• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Ibadah Haji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pelaksanaan Ibadah Haji"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Pelaksanaan Ibadah Haji

Pengertian Haji

Kata “haji” menurut bahasa ialah: Al–Qashdu, artinya bermaksud. Mengerjakan sesuatu dengan sengaja atau menuju tempat dengan sengaja, yang dilakukan berulang – ulang. Menurut syara’, haji adalah menuju ke Baitullah atau menghadap Allah untuk mengerjakan seluruh rukun dan persyaratan haji yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Dalam arti lain, haji adalah sengaja mengunjungi Ka’bah atau Baitullah untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat – syarat tertentu, yakni mengerjakan thawaf, sa’i, wukuf di arafah, dan menasuk haji lainnya dengan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.[1] Haji (asal maknanya) adalah “menyengaja sesuatu”. Haji yang dimaksud di sini (menurut syara’) ialah “sengaja mengunjungi Ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan syarat – syarat yang tertentu”.[2] Melaksanakan ibadah haji hukumnya wajib satu kali seumur hidup bagi muslim atau m u s l i m a h y a n g s u d a h b a l i g d a n m a m p u d i p e r j a l a n a n (Istitha’ah).

Haji diwajibkan kepada orang yang memiliki kemampuan materi dan fisik di perjalanan. Kewajibannya hanya untuk satu kali seumur hidup, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Ali-‘Imran ayat 97 sebagai berikut.

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali-‘Imran: 97)

(2)

telah memiliki kemampuan materi dan fisiknya masih kuat, karena kewaiban haji hanya satu kali seumur hidup. Dalam yang diterima dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW telah bersabda yang artinya:

“Dari Ibnu Abbas, Nabi SAW telah bersabda, ‘Segerakanlah kamu mengerjakan haji karena sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari datangnya suatu halangan yang akan merintanginya’.” (H.R. Ibnu Ahmad)

Allah memerintahkan kepada Ibrahim dan Islam’il agar mendirikan Baitullah di Mekah. Setelah selesai di bina, Allah menyuruh Ibrahim memberitahukan kepada manusia bahwa rumah itu didirikan untuk ibadah dan wajib atas mereka mengunjunginya. Ibrahim dan Isma’il memohon kepada Allah agar memberitahukan dan memperlihatkan kepada mereka manisk – manasik haji. Ka’bah itulah permulaan rumah yang didirikan untuk menyembah Allah di dunia.

Allah telah menerangkan tata cara haji di dalam Al-Quran, baik manasik haji, masya’ir-nya, hukum – hukumnya, waktu menunaikannya, maupun hal – hal yang boleh dilakukan dan hal – hal yang haram dilakukan di dalamnya.

Rasulullah telah menjelaskan soal – soal yang diterangkan oleh Al-Quran secara ringkas dari urusan haji. Beliau menerangkan miqat-miqat haji, bilangan thawaf, bilangan sa’i, apa yang didahulukan dan apa yang dikemudiankan, serta urgensitas dikerjakannya, waktu wukuf di ‘Arafah dan Muzdalifah, menjama’ sholat di tempat – tempat itu, sifat melempar jumrah dan menyembelih hadiyah, yang wajib dilakukan dan yang tidak diwajibkan, baik perkataan maupun pekerjaan di dalam haji yang beliau lakukan bersama – sama para sahabat dan kaum muslimin pada zamannya.

Syarat dan Rukun Haji

(3)

Islam (tidak sah haji orang kafir) 1.

Berakal (tidak wajib atas orang gila dan bodoh) 2.

Balig (sampai berumur 15 tahun, atau balig dengan tanda 3.

– tanda lain). Tidak wajib haji atas anak – anak. Kuasa (tidak wajib haji atas orang yang tidak mampu). 4.

Sedangkan rukun – rukun haji adalah sebagai berikut. Pertama, Ihram (berniat mengerjakan haji atau umrah).[4] Ihram dilakukan dalam bulan haji yaitu: Syawal, Dzulqaidah, dan 10 Dzulhijjah. Tidak boleh di luar bulan tersebut. Ihram adalah berniat memulai mengerjakan haji atau umrah karena semua amal harus diniatkan.[5]

(ىرﺎﺨﺒﻟا هاور) . ِتﺎَّﻴِّﻨﻟﺎِﺑ ُلﺎَﻤْﻋَ ْﻻاﺎَﻤـَّﻧِإ) Artinya: “Segala sesuatu amal ibadah hanya sah dengan niat.” (Riwayat Bukhori)

Kedua, hadir di Padang Arafah pada waktu yang telah ditentukan, yaitu mulai dari tergelincir matahari (waktu Luhur) tanggal 9 bulan haji sampai terbit fajar tanggal 10 bulan haji.[6] Artinya orang yang mengerjakan haji itu wajib berada di Padang Arafah pada waktu tersebut.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya adalah: “dari Abdurrahman bin Ya’mur, ‘Bahwa orang – orang Najd telah datang kepada Rasulullah SAW sewaktu beliau sedang wukuf di Padang Arafah. Mereka bertanya kepada beliau, maka beliau terus menyuruh orang untuk supaya mengumumkan: Haji itu hanyalah Arafah. Artinya hal yang terpenting urusan haji ialah hadir di Arafah. Barangsiapa yang datang pada malam sepuluh sebelum terbit fajar, sesungguhnya ia telah mendapat waktu yang sah.” (Riwayat lima orang ahli hadis)

Ketiga, Tawaf, yaitu berkeliling Ka’bah. Tawaf rukun ini dinamakan “Tawaf Ifadah”. Firman Allah dalam surah Al-Hajj ayat 29 sebagai berikut.

(4)

y a n g a d a p a d a b a d a n m e r e k a d a n h e n d a k l a h m e r e k a menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (Q.S. Al-Hajj: 29)

Syarat tawaf adalah: (1) menutup aurat, (2) suci dari hadas dan najis, (3) Ka’bah hendaklah berada di sebelah kiri orang yang tawaf, (4) permulaan tawaf itu hendaklah dari Hajar Aswad, (5) tawaf hendaklah tujuh kali keliling, dan (6) tawaf itu hendaklah di dalam masjid karena Rasulullah SAW melaksanakan tawaf itu di dalam masjid.[7]

Niat tawaf dalam ibadah haji tidak wajib niat karena niatnya sudah terkandung dalam niat ihram haji. Tetapi kalau tawaf itu tersendiri bukan dalam ibadah haji, seperti tawaf wada’ (tawaf karena akan meninggalkan Mekah), maka wajib berniat. Niat tawaf di sini menjadi syarat sahnya tawaf itu sendiri.

Adapun jenis – jenis tawaf adalah: (1) tawaf qudum (tawaf ketika baru sampai) sebagai salat tahiyyatul masjid, (2) tawaf ifadah (tawaf rukun haji), (3) tawaf wada’ (tawaf ketika akan meninggalkan Mekah), (4) tawaf tahallul (penghalalan barang yang haram karena ihram), (5)tawaf nazar (tawaf yang dinazarkan), dan (6) tawaf sunat.[8]

Keempat, Sa’i, yaitu berlari – lari kecil di antara bukit Safa dan Marwah.[9] Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “dari Safiyah binti Syaibah. Bahwa seorang perempuan telah mengabarkan kepadanya (Safiyah) bahwa dia telah mendengar Nabi besar SAW bersabda di antara Bukit Safa dan Marawh,’telah diwajibkan atas kamu sa’i. Maka hendaklah kamu kerjakan’.” (Riwayat Ahmad)

Syarat – syarat melakukan sa’i adalah: (1) hendaklah dimulai dari Bukit Safa dan disudahi di Bukit Marwah, (2) hendaklah sa’i itu tujuh kali karena Rasulullah SAW telah sa’i tujuh kali dari Safa ke Marwah dihitung satu kali, kembalinya dari Marwah ke Safa dihitung dua kali, dan seterusnya, (3) waktu

(5)

sa’i hendaklah sesudah tawaf, baik tawaf rukun maupun tawaf qudum.[10]

Kelima, mencukur atau menggunting rambut.[11] Hal ini kalau kita berpegang atas pendapat yang kuat. Sekurang – kurangnya menghilangkan tiga helai rambut. Pihak yang mengatakan bercukur menjadi rukun beralasan karena tidak dapat diganti dengan menyembelih.

Keenam, menertibkan rukun – rukun itu (mendahulukan yang dahulu di antara rukun – rukun itu). Yaitu mendahulukan niat dari semua rukun yang lain, mendahulukan hadir di Padang Arafah dari tawaf dan bercukur, mendahulukan tawaf dari sa’i jika ia tidak sa’i sesudah tawaf qudum.[12]

Tata Cara Pelaksanaan Haji

Pertama, Ihram. Pada tanggal 8 Dzulhijjah yang disebut “Yaumul Tarwiyyah” bagi yang melaksanakan tamattu, setelah mandi, memakai wangi – wangian dan pakaian ihram dengan miqat dari tempat masing – masing di Mekah, kemudian mengucapkan ihlal haji, yaitu membaca “Allahumma hajjan atau labaika hajjan” atau “labaika hajjan”. Dilanjutkan membaca talbiyah sebagaimana ketia berihram untu melaksanakan umrah.

Kedua, mabit di Mina. Pada tanggal 8 Dzulhijjah, kemudian berangkat menuju Mina dan mabit (menginap) di sana untuk melaksanakan salat zuhur, ‘ashar, maghrib, ‘isya, dan subuh berjamaah dengan jama’ dan qashar, sebagaimana di jelaskan dalam hadis berikut yang artinya: “Anas bin Malik r.a. berkata, ‘kami keluar bersama Nabi SAW dari Madinah ke Mekah, beliau sa;at dua rekaat – dua rekaat hingga kami kembali ke Madinah’. Aku bertanya,’Apakah kalian mukim di Mekah?’ Ia menjawab, ‘Kami mukim di sana sepuluh hari’”. (Muttafaq Alaih)[13]

Demikian pula dijelaskan dalam hadis lain sebagai berikut yang artinya: “Dan Anas bin Abdillah dari ayahnya, bahwa Umar bin

(6)

Khattab ketika beliau datang di Mekah, salat (mengimami) orang – orang dua rekaat (diqashar), kemudian beliau menyuruh (kepada penduduk Mekah) berkata,’Wahai penduduk Mekah! Tamatkanlah, jangan diqashar salat kalian, kami mengqashar salat karena kami orang-orang yang sedang safar’.” (H.R. Malik)[14]

Jabir bin Abdillah menjelaskan yang artinya: “ketika datang hari Tarwiyyah, mereka berangkat menuju Mina, mereka berhilal untuk haji, Rasulullah SAW naik kendaraan. Beliau di Mina salat zuhur, ‘ashar, maghrib, isya, dan subuh. Kemudian, istirahat sebentar dan kemudian berangkat ….” (H.R. Muslim)[15]

Hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi menginap di Mina sehari semalam. Hadis tersebut tidak memberikan isyarat bahwa Nabi SAW salat yang lima waktu tanpa jama’ dan qashar. Oleh karena itu selama berada di Mina, baik pada yaumit tarwiyyah ataupun yaummu nahri, dan ayyamu tasyriq, berlaku ketentuan “musafir”, yakni jama’ dan qahar.[16]

Ketiga, Wukuf di Arafah. Pokok dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah. Pada tanggal 9 Dzulhijjah, setelah terbit matahari, jamaah berangkat menuju Arafah. Dalam perjalanan menuju Arafah ini, jamaah haji tetap ber-talbiyyah atau bertakbir daan jika memungkinkan, singgah di Namirah.

Setelah matahari tergelincir, jamaah haji mendengarkan khotbah Arafah dari Imam, kemudian dikumandangkan azan dan qamat, lalu salat zuhur dan ashar di jama’ dan qashar tanpa salat apa – apa di antara dua salat itu. Selesai salat, berdoa dengan mengangkat kedua tangan. Dalam riwayat Jabir r.a. dikatakan yang artinya: “kemudian Rasulullah SAW berjalan sampai Arafah, beliau mendapat kemah yang sudah didirikan baginya di Namirah, beliaupun singgah di sana, sehingga ketika matahari tergelincir; beliau menyuruh membawakan ‘al-qoswa’ (unta beliau), kemudian unta itu diserahkan kepada beliau selanjutnya pergi menuju ke tengah – tengah lembah. Beliau

(7)

khotbah di hadapan orang – orang … kemudian dikumandangkan azan dan qamat, lalu salat zuhur, kemudian qamat dan salat ‘ashar, beliau tidak salat apa – apa lagi di antara di salat itu.” (H.R. Muslim)[17]

Apabila wukufnya jatuh pada hari Jumat, tetap dilakukan salat zuhur dengan cara dijama’ dengan ‘ashar seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW bersama para sahabat pada saat haji wada’ yang jatuh pada hari Jumat.[18]

Keempat, Mabit di Muzdalifah. Setelah matahari terbenam, para jamaah haji meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah (masyaril Haram) untuk bermalam sampai subuh, sementara salat maghrib dan isya di-jama’ takhir di Muzdalifah. Setelah salat subuh, dianjurkan berdoa, bertakbir, bertahlil, dan bertauhid sambil menghadap kiblat. Bagi jamaah haji yang sakit atau lemah diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah menuju Mina pada malam hari, setelah bermalam sebentar, sebagaimana dijelaskan dalam h a d i s I b n u ‘ U m a r y a n g a r t i n y a : “ I b n u U m a r r . a . berkata,’sesungguhnya Nabi SAW memberi izin kepada orang – orang yang lemah untuk meninggalkan Muzdalifah pada malam hari’.” (H.R. Imam Muslim)[19]

Kelima, melontar jumrah aqabah (kubra). Pada waktu dhuha tanggal 10 Dzulhijjah di Mina, jamaah haji melaksanakan lontar jumrah aqabah, dengan cara berdiri menghadap ke jumrah tersebut. Posisi kiblat berada di sebelah kiri jamaah haji, kemudian melontar jumrah dengan batu kerikil sebanyak tujuh kali. Setiap lontaran diiringi dengan ucapan takbir, dan setelah lontaran ketujuh membaca doa:

(.اًرْﻮُﻔْﻐَﻣﺎًﺒْﻧَزَواًرْوُﺮْﺒَﻣﺎًّ ﺠَ ﺣ ُﻪْﻠَﻌْﺟا َّﻢُﻬّﻠﻟَأ ﺪﻤﺣا هاور) Artinya: “Ya Allah jadikanlah (ibadah haji ini), sebagai ibadah haji yang diterima (mabrur) dan dosa yang diampuni.” (H.R. Ahmad)[20]

(8)

sebagaimana dijelaskan dalam hadis Ibnu Mas’ud r.a. yang artinya: “Ibnu Mas’ud sampai di Jumratul Aqabah, lalu ia jadikan Baitullah di sebelah kirinya dan Mina di sebelah kanannya, dan ia melontar dengan tujuh batu, ia berkata, ‘Beginilah Nabi SAW melontar’.” (H.R. Al-Bukhori dan Muslim)[21]

Juga dalam hadis Jabir dikatakan yang artinya: “dari Jabir r.a. berkata,’Rasulullah SAW melontar (aqabah) pada hari Nahar (tanggal 10 Dzulhijjah) pada waktu Dhuha dan melontar sesudah hari Nahar (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) setelah tergelincir matahari’.” (H.R. An-Nasa’i)[22]

Dalam hadis mas’ud dikatakan yang artinya: “tibalah Ibnu Mas’ud r.a. Jumratul Aqabah, lalu ia melontarnya dengan tujuh buah batu, sambil ia menunggang ia bertakbir pada setiap (lontaran) batu, kemudian mengucapkan,’allahummaj’alhu hajjan mabrurran wa dzanban Maghfuran’ dan ia berkata,’Di sinilah Nabi SAW pernah berdiri’.” (H.R. Ahmad)[23]

Keenam, tahallul awal (ashgar). Jamaah haji tahallul dengan cara “taqshir” (menggunting beberapa helai rambut) atau lebih utama dengan “tahliq” (dengan menggundul kepala). Bagi wanita, cukup dengan taqshir.

Setelah tahallul awal ini, jamaah haji bebas dari larangan pada waktu ihram, kecuali hubungan suami istri, sebagaimana d i j e l a s k a n d a l a m h a d i s A n a s y a n g a r t i n y a : “ A n a s berkata,’Sesungguhnya Rasulullah SAW datang di Mina lalu ia pergi ke jumratul aqabah dan melontarnya, kemudian ia pergi ke rumahnya di Mina dan menyembelih (kurban) kemudian ia berkata kepada tukang cukur,’cukurlah’, sambil menunjuk ke sebelah kanan kepalanya, kemudian sebelah kiri’.” (H.R. Muslim)[24]

Begitu juga hadis dari Abu Hurairah yang artinya: “dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah SAW bersabda,’Ya Allah, ampunilah dosa – dosa yang menggundul kepalanya’. Mereka berkata,’Dan bagi orang – orang yang (hanya) menggunting rambutnya!’ Nabi

(9)

bersabda (lagi), ‘Ya Allah ampunilah dosa – dosa yang menggundul kepalanya!’, Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian, beliau bersabda,’Dan juga bagi orang – orang yang (hanya) menggunting rambutnya’.” (H.R. Bukhari dan Muslim)[25]

Ketujuh, hadyu (qurba). Bagi mereka yang melaksanakan haji tamattu dan qiran wajib menyembelih hadyu. Perbedaannya ialah yang qiran membawa binatang dari rumah, sementara yang tamattu membelinya di Mekah (atau manhar).

Penyembelihan hadyu dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dan jika tidak bisa dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka boleh dilakukan pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Jamaah haji kurban boleh memakan daging kurban tersebut seperti yang dilakukan oleh Nabi SAW. Bagi mereka yang tidak bisa menyembelih hadyu, ia harus menggantinya dengan puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari setelah pulang ke negerinya. Jumlahnya menjadi sepuluh hari. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 196 sebagai berikut.

Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah Karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau Karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu Telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu Telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (Q.S.

(10)

Al-Baqarah: 196)

Nabi SAW bersabda yang artinya: “Setiap hari tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah) itu adalah waktu untuk menyembelih.” (H.R. Ahmad)[26]

Kedelapan, thawaf ifadah. Pada hari nahar (tanggal 10 Dzulhijjah), setelah melontar jumroh aqabah dan menyembelih hadyu, jamaah haji pergi ke Mekah untuk melaksanakan thawaf ifadah. Caranya sama dengan thawaf qudum, hanya saja dalam thawaf ifadah tanpa “ramal” (lari – lari kecil), tanpa salat dua rekaat di Maqam Ibrahim, dan tanpa diikuti sa’i antara Safa dan Marwah. Thawaf ifadah juga dapat dilaksanakan pada ayyamu tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) dan bagi yang udzur, bisa dilakukan seteleh lepas udzurnya.

Setelah thawaf ifadah, semua larangan ihram bebas, termasuk jimak.

Kesembilan, melempar tiga jumrah. Pada tanggal 11 Dzulhijjah, setelah zuhur, jamaah haji melempar tiga jumrah (ula, wustha, dan aqabah), masing – masing dengan tujuh batu kerikil. Caranya: jamaah pergi menuju jumratul ula, berdiri menghadapnya. Arah kiblat ada di sebelah kiri jamaah, kemudian melemparnya dengan tujuh batu kerikil. Setiap lemparan diiringi dengan takbir (Allahu Akbar), kemudian pindah tempat ke sebelah kiri jumrah, lalu menghadap kiblat dan berdoa lama sambil mengangkat kedua belah tangan.

Setelah itu pergi menuju jumratul wustha, dan berbuat seperti yang dilakukan di jumratul ula, kemudian pergi ke jumratul aqabah dan melakukan seperti yang dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah, yakni selesai lemparan ketujuh diikuti doa, “Allahumaj’al hajjan mabruran wadanban magfuran.” Di aqabah ini, tidak ada berdiri lama untuk berdoa seperti yang dilakukan di ula dan wustha.[27]

(11)

Dzulhijjah, jamaah haji melempar tiga jumrah seperti yang dilakukan pada tanggal 11 Dzulhijjah. Waktuya juga sama, yaitu mulai setelah zuhur hingga maghrib. Bagi yang meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah, sebelum matahari terbenam disebut Nafar Awal. Sementara mereka yang bermalam di Mina sampai tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah disebut Nafar Tsani’. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 203 sebagai berikut.

Artinya: “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, Maka tiada dosa baginya. dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), Maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. dan bertakwalah kepada Allah, dan Ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah: 203)

Kesepuluh, thawaf wada’. Sebelum meninggalkan Mekah, jamaah haji dianjurkan untuk melaksanakan thawaf wada’ (perpisahan). Caranya, sama dengan thawaf ifadah dilakukan tujuh putaran, tanpa lari – lari kecil, tanpa salat dua rakaat di Maqam Ibrahim, dan tanpa sa’i. Nabi SAW bersabda yang artinya: “janganlah salah seorang pulang sebelum mengakhiri urusan (hajinya) dengan thawaf wada’ di Baitullah.” (H.R. Muslim)[28]

Wanita haid boleh pulang sebelum thawaf wada’ bila ia telah melakukan thawaf ifadhah. Ibnu Abbas r.a. menjelaskan yang artinya: “bahwasanya Nabi SAW membolehkan wanita yang haid untuk pulang sebelum melaksanakan thaaf wada’ di Baitullah, jika ia sudah melaksanakan thawaf ifadah.” (H.R. Ahamad)[29]

Hal – Hal yang Dilarang Saat Ihram

Perbuatan yang dilarang ketika ihram adalah sebagai berikut.[30]

berkata kotor dan cabul; 1.

(12)

meminang, menikah, dan menikahkan orang lain; 2.

berburu binatang darat; 3.

bagi muhrim laki – laki tidak boleh berbaju, bercelana, 4.

bersorban, berkaus kaki, dan bersepatu yang menutup mata kaki, tidak boleh memakai pakaian yang bercelup wars dan za’faran (baik laki – laki maupun perempuan);

wanita yang sedang ihram dilarang memakai sarung tangan 5.

dan penutup muka;

memakai wangi – wangian, kecuali yang dipakai sebelum 6.

ihram;

mengganggu pepohonan yang ada di Mekah dan Madinah. 7.

Macam – Macam Haji

Macam – macam haji adalah sebagai berikut.[31]

Ifrad, haji yang umrahnya dilakukan di lua musim haji. 1.

Qiran, yaitu ibadah umrah dan haji dikerjakan bersama – 2.

sama pada musim haji, dan di antara keduanya tidak dipisah dengan tahalul.

Tamattu, yaitu ibadah umrah dan haji dikerjakan sama – 3.

sama pada musim haji dan di antara keduanya dipisah dengan tahalul.

[1] Hasan Ridwan, Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 247.

[2] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam: Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006), hlm. 247.

[3] Ibid., hlm. 248.

[4] Ibid., hlm. 252.

[5] Hasan Ridwan, op.cit., hlm. 250.

[6] Sulaiman Rasjid, op.cit., hlm. 253.

[7] Ibid., hlm. 254.

[8] Ibid., hlm. 255.

[9] Ibid.

(13)

[11] Ibid.

[12] Ibid.

[13] Hasan Ridwan, op.cit., hlm. 261.

[14] Ibid.

[15] Ibid.

[16] Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam dalam Hasan Ridwan, ibid. [17] Ibid., hlm. 262. [18] Ibid. [19] Ibid. Hlm. 263. [20] Ibid., hlm. 263. [21] Ibid., hlm. 264. [22] Ibid. [23] Ibid. [24] Ibid., 265. [25] Ibid. [26] Ibid., hlm. 267. [27] Ibid., hlm. 268. [28] Ibid., hlm. 270. [29] Ibid. [30] Ibid. [31] Ibid., hlm. 272.

Referensi

Dokumen terkait

“menginstruksikan kepada pustakawan untuk melakukan promosi kepada pengunjung baik itu siswa sekolah, PNS, maupun masyarakat umum pada saat ada buku baru, Kebijakan

Spidol, white board Nilai proses/ keaktifan 7 Menjelaskan psikodinamika dan mekanisme adaptasi Psikodinamika dan mekanisme adaptasi - menjelaskan psikodinamika -

: PERATURAN BUPATI BONE B0LANGO TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN BUPATI BONE BOLANGO NOMOR 43 TAHUN 2020 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

typografi yang lebih komunikatif. Dari analisis di atas, dapat dijelaskan bahwa secara garis besar permasalahan yang terjadi adalah Pondok Pesantren Buya HAMKA

Desain rak buku yang diciptakan akan di kemas dalam desain yang menarik dan tentu akan membuat rak buku menjadi salah satu daya tarik yang lebih, namun tidak banyak orang

4.15 Hasil belajar paham gambar model busana pada pembuatan pola busana pesta sistem draping sebagai kesiapan menjadi pattern. maker di butik

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, dengan judul

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Evaluasi Pelaksanaan Program