• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara Dispatch dan Aktual. Tabel 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara data Dispatch dan data Aktual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara Dispatch dan Aktual. Tabel 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara data Dispatch dan data Aktual"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1

Korelasi Laju Penembusan antara Dispatch dan Aktual

Dalam pengambilan data laju penembusan di lapangan diperoleh adanya perbedaan hasil pencatatan antara Dispatch dan aktual. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan awal penghitungan pengeboran batuan yang dilakukan. Terdapat dua hal perbedaan hasil pencatatan nilai laju penembusan, yaitu:

a. Nilai laju penembusan data aktual lebih besar dibandingkan data Dispatch Hal ini dikarenakan pada saat pengeboran terjadi stuck yaitu kondisi dimana pengeboran harus berhenti karena adanya struktur atau air dalam batuan yang dapat mempengaruhi pengeboran.

b. Nilai laju penembusan data Dispatch lebih besar dibandingkan data aktual Hal ini dikarenakan pada saat pengeboran, awal pencatatan untuk pengambilan data aktual berbeda dengan awal pencatatan yang dilakukan dengan Dispatch. Pencatatan dengan Dispatch dilakukan setelah mengebor selama beberapa waktu.

Data pengamatan di lapangan dan dari Dispatch diolah dan kemudian diperoleh korelasi antara data Dispatch dan data aktual, yang ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara data Dispatch dan data Aktual

PR Dispatch PR Aktual PR JigSaw 1 PR Aktual 0.95 1

(2)

5.2

Hubungan Laju Penembusan terhadap UCS, RQD, Joint

Spacing dan Rock Mass Rating (RMR)

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, kemudian dibuat hubungan antara parameter yang paling dekat dengan laju penembusan. Laju penembusan merupakan fungsi dari kuat tekan uniaksial, RQD dan RMR. Kemudian dibuat hubungan secara terpisah antara laju penembusan dengan fungsi-fungsi tersebut pada tiap blok pengeboran. Korelasi yang semakin baik ditunjukkan dengan nilai R-Square yang semakin besar dan mendekati nilai satu. Tabel 5.2 menunjukkan nilai laju penembusan dan parameter yang akan dibandingkan pada tiap blok pengeboran.

Tabel 5.2 Laju Penembusan, UCS, RQD dan RMR tiap Blok Pengeboran

No. Blok Pengeboran Batuan UCS (MPa) RQD (%) JS RMR PR (m/jam) 1 150254 Diorite 78,2 63,5 0.08 52 36 2 150255 Diorite 66,7 24 0.04 43 27 3 195256 Vulkanik 69,0 56,7 0.07 58 41 4 195257 Vulkanik 80,5 41,1 0.05 55 45 5 195258 Vulkanik 85,1 62,8 0.08 60 32 6 195259 Vulkanik 78,2 63,5 0.06 60 42 7 195261 Vulkanik 89,7 48,2 0.08 57 34 8 195263 Vulkanik 71,3 52,5 0.06 55 33 9 195265 Vulkanik 105,8 53,1 0.06 57 41 10 210312 Vulkanik 98,9 53,4 0.06 53 37 11 210316 Vulkanik 82,8 57,3 0.07 53 39 12 210319 Vulkanik 98,9 59,4 0.07 58 40 13 210320 Vulkanik 112,7 70,9 0.09 62 21 14 210323 Vulkanik 98,9 67,3 0.08 60 20 15 210328 Vulkanik 80,5 51,3 0.06 55 27 16 210330 Vulkanik 66,7 33,2 0.04 51 53 17 210332 Vulkanik 126,5 64,4 0.08 57 25 18 210333 Vulkanik 101,2 60,9 0.08 55 25 19 210334 Vulkanik 94,3 62,9 0.08 59 20

(3)

20 210338 Vulkanik 75,9 51,1 0.06 53 49

21 375244 Diorite 98,9 9,4 0.03 45 52

22 420167 Diorite 9,2 0 0 46 59

23 420168 Diorite 0 0 0 31 59

24 420170 Diorite 62,1 0 0 29 56

1. Hubungan Laju Penembusan terhadap UCS

Jika dibuat grafik yang menghubungkan laju penembusan terhadap UCS secara umum, maka didapat kecenderungan bahwa semakin besar nilai UCS, besarnya laju penembusan akan semakin kecil (lihat Gambar 5.1). Hal ini sesuai dengan persamaan yang diberikan oleh Praillet (1978) (persamaan 3.4), dimana laju penembusan berbanding terbalik dengan nilai UCS batuan.

Penetration Rate vs UCS

y = 108.54e-0.0125x R2 = 0.66 0 20 40 60 40 60 80 100 120 140 UCS (MPa) P R ( m /ja m )

PR vs UCS Expon. (PR vs UCS)

Gambar 5.1 Hubungan Laju Penembusan terhadap UCS pada tiap blok Pengeboran

2. Hubungan Laju Penembusan terhadap RQD

Jika dibuat grafik yang menghubungkan laju penembusan terhadap RQD secara umum, didapat kecenderungan bahwa semakin besar nilai RQD, besarnya laju penembusan akan semakin kecil (lihat Gambar 5.2).

(4)

Penetration Rate vs RQD y = 62.59e-0.0121x R2 = 0.66 0 20 40 60 80 0 20 40 60 80 RQD (%) P R ( m /ja m ) PR vs RQD Expon. (PR vs RQD)

Gambar 5.2 Hubungan Laju Penembusan terhadap RQD pada tiap Blok Pengeboran

3. Hubungan Laju Penembusan terhadap Joint Spacing

Jika dibuat grafik yang menghubungkan laju penembusan dengan terhadap joint spacing, maka didapat kecenderungan bahwa laju penembusan akan semakin kecil jika joint spacing semakin besar (lihat Gambar 5.3).

Penetration Rate vs Joint Spacing

y = 65.335e-10.205x R2 = 0.65 0 15 30 45 60 75 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 JS (m ) P R ( m /ja m )

PR vs Joint Spacing Expon. (PR vs Joint Spacing)

Gambar 5.3 Hubungan Laju Penembusan terhadap Joint Spacing pada tiap Blok Pengeboran

(5)

4. Hubungan Laju Penembusan terhadap RMR

Jika dibuat grafik yang menghubungkan laju penembusan terhadap RMR, maka didapat kecenderungan bahwa laju penembusan akan semakin kecil seiring dengan semakin besarnya nilai RMR (lihat Gambar 5.4). Hal ini sesuai dengan teori, bahwa semakin bagus klasifikasi massa batuan (semakin besar nilai RMR) maka semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penembusan batuan untuk kedalaman yang sama.

Penetration Rate vs RMR y = 830.77e-0.0578x R2 = 0.68 0 20 40 60 80 40 45 50 55 60 65 RMR P R ( m /ja m ) PR vs RMR Expon. (PR vs RMR)

Gambar 5.4 Hubungan Laju Penembusan terhadap RMR pada tiap Blok Pengeboran

5.3

Hubungan Frekuensi Kekar dengan Joint Spacing

Jika dibuat grafik yang menghubungkan frekuensi kekar dengan joint

spacing, maka diperoleh kecenderungan bahwa semakin sedikit frekuensi kekar

maka joint spacing nya akan semakin besar (lihat Gambar 5.5) atau batuan tersebut dikatakan semakin masif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Priest and Hudson (1976), dimana diperoleh grafik eksponensial yang negatif.

(6)

Joint Spacing vs Frekuensi Kekar y = 0.89x-1.0468 R2 = 0.96 0 10 20 30 40 50 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 Joint Spacing (m ) F reku en si K ekar JS vs JF Pow er (JS vs JF)

Gambar 5.5 Hubungan Frekuensi Kekar dan Joins Spacing pada tiap blok Pengeboran

5.4

Biaya Total Pengeboran (Total Drill Cost, $/m)

Biaya total pengeboran dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya harga mata bor, kedalaman lubang yang dicapai selama penggunaan mata bor sampai aus, biaya total operasi dan laju penembusan. Sementara untuk biaya total operasi terdapat parameter biaya pekerja, biaya perawatan dan biaya bahan bakar. Setelah dilakukan perhitungan, terdapat beberapa nilai biaya total pengeboran per meter yang menyimpang dari teori semakin tinggi laju penembusan maka semakin rendah biaya total pengeboran per meter. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan harga bahan bakar dan harga biaya perawatan mesin bor yang digunakan (lihat Gambar 5.6). Dengan biaya bahan bakar dan biaya perawatan yang tinggi, akan menyebabkan nilai biaya total pengeboran per meternya semakin besar. Besarnya biaya perawatan terdapat pada bulan Desember 2007 untuk mesin bor TD003, Agustus 2007 untuk mesin bor TD004, Mei 2007 dan Maret 2008 untuk mesin bor TD005, Januari 2008 dan Maret 2008 untuk mesin bor TD006.

(7)

Fuel Cost dan Maintenace Cost y = 84.121x0.2029 y = 78.46x0.1917 0 50 100 150 200 250 300 J anuar i 2007 F ebr uar i M ar et A p ril Me i J uni Ju li A gus tus S ept em ber O k tober N ov em ber D es em ber J anuar i 2008 F ebr uar i M ar et A p ril Month C o s t ( $ /h o u r)

Fuel Cost ($/hr) Maintenance Cost ($/hr) Pow er (Maintenance Cost ($/hr)) Pow er (Fuel Cost ($/hr))

Gambar 5.6 Pengaruh Fuel Cost dan Maintenance Cost Terhadap Biaya Total Pengeboran

Jika ditinjau dari bulan Januari 2007 sampai dengan April 2008, ditunjukkan bahwa nilai biaya total pengeboran cenderung semakin tinggi (Gambar 5.7), ditunjukkan dari formula y = 0.3203x + 5.6733. Hal ini dikarenakan pengaruh biaya perawatan yang semakin besar dan harga bahan bakar yang semakin tinggi.

TDC ($/m) dan Total Kedalaman (m) per bulan

y = 0.3203x + 5.6733 0 2 4 6 8 10 12 14 2007 J anuar i F ebr uar i M ar et A p ri l M ei J uni Jul i A gus tus S ept em ber O k tober N ov em ber D es em ber 2008 J anuar i F ebr uar i M ar et A p ri l Bulan TD C ( $/ m ) 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 To ta l k ed al am an (m ) tdc meter

(8)

5.5

Estimasi biaya pengeboran Tahun 2009

Perhitungan estimasi biaya pengeboran tahun 2009 dengan menggunakan data perolehan biaya total pengeboran per meter dari perhitungan data historical Januari 2007 sampai dengan April 2008. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh biaya pengeboran untuk per bulan. Dari nilai biaya pengeboran diketahui bahwa untuk bulan Mei 2009 dan Juni 2009 akan mengeluarkan biaya pengeboran yang tinggi. Hal ini dikarenakan rencana penambangan (produksi dan trim) pada bulan Mei dan bulan Juni yang tinggi, yaitu 8.130.888 ton (Mei) dan 7.716.326 ton (Juni). Dengan jumlah tonase yang tinggi akan menghasilkan target kedalaman pengeboran yang tinggi juga (62.081 meter untuk Mei dan 60.170 meter untuk Juni).

Gambar

Tabel 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara data Dispatch dan data Aktual
Tabel 5.2 menunjukkan nilai laju penembusan dan parameter yang akan  dibandingkan pada tiap blok pengeboran
Gambar 5.1 Hubungan Laju Penembusan terhadap UCS pada tiap blok  Pengeboran
Gambar 5.2 Hubungan Laju Penembusan terhadap RQD pada tiap Blok  Pengeboran
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada pasien yang meninggal selama perawatan, kadar SGOT dan SGPT berkorelasi negatif dengan lamanya masa rawat inap, menunjukkan semakin luas infark semakin

Dari masing-masing Rrs(λ) estimasi yaitu Rrs(λ) - 6SV, Rrs(λ) -Flaash, dan Rrs(λ) -L akan dihitung estimasi konsentrasi Chl-a dengan menggunakan algoritma model Chl-a

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:  Mendemonstrasikan batuk efektif.. dan

Hal ini menunjukkan bahwa komitmen, kualitas sumber daya manusia, dan gaya kepemimpinan mempengaruhi kemampuan penyusunan anggaran pemerintah daerah Kota Manado lebih berkualitas,

Kesalahan penginputan kehadiran mahasiswa ke dalam sistem yang disajikan pada Daftar Nilai Ujian Akhir sangat berpengaruh pada syarat keikut sertaan mahasiswa pada ujian

Hal ini terdapat faktor komunikasi menghambat implementasi dapat dilihat dari belum adanya komunikasi dalam bentuk koordinasi dengan menggandeng pihak swasta untuk

Gambar 7 dan 8 menunjukkan hasil umbi bawang merah tertinggi diperoleh pada pemberian pupuk ZA dosis 250 kg per ha, bahkan lebih tinggi daripada kontrol (pupuk NPK dosis