• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANGUNAN PEMBANGKIT PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 3 x 7 MW SEBAGAI PROGRAM MW TAHAP KEDUA PT. PLN DI KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBANGUNAN PEMBANGKIT PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 3 x 7 MW SEBAGAI PROGRAM MW TAHAP KEDUA PT. PLN DI KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANGUNAN PEMBANGKIT PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 3 x 7 MW

SEBAGAI PROGRAM 10.000 MW TAHAP KEDUA PT. PLN DI KABUPATEN

SINTANG, KALIMANTAN BARAT

Agus Nur Setiawan – 2206 100 001

Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS,Keputih-Sukolilo,Surabaya-60111

Abstrak

Pertumbuhan penduduk dan ekonomi Kalimantan Barat mempengaruhi jumlah permintaan energi listrik di propinsi ini. Dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap energi listrik, maka perlu didirikan pembangkit-pembangkit baru. Maka pemerintah menerbitkan suatu kebijakan diversifikasi listrik 10.000 MW tahap II yang ditetapkan pada tanggal 27 Januari 2010. Program PLTU batubara skala kecil dan tersebar di 70 lokasi di Indonesia Barat dan Indonesia Timur direncanakan oleh PLN untuk mengatasi krisis kelistrikan yang terjadi di wilayah tersebut dan untuk menurunkan biaya pokok penyediaan listrik dengan menggantikan pembangkit BBM. Salah satu pembangkit yang direncanakan untuk dibangun adalah PLTU Sintang yang berkapasitas 3 x 7 MW. Perencanaan PLTU ini dilakukan dengan metode regresi linier berganda yang hasilnya akan dibandingkan dengan metode DKL 3.01. Dengan pembangunan pembangkit ini, maka krisis listrik dapat diatasi untuk sementara dan biaya pokok penyediaan di Kalimantan Barat dapat dikurangi.

Kata kunci : PLTU Skala Kecil, PLTU Sintang 3 x 7 MW, Program 10.000 MW

1. Pendahuluan

Peranan energi pada suatu bangsa sangatlah penting. Tidak hanya sebatas pada ekonomi, energi juga ternyata mempunyai peran dalam penentuan kebijakan sosial, politik, pertahanan, pendidikan dan lain-lain. Oleh karena itu keberadaan sumber energi sudah seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan harus digunakan secara bijaksana.

Setiap tahun ketergantungan masyarakat pada ketersediaan energi khususnya listrik semakin tinggi. Tingginya pertumbuhan permintaan akan tenaga listrik setiap tahun tidak dapat diimbangi oleh pertumbuhan penyediaan tenaga listrik

sehingga menyebabkan kondisi krisis penyediaan tenaga listrik di beberapa lokasi/wilayah.

Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik sekaligus penanggulangan kondisi krisis penyediaan tenaga listrik di beberapa daerah, maka Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral membuat “Agenda Penanggulangan Krisis Penyediaan Tenaga Listrik“ yang berisikan antara lain kondisi sistem kelistrikan nasional, kebijakan dan regulasi, identifikasi masalah, agenda penanggulangan krisis 2010, program aksi dan langkah aksi pemenuhan kebutuhan tenaga listrik secara cepat, yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero).

Untuk menanggulangi defisit pada beberapa sistem kelistrikan, pemerintah melaksanakan program rencana aksi yang tebagi menjadi tiga, pertama jangka pendek (<1 tahun), jangka menengah (1-2 tahun) dan jangka panjang (>2 tahun). Dalam program jangka panjang inilah pemerintah melaksanakan penyelesaian program percepatan 10.000 MW tahap II, proyek-proyek IPP dan penambahan jaringan/trafo.

Dalam program 10.000 MW, PLN

merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) skala kecil tersebar di 70 lokasi di Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Salah satu PLTU yang akan dibangun adalah PLTU Sintang dengan bahan bakar batubara dan kapasitas 3x7 MW oleh PLN pusat. Lokasi guna pembangunan komplek PLTU pun telah disediakan oleh pemkab sintang, yaitu di kawasan sungai ringin Sintang.

2. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2.1 Komponan PLTU

Komponen-komponen yang menunjang dalam proses kerja PLTU adalah sebagai berikut :

1. Transportasi bahan bakar

Batubara akan didatangkan dari Kalimantan Barat sendiri melalui jalan darat dengan menggunakan truk pengangkut.

(2)

2. Boiler

Air bersuhu rendah dan bertekanan rendah yang masuk boiler dipanaskan hingga menjadi uap bertekanan yang sesuai dengan yang diperlukan.

3. Turbin

Turbin berfungsi untuk

mengubah energi thermal menjadi energi mekanik.

4. Generator

Generator berfungsi untuk mengubah energi mekanik menjadi energi listrik.

5. Sistem Pendingin

Uap yang melewati turbin akan didinginkan dan dikondensasikan menjadi air di dalam condensor sebelum dikembalikan ke boiler. Air yang telah dipergunakan dikembalikan lagi ke laut setelah didinginkan di saluran pendingin. 6. Sistem Pengolahan Air Ketel

Air yang akan dipergunakan untuk pengisian air ketel (boiler) harus dijaga mutunya untuk menghindari

scaling dan korosi.

7. Abu dan Debu

Pada proses pembakaran

batubara diperolah hasil sampingan berupa abu dan debu. Limbah abu baik abu terbang maupun abu dasar ditampung di tempat yang dinamakan ash yard. 8. Sistem Pengolahan Limbah Cair

Air bekas proses pembangkit listrik tenaga uap (limbah cair) tidak akan dibuang langsung ke perairan karena mengandung bahan-bahan berbahaya.

2.2 Harga Energi Listrik

Secara umum harga energi yang dihasilkan suatu pembangkit listrik dihitung dengan parameter-parameter yang diperlukan, yaitu: 1. Biaya pembangkitan per Kw

2. Biaya pengoperasian per kWh 3. Biaya perawatan per kWh 4. Suku bunga

5. Depresiasi 6. Umur operasi

7. Daya yang dibangkitkan

Dengan parameter-parameter seperti yang tersebut diatas dapat dihitung harga energi lstrik tiap kWh yang dibangkitkan oleh suatu pembangkit tenaga listrik.

a. Annuity suku bunga

Nilai suku bunga yang dipergunakan adalah suku bunga per tahun yang harus dibayar dengan memperhitungkan umur dari pembangkit yang mempunyai rumus sebagai berikut: 1 ) 1 ( ) 1 (     n Sb i n i i A b. Annuity depresiasi

Nilai depresiasi didapatkan dari perkiraan penyusutan nilai pembangkit per tahun hingga mendekati atau mencapai 100 persen dari nilai (value) pembangkit dan nilai depresiasi per tahun mempunyai rumus sebagai berikut:

1 ) 1 (    n d d d A c. Harga energi Dimana : i = suku bunga (%) d = depresiasi (%)

n = umur pembangkit (tahun)

2.3 Analisa Ekonomi Investasi

Sebelum suatu proyek dilaksanakan perlu dilakukan analisa dari investasi tersebut sehingga akan diketahui kelayakan suatu proyek dilihat dari sisi ekonomi investasi, yaitu:

a. Net Present Value (NPV)

NPV adalah nilai sekarang dari keseluruhan Discounted Cash Flow atau gambaran ongkos total atau pendapatan total proyek dilihat dengan nilai sekarang (nilai pada awal proyek). Teknis perhitungan yang harus dilakukan adalah mentransfer seluruh aliran keuangan yang terjadi selama umur proyek (tahun pertama sampai tahun ke-n) ke dalam suatu harga present value (nilai tahun ke-0), tanpa memperhatikan pada tahun keberapa investasi dapat dikembalikan, berarti proyek layak. Menghitung NPV dilakukan dengan cara menghitung cash flow tiap tahun yakni dengan membandingkan antara pengeluaran dan pemasukan pada tiap-tiap tahun, lalu menghitung discount factor maka akan didapat discount cash

tan ) ( tan perawa operasi ansetahun dibangkitk energiyang A A xkapasitas ngki biayapemba sb d   

(3)

flow dengan mengalikan cash flow dan discount factor.

b. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah discount rate yang akan menghasilkan NPV = 0. Besarnya NPV dari suatu cash flow akan bergantung pada tingkat discount yang dipakai. Semakin besar discount rate maka NPV semakin menurun. Dengan kata lain, IRR adalah suatu indikator yang dapat menggambarkan kecepatan pengembalian modal dari suatu proyek. Proyek layak diterima apabila IRR lebih besar dari suku bunga di bank atau tingkat pengembalian untuk suatu proyek investasi (minimum attractive rate of return - MARR). Jika tidak, maka lebih ekonomis menyimpan uang di bank. IRR dasarnya harus dicari dengan cara coba-coba (trial and

error).

3. Kondisi Umum Propinsi Kalimantan Barat

Tabel 3.1 Pelanggan Tenaga Listrik

(Sumber : Data Statistik PLN)

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah pelanggan listrik di Kalimantan Barat terus mengalami kenaikan kecuali pada sektor industri. Berikut ini tabel jumlah tenaga listrik yang dikonsumsi tahun 2000-2009 di Kalimantan Barat.

Tabel 3.2

Konsumsi Energi Listrik (GWh)

(Sumber : Data Statistik PLN)

4. Perencanaan Pembangunan PLTU Sintang 3x7 MW

4.1 Analisis Ketersediaan Batubara PLTU Sintang 3x7 MW

PLTU Sintang memiliki kapasitas 7 MW dengan faktor kapasitas sebesar 0.8, menggunakan bahan bakar batubara berkalori rendah 4.200 Kcal/kg dengan konsumsi batubara pada Tabel 4.1

Tabel 4.1

Konsumsi Batubara PLTU 3x7 MW

Kapasitas Konsumsi /jam (ton/jam) Konsumsi/ hari (ton/hari) Konsumsi/tahun (ton/tahun) 3×7 MW 12,25 294 103.194

(Sumber: www.p3b.co.id data diolah kembali) Energi listrik per tahun dari PLTU:

Energi listrik = Kapasitas x Jam operasi x Faktor kapasitas...(4.1)

= 21 MW x 8424 jam/tahun x 0.8 = 141.523.200 kWh/tahun

Kebutuhan energi panas

Kebutuhan energi panas = Batubara per tahun x HV…...(4.2) = 103.194.000 kg/tahun x

4.200 kcal/kg = 433.414.800.000 kcal

/tahun

Kebutuhan batubara untuk produksi 1 kwh

Kebutuhan batubara untuk produksi 1 kwh = Konsumsi energi / Energi listrik...(4.3) = 103.194.000 kg/tahun/(141.523.200 kWh/ tahun)

= 0,73 kg/kWh

Jika masa operasi PLTU diasumsikan 25 tahun, maka:

Jumlah batubara yang dibutuhkan selama operasi

Tahun Rumah

Tangga Bisnis Industri Publik Jumlah

2000 330,02 56,61 114,95 47,56 549,14 2001 363,57 85,59 108,74 54,14 612,04 2002 407,97 132,82 108,80 53,77 703,36 2003 436,60 145,69 101,86 61,23 745,38 2004 464,02 176,70 79,32 85,03 805,07 2005 489,50 191,47 78,45 82,51 841,93 2006 521,51 199,69 73,20 88,77 883,17 2007 544,80 233,50 75,80 102,46 956,56 2008 590,49 311,90 68,56 98,86 1.069,81 2009 661,44 336,38 60,30 97,54 1.155,66 Tahun Rumah

Tangga Bisnis Industri Publik 2000 384.666 21.891 365 9.456 2001 396.578 23.857 361 10.182 2002 398.441 26.683 358 11.100 2003 418.115 28.082 348 11.680 2004 437.973 29.429 352 12.331 2005 455.255 30.344 348 12.940 2006 462.030 31.545 342 13.607 2007 467.179 35.387 340 14.442 2008 475.712 43.954 342 15.201 2009 486.764 36.214 324 16.300

(4)

= 103.194.000 kg/tahun x 25 tahun = 2.579.850.000 kg

Karena batubara yang digunakan dipasok dari Kalimantan Barat sendiri, maka jika dibandingkan dengan cadangan batubara yang dimiliki (data tahun 2010) maka:

Pemakaian batubara untuk PLTU

=2.579.850.000/44.670.000.000x 100% = 5,78 %

Jadi total pemakaian untuk PLTU berkisar 5,78 % dari total batubara yang terdapat di Kalimantan Barat berdasarkan data tahun 2010. Jika efisiensi thermal PLTU dapat ditingkatkan, maka pemakaian batubara untuk PLTU akan lebih sedikit lagi.

Dengan potensi batubara Kalimantan Barat seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat dipastikan realisasi pembangunan PLTU Sintang tidak akan mengalami kesulitan dalam hal penyediaan batubara selama operasinya.

Tabel 4.2 Pemakaian Bahan Bakar Untuk PLTU Sintang 3 x 7 MW

No Perhitungan PLTU

Batubara

1 Energi listrik per tahun (KWh/tahun) 141.523.200 2 Kebutuhan energi kalor (Kcal/tahun) 433.414.800.000 3 Kebutuhan bahan bakar per tahun (kg) 103.194.000 4 Kebutuhan batubara untuk produksi 1

kwh (kg/kWh) 0,73 5 Kebutuhan bahan bakar selama 25 tahun

(kg) 2.579.850.000 6 Prosentase pemakaian bahan bakar dari

cadangan bahan bakar yang tersedia (%) 5,78

(Sumber : Hasil Perhitungan)

4.2 Peramalan Beban Dengan Regresi Linier Berganda

Tabel 4.3

Proyeksi Konsumsi Energi Listrik per Kelompok Pelanggan (GWh) Kalimantan Barat

Tahun Rumah Tangga Bisnis Industr i Publik Total 2010 665,51 346,44 52,83 113,40 1.178,18 2011 699,06 375,43 46,62 119,98 1.241,09 2012 732,61 404,41 40,41 126,57 1.304,00 2013 766,16 433,39 34,20 133,15 1.366,90 2014 799,71 462,38 27,99 139,74 1.429,82 2015 833,26 491,36 21,77 146,32 1.492,71 2016 866,81 520,34 27,99 152,91 1.568,05 2017 900,35 549,33 34,21 159,49 1.643,38 2018 933,90 578,31 40,43 166,08 1.718,72 2019 967,45 607,30 46,65 172,66 1.794,06 2020 1.001,00 636,28 52,87 179,24 1.869,39 2021 1.034,55 665,26 59,09 185,83 1.944,73 2022 1.068,10 694,25 65,31 192,41 2.020,07 2023 1.101,65 723,23 71,53 199,00 2.095,41 2024 1.135,20 752,21 77,75 205,58 2.170,74 2025 1.168,75 781,20 83,97 212,17 2.246,09 2026 1.202,29 810,18 90,19 218,75 2.321,41 2027 1.235,84 839,16 96,41 225,33 2.396,74 2028 1.269,39 868,15 102,63 231,92 2.472,09 2029 1.302,94 897,13 108,85 238,50 2.547,42 2030 1.336,49 926,11 115,07 245,09 2.622,76 2031 1.370,04 955,10 121,29 251,67 2.698,10 2032 1.403,59 984,08 127,51 258,26 2.773,44 2033 1.437,14 1013,06 133,73 264,84 2.848,77 2034 1.470,69 1042,05 139,95 271,42 2.924,11

(Sumber : Hasil Perhitungan)

4.3 Peramalan Beban Dengan Metode DKL 3.01 Tabel 4.4

Proyeksi Konsumsi Energi Listrik per Kelompok Pelanggan (GWh) di Kalimantan Barat

Tahun Rumah

Tangga Bisnis Industri Publik Total 2010 785,283 336,451 63,09 97,91 1.282,73 2011 817,992 346,513 66,02 98,29 1.328,82 2012 851,134 375,509 69,08 98,67 1.394,39 2013 885,011 404,495 72,28 99,05 1.460,84 2014 919,318 433,481 75,63 99,43 1.527,86 2015 954,206 462,478 79,14 99,81 1.595,63 2016 989,836 491,464 82,80 100,19 1.664,29 2017 1.025,889 520,450 86,64 100,58 1.733,56 2018 1.062,688 549,450 90,66 100,96 1.803,76 2019 1.099,907 578,432 94,86 101,35 1.874,55 2020 1.137,874 607,428 99,26 101,74 1.946,30 2021 1.176,257 636,414 103,86 102,13 2.018,66 2022 1.215,394 665,400 108,67 102,52 2.091,98 2023 1.254,943 694,396 113,71 102,92 2.165,97 2024 1.295,248 723,383 118,98 103,31 2.240,92 2025 1.335,961 752,369 124,49 103,71 2.316,53 2026 1.377,436 781,365 130,26 104,11 2.393,17 2027 1.419,314 810,351 136,30 104,51 2.470,48 2028 1.461,958 839,337 142,62 104,91 2.548,83 2029 1.505,001 868,333 149,23 105,31 2.627,87 2030 1.548,813 897,319 156,15 105,72 2.708,00 2031 1.593,022 926,305 163,38 106,12 2.788,83 2032 1.638,003 955,301 170,96 106,53 2.870,79 2033 1.683,376 984,288 178,88 106,94 2.953,48 2034 1.729,526 1.013,274 187,17 107,35 3.037,32

(Sumber : Hasil Perhitungan)

Tabel 4.5

Perbandingan Konsumsi Energi Listrik Antara Regresi Linier Berganda Dengan DKL 3.01 (GWh)

Tahun Regresi DKL Selisih 2010 1.178,18 1.282,73 76,55 2011 1.241,09 1.328,82 73,61 2012 1.304,00 1.394,39 71,53 2013 1.366,90 1.460,84 69,97 2014 1.429,82 1.527,86 69,14 2015 1.492,71 1.595,63 69,13 2016 1.568,05 1.664,29 69,65

(5)

2017 1.643,38 1.733,56 71,01 2018 1.718,72 1.803,76 69,80 2019 1.794,06 1.874,55 66,30 2020 1.869,39 1.946,30 63,28 2021 1.944,73 2.018,66 61,09 2022 2.020,07 2.091,98 59,41 2023 2.095,41 2.165,97 58,54 2024 2.170,74 2.240,92 58,14 2025 2.246,09 2.316,53 58,60 2026 2.321,41 2.393,17 59,51 2027 2.396,74 2.470,48 61,22 2028 2.472,09 2.548,83 63,41 2029 2.547,42 2.627,87 66,42 2030 2.622,76 2.708,00 69,87 2031 2.698,10 2.788,83 74,14 2032 2.773,44 2.870,79 78,86 2033 2.848,77 2.953,48 84,40 2034 2.924,11 3.037,32 76,55

(Sumber : Hasil Perhitungan)

Grafik 3.1

Perbandingan DKL3.01 Dan Regrei Linier

Dari hasil peramalan di atas, pertumbuhan total konsumsi energi listrik dengan menggunakan metode regresi sebesar 3,57 %. Sedangkan dengan metode DKL 3.01 pertumbuhan total konsumsi energi listrik adalah 3,39 %.

4.4 Pengaruh Pembangunan PLTU Sintang 3x7 MW Terhadap Kelistrikan Kabupaten Barat

Tabel 4.24

Proyeksi Neraca Daya Kalimantan Barat

Tahun Daya Mampu (MW) Beban Puncak (MW) Selisih (MW) 2010 293,75 243,98 49,77 2011 293,75 253,13 40,62 2012 293,75 262,28 31,47 2013 293,75 271,42 22,33 2014 293,75 280,57 13,18 2015 293,75 289,72 4,03 2016 314,75 298,86 15,89 2017 314,75 308,01 6,74 2018 314,75 317,16 -2,41 2019 314,75 326,30 -11,55 2020 314,75 335,45 -20,70 2021 314,75 344,60 -29,85 2022 314,75 353,74 -38,99 2023 314,75 362,89 -48,14 2024 314,75 372,04 -57,29 2025 314,75 381,18 -66,43 2026 314,75 390,33 -75,58 2027 314,75 399,48 -84,73 2028 314,75 408,62 -93,87 2029 314,75 417,77 -103,02 2030 314,75 426,92 -112,17 2031 314,75 436,06 -121,31 2032 314,75 445,21 -130,46 2033 314,75 454,36 -139,61 2034 314,75 463,50 -148,75

(Sumber : Hasil Perhitungan)

Dari Tabel diatas, terlihat bahwa neraca daya Kalimantan Barat setelah mendapat pasokan daya sebesar 3x21 MW dari PLTU Sintang maka Kalimantan Barat akan mengalami defisit energi pada tahun 2018.

4.5 Analisis Ekonomi

4.5.1 Perhitungan Biaya Pembangkitan Energi Listrik

 Perhitungan Biaya Pembangunan

Dari data Tabel 4.21 diatas dapat kita lihat bahwa Capital Investment Cost atau biaya pembangunan adalah sebesar:

=

= , ×

×

= 1.250 /

 Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga

Listrik (kWh/Tahun)

Biaya total pembangkitan energi listrik merupakan penjumlahan dari biaya modal, biaya bahan bakar serta biaya operasi dan perawatan. Untuk PLTU Sintang berkapasitas 3 x 7 MW, hasil perhitungannya disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.27

Biaya Pembangkitan Energi Listrik

Perhitungan Suku Bunga 6 % 9 % 12 % Biaya Pembangkitan

(US$ / kW) 1.250 1.250 1.250 Umur Operasi (Tahun) 25 25 25 Kapasitas (MW) 21 21 21 Biaya Bahan Bakar

(US$ / kWh) 0,0204 0,0204 0,0204 B. O & M (US$ / kWh) 0,00678 0,00678 0,00678 Biaya Modal (US$ /

kWh) 0,014468 0,018548 0,023556 0,00 1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00 2000 2010 2020 2030 2040 regresi dkl GWh Tahun

(6)

Total Cost (US$ / kWh) 0,041648 0,045728 0,050736 Investasi (jutaUS$) 26,25 26,25 26,25

(Sumber : Hasil Perhitungan)

4.5.2 Analisis Kelayakan Investai Dengan Net Present Value (NPV)

Metode Net Present Value (NPV) ini menghitung jumlah nilai sekarang dengan menggunakan Discount Rate tertentu dan kemudian membandingkannya dengan investasi awal (Initial Invesment) dan selisihnya disebut NPV. Apabila NPV tersebut positif, maka usulan investasi tersebut diterima dan apabila negatif maka usulan investasi tersebut ditolak. Setelah pembangkit beroperasi 25 tahun, maka NPV untuk suku bunga 6%, 9% dan 12% ditunjukkan seperti berikut:

Tabel 4.12

NPV PLTU Sintang 3 x 7 MW

Suku bunga

Harga jual energi 10 cent US$/kWh 11 cent US$/kWh Suku bunga 6% 53.931.696,46 71.116.582,67 Suku bunga 9% 26.382.599,68 39.588.660,18 Suku bunga 12% 6.899.844,83 17.443.316,15

(Sumber : Hasil Perhitungan)

4.5.3 Analisis Internal Rate of Return

Suatu usulan pembangunan investasi diterima jika IRR lebih tinggi dari biaya modal/tingkat suku bunga, dan usulan pembangunan investasi ditolak jika IRR lebih rendah atau sama dengan biaya modal/tingkat suku bunga.

Tabel 4.34

Nilai Internal Rate of Return Berdasarkan Suku Bunga dan Harga Listrik per kWh

Harga Listrik (cent$/kWh)

Internal Rate of Return % i = 6 % i = 9 % i = 12 %

10 23% 19% 15%

11 28% 24% 20%

(Sumber : Hasil Perhitungan)

Dari hasil perhitungan internal rate of return dan NPV, maka dapat dianalisa bahwa proyek ini layak untuk dilaksanakan apabila :

 Menggunakan suku bunga 6% dengan harga listrik US$ 0.11/kWh atau lebih  Menggunakan suku bunga 9% dengan

harga listrik US$ 0.11/kWh atau lebih.

 Menggunakan suku bunga 12% dengan harga listrik US$ 0.11/kWh atau lebih.

4.5.4 Analisis Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio adalah persentase

pertumbuhan keuntungan selama setahun, yang dapat dicari berdasarkan keuntungan pada tahun tersebut. Tabel 4.34 Analisis BCR Harga Listrik (cent$/kWh) BCR % i = 6 % i = 9 % i = 12 % 10 0,24 0,21 0,18 11 0,29 0,26 0,23

(Sumber : Hasil Perhitungan)

4.5.5 Analisis Payback Periode

Payback periode adalah lamanya waktu

yang dibutuhkan untuk mengumpulkan pendapatan yang setara dengan biaya modal investasi, biasanya diukur dengan satuan tahun.

Tabel 4.39 Masa Payback Period

Suku bunga 6% 9% 12%

Payback Period (harga jual 0,10 US$)

5 tahun 5 tahun 6 tahun

Paayback Period (harga jual 0,11 US$)

4 tahun 4 tahun 5 tahun

(Sumber : Hasil Perhitungan)

4.6 Analisis Sebelum Dan Sesudah PLTU Sintang 3x7 MW Dibangun

Biaya Pokok Penyediaan (BPP) di Propinsi Kalimantan Barat dihitung dengan merinci per pembangkit sebelum PLTU dibangun seperti pada tabel dibawah ini dimana BPP per pembangkit terlampir, maka perhitungannya sebagai berikut :

Tabel 4.39

Kapasitas Dan BPP Sebelum PLTU Dibangun Pembangkit Di Kalimantan Barat PLTD PLTA PLTG Total Kapasitas (GW) 1.818,93 1,40 229,13 2.049,46 BPP (Rp/kW) 2.218,79 0,2 212,42 2.431,41

(7)

Sedangkan saat PLTU Sintang 3x7 MW selesai dibangun perhitungannya menjadi:

Tabel 4.39

Kapasitas Dan BPP Setelah PLTU Dibangun

Pembang kit Di Kalimant an Barat

PLTD PLTA PLTG PLTU Total

Kapasitas (GW) 1.818,93 1,40 229,13 147,17 2.196,63 BPP (Rp/kW) 2.218,79 0,2 212,42 24,21 2.292,76

(Sumber : Hasil Perhitungan)

4.7 Analisa Aspek Sosial Kalimantan Barat

Indeks pembangunan manusia merupakan indikator strategis yang banyak digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program manusia secara menyeluruh disuatu wilayah, sehingga dapat dilihat perkembangan kesejahteraan penduduk di wilayah dari tahun ke tahun dan perbandingan dengan wilayah lainnya. Dalam hal ini IPM dianggap sebagai gambaran dari hasil program pembangunan yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya.

Tabel

Rangking IPM Kalimantan Barat

Tahun IPM Rangking

2005 66,20 28

2006 67,08 28

2007 67,53 29

2008 68,17 29

2009 68,79 28

(Sumber: BPS Kalimantan Barat)

4.8 Analisis Dampak Lingkungan

Pembangunan PLTU Sintang 3 x 7 MW berbahan bakar batubara diperkirakan akan menimbulkan dampak baik positif maupun negatif terhadap komponen lingkungan pada setiap kegiatan, yaitu :

4.8.1 Tahap Pra Konstruksi

Kegiatan pembebasan lahan dapat menimbulkan dampak penting berupa keresahan sosial yang menjurus pada gangguan kamtibmas apabila tidak diperoleh kesesuaian ganti rugi lahan.

4.8.2 Tahap Konstruksi

Kegiatan pembangunan PLTU Sintang 3 x 7 MW dapat menimbulkan dampak penting

terhadap komponen lingkungan seperti berikut: Kualitas udara menurun, kebisingan, kerusakan prasarana jalan, penurunan kualitas air sungai akibat kegiatan mobilisasi alat & bahan, emisi gas buang dari transportasi dan lain sebagainya.

4.8.3 Tahap Operasi

Kegiatan PLTU Sintang 3 x 7 MW selama beroperasi diperkirakan menimbulkan dampak seperti berikut :

 Abrasi, sedimentasi dan gangguan terhadap aktivitas penduduk akibat adanya bangunan

jetty dan breakwater. Abrasi dan sedimentasi

dapat diatasi dengan pengerukan lumpur secara berkala. Pemberdayaan kelompok penduduk perlu dilakukan seperti pemberian hibah berbentuk bantuan bahan pokok dengan subsidi (raskin) kemudian berlanjut pada program pemberdayaan dengan tujuan agar mereka bisa hidup mandiri serta memperbaiki fasilitas penduduk.

 Penurunan kualitas air sungai. Lapisan bawah tempat penimbunan batubara dibuat kedap air serta daerah tersebut dilengkapi dengan saluran air pengumpul.

Penanggulangan ceceran minyak

dilakukan pembuatan unit penangkap minyak. Limbah bahan air pendingin boiler diatasi dengan pendinginan air bahan dengan prinsip heat transfer.  Kualitas udara akibat kegiatan

penimbunan batubara, proses pembakaran batubara serta tiupan angin dari penimbunan batubara. Untuk mengurangi penurunan kualitas udara hendaknya dilakukan penyemprotan pada saat penumpahan batubara, pembuatan green barier, penerapan teknologi pengolahan udara dengan menggunakan electrostatic

precipitator.

 Untuk menghindari kebisingan, turbin diletakan di ruangan tertutup serta penanaman pohon disekitar lokasi turbin.

4.8.4 Tahap Pasca Operasi

Pada tahap ini dampak yang

ditimbulkannya antara lain adanya pemutusan hubungan kerja dan tanah bekas pembangkit menjadi tanah yang tandus atau gersang sehingga perlu untuk segera dilakukan pengelolaan tanah tersebut.

4.8.5 Clean Development Mechanism (CDM)

CDM adalah satu-satunya mekanisme yang menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs), dimana negara maju menanamkan modalnya di

(8)

negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisi GHGs, dengan imbalan CER (Certified Emission Reductions). PLTU menghasilkan emisi gas

rata-rata sebanyak 960 kg/kWh, diatas ambang batas standard emisi gas Protokol Kyoto. Hal itu berarti PLTU harus membeli CER dengan nilai :

14

,

15

$ 0016 , 0 16 , 0 5 , 0 728 960 728

Rp

US

cent cent CDM

      

Artinya PLTU harus membayar karbon kredit sebesar Rp. 15,14 per kWh. Nilai karbon kredit total :

CDM = - Rp 15,14 x 21.000 = - Rp 317.940/tahun.

Artinya, PLTU Sintang ini harus membayar Rp 317.940/tahun ke Bank Dunia.

5. Penutup 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

1. Dengan bertambahnya waktu dan

pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, sehingga pembangkit Kalimantan Barat tidak mampu lagi dapat memenuhi kebutuhan akan energi listrik. Pada proyeksi neraca daya tahun 2018 provinsi Kalimantan Barat mengalami defisit energi sebesar 2,41 MW dan pada tahun2 berikutnya kebutuhuhan akan energy meningkat rata-rata 3,56% pertahunnya sehingga membutuhkan lebih banyak lg supply energi dari sistem interkoneksi sehingga pembangunan PLTU Sintang 3x7 MW ditujukan untuk mengantisipasi krisis energi di Propinsi Kalimantan Barat.

2. Penggunaa PLTD sebagai pembangkit listrik kurang ektif karena di Kalimantan Barat tidak memiliki potensi minyak bumi. Penggunaan bahan bakar pada PLTU Sintang selama beroperasi yaitu selama 25 tahun adalah menggunakan batubara berkalori rendah 4200 kcal dan batubara ini hanya membutuhkan 5,78 % dari total cadangan batubara di Kalimantan Barat sehingga selama PLTU

beroperasi diproyeksikan tidak akan kekurangan bahan bakar atau pun mendatangkan batubara dari daerah lain. 3. Propinsi Kalimantan Barat masuk dalam

kategori daerah yang mempunyai PDRB perkapita rendah yaitu Rp 6,135 juta bila dibandingkan dengan PDRB perkpita Indoesia yaitu Rp 23,9 juta dan mempunyai rasio elektrifikasi yang cukup rendah yaitu 50,32%. Hal ini menandakan bahwa tingkat penggunaan listrik oleh penduduk Kalimantan Barat masih rendah.

4. Pembangunan PLTU menggunakan

teknologi batubara bersih (FGD&IGCC) yg dapat mereduksi emisi CO2, sehingga

pencemaran terhadap lingkungan masih dapat ditolerir.

5. PLTU Sintang 3x7 MW dengan biaya investasi US$26,25 juta layak untuk diinvestasikan, karena lama waktu agar investasi dapat kembali adalah 2 tahun utuk suku bunga 6% dengan harga jual US$ 0,10 ataupun US$ 0,11, untuk suku bunga 9% investasi akan kembali dalam waktu 3 tahun untuk harga jual US$ 0,10 dan 2 tahun untuk harga jual US$ 0,11 lalu untuk suku bunga 12% investasi aka kembali dalam waktu 3 tahun untuk harga jual US$ 0,10 atau US$ 0,11.

6. Investasi yag dibutuhkan untuk pembangunan PLTU Sintang 3 x 7 MW adalah US$ 25,26 juta. Dari hasil perhitungan yang dilakukan biaya pokok penyediaan sebelum pengoperasian PLTU adalah Rp2.431,41 dan setelah pengoperasian PLTU Sintang 3x7 MW turun menjadi Rp2.196,63.

5.2 Saran

1. Perlu adanya koordinasi antara

pemerintahan dengan penyedia listrik nasional tentang harga energi primer, sehingga kebijakan yang diambil tidak memberatkan salah satu pihak.

2. Dalam pemanfaatan sumber daya alam batubara, perlu adanya dukungan kebijakan pemerintah untuk menjaga stabilnya pasokan batubara yang berkualitas untuk menjaga efisiensi PLTU tetap baik

3. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan energi terbarukan untuk

(9)

pembangkit listrik sehingga didapatkan alternatif untuk diversifikasi dan mendapatkan harga energi yang lebih kompetitif untuk jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marsudi, Djiteng. Operasi Sistem Tenaga

Listrik. Jakarta : Graha Ilmu. 2005

2. Marsudi, Djiteng. Pembangkitan Energi

Listrik. Jakarta : Erlangga. 2005

3. Abdul Kadir. Energi: Sumber Daya, Inovasi,

Tenaga istrik dan Potensi Ekonomi. Jakarta

: Universitas Indonesia. 1995

4. Pujawan, I Nyoman. Ekonomi Teknik Edisi

Pertama, Jakarta : Guna Widya. 2003

5. Weston, J. Fred dan Copeland, Thomas E. 1999. Managerial Finance eighth Edition. Jakarta : Erlangga.

6. Steven C. Chapra, Ph.D, dan Raymond P. Canale, Ph.D. Metode Numerik. Jakarta : Erlangga. 1994

7. Mega. 2008. Analisa Pembangunan PLTU

Janeponto 2 X 125 MW untuk Mengatasi Krisis Ketenagalistrikan di Sulawesi Selatan dan Tenggara, Tugas Akhir,

Surabaya : Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS.

8. ..., 2005. Statistik PLN,

URL:http://www.pln.co.id

9. ..., 2010. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga

Listrik 2010-2019, Departemen Energi dan Sumber daya mineral, 2010.

10. Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. Kalimantan Barat Dalam Angka 2009.

Pontianak. 2010

11. Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. Kalimantan Barat Dalam Angka 2008.

Pontianak. 2009

12. Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. Kalimantan Barat Dalam Angka 2007.

Pontianak. 2008

13. Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. Kalimantan Barat Dalam Angka 2006.

Pontianak. 2007

14. Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. Kalimantan Barat Dalam Angka 2005.

Pontianak. 2006

BIOGRAFI PENULIS

Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur

pada tanggal 20

Agustus1988, dilahirkan sebagai putra kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Heru Agustono dan Ati Kuriati yang bertempat tinggal di Surabaya, Jawa Timur.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dengan NRP : 2206 100 001.

Jenjang pendidikan yang telah ditempuh adalah sebagai berikut :

 SDN Pengadila III Bogor, lulus tahun 2000  SLTPN 1 Sidoarjo, lulus tahun 2003  SMAN Muhammadiyah 2 Sidoarjo, lulus

tahun 2006

 Tahun 2006 terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Gambar

Tabel 3.1  Pelanggan Tenaga Listrik
Tabel 4.2  Pemakaian Bahan Bakar  Untuk PLTU Sintang 3 x 7 MW

Referensi

Dokumen terkait