuk mempromosikan Kampung Purun.

2. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Kampung Tematik Kampung Purun

Masyarakat Kampung Purun mayoritas beretnis Banjar (50%), sisanya Jawa, Madura, Sunda, Dayak, Bugis, dan Batak (Gambar 3). Hal ini mengakibatkan pengembangan Kampung Purun dominan dipengaruhi oleh adat Banjar sehingga pengaruh positif dari suku-suku lainnya kurang kuat.

Gambar 3. Potensi Sumber Daya Manusia (Etnis)

Sumber: Profil Kelurahan Palam 2019

Ketersediaan air di Kampung Purun sangat baik meskipun sebagian wilayah adalah lahan rawa. Mayoritas masyarakat keluar dan masuk kampung dengan menggunakan kendaraan pribadi. Sebagian pengrajin purun tidak bisa menggunakan kendaraan sehingga memerlukan bantuan dari keluargannya. Sebagian besar sumber bahan baku (tanaman purun) tumbuh di area tanah milik perusahaan sehingga masyarakat memerlukan izin perusahaan untuk dapat pengambil purun. Di sisi lain, masyarakat juga dihadapkan pada risiko niat alih fungsi lahan dari pihak perusahaan. Warga telah berupaya membudidayakan tanaman purun. Namun, upaya warga membudidayakan tanaman purun belum membuahkan hasil.

Masyarakat Kampung Purun juga memiliki aset bersama berupa rumah kreatif, mesin penumbuk/penggiling purun, kompor untuk memasak purun, galeri, dan balai-balai tempat istirahat wisatawan. Rumah kreatif dibangun dari sisa dana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) dan swadaya masyarakat, sebagaimana dikemukakan informan sebagai berikut:

“Pokoknya, itu intinya duit dari masyarakat swadaya. Namanya dari pemerintah, itu harus di SPJ kan? Nah, ini swadaya aja bunyinya, sumbangan dari Pak Haji IS, dari para pengrajin (uang kas), hasil berjualan dan uang yang terbanyak tadi sisa dari program (PLPBK).” (Pegawai Kelurahan Palam, IH, September 2020).

Selain itu, ada juga bantuan alat penggiling dan kompor dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), seperti pemaparan informan:

2%16% 21% 6% 0% 4% 1% 50%

Batak Sunda Jawa

Madura Banjar Dayak

Bugis Jumlah

7 Published by UI Scholars Hub, 2021

(10)

76

“Unlam ada memberi bantuan, berupa putaran itu yang besar, penggilingan, dan kompor-kompornya.” (Pegawai Kelurahan Palam, IH, September 2020).

Kemudian, mereka juga membantu pembuatan website jual-beli produk purun, tetapi tidak bisa diteruskan masyarakat karena rendahnya kemampuan penguasaan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) masyarakat, seperti pemaparan informan:

“Website kadang terpakai, paling website jual-beli produk modelnya.” (Pegawai Kelurahan Palam, IH, September 2020).

Namun untuk TIK yang sederhana, seperti Whatsapp, Facebook, dan Instagram, sebagian penduduk sudah bisa menggunakan. Seperti pemaparan informan:

“Saya tidak tau kalau di lapangan ya, yang jelas pendidikan mereka tidak sampai situ, paling Instagram, Whatsapp, kalau website tidak sampai situ mereka.” (Pegawai Kelurahan Palam, IH, September 2020).

Instansi-instansi pemerintah turut berperan serta juga dalam pengembangan Kampung Purun. Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (BAPPEDA) mengkoordinasikann instansi yang berperan dalam mengembangkan Kampung Purun. Berikut pemaparan informan:

“Kalau di perdagangan misalnya, targetnya nanti jumlah pendapatan atau omzet mereka. Mungkin dari tenaga kerjanya meningkat seperti apa. Di Dinas Pariwisata misalnya, ada nama kegiatan promosi, bukan menyebutkan promosi Kampung Purun, tapi promosi produk-produk unggulan di Banjarbaru. Di dalam kegiatan itu mungkin ada acara pameran dan lain-lain tidak mesti juga ada anggaran. Dari perdagangan misalnya, mungkin ada kegiatan pameran, atau ada kegiatan keluar daerah, diajak mungkin pengrajin ini atau produknya dibawa ke sana.” (Kepala Bidang Penyusunan Program, ML, September 2020).

Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Banjarbaru (Kominfo) mempromosikan Kampung Purun melalui Program Smart City di mana kerajinan purun menjadi smart branding yang merupakan salah satu kategori Program Cepat Capai (Quick Win), seperti yang dipaparkan informan:

“Quick Win itu kemaren terkait dengan Smart City. Jadi, Smart City itu meminta usulan Quick Win. Yang memegang kegiatannya Kominfo, Bappeda tugasnya mengkoordinasikan.” (Kepala Bidang Penyusunan Program, ML, September 2020).

Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota Banjarbaru (DISPORABUDPAR) dan Dinas Perdagangan mempromosikan produk Kampung Purun sebagai salah satu dari produk unggulan Kota Banjarbaru dan membawa kerajinan purun dalam kegiatan pameran atau kegiatan keluar daerah, seperti pemaparan informan berikut:

“DISPORABUDPAR misalnya ada nama kegiatan promosi, bukan menyebutkan promosi Kampung Purun, tapi promosi produk-produk unggulan di Banjarbaru. Di dalam kegiatan itu, mungkin ada acara pameran dan lain-lain, tidak mesti juga ada anggaran. Dari perdagangan misalnya, mungkin ada kegiatan pameran, atau ada kegiatan keluar daerah, diajak mungkin pengrajin ini atau produknya dibawa ke sana.” (Kepala Bidang Penyusunan Program dan Evaluasi, ML, September 2020)

Lurah Kelurahan Palam berperan besar mengubah pola pikir masyarakat dan mengangkat potensi kelurahan, yaitu banyaknya tanaman purun. Tanaman purun sebenarnya tanaman parasite, tetapi dapat dimanfaatkan untuk membuat produk kerajinan anyaman. Selain itu, penduduk wanita yang sebelumnya hanya berharap pada suami bisa mengisi waktu luang mereka dengan lebih produktif dengan menjadi pengrajin purun.

8 https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

(11)

77

“Dengan adanya ide dari Lurah Palam AA mencoba mengubah pola pikir masyarakat, ternyata ada potensi di sana tanaman purun. Sebenarnya, tanaman purun ini sejenis tanaman parasit, tapi bisa dimanfaatkan dan dijadikan peluang usaha masyarakat. Di samping itu, banyak penduduk wanita yang memiliki waktu luang. Hal ini dibaca Lurah Palam AA, kenapa laki-lakinya hanya menambang dan ibu-ibunya hanya berharap dari suaminya. Saat masuk, Lurah Palam AA mempelajari masyarakat, ternyata potensi dari bahan baku banyak, cuma keahlian masyarakat masih kurang sehingga produk kurang berkualitas kurang menjual. Lurah Palam AA mencoba mengubah itu, dilatih orang-orang atau pengrajinnya sampai ke Yogya.” (Kepala Bidang Penyusunan Program dan Evaluasi, ML, September 2020)

Dalam perkembangannya, masyarakat juga membentuk kelompok-kelompok pengrajin yang memiliki kepengurusan masing-masing yang membuka peluang bagi mereka untuk mendapat bantuan dari berbagai pihak (CSR atau Pemerintah). Hal ini dikemukakan informan:

“Pembentukan kelompok untuk memfasilitasi supaya dapat menerima bantuan.” (Pegawai Kelurahan Palam, IH, September 2020).

Perkembangan kelompok pengrajin purun cukup baik. Tahun 2020 jumlah pengrajin purun sebanyak 94 orang yang terbagi dalam empat kelompok (Tabel 1).

Tabel 1. Tabel Jumlah Pengrajin Purun

No. Nama Kelompok Jumlah Anggota (orang)

1 Galoeh Bandjar 16

2 Alfirdaus 45

3 Pelangi Alfirdaus 11

4 Galoeh Tjempaka 22

Jumlah 94

Sumber: Data Kelurahan Palam

PEMBAHASAN

Pembahasan terkait Kampung Purun akan memaparkan tipologi kampung, modal masyarakat Kampung Purun, strategi pembangunan sosial di Kampung Purun, dan analisis SWOT dari faktor-faktor pendukung dan penghambat pengembangan Kampung Purun. Analisis atau pembahasan ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penyusunan program di Kampung Purun atau peningkatan upaya pembangunan sosial masyarakat Kampung Purun dalam jangka panjang.

1) Tipologi Kampung

Menurut Ford (1993 dalam Hutama, 2016:8; Tunas, 2008:87), berdasarkan tipologinya, kampung dibedakan menjadi kampung dalam kota, kampung tengah kota, kampung pedesaan, dan kampung penghuni liar sementara (Tabel 2).

Tabel 2. Tipologi Kampung Menurut Ford

Tipologi Lokasi Karakteristik

Inner-city Kampung (Kampung Dalam Kota)

Di antara struktur kolonial dan pusat-pusat baru

• Kepadatan tinggi 100 ribu per km persegi • Beberapa masalah lingkungan

• Peluang kerja yang bagus

9 Published by UI Scholars Hub, 2021

(12)

78

Mid-city Kampung (Kampung Tengah Kota)

Dekat dengan kawasan perumahan modern dan komersial

• Kepadatan 20-40 ribu per km persegi • Kondisi lingkungan yang lebih baik • Keuntungan dari penyediaan layanan

perkotaan

• Kesempatan kerja yang baik Rural Kampung

(Kampung Pedesaan)

Daerah pedesaan, tetapi perlahan ditelan oleh kota

• Sektor pertanian lebih dominan • Kepadatan lebih rendah

• Sebagian besar tidak ada infrastruktur dan penyediaan layanan

• Lebih sedikit populasi sementara Temporary

Squatter Kampung (Kampung Penghuni Liar Sementara)

Tersebar di seluruh wilayah metropolitan dan situs tanpa fasilitas transisi

• Tidak ada kepemilikan yang legal

• Kondisi lingkungan dan kehigienisan yang parah

Sumber: Ford, L. (1993 dalam Hutama, 2016:8; Tunas, 2008:87)

Kampung Purun yang terletak di Kelurahan Palam yang menjadi lokasi penelitian ini dikategorikan rural kampung karena kepadatan lebih rendah dari mid-city dan mayoritas penduduk merupakan penduduk tetap. Namun, sebagian Kampung Purun mulai berubah menjadi mid-city kampung karena dekat dengan kawasan perumahan modern dan komersial akibat perkembangan kota.

2) Modal Masyarakat Kampung Purun

Pembangunan sosial di Kampung Purun dimotori oleh modal-modal yang ada di masyarakat. Adi (2008:240-261) menyebutkan ada tujuh modal yang menjadi aset masyarakat, yaitu modal fisik, modal finansial, modal lingkungan, modal teknologi, modal manusia, modal sosial, dan modal spiritual. Masyarakat Kampung Purun memiliki seluruh modal komunitas tersebut dan menjadikannya motor bagi Program Kampung Purun, kecuali modal spiritual. Novandi (2019:24) menyebutkan dalam tesisnya, modal lain menurut Green dan Haines (2008) yang ada di Kampung Purun, yaitu modal politik. Bentuk modal-modal tersebut di masyarakat antara lain:

a. Modal Manusia (Human Capital)

Sebagaimana terlihat pada hasil penelitian di atas, penduduk di Kampung Purun memiliki latar belakang yang beragam. Kondisi keberagaman tersebut dipengaruhi oleh perkembangan dan perubahan status Kota Banjarbaru. Penduduk yang aktif dalam membuat kerajinan purun kebanyakan merupakan penduduk yang berasal dari daerah hulu sungai atau yang tergolong rumpun adat masyarakat Banjar sehingga ada kesamaan bahasa dan pola hidup yang memberikan ikatan bagi masyarakat. Ikatan tersebut berpotensi memberikan peluang observasi dan pembelajaran melalui proses permodelan antar penduduk (Bandura, 1976:22-36; Tarsono, 2018).

Modal manusia yang mendukung berkembangnya Kampung Purun berasal dari penduduk wanita yang memiliki keahlian mengrajin purun, memiliki banyak waktu luang, dan memiliki kemauan untuk aktif sebagai pengrajin purun. Mayoritas penduduk hanya lulusan SMA/sederajat ke bawah sehingga penduduk Kampung Purun belum bisa dimasukkan kategori sumber daya manusia yang profesional karena kompetensi yang dimiliki penduduk adalah kemauan sebagai

10 https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

(13)

79

pengrajin atau pekerja kasar yang dapat mendukung dalam aktivitas mencari tanaman purun yang letaknya di wilayah rawa yang sukar dijangkau.

b. Modal Lingkungan (Environmental Capital)

Modal lingkungan yang sangat dominan di Kampung Purun ini adalah tanaman. Tanaman purun tumbuh liar di areal rawa secara alami tanpa dibudidayakan. Sebelum dikembangkan menjadi kerajinan purun, masyarakat mengambil purun untuk keperluan pribadi. Jenis tanaman purun yang tumbuh di wilayah Kelurahan Palam, antara lain purun danau (Gambar 4) yang dipergunakan untuk membuat kerajinan purun.

Gambar 4. Tanaman Purun

Sumber: Dokumentasi Kelurahan Palam

c. Modal Finansial (Financial Capital)

Modal finansial yang dimiliki masyarakat Kampung Purun antara lain adalah koperasi keluarga harapan Palam Ar Rahim. Koperasi ini dikelola sekaligus menjadi e-warung di Kelurahan Palam yang memfasilitasi bantuan nontunai pemerintah dan menjadi koperasi simpan pinjam bagi masyarakat. Selain itu terdapat juga KSU Palam Sejahtera yang berada di wilayah Kelurahan Palam. Keberadaan lembaga koperasi dan e-warung ini dapat membawa manfaat bagi masyarakat dari segi keuangan.

d. Modal Fisik (Physical Capital)

Modal fisik di Kampung Purun, diantaranya akses jalan aspal yang cukup baik dan bangunan rumah penduduk. Wilayah Kampung Purun belum memiliki banyak sarana pendukung. Namun, pada skala wilayah yang lebih besar, yaitu Kelurahan Palam, terdapat beberapa sarana pendukung yang menunjang Kampung Purun, diantaranya pasar, galeri kerajinan, dan kantor kelurahan. Sarana fisik lainnya, seperti infrastruktur berupa jalan sudah cukup baik, tetapi belum dilalui angkutan umum. Di samping itu, sarana pembuangan limbah berupa got sudah cukup baik, sarana air bersih masyarakat juga sudah ada, dan sebagian masyarakat juga sudah memiliki jaringan internet.

Sebagian besar masyarakat di wilayah Kampung Purun memiliki modal fisik berupa kepemilikan tanah untuk tempat tinggal, hanya saja tidak semuanya merupakan bangunan permanen. Kampung Purun juga termasuk lingkungan yang tidak padat penduduk sehingga lebih mudah untuk ditata.

11 Published by UI Scholars Hub, 2021

(14)

80

e. Modal Sosial (Social Capital)

Karakteristik sosial masyarakat Kampung Purun berbeda dengan masyarakat Kota Banjarbaru pada umumnya, di mana kondisi keseharian masyarakatnya sama seperti aktivitas penduduk di pedesaan, tapi lokasi wilayahnya termasuk dalam manajemen kelurahan yang ada di perkotaan. Mayarakat Kampung Purun sebagian besar merupakaan penduduk tetap di Kampung Purun dengan aktivitas sebagai peternak sebanyak 760 orang, karyawan perusahaan swasta sebanyak 444 orang, petani sebanyak 298 orang, pengusaha kecil dan menengah sebanyak 242 orang, dan sisanya buruh tani, buruh harian lepas, Pegawai Negeri Sipil, pedagang, guru, sopir, pengrajin industri rumah tangga, dan mata pencaharian lainnya (Profil Kelurahan Palam, 2019).

Penduduk di Kampung Purun membentuk kelompok-kelompok pengrajin. Dalam kepengurusan masyarakatnya, penduduk Kampung Purun masuk dalam rukun tetangga empat, rukun tetangga lima, dan rukun tetangga enam, serta masuk pada binaan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Palam. Hal ini sesuai dengan penjelasan informan:

“Kami dibagi dalam kelompok-kelompok pengrajin. Ini merupakan hal positif sehingga kami dapat lebih terfokus dalam pengembangan kemampuan dan produk.”

Norma yang berlaku di masyarakat Kampung Purun didasarkan pada adat budaya Banjar dan suku-suku lainnya di Kampung Purun. Masyarakat Kampung Purun mayoritas bersuku Banjar. Namun, terdapat juga suku jawa, madura, dan suku lain. Hubungan antar kelompok di Kampung Purun cukup baik, tidak pernah terjadi pertikaian antar kelompok, dan penduduk saling mengenal antar kelompok.

f. Modal Teknologi (Technological Capital)

Modal teknologi di sini berarti kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) pada kegiatan sehari-hari, yang dapat digunakan untuk pengembangan Kampung Purun. Masyarakat menggunakan media sosial (Whatsapp, Facebook, Instagram) untuk pemasaran produk atau penggunaan listrik dan alat tepat guna.

Warga Kelurahan Palam sebagian besar sudah merasakan akses listrik, tetapi baru sebagian kecil warga yang sudah menggunakan akses internet. Sebagian penduduk, khususnya yang berusia lanjut, belum bisa menggunakan telepon seluler sehingga bergantung pada keluarganya untuk tetap aktif memperoleh informasi dan turut aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Hal ini digambarkan oleh pernyataan informan:

“Lembaga pendidikan negeri di Kota Banjarbaru (ULM), melalui peran aktif mahasiswa, membantu mengolah website untuk pemasaran hasil kerajinan purun.”

Hanya saja dalam aplikasinya masyarakat Kampung Purun masih belum bisa melanjutkan pengelolaan website tersebutnya. Pengalaman pembuatan website ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan penyederhanaan modal teknologi lainnya bagi masyarakat.

g. Modal Politik (Political Capital)

Modal politik masyarakat Kampung Purun adalah modal politik instrumental, yaitu aktor yang dapat mempengaruhi kebijakan di mana ada beberapa orang berpengaruh di komunitas yang berperan dalam pengambilan keputusan di Kampung Purun. Salah seorang informan menjelaskan:

“Di sini, peran Pak Lurah sangat penting. Beliaulah yang telah meningkatkan keterampilan orang-orang di sini sehingga sekarang sudah terampil dalam kerajinan tangan.”

12 https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

(15)

81

3) Strategi Pembangunan Sosial di Kampung Purun

Menurut Midgley (1995), pembangunan sosial terdiri dari tiga pilar, yaitu pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta (bisnis). Hubungan antara masyarakat dengan pihak swasta pada awalnya melalui pihak kelurahan. Namun, dalam perkembangannya, banyak pihak swasta yang berinteraksi langsung dengan pengrajin, baik dalam pemesanan kerajinan, pemberian bantuan, ataupun pengadaan pelatihan. Pemerintah juga telah memfasilitasi bantuan pembangunan galeri melalui dana CSR dari pihak swasta dengan teknis pemanfaatan bangunan dikoordinasikan oleh aparat kelurahan. Dengan demikian, terlihat sinergitas antara pemerintah, masyarakat, dan swasta.

Masih menurut Midgley (1995), beliau juga menyatakan bahwa strategi pembangunan sosial mencakup strategi pemerintah, komunitas, dan individu. Strategi pembangunan sosial masyarakat Kampung Purun yang berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah:

a. Strategi Pembangunan Sosial melalui Pemerintah

Hubungan antara pemerintah dan masyarakat di Kampung Purun cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya dukungan dari instansi pemerintah dalam pelatihan, pembinaan, dan penyediaan tempat bagi masyarakat untuk mempromosikan kerajinan purun. Berbagai aktivitas dilakukan pemerintah untuk mengembangkan Kampung Purun, seperti pelatihan, studi banding, dan membantu memfasilitasi penjualan.

Pembangunan Kampung Purun melalui strategi pemerintah melibatkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Sistem penganggaran di SKPD memang tidak mencantumkan anggaran untuk Kampung Purun dengan nama Program Kampung Purun, penganggaran biasanya terkait dengan kegiatan-kegiatan yang mengembangkan Kampung Purun. Satuan kerja tersebut antara lain:

1) BAPPEDA

Bappeda memiliki peran sebagai instansi yang mengkoodinasikan kegiatan-kegiatan di SKPD, termasuk di dalamnya upaya pengembangan kampung tematik yang dilakukan oleh instansi pemerintah daerah yang bekerja sama dengan provinsi ataupun instansi pusat. Namun, pengembangan kampung tematik lebih fokus diolah oleh dinas atau kelurahan. Bappeda melihat pertumbuhan secara makro, perhatian Bappeda terhadap kampung tematik diberikan dengan membantu melihat target kampung tematik yang ada di dinas-dinas atau dengan melihat perkembangan ekonomi dan sosial.

2) Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Tenaga Kerja Kota Banjarbaru

Peran Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Tenang Kerja sangat penting, di mana hal ini dibuktikan dengan informan yang mengatakan:

“Dinas ini membantu masyarakat Kampung Purun dalam mengembangkan produk purun dan mengkreasikan dengan produk lainnya.”

Usaha Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Tenaga Kerja, antara lain: • Memantau ketersediaan dan kualitas bahan baku;

• Membantu dan membimbing pembuatan merek/logo Palam Craft dan sub-sub merek/logo lainnya berdasarkan perkembangan pasar;

• Membantu peningkatan kualitas produksi atau finishing produk;

• Membantu promosi melalui kegiatan-produk di dinas atau melalui media elektronik (televisi, radio, surat kabar, atau media sosial).

13 Published by UI Scholars Hub, 2021

(16)

82

3) Dinas Perdagangan

Strategi pembangunan yang dilakukan Dinas Perdagangan adalah mendukung promosi yang dilakukan Dinas Pariwisata dibawah Seksi Ekonomi Kreatif. Dukungan yang diberikan misalnya dengan membantu menentukan target pencapaian omzet dan pendapatan yang diharapkan dapat diperoleh masyarakat melalui pengembangan Kampung Purun agar kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.

4) Dinas Pekerjaan Umum

Dinas Pekerjaan Umum juga turut aktif berkontribusi pada Kampung Purun dengan memberikan bantuan berupa tempat memajang hasil kerajinan purun, membangun aula tempat berkunjung wisatawan, dan membangun toilet umum. Selain itu, Dinas PU juga memperbaiki beberapa bangunan tempat tinggal masyarakat Kampung Purun dengan mengikuti bentuk lama bangunan yang telah ada.

5) Dinas Pariwisata

Perhatian dari dinas pariwisata terlihat dari promosi yang dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pada Dinas Pariwisata. Kegiatan tersebut diantaranya pameran atau EXPO.

6) BUMN Angkasa Pura

Salah satu Badan Usaha Milik Negara, yaitu Angkasa Pura, ikut serta dalam mengembangkan kampung tematik dengan menyediakan galeri yang memajang hasil kerajinan purun. Selain itu, juga ada kawasan bandara yang direncanakan untuk dikembangkan.

7) Dinas Komunikasi dan Informatika

Dinas Kominfo berperan terkait Masterplan Smart City yang menetapkan Kampung Purun sebagai salah satu smart branding Kota Banjarbaru.

8) Kelurahan

Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat dengan dukungan dari kelurahan membangun Rumah Banjar Kreatif. Rumah tersebut dibuat dengan gotong royong, tidak menggunakan biaya dari APBD Kota Banjarbaru. Selain itu, mesin penumbuk purun di Kampung Purun dibuat dengan biaya patungan dari dana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK), Kelurahan Palam, dan sumbangan/swadaya masyarakat, karena dana yang disediakan PLPBK dialokasikan untuk belanja bahan (kayu dan mesin), sedangkan biaya upah tukang tidak memerlukan biaya karena merupakan swadaya masyarakat. Masyarakat memanfaatkan lahan milik H. Saprani, tokoh masyarakat Kelurahan Palam sebagai tempat untuk membangun rumah kreatif dan mesin penumbuk.

b. Strategi Pembangunan Sosial melalui Komunitas

Midgley (2020:147) membahas teori modal sosial yang merefleksikan gagasan bahwa masyarakat dengan tingkatan partisipasi sosial yang tinggi dan dengan ikatan sosial yang kuat akan sejahtera dan menyediakan lingkungan positif dalam tiap orang atau keluarga yang berkembang. Strategi pembangunan sosial melalui komunitas di Kampung Purun terlihat dengan adanya empat kelompok pengrajin purun, yaitu Kelompok Galuh Cempaka, Kelompok Al-Firdaus, Kelompok Galuh Banjar, dan Kelompok Pelangi Firdaus. Akan tetapi, dalam perkembangannya, baru dua kelompok yang memiliki izin usaha. Komunitas bekerja sama dengan dinas dan pihak kelurahan untuk dapat bekerja sama dengan tempat-tempat wisata, seperti Amanah Borneo Park, Kampung Jamu, dan kampung tematik lain di Kota Banjarbaru. Berikut pernyataan dari informan:

14 https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

(17)

83

“Masing-masing kelompok bekerja sama dengan membentuk kepengurusan dan membuat galeri. Mereka biasanya memilih salah satu rumah anggota sebagai tempat untuk meletakan peralatan kerja seperti mesin jahit ataupun kompor untuk memasak bahan untuk pewarna purun. Masing-masing kelompok memasarkan produk kelompok melalui galeri.”

Dengan demikian, strategi komunitas melalui kelompok tersebut membantu pengembangan produk dan pemasaran.

c. Strategi Pembangunan Sosial melalui Individu

Kontribusi individu dalam Program Kampung Purun sudah ada meski masih tergolong minim. Individu yang paling berkontribusi dalam pengembangan Kampung Purun adalah Lurah Palam, terutama saat pengembangan awal. Lurah merangkul potensi individu yang ada di kelurahan di mana pada awalnya ada dua orang pengrajin purun yang memiliki kemampuan mengolah purun sebelum dikembangkan. Pada awalnya, para pengrajin ini hanya bisa mengolah tikar atau bakul untuk keperluan sehari-hari. Pada perkembangannya, beberapa individu diikutsertakan dalam pelatihan sehingga memiliki keterampilan yang lebih baik sehingga dapat membuat olahan kerajinan yang lebih beragam, seperti tas kerja, dompet, pot hias, tas laptop, dan jenis hasil kerajinan lainnya. Kemudian, mereka yang telah diikutkan dalam pelatihan akan melatih teman-temannya.

Kesejahteraan akan mudah diangkat jika individu secara mandiri melakukan minatnya (Midgley 1995:150). Individu yang dimaksud di sini adalah warga Kampung Purun yang berminat dengan kerajinan purun, seperti apa yang disampaikan informan warga:

“Sejak 2016 itu jadi rame permintaan purun, sehari saya bisa dapat 5 purun, satu purun harganya Rp20.000. Jadi, sehari bisa dapat Rp100.000. Lebih besar dapatnya daripada ke sawah jadi buruh setengah hari cuma dapat Rp50.000.”

Maka, dapat dikatakan bahwa penduduk juga tertarik menjadi pengrajin purun karena mendapatkan penghasilan yang lebih besar.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa strategi yang diterapkan mempunyai efek terhadap peningkatan kapasitas manusia. Pada intinya, yang dilakukan di Kampung Purun merupakan investasi sosial dan investasi manusia, yang dalam pandangan Midgley (1995) sangat penting agar manusia dan komunitas dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi guna mencapai kesejahteraan sosial.

4) Analisis SWOT Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Kampung Purun Analisis upaya optimalisasi Program Kampung Tematik Kampung Purun guna meningkatkan pembangunan sosial di masyarakat dapat dilakukan dengan analisis SWOT (Chang, 2006). Berikut ini disajikan tabel analisis kekuatan dan peluang, kekuatan dan ancaman, kelemahan dan peluang, serta kelemahan dan ancaman (Tabel 3).

Tabel 3. Tabel SWOT Program Kampung Purun Faktor

Internal

KEKUATAN

• Penduduk wanita yang memiliki banyak waktu luang dan mau memanfaatkan waktu menjadi pengrajin

• Ketersediaan bahan baku

KELEMAHAN • Pendidikan masyarakat

masih perlu ditingkatkan dalam pendidikan formal, perencanaan, atau manajemen keuangan

15 Published by UI Scholars Hub, 2021

(18)

84

Faktor Ekternal

(memaksimalkan bahan baku yang ada dan budi daya)

• Kemampuan dasar pengrajin senior

• Antusiasme masyarakat mengikuti pelatihan purun dan menjadi pengrajin purun

• Aset fisik berupa kepemilikan

bersama alat penggiling/penumbuk purun, kompor, rumah kreatif, dan balai-balai (diberikan modal untuk memperbanyak aset bersama)

• Bantuan koordinasi dari Bappeda

• Dukungan pendampingan dari pemerintah melalui kelurahan, dinas, dan provinsi

• Dukungan pelatihan tenaga ahli dari pemerintah melalui dinas, provinsi, kementerian, dan lain-lain

• Bantuan sarana dan prasarana dari dinas, swasta, dan pihak lainnya

• Dukungan Dinas Kominfo melalui Program Smart City dengan memasukan Kampung Purun sebagai Quick Win (Program Cepat Capai) yang terdata di Depdagri

• Penduduk mayoritas berpendidikan SMA/sederajat ke bawah • Masyarakat belum berinisiatif memasukkan kampung tematik ke musyawarah rencana pembangunan • Kualitas SDM dalam mengkreasikan tanaman purun masih rendah, di mana kualitas dan harga produksi kerajinan purun Kampung Purun juga masih belum banyak diminati di pasar dibanding kerajinan purun dari daerah lain

• Belum ada transportasi umum masuk ke Kampung Purun

Belum adanya grand desain Kampung Tematik Kampung Purun

• Permintaan produk kerajinan purun masih situasional, belum ada kerja sama formal dengan swasta

PELUANG

• Pelatihan peningkatan kemampuan pengelolaan teknologi dan informasi pemasaran produk

• Inovasi usaha lain yang dapat menginspirasi kreativitas produk purun

• Rencana pemindahan ibukota negara

• Dukungan pemerintah dalam hal pendidikan formal/informal

• Memotivasi penduduk wanita agar berminat pada pelatihan peningkatan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK)

• Memanfaatkan antusiasme masyarakat pada pelatih yang mengajarkan inovasi produk agar produk lebih beragam

• Pengrajin senior bisa jadi pelatih atau mentor

• Mendorong usaha lain berkembang, misalnya ojek online, toko-toko, pom bensin, dll.

• Memanfaatkan momen pemindahan ibukota baru

sebagai alasan

pembenahan sarana angkutan umum agar masuk ke wilayah Kampung Purun

Pembuatan grand design Kampung Purun

• Ketersediaan

beasiswa/dana pendidikan formal dari dana bantuan pemerintah atau bekerja sama dengan swasta

16 https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

(19)

85

ANCAMAN • Pengalihan fungsi lahan

pada kawasan rawa habitat purun – menjadi rumah/ pabrik

• Globalisasi dan modernisasi yang tidak mempertimbangkan kelestarian industri kreatif ramah lingkungan

• Memanfaatkan antusiasme

masyarakat untuk membudidayakan tanaman purun pada lahan milik masyarakat agar ketersediaan bahan baku tetap terjaga

• Memanfaatkan perhatian dinas, badan, dan instansi lainnya agar memperhatikan kelestarian industri kreatif yang ramah lingkungan (kerajinan purun)

• Melibatkan Bappeda untuk menyelamatkan lahan dengan mensosialisasikan perencanaan pembangunan kota/pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan

• Memaksimalkan sosialisasi dari Kominfo terkait aktivitas ramah lingkungan/selamatkan purun melalui TIK

• Memasukan kerajinan

purun dalam musrenbang

sebagai upaya

menciptakan globalisasi dan modernisasi yang memperhatikan kelestarian industri kreatif ramah lingkungan

• Memaksimalkan grand design yang baru akan diusulkan agar mendukung kelestarian purun dan lingkungan

• Memperketat perjanjian kerja sama yang dilakukan pemerintah agar selalu mempertahankan

kelestarian produk komoditas Kampung Purun yang ramah lingkungan • Pemberian pelatihan kepada masyarakat hendaknya selalu menekankan perhatiaan masyarakat untuk melestarikan lingkungan

Sumber: Analisis Penulis

Secara konseptual, faktor-faktor penghambat yang menyebabkan belum optimalnya pembangunan sosial di Kampung Purun, antara lain berupa:

a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Predisposisi merupakan hal-hal yang muncul sebelum kondisi itu sendiri (Green & Kreuter (1991 dalam Adi, 2008:190). Faktor predisposisi belum optimalnya pembangunan sosial, antara lain adalah kondisi masyarakat Kampung Purun yang mayoritas beretnis Banjar (50%), sisanya Jawa, Madura, Sunda, Dayak, Bugis, dan Batak. Hal ini mengakibatkan pengembangan Kampung Purun dipengaruhi adat Banjar sehingga pengaruh positif dari suku-suku lainnya kurang kuat. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kampung Purun hampir sama banyaknya, tetapi pengembangan kerajinan purun sebagian besar aktivitasnya hanya melibatkan penduduk perempuan. Padahal, dengan bantuan tenaga ataupun keahlian lain dari penduduk laki-laki, kreasi kerajinan purun dapat lebih variatif.

b. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor penguat adalah perilaku nyata yang dilihat dan dirasakan (Adi, 20008:196), yang dalam hal ini terlihat dari adanya pengrajin dari luar kampung yang mendorong perkembangan

17 Published by UI Scholars Hub, 2021

(20)

86

Kampung Purun dengan memberi contoh kreasi kerajinan purun yang lebih bernilai jual. Sayangnya, pengaruh dari luar ini cenderung kurang terlihat. Padahal, jika pengaruh luar ini signifikan, maka akan membawa ide-ide baru dan kreatif.

c. Faktor Bukan Manusia (Non-Human Factor)

Wilayah yang ditumbuhi purun cukup luas. Namun, berdasarkan keterangan beberapa pihak (warga dan aparat pemerintah), purun yang berkualitas cukup baik sebagian besar tumbuh di lahan yang dimiliki perusahaan sehingga masyarakat memerlukan izin perusahaan untuk mengambil tanaman purun. Ada warga yang berupaya membudidayakan tanaman purun di sekitar pekarangan rumah, tetapi panjang tanaman purun yang tumbuh belum sesuai dengan kriteria yang diharapkan sebagai bahan baku.

Masyarakat Kampung Purun juga memiliki aset bersama berupa rumah kreatif, mesin penumbuk/penggiling purun, kompor untuk memasak purun, galeri, dan balai-balai tempat istirahat wisatawan. Namun, ada aset yang dibangun di tanah milik warga sehingga pengelolaan aset tersebut dipengaruhi besar oleh keputusan pemilik lahan tidak hanya kesepakatan bersama warga. Kelurahan Palam yang menjadi wilayah tempat Kampung Purun berada sudah memiliki akses listrik dan akses internet untuk sebagian besar warganya. Namun, tidak semua masyarakat menguasai penggunaan telepon seluler.

Hasil temuan analisis SWOT antara masing-masing faktor pendukung dan penghambat pembangunan sosial di Kampung Purun adalah sebagai berikut:

1. Analisis Kekuatan dan Peluang

a. Memotivasi Penduduk Wanita agar Berminat pada Pelatihan Peningkatan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK)

Jumlah penduduk wanita di Kampung Purun yang tidak bekerja atau hanya bekerja sebagai buruh tani atau pekerjaan lain yang memiliki banyak waktu luang merupakan hal positif yang dapat menjadi kekuatan bagi pengembangan Kampung Purun. Penguatan tersebut baru dapat dilakukan jika penduduk wanita mau mempelajari teknologi, informasi, dan komunikasi. Dengan penguasaan tersebut, maka mereka dapat menjangkau pemasaran yang lebih luas.

b. Memanfaatkan Antusiasme Masyarakat pada Pelatih yang Mengajarkan Inovasi Produk agar Produk Lebih Beragam

Motivasi penduduk yang tinggi terhadap kerajinan purun dapat diarahkan ke pengembangan kreasi produk purun. Pengenalan dapat dilakukan dengan studi wisata pengrajin purun ataupun dengan mendatangkan pelatih yang berpengalaman dalam mengkreasikan inovasi produk purun. Bagi penduduk yang sudah memahami baca tulis, pembelajaran dapat diperoleh dari internet atau buku-buku kerajinan purun.

c. Pengrajin Senior Bisa Menjadi Pelatih/Mentor

Pengrajin yang lebih senior dapat menjadi pelatih atau mentor untuk memotivasi pengrajin atau penduduk yang ingin menjadi pengrajin.

d. Mendorong Usaha Lain Berkembang

Program Kampung Purun membuka peluang bagi usaha-usaha lain yang terkait, seperti angkutan online untuk fasilitas sampai ke Kampung Purun, warung makan, toko souvenir, homestay, atau usaha lain.

18 https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

(21)

87

2. Analisis Peluang dengan Kelemahan

a. Memanfaatkan Momen Pemindahan Ibukota Baru sebagai Alasan Pembenahan Sarana Angkutan Umum agar Masuk ke Wilayah Kampung Purun dan Pembuatan Grand Design Kampung Purun

Pemindahan ibukota baru menjadi peluang bagi perluasan pasar pengrajin. Jika ibukota berpindah ke Kalimantan, maka permintaan terhadap produk-produk kebutuhan rumah tangga akan meningkat. Sebagai langkah menjaga agar konsumsi penduduk di ibukota baru dapat terpenuhi dari dalam wilayah Kalimantan, maka perbaikan transportasi umum yang menjadi sarana wisata atau penyuplai produk purun harus diperhatikan. Perhatian dapat direncanakan dalam grand design Kampung Purun agar tahapan perencanaanya dapat lebih mudah dipantau.

b. Ketersediaan Beasiswa/Dana Pendidikan Formal dari Dana Bantuan Pemerintah atau Bekerja Sama dengan Swasta

Upaya penganggaran beasiswa bagi penduduk tidak mampu yang memiliki semangat belajar dari pemerintah atau bekerja sama dengan pihak swasta. Beasiswa bisa diarahkan untuk menyediakan tenaga kerja yang mampu melestarikan kerajinan purun sekaligus menciptakan tenaga kerja yang siap pakai di lapangan kerja.

3. Analisis Kekuatan dengan Ancaman

a. Memanfaatkan Antusiasme Masyarakat untuk Membudidayakan Tanaman Purun pada Lahan Milik Masyarakat agar Ketersediaan Bahan Baku Tetap Terjaga

Ancaman alih fungsi lahan dapat mengancam kelestarian tanaman purun, hal ini dikarenakan lokasi Kota Banjarbaru yang strategis. Karena letaknya yang strategis Kota Banjarbaru diminati sebagai tempat tinggal bagi pegawai provinsi, pegawai perusahaan (tambang dll) atau mahasiswa. Selain itu lokasi tanaman purun yang diambil masyarakat merupakan lahan milik perusahaan swasta. Hal-hal tersebut membuat alih fungsi lahan semakin menjadi ancaman bagi pengrajin purun. Untuk mengatasi hal tersebut masyarakat yang memiliki waktu luang dapat memanfaatkan waktunya untuk membudidayakan tanaman purun. Masyarakat dapat meminta arahan dari dosen-dosen fakultas pertanian agar budidaya dapat berhasil dilakukan.

b. Memanfaatkan Perhatian Dinas, Badan, dan Instansi Lainnya untuk Memperhatikan Kelestarian Industri Kreatif yang Ramah Lingkungan (Kerajinan Purun)

Perhatian dari dinas, badan, pemerintah provinsi, lembaga pendidikan, dan instansi lainnya hendaknya dapat diintegrasikan dalam upaya pembangunan sosial. Pengintegrasian hendaknya mengarah pada perbaikan lingkungan. Kerajinan purun termasuk kategori produk ramah lingkungan. Hanya saja, kondisi tersebut membuat produk purun tidak tahan lama. Untuk itu, diperlukan dukungan penelitian ahli agar produk purun dapat lebih tahan lama, tetapi tetap ramah lingkungan. Perhatian juga bisa berupa promosi produk, pemberian pelatihan, peningkatan kualitas produk, pemakaian produk purun, atau bantuan lain yang bermanfaat untuk menjaga kelestarian lingkungan.

19 Published by UI Scholars Hub, 2021

(22)

88

c. Melibatkan Bappeda untuk Menyelamatkan Lahan dengan Mensosialisasikan Perencanaan Pembangunan Kota/Pertumbuhan Ekonomi yang Ramah Lingkungan

Melibatkan Bappeda secara tidak langsung bisa dilakukan dengan memasukkan rencana pembangunan pemerintah kota yang ramah lingkungan pada Rencana Strategis Kota ataupun Rencana Jangka Panjang Kota. Bappeda juga dapat mengkoordinasikan rencana masing-masing instansi agar tidak tumpang tindih.

d. Memaksimalkan Sosialisasi dari Kominfo terkait Aktivitas Ramah Lingkungan atau Himbauan Selamatkan Purun melalui TIK

Mengupayakan agar sosialisasi melalui teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) dapat sejalan dengan rencana Bappeda. Hendaknya, keduanya sama-sama mendukung pembangunan yang ramah lingkungan yang di dalamnya juga memperhatikan langkah-langkah pengembangan Kampung Purun.

4. Analisis Ancaman dengan Kelemahan

a. Memasukan Kerajinan Purun dalam Musrenbang sebagai Upaya Menciptakan Globalisasi dan Modernisasi yang Memperhatikan Kelestarian Industri Kreatif Ramah Lingkungan Memasukan Kampung Purun dalam musyawarah rencana pembangunan menunjukkan adanya perhatian yang serius dari seluruh penduduk di Kampung Purun dan pemerintah kota. Dengan dimasukkannya Kampung Purun dalam musrenbang, seluruh masyarakat turut serta merencanakan arah pembangunan yang diinginkan masyarakat dan melawan pengaruh negatif globalisasi. Seperti upaya pembangunan Kampung Babakan Siliwangi di Kota Bogor yang menata kampung berdasarkan lingkungan ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya serta mengembangkan konsep “Hijau & Lestari” (Kristiana & Kusumoarto, 2019). Kampung Purun juga dapat membuat konsep sendiri terkait kelestarian industri kreatif yang ramah lingkungan dalam perencanaannya.

b. Memaksimalkan Grand Design yang Baru akan Diusulkan agar Mendukung Kelestarian Purun dan Lingkungan

Agar lebih terencana, memperhatikan lingkungan, dan memiliki target, hendaknya grand design yang diusulkan untuk dibuat dapat melibatkan berbagai disiplin ilmu.

c. Memperketat Perjanjian Kerja Sama yang Dilakukan Pemerintah agar Selalu Mempertahankan Kelestarian Produk Komoditas Kampung Purun yang Ramah Lingkungan Pemerintah hendaknya mendukung dan memfasilitasi kerja sama antara Kampung Purun dengan lembaga-lembaga lain ke arah peningkatan ekonomi yang ramah lingkungan.

d. Pemberian Pelatihan kepada Masyarakat Hendaknya Selalu Menekankan Perhatian Masyarakat untuk Melestarikan Lingkungan

Pelatihan yang diberikan ke masyarakat yang menekankan pada pelestarian lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memasukkan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam materi pelatihan atau dengan menjaga perkembangan penyediaan komoditas purun yang tetap mempertahankan keseimbangan kondisi alam.

20 https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol2/iss1/6

(23)

89

Dengan menggunakan pendekatan pembangunan sosial (Midgley, 1995:13;26-28) dan hasil analisis SWOT, ada sejumlah upaya yang dapat diambil pemerintah untuk mengoptimalkan Program Kampung Purun, yaitu:

1. Peningkatan Kualitas SDM dan Penyesuaian Upaya Penyediaan SDM dengan Kebutuhan Lapangan Kerja

Pendidikan masyarakat Kampung Purun masih didominasi oleh lulusan SMA/sederajat. Sedangkan pembangunan sosial menurut Midgley (1995) hendaknya lebih bersifat inklusif dan universalistik. Pembangunan sosial hendaknya fokus pada kaum marginal yang belum tersentuh pembangunan ekonomi. Pemerintah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap manfaat pendidikan melalui:

a. Penyesuaian Kualitas SDM Dengan Kualitas Yang Dibutuhkan Lapangan Kerja

Proses pembangunan sosial tidak terlepas dari pembangunan ekonomi (Midgley, 1995). Artinya, peningkatan kualitas SDM hendaknya membangun masyarakat Kampung Purun sehingga memiliki potensi untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, misalnya dengan peningkatan jenjang kualifikasi pendidikan atau peningkatan keahlian melalui pelatihan. Dengan peningkatan jenjang pendidikan, diharapkan masyarakat dapat mencari jenis pekerjaan yang bergaji tinggi, seperti dokter, arsitek, pengacara, atau pengusaha dan dapat meningkatkan perekonomian pribadi dan keluarga. Dengan demikian, muncul kecenderungan SDM tersebut turut membangun Kampung Purun menjadi lebih sejahtera.

Di sisi lain, pembangunan sosial memperluas pilihan pekerjaan bagi masyarakat Kampung Purun, selain menjadi pengrajin. Pilihan aktivitas tersebut, misalnya memanfaatkan daya tarik tinggi wisatawan ke Kampung Purun untuk menciptakan peluang usaha baru, seperti warung makan, toko oleh-oleh, atau transportasi daring.

Pembangunan sosial mempersiapkan SDM agar dapat menciptakan inovasi lapangan pekerjaan baru di masyarakat, contohnya masyarakat terlatih mempersiapkan rumahnya agar dapat dijadikan homestay bagi wisatawan yang ingin tinggal dan mempelajari aktivitas keseharian pengrajin purun. Kemudian, pembangunan sosial juga menciptakan kolaborasi dengan bidang usaha lain yang potensial di wilayah yang sama, misalnya pada lokasi Kampung Purun terdapat tambang intan yang sudah tidak aktif. Akan tetapi, terdapat daya tarik masyarakat yang tinggi terhadap sejarah penambangan intan sehingga potensi ini bisa dikolaborasikan dengan kerajinan purun. Dengan demikian, kerajinan purun bisa menjadi daya tarik wisata tambahan untuk menarik wisatawan berkunjung ke lokasi Kampung Purun. Inovasi yang ada harus didukung dengan informasi lapangan kerja. Masyarakat Kampung Purun masih banyak yang belum terbiasa menggunakan teknologi dan informasi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi. Hendaknya, pemerintah melalui RT, RW, pendamping, atau aparat pemerintah dapat menjadi media informasi yang lebih luas bagi masyarakat, seperti penyebaran pamflet, sosialisasi, radio, atau iklan di televisi. b. Peningkatan Akses Masyarakat ke Pendidikan

Salah satu indikator kesejahteraan adalah peningkatan pengetahuan (BPS, 2019). Midgley (2020:15) membahas perlunya investasi dalam pendidikan sebagai bagian integral dari kebijakan pembangunan ekonomi. Pengetahuan dapat diperoleh dengan adanya kerja sama antara lembaga pendidikan dan pemerintah dalam penyediaan pendidikan bagi masyarakat. Pemerintah dapat memfasilitasi pencari kerja dengan adanya agenda perencanaan pendidikan, perencanaan investasi, atau upaya cipta kerja. Rencana tersebut

21 Published by UI Scholars Hub, 2021

Gambar

Gambar 2. Pembagian Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia  Sumber: Profil Kelurahan Palam Tahun 2019
Gambar 3. Potensi Sumber Daya Manusia (Etnis)  Sumber: Profil Kelurahan Palam 2019
Tabel 1. Tabel Jumlah Pengrajin Purun
Gambar 4. Tanaman Purun  Sumber: Dokumentasi Kelurahan Palam
+2

Referensi

Dokumen terkait

Oemar Hamalik dalam Musfiqon (2012:32) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang

orang tua, yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian bagi seorang anaknya atau lebih berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu, jika kiranya perwalian itu setelah

Endang Christine Purba Program Biologi Konservasi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok 16424, Jawa

Walaupun sebaran terumbu karang dan hutan bakau tidak merata tetapi yang terdapat di Teluk Wondama termasuk masih baik, dengan tingkat pelumpuran di bagian Utara lebih

Metode gradien q dan N menunjukkan estimasi yang konsisten lebih rendah diantara ketujuh metode di seluruh wilayah Indonesia, nilai median ketinggian PBL ditemukaan di

Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses terhadap hasil belajar kimia yang menerapkan Pendekatan Inkuiri Terbimbing pada

Untuk persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (puskesmas dan jaringannya) dan fasilitas kesehatan swasta yang bekerjasama dengan Tim

Seperti yang dikemukakan oleh Creswell (2009), penelitian kualitatif adalah sarana untuk mengeksplorasi dan memahami makna individu atau kelompok yang berkaitan dengan masalah