• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PLTU BATUBARA ASAM ASAM UNIT DALAM RANGKA INTERKONEKSI KALIMANTAN - JAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PLTU BATUBARA ASAM ASAM UNIT DALAM RANGKA INTERKONEKSI KALIMANTAN - JAWA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PLTU BATUBARA ASAM ASAM 650 × 10 UNIT DALAM RANGKA INTERKONEKSI KALIMANTAN - JAWA

Gilang Velano

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Kampus ITS Gedung B dan C Sukolilo Surabaya 60111 Telp. (031)5947302, 5994251-54 Pes. 1206, 1239, Fax. (031)5931237

Abstrak - Saat ini permintaan tenaga listrik masih terkonsentrasi di wilayah Jawa-Bali yang menyerap sekitar 77% kebutuhan listrik. pertumbuhan permintaan listrik yang sangat cepat di pulau Jawa telah mengakibatkan kurangnya cadangan listrik. Reserve margin yang hanya 16% membuat kondisi kelistrikan di Jawa menjadi tidak sehat. Oleh karena itu direncanakan cara-cara untuk mengatasinya yaitu dengan merencanakan pembangunan PLTU Batubara Asam Asam 6500 MW dalam rangka interkoneksi Kalimantan - Jawa.

Perencanaan pembangunan tersebut akan dianalisa dari aspek teknis,aspek ekonomis dan aspek lingkungannya. Kemudian akan ditentukan cara mana yang paling aman, efektif dan efisien untuk memenuhi permintaan listrik di pulau Jawa. Hasil akhir dari analisa ini adalah perencanaan pembangunan PLTU Batubara Asam Asam 6500 MW unit dalam rangka interkoneksi Kalimantan - Jawa adalah solusi yang lebih tepat dan diharapkan dapat mengatasi permasalahan kelistrikan di pulau Jawa. Kata kunci : Batubara, PLTU, Kalimantan Selatan, Asam

Asam

I. PENDAHULUAN

Krisis listrik di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah makin parah sehingga pemadaman listrik berjam-jam di dua provinsi tersebut kini hampir terjadi setiap hari. Keadaan ini sulit dihindari karena defisit pasokan listrik sudah sangat besar. pasokan listrik di dua provinsi tersebut hanya sekitar 95 megawatt, dari pasokan normal 260 megawatt. Pasokan listrik itu berasal dari seluruh pembangkit listrik tenaga diesel dan pembangkit listrik tenaga air yang dimiliki PLN, sebagian wilayah Kalsel dan Kalteng masih tak mendapat pasokan listrik. Kondisi tersebut meresahkan warga karena bukan hanya mengganggu aktivitas sehari-hari, tetapi juga mulai menghambat roda perekonomian di Kalsel.

Krisis listrik tersebut bertambah parah karena terkait rencana pemeliharaan mesin Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Asam-Asam unit II pada 5 November hingga 5 Desember mendatang. Sebab, daya yang dihasilkan PLTU Asam-Asam adalah 2x65 Megawatt berasal dari dua mesin pembangkit, yakni unit I dan II. Ketika satu unit terjadi pemeliharaan, maka

pemadaman bergiliran tak terhindarkan lagi karena PLN tidak memiliki cadangan pembangkit listrik lainnya.

Padamnya listrik di Jawa-Bali merupakan pertanda bahwa pasokan listrik dalam sistem interkoneksi sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan listrik masyarakat dan industri yang terus meningkat. Ditambah dengan harga BBM yang melonjak, maka upaya lebih menggiatkan penggunaan energi alternatif non-BBM di Indonesia di sektor pembangkitan listrik tidak dapat ditawar-tawar lagi, agar masyarakat tidak terancam ketahanan ekonomi dan keamanannya, Indonesia harus meningkatkan pemanfaatan sumber daya energi primer yang cadangannya lebih besar seperti gas dan batu bara. Pemanfaatan energi alternatif untuk pembangkit listrik layak secara teknis dan ekonomis. Pemanfaatannya bisa dimulai dari skala kecil mulai dari listrik pedesaan, khususnya di luar Jawa. Hal ini dapat dilakukan oleh pihak swasta dan PLN dengan pola kemitraan sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi keterbatasan dana. Peran minyak dunia memang akan digantikan oleh energi baru dan terbarukan sedangkan peran gas dan batu bara relatif stabil.

II. TEORI PENUNJANG 2.1 Bahan Bakar Batu Bara

Batubara adalah istilah umum yang meliputi sejumlah besar bahan galian organik yang sifat-sifat dan komposisinya sangat beragam. Namun semuanya mengandung banyak unsur karbon berbentuk tak beraturan (amorf). Bahan ini terdapat di bumi dalam lapisan endapan yang tebalnya berbeda-beda.

Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan telah melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.

2.2 Pembangkit Tenaga Listrik

Secara umum pembangkitan tenaga listrik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :.

• Berdasarkan metode pembangkitannya, dapat dibedakan menjadi:

(2)

a.Metode pembangitan dengan konversi langsung (direct energy conversion), yaitu terbangkitnya energi listrik (dari energi primer) terjadi secara langsung, tanpa keterlibatan bentuk energi lain sebagai antara (medium)

b.Metode pembangkitan dengan konversi tak langsung (indirect energy conversion), yaitu terbangkitnya energi listrik (dari energi primer) berlangsung dengan cara melibatkan suatu bentuk energi lain. Bila energi lain yang berfungsi sebagai medium ini tidak ada, maka tidak akan terbangkit energi listrik.

• Berdasarkan proses pembangkitannya, dapat dibedakan menjadi :

a. Pembangkit non thermal, yaitu pembangkit yang dalam pengoperasiannya tanpa melalui proses thermal atau pemanasan.

b. Pembangkit thermal, yaitu pembangkit yang dalam pengoperasiannya melalui proses thermal atau pembakaran.

2.3. Sistem Kerja PLTU Batu Bara

Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama.

Secara umum, parameter kualitas batubara yang sering digunakan adalah kalori, kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dan tingkat ketergerusan, di samping parameter lain seperti analisis unsur yang terdapat dalam abu (SiO2, Al2O3, P2O5, Fe2O3, dll), analisis komposisi sulfur (pyritic sulfur, sulfate sulfur, organic sulfur), dan titik leleh abu (ash fusion temperature).

2.3.1 Pengolahan batu bara

Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah disebut batu bara tertambang run-of –mine (ROM). Batu bara tersebut seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu bara dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian, pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara juga disebut pencucian batu bara (coal benification atau coal washing) yang mengarah pada penanganan batu bara tertambang (ROM coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.

Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran.

Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara tertambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan

menggunakan metode ”pemisahan media padatan”. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk magnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan. Sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.

2.3.2 Pengangkutan batu bara

Cara pengankutan batu bara ke tempat batu bara tersebut akan digunakan tergantung pada jaraknya. Untuk jarak dekat, umumnya batu bara diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu bara diangkut menggunakan kereta api atau tongkang atau dengan alternatif lain dimana batu bara dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu dan diangkut melalui jaringan pipa. Disamping itu, pengangkutan batu bara juga bisa dilakukan dengan menggunakan kapal laut. 2.3.3 Sistem pembakaran batu bara bersih

Adapun prinsip kerja PLTU itu adalah batu bara yang akan digunakan/dipakai dibakar di dalam boiler secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh laju pembakaran yang rendah dan tanpa mengurangi suhu yang diperlukan sehingga diperoleh pembentukan NOx yang rendah. Batu bara sebelum dibakar digiling hingga menyerupai butir-butir beras, kemudian dimasukkan ke wadah (boiler) dengan cara disemprot, di mana dasar wadah itu berbentuk rangka panggangan yang berlubang. Pembakaran bisa terjadi dengan bantuan udara dari dasar yang ditiupkan ke atas dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa, akibatnya butir batu bara agak terangkat sedikit tanpa terbawa sehingga terbentuklah lapisan butir-butir batu bara yang mengambang. Selain mengambang butir batu bara itu juga bergerak berarti hal ini menandakan terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek yang baik sehingga butir itu habis terbakar.

2.3.4 Proses terjadinya energi listrik

Pembakaran batu bara ini akan menghasilkan uap dan gas buang yang panas. Gas buang itu berfungsi juga untuk memanaskan pipa boiler yang berada di atas lapisan mengambang. Gas buang selanjutnya dialiri ke pembersih yang di dalamnya terdapat alat pengendap abu setelah gas itu bersih lalu dibuang ke udara melalui cerobong. Sedangkan uap dialiri ke turbin yang akan menyebabkan turbin bergerak, tapi karena poros turbin digandeng/dikopel dengan poros generator akibatnya gerakan turbin itu akan menyebabkan pula gerakan generator sehingga dihasilkan energi listrik. Uap itu kemudian dialiri ke kondensor sehingga berubah menjadi air dan dengan bantuan pompa air itu dialiri ke boiler sebagai air pengisi.

PLTU ini dilengkapi dengan presipitator elektro static yaitu suatu alat untuk mengendalikan partikel yang akan keluar cerobong dan alat pengolahan abu batu bara.

(3)

Sedang uap yang sudah dipakai kemudian didinginkan dalam kondensor sehingga dihasilkan air yang dialirkan ke dalam boiler. Pada waktu PLTU batubara beroperasi suhu pada kondensor naiknya begitu cepat, sehingga mengakibatkan kondensor menjadi panas. Sedang untuk mendinginkan kondensor bisa digunakan air, tapi harus dalam jumlah besar, hal inilah yang menyebabkan PLTU dibangun dekat dengan sumber air yang banyak seperti di tepi sungai atau tepi pantai.

2.4 Metode Peramalan Kebutuhan Listrik

Peramalan kebutuhan listrik adalah untuk mengetahui akan kebutuhan listrik di tahun yang akan dating dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan metode regresi dan metode DKL 3.01. Metode regresi adalah suatu metode dengan menggunakan model matematik. 2.4.1 Metode Regresi Linier

Dalam Metode Regresi Linier diperlukan faktor/parameter yang akan dijadikan acuan dalam perhitungan. Dalam peramalan kebutuhan energi listrik parameter-parameter yang dipakai adalh sebagai berikut :

1. Pertumbuhan jumlah pelanggan rumah tangga (X1)

2. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang usaha (X2)

3. Pertumbuhan jumlah pelanggan bidang industri (X3)

4. Pertumbuhan jumlah pelanggan publik (X4)

5. Pertumbuhan jumlah penduduk (X5)

6. Peningkatan PDRB suatu wilayah (X6)

7. Energi listrik terjual (Y)

Nilai matriks β dicari melalui persamaan 2.1:

T 1 T k=(X X) X Y

β ...(2.1)

Matriks Y akan dapat dihitung dengan memasukkan nilai β pada persamaan 2.2.

Yi =β0 + β1x1i + β2x2i +...+ βkxki ...(2.2) 2.5 Energi Produksi

Perkiraan energi produksi ditentukan dengan rumus sebagai berikut : EPTt =

(

t t

)

t PS LT ETS + − 1 ...(2.3) Dimana :

EPTt = Energi produksi pada tahun t (GWH) ETSt = Energi terjual PLN total pada tahun t

(GWH)

LTt = Rugi-rugi transmisi dan distribusi pada tahun t (%)

PSt = Pemakaian sendiri pada tahun t (%) 2.6 Beban Puncak

Beban puncak merupakan salah satu ukuran besarnya konsumsi energi listrik, sehingga dengan diketahui besar beban puncak, maka akan dapat diperhitungkan produksi atau kapasitas terpasang yang harus tersedia.

Perkiraan beban puncak ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

BPt = t t xLF EPT 76 , 8 ...(2.4) Dimana :

BPt = Beban puncak pada tahun t

EPTt = Energi produksi pada tahun t LFt = Faktor beban pada tahun t 2.7 Rasio Elektrifikasi

Rasio elektrifikasi merupakan pembagian dari jumlah rumah tangga berlistrik dibagi dengan jumlah rumah tangga total.

Rumus untuk mengetahui rasio elektrifikasi adalah sebagai berikut : Rasio Elektrifikasi = x100% RTtotal ik RTberlistr

...(2.5)

III. KONDISI KETENAGALISTRIKAN DI KALIMANTAN BAGIAN SELATAN 3.1 Sistem Ketenagalistrikan Kalimantan bagian

selatan

Dua tahun terakhir, seiring dengan pertumbuhan penduduk, kawasan pemukiman, industri dan ekonomi, Kalimantan Selatan mengalami krisis energi listrik karena pasokan energi tidak sesuai dengan permitaan. Krisis ini menyebabkan seringnya terjadi pemadaman listrik di seluruh daerah Kalimantan Selatan. Biasanya langkah pemadaman bergilir, selama kurang lebih 1 hingga 2 bulan. Artinya, kawasan Kalimantan Selatan harus mengalami pemadaman listrik setiap 2 atau 3 hari sekali selama waktu tersebut.

Saat ini, PT PLN Kalimantan Selatan memiliki beberapa sumber pasokan energi listrik, yaitu:

• Pembangkit Listrik Tenaga Uap Asam-asam. Kapasitas 2 X 65 Megawatt (MW).

• Pembangkit Listrik Tenaga Air Riam Kanan. Kapasitas 3 X 10 MW.

• Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Trisakti. Kapasitas 85,4 MW.

• PLTG Trisakti. kapasitas 21 MW.

• Selain itu, PLN Kalselteng juga memiliki 6500 unit lebih PLTD dengan kapasitas kecil.

Pada tahun 2007 Secara keseluruhan, daya maksimal yang mampu disediakan PLN Kalimantan Selatan adalah 264,5 MW. Sementara kebutuhan pelanggan di wilayah ini pada beban puncak mencapai 272,5 MW. Artinya, margin standar keandalan sistem tidak tercapai karena selisih daya dan kebutuhan cukup besar. Kebutuhan energi pada tahun 2008 mengalami kenaikan, beban puncak mencapai 295,59 MW dan daya mampu hanya 273,5 sehingga terjadi defisit 22,09 MW. Diperlukan anggaran yang besar dan itu diluar kemampuan PLN. Pihak swasta bisa saja membantu pendanaan pembangkit listrik kita dengan berbagai skema yang memungkinkan. Selain itu, beberapa masalah yang kerap mengganggu pasokan listrik di Kalimantan Selatan diantaranya: Penurunan debit bendungan riam kanan pada musim kemarau, padahal bendungan ini sumber utama energi PLTA riam kanan. Perbaikan atau overhaul mesin PLTU Asam-asam yang harus dilakukan setiap tahun. Akibatnya, saat mesin dirawat, kemampuan PLN menyediakan listrik juga menjadi jauh berkurang. 3.1.1 Konsumsi Energi Listrik Kelompok Konsumen

(4)

Konsumsi energi listrik di Kalimantan bagian selatan menunjukkan pemakaian yang terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang cenderung meningkat setiap tahunnya dan semakin berkembangnya sektor industri. Sektor rumah tangga merupakan sektor yang paling banyak pelanggannya diikuti dengan sektor komersil, publik dan industri. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1

Banyaknya Tenaga Listrik yang Diproduksi, Terpasang dan Terjual pada Tahun 2002-2008

Tahun Tenaga Listrik Terpasang (GWh) Produksi Energi (GWh) Tenaga Listrik Terjual (GWh) 2002 1577,78 1436,70 1142,74 2003 1610,26 1545,82 1223,59 2004 1497,15 1449,19 1245,34 2005 1602,43 1661,18 1355,74 2006 1690,53 1699,54 1446,42 2007 1778,62 1737,9 1537,1 2008 1.267,62 1232,49 1.004,96

(sumber : Kalsel dalam angka 2008, BPS Kalimantan Selatan,2008)

3.1.2 Daya Tersambung Tabel 3.2

Data Setiap tahun kondisi listrik di Kalimantan Selatan

Tahun Daya Terpasang (MW) Daya Mampu (MWh) Beban Puncak (MWh) 2002 314,55 238,82 186,94 2003 310,20 237,50 232,80 2004 312,50 220,42 191,52 2005 313,57 252,29 218,97 2006 305,71 255,510 246,39 2007 310,50 264,500 272,50 2008 310,50 273,500 295,59

(Sumber: Data statistik PT PLN 2002-2008) 3.1.3 Penjualan Tenaga Listrik

Tabel 3.3

Data Input Energi Terjual (GWh), Jumlah Pelanggan per Sektor, dan Jumlah Penduduk (Ribu) Kalimantan Selatan

Tahun Energi Terjual (GWh)

Rumah

Tangga Bisnis Industri Publik Penduduk 2000 745,96 541348 12708 460 10688 3033191 2001 791,17 550584 14123 462 11755 3084938 2002 836,37 559819 15539 464 12822 3136684 2003 881,57 569055 16954 466 13889 3188431 2004 926,77 578290 18370 468 14956 3240177 2005 971,97 587526 19785 470 16023 3291924 2006 1017,17 596761 21201 472 17090 3343670 2007 1062,38 605997 22616 474 18157 3395417 2008 1107,87 615255 24032 476 19234 3447291

Sumber: Statistik PT.PLN dan BPS Kalimantan Selatan

IV. ANALISA PEMBANGUNANAN PLTU ASAM ASAM 650×10 UNIT MW

4.1 Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Untuk mengatasi kekurangan pasokan listrik di Kalimantan Selatan, akan membangun sebuah pembangkit listrik berkapasitas 6500 MW di Kabupaten tanah laut, Kalsel. Pembangunan pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara itu diperkirakan menelan biaya 6,5 trilyun dollar. Pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) akan beroperasi tahun 2014 secara bertahap.

Pada tugas akhir ini, pembangunan PLTU Batubara 6500 MW diharapkan mampu mengatasi krisis ketenagalistrikan di Kalimantan Selatan sampai tahun 2023. Pembangunan PLTU Asam Asam ini diharapkan akan membantu mengatasi kekurangan pasokan listrik di Kalsel.

4.2 Waktu Pelaksanaan

Pekerjaan pembangunan PLTU Asam Asam 6500 MW direncanakan akan dimulai pada tahun 2012 dan diselesaikan dengan target 24 bulan sehingga pada tahun 2034 PLTU Asam Asam dapat mulai beroperasi seluruhnya.

4.3 Analisa Ketersediaan Bahan Bakar Batubara PLTU Asam Asam memiliki kapasitas 6500 MW dengan faktor kapasitas sebesar 0.85, menggunakan bahan bakar batu bara berkalori rendah 4.500 Kcal/kg, maka dari data pembanding diatas dapat dihitung :

Tabel 4.1 Konsumsi Batubara Kapasitas Konsumsi/jam (ton/jam) Konsumsi/hari (ton/hari) Konsumsi/tahun (ton/tahun) 6500 MW 3618 86.832 31.693.680

Energi Listrik per tahun dari PLTU

Energi listrik = Kapasitas x Jam operasi x Faktor kapasitas……….. (4.1)

= 6500 MW x 8760 jam/tahun x 0.85 = 48.399.000.000 kWh/tahun • Kebutuhan energi panas

Kebutuhan energi panas = Batu bara per tahun x LHV………. (4.2) = 86.832 Kg/tahun x 4500

Kcal/Kg

= 390.744.000Kcal/tahun • Kebutuhan batubara untuk produksi 1 kwh Kebutuhan batubara untuk produksi 1 kwh

= Konsumsi energi / Energi listrik

= (31.693.680.000 kg/tahun) / (48.399.000.000 kWh/tahun)

= 0,65 kg/KWh

Jika masa operasi PLTU diasumsikan 25 tahun, maka: • Jumlah batu bara yang dibutuhkan selama

(5)

= 31.693.680.000 kg/tahun x 25 tahun = 800.000.000.000 kg

Karena batu bara yang digunakan dipasok dari Kalimantan Selatan, maka jika dibandingkan dengan cadangan batu bara yang dimiliki (data tahun 2006) yang mengacu pada tabel 3.22 maka:

Pemakaian batu bara untuk PLTU = 800.000.000.000 / 9.101.000.000.000 x 100%

= 0,087 %

Jadi total pemakaian untuk PLTU berkisar 0,087 % dari total batu bara yang terdapat di Kalimantan Selatan berdasarkan data tahun 2006. Jika efisiensi thermal PLTU dapat ditingkatkan, maka pemakaian batu bara untuk PLTU akan lebih sedikit lagi.

Dengan potensi batubara Kalimantan Selatan seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat dipastikan realisasi pembangunan PLTU Asam Asam ini tidak akan mengalami kesulitan dalam hal penyediaan batu bara selama operasinya.

Tabel 4.2

Pemakaian bahan bakar PLTU Batubara 6500 MW N

o Perhitungan PLTU Batubara

1 Energi listrik per tahun

(KWh/tahun) 48.399.000.000

2 Kebutuhan energi kalor

(Kcal/tahun) 390.744.000

3 Kebutuhan bahan bakar per

tahun (kg) 31.693.680

4 Kebutuhan bahan bakar 25 tahun

(kg) 800.000.000.000

5

Prosentase pemakaian bahan bakar dari cadangan bahan bakar yang tersedia (%)

0,087

4.4 Komponen PLTU Asam Asam

Proses kerja dari PLTU Asam Asam dapat dilihat pada gambar berikut, dimana melibatkan beberapa komponen untuk menunjang proses kerja dari PLTU Asam Asam tersebut

Gambar 4.4.

Proses kerja PLTU Asam Asam 10x650 MW

Adapun komponen-komponen yang menunjang dalam proses kerja PLTU Asam Asam 10x650 MW adalah sebagai berikut :

1. Transportasi bahan bakar 2. Boiler, Turbin dan Generator 3. Sistem pendingin

4. Abu dan debu

5. Sistem pengolahan air ketel 6. Sistem pengolahan limbah cair

4.5. Analisa Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik dengan metode Regresi Linier

Adapun analisa ini akan membahas tentang penghitungan perkiraan kebutuhan energi di Kalimantan selatan, sehingga akan didapat hasil perhitungan kebutuhan energi listrik sampai tahun 2023.

Tabel 4.3

Proyeksi Energi Terjual (GWh), Jumlah Pelanggan per Sektor, Jumlah Penduduk (Ribu), dan PDRB Sulsel

(Milyar)

4.5. Analisa Peramalan Kebutuhan Energi Listrik dengan Metode DKL 3.01

Model yang digunakan dalam metode DKL 3.01. untuk menyusun prakiraan adalah model sektoral. Prakiraan kebutuhan tenaga listrik model sektoral digunakan untuk menyusun prakiraan kebutuhan tenaga listrik pada tingkat wilayah/distribusi. Metodologi yang digunakan pada model sektoral adalah metode gabungan antara kecenderungan, ekonometri dan analitis. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung kebutuhan listrik adalah dengan mengelompokkan pelanggan menjadi empat pelanggan yaitu :

1. Pelanggan Rumah Tangga 2. Pelanggan Bisnis

3. Pelanggan Industri 4. Pelanggan Publik

Tabel 4.4

Proyeksi Konsumsi Energi Listrik per Kelompok Pelanggan

Tahun Rumah

Tangga Bisnis Industri Publik Total

(6)

2011 662,99 232,32 163,18 29,31 1087,8 2012 669,69 232,46 168,96 30,16 1101,27 2013 676,46 232,6 174,94 31,03 1115,03 2014 683,29 232,73 181,13 31,92 1129,07 2015 690,19 232,87 187,54 32,84 1143,44 2016 697,16 233,01 194,18 33,78 1158,13 2017 704,2 233,14 201,05 34,76 1173,15 2018 711,32 233,28 208,17 35,76 1188,53 2019 718,5 233,42 215,54 36,79 1204,25 2020 725,76 233,56 223,17 37,85 1220,34 2021 733,09 233,69 231,07 38,94 1236,79 2022 740,5 233,83 239,25 40,06 1253,64 2023 747,98 233,97 247,72 41,21 1270,88 4.6. Perbandingan Peramalan Konsumsi Energi

Antara Regresi Linier Dengan DKL 3.01

Dari hasil peramalan dengan metode regresi linier berganda dan metode DKL 3.01, didapat bahwa perhitungan konsumsi energi dengan metode regresi lebih tinggi dari metode DKL. Proyeksi konsumsi energi listrik antara regresi berganda dan DKL 3.01

Tabel 4.5

Proyeksi Konsumsi Energi Listrik Antara Regresi Linier Berganda Dengan DKL 3.01 Tahun Regresi DKL 2010 1295,3 1074,64 2011 1341,8 1087,8 2012 1391,7 1101,27 2013 1434,6 1115,03 2014 1483,6 1129,07 2015 1527,9 1143,44 2016 1574,4 1158,13 2017 1620,9 1173,15 2018 1667,5 1188,53 2019 1714 1204,25 2020 1760,5 1220,34 2021 1807 1236,79 2022 1853,6 1253,64 2023 1900,1 1270,88

4.7 Indeks Pembangunan Manusia di Kalimantan Selatan

Dari hasil analisis pembagian kuadran di gambar dapat diketahui dimana posisi Propinsi Kalimantan Selatan berada, yaitu berada di kuadran III yang berarti propinsi Kalimantan Selatan memiliki nilai

IPM rendah dan memiliki nilai Reduksi Shortfall yang rendah. Untuk meningkatkan ke kwadran yang lebih baik tersebut dimulai dari tiap Kabupaten-Kabupaten yang ada di Propinsi Kalimantan Selatan untuk melakukan perbaikan parameter IPM-nya.

Dapat dilihat bahwa rata-rata IPM di Indonesia pada tahun 2007 adalah 70,59 dan rata-rata reduksi shortfall-nya sebesar 1,64 sedangkan provinsi Kalimantan Selatan terletak pada posisi 26 dengan IPM dan reduksi shortfall-nya sebesar 68,01 dan 0,82.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

1. Produksi batubara Kalimantan Selatan realisasi mencapai 71,9 juta ton, dimana 68,2 juta ton dijual baik lokal maupun internasional, yaitu sebanyak 48,3 juta ton dan 19,9 juta ton berurutan. Pada Tahun 2008, produksi diperkirakan akan mencapai 78,5 juta ton. Produksi ini diharapkan dapat terus meningkat di tahun-tahun mendatang, atau setidaknya selama lima tahun ke depan. Target produksi 2009 yang ditetapkan sebesar 86,8 juta ton, sedangkan 2010 diperkirakan mencapai 97,4 juta ton, mencapai puncaknya dari 101,1 juta ton pada tahun 2011. Pada tahun 2012 produksi batubara diperkirakan sedikit menurun, sebesar 96,4 juta ton.

2. Alasan pembangunan PLTU Asam Asam 6500 MW adalah sebagai beban dasar dan PLTD digunakan sebagai beban puncak.

3. BPP harga jual adalah Rp. 1.611/ kWh dan sedang harga TDL regional Kalimantan Selatan adalah Rp. 600 /kWh. Jadi PLTU Asam Asam mengalami defisit atau mengalami kerugian dan membutuhkan subsidi dari pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djoko Santoso Ir, “Pembangkitan Tenaga Listrik”, Diktat Kuliah, Teknik Elektro ITS, Surabaya

2. http://www.elektroindonesia.com 3. http:// www.pln-jatim.co.id.

(7)

4. http://www,metrotvnews.com

5. http://www.tempointeraktif .com

6. http://www.esdm.go.id

7. PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur, 2001, Data dan Statistik Tahun 2000

8. PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur, 2002, Data dan Statistik Tahun 2001.

9. PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur, 2003, Data dan Statistik Tahun 2002.

10. PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur, 2004, Data dan Statistik Tahun 2003.

11. PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur, 2005, Data dan Statistik Tahun 2004

12. PT. PLN (Persero), 2005, Data dan Statistik Tahun 2004

13. PT. PLN (Persero), 2007, Katalog Statistik 2007

Tahun 2007.

14. PT. PLN (Persero), 2008, Katalog Statistik 2008 Tahun 2008.

BIOGRAFI

Penulis bernama Gilang Velano, dilahirkan di Surabaya. Lulus dari SMU 17 Agustus 1945 Surabaya tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan di S1 Elektro ITS dan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga.

Referensi

Dokumen terkait