• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Penggunaan Lahan terhadap Sumber Daya Air: Studi Literatur dan Hasil Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dampak Penggunaan Lahan terhadap Sumber Daya Air: Studi Literatur dan Hasil Penelitian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 4 No. 2. Hal 135-146

ISSN: 2087-7706

DAMPAK PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP SUMBER DAYA AIR:

STUDI LITERATUR DAN HASIL PENELITIAN

Land Use Impacts on Water Resources:

Literature Study and Research Result

LA ODE ALWI1*)DAN SITTI MARWAH2)

1)Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari

2)Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo, Kendari

ABSTRACT

The impacts of land use, from forest to non-forest (mixed garden, husbandry, and fishery), mining, urbanization, industry and infrastructure in upstream area can give negative impact on water resource environment. Its impact in Wanggu watershed during 1992-2010 were: a) increasing of erosion by 17.6 m3per ha per year (81,9%), sediment by

2.2 m3 per ha per year, b) decreasing of infiltration capacity by 1.8 m per hour, soil

permeability by 2.1 cm per hour, base flow and increasing run-off by 262.7 mm per year (48,8%), CRO by 0,13(46,6%), peak discharge (Qmax) by 114.2 m3 per second and

decreasing of water available resources (Qmin) by 3.0 m3per second and ratio Qmax-Qmin

by 38.1 and c) decreasing of water quality because of pollution by TSD, nutrient (NO3-, PO4-3,

SO4=), DO, BOD, COD, metal (Cu, Fe, Zn), pesticide, pathogen, salt, oil, color and change of

temperature regime. Its impact was categorized as light to moderate pollution. The pollution of out-let Wanggu river was classified as serious category by DO, COD and SO4=.

The impacts of land use in Batanghari River were: DO, BOD, COD, NH3, NO2, Zn, Fe and Cu

with pollution category as light to moderate. Pollution categorized as serious category by waste: agriculture, urbanization, infrastructure and industry occurred in out-let of Ciliwung River Jakarta, and out-let Berantas River in Surabaya city. Decreasing of water volume and water quality also occurred in some states likes in India, Bangladesh, Thailand, Australia, United State of America and Fiji Island.

Keyw or ds: Land use impacts, soil conser vation, er osion, sedimentation, r un-off, w at er quality

.

1

PENDAHULUAN

Pr aktek penggunaan lahan di beber apa DAS di Indonesia seper ti: DAS Wanggu, DAS Baubau, DAS Konaweha Sulaw esi Tenggar a, DAS Saddang dan DAS Lamasi Sulaw esi Selatan dan DAS Batanghar i Jambi tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konser vasi tanah dan air telah menyebabkan ter jadinya er osi bagian hulu DAS dan sedimenasi di bagian hilir DAS ser ta menyebabkan degr adasi sumber daya lahan dan ter ganggunya kondisi hidr ologis DAS (Alw i et al., 2011; Alw i, 2012). Penggunaan lahan ter sebut telah member ikan dampak yang sangat penting baik bagi keter sediaan maupun kualitas dar i sumber

*)Alamat kor espondensi:

Email : alw i_laodeyahoo.com

daya air . Dampak ini dapat ber sifat positif maupun negatif. Keuntungan dar i peningkatan pengelolaan lahan telah meningkatkan pendapatan masyar akat, tetapi telah menimbulkan peningkatan biaya yang mahal. Dampak dar i kegiatan ter sebut telah menimbulkan dampak negatif ber upa ketidakcukupan penggunaan sumber daya air , yang mungkin tidak hanya dir asakan oleh par a pengguna air tapi juga oleh masyar akat sekitar yang tinggal di DAS, dimana mer eka menggunakan air tanah (Water Table).

Per ubahan penggunaan lahan hutan ke non hutan bidang (per tanian, kehutanan, peter nakan, per ikanan, infr astr uktur , per mukiman dan industr i yang tidak konser vatif di beber apa negar a, ter masuk Indonesia, khususnya dibeber apa DAS seper ti :

(2)

DAS Wanggu dan DAS Baubau Sulaw esi Tenggar a, DAS Batanghar i Pr ovinsi Sumater a Selatan dan Jambi, DAS Saddang dan DAS Lamasi di Sulawesi Selatan telah menimbulkan dampak negatif seper ti peningkatan: er osi, r un off, koefisien r un-off, sedimentasi, dan penur unan kualitas air oleh bahan pencemar an. Selain itu, juga telah menyebabkan ter jadinya banjir di musim hujan dan kelangkaan air ber sih, kelangkaan air di musim kemar au dan kebar akan hutan dan semak belukar (Agenda 21 Indonesia, 199;, Alw iet al., 2011; Alw i, 2012).

Penggunaan lahan hutan dar i luas 19.554,2 ha (43,1%) menjadi 10,467.8 ha (23,1%) telah menyebabkan kondisi hidr ologis DAS Wanggu ter ganggu yang dicir ikan oleh fluktuasi debit sungai (Qmax/ Qmin > 30), er osi > ETol dan banjir (Alw i, 2012).

Ber dasar kan beber apa hasil penelitian menunjukan bahw a per ubahan penggunaan lahan hutan ke non hutan di hulu DAS Wanggu, Baubau dan DAS Lamasi telah ter jadi peningkatan r un-off, koefisien r un-off, Qmax/ Qmin, er osi, dan sedimentasi telah menyebabkan penur unan kapasitas infiltr asi tanah, per meabilitas tanah, kualitas tanah, kesubur an tanah dan pr oduktivitas per tanian (Alw i, 2012) dan (Alw i et al., 2011). Sebagai contoh pada DAS Wanggu ter jadinya degr adasi lahan telah menur unkan pr oduktivitas lahan per tanian kakao 2 ton ha th-1menjadi 0,75 ton ha th-1, padi gogo 1,6 ton

ha th-1menjadi 0,9 ton ha th-1, jagung 2 ton ha

th-1 menjadi 1,2 ton ha th-1, disisi lain ter jadi

pendangkalan pada salur an ir igasi, badan sungai, r aw a dan ker usak lingkungan di Teluk Kendar i. Dampak penggunaan lahan di in site

telah menyebakan degr adasi lahan dicir ikan oleh peningkatan er osi pada kebun campur an, tegalan, semak belukar r ataan yakni 55,3 ton ha th-1> ETol 32,7 ton ha th-1, sedangkan pada

hutan er osi 8,5 ton ha th-1< ETol 32,7 ton ha

th-1(Mar w ah, 2000).

Ber dasar kan hal ter sebut di atas ter dapat beber apa pokok per masalahan yang menjadi kajian dalam penelitian adalah 1) penggunaan lahan dar i hutan ke non hutan di w ilayah DAS tidak mencukupi syar at minimal luas hutan 30% luas DAS, 2) dampak per ubahan penggunaan lahan yang telah menyebabkan kondisi lahan dan kondisi hidr ologis DAS ter ganggu, 3) penggunaan lahan ter sebut membutuhkan penataan ulang luas hutan

pada DAS mencapai minimal 30% dan penggunaan agr oteknologi yang r amah lingkungan. Ber dasar kan beber apa hasil studi menunjukkan bahw a konver si hutan menur unkan kualitas tanah, tetapi akan meningkat kembali dengan pember aan, pener apan konser vasi tanah yang tepat atau dengan sistem agr ofor estr y kakao (Mar w ah, 2008; Handayani, 2001; Anas et al., 2005; Multilaksonoet al., 2005).

Penggunaan lahan di w ilayah DAS membutuhkan penataan yang ser ius agar tidak ter jadi konflik kepentingan antar pengguna lahan yang ber keinginan meningkatkan pr oduksi dan pendapatan mer eka dengan pihak yang memper t ahankan hutan untuk kelestar ian lingkungan hidup ber upa sumber daya: tanah, flor a, fauna dan air ser ta udar a ter pelihar a.

Tujuan penelitian adalah 1) menganalisis dampak penggunaan lahan hutan ke non hutan ter hadap kondisi tanah dan hidr ologi DAS, 2) menetapkan dampak penggunaan lahan ter hadap er osi, sedimentasi, r un-off, koefisien r un off, r asio debit maksimum-debit minimum dan dampak ter hadap kualitas air sungai, 3) mer umuskan dan menetapkan model penggunaan lahan dan agr oteknologi yang r amah lingkungan di hulu DAS.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu. Penelitian ini

dilaksakan di per pustakaan IPB, Per pustakaan pr ibadi dan per pustakaan Fakultas Per tanian Univer sitas Halu Oleo Kendar i melalui studi liter atur . Penelitian dilaksanakan mulai Juli 2013 sampai Mei 2014.

Studi lir atur difokuskan pada penelitian penggunaan lahan di wilayah hulu DAS pada beber apa DAS di Indonesia dan sebagai pembanding menggunakan beber apa wilayah sungai (DAS) di India dan Thailand. Studi liter atur yang digunakan oleh peneliti adalah mer upakan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dibeber apa DAS di Indonesia sejak tahun 2009 sampai tahun 2013. Hasil penelitian ter sebut sebagian telah dipublikasikan pada majalah ilmiah dan sebagian belum dipublikasikan, akan tetapi telah disetujui dan dibukukan oleh institusi pember i dana.

(3)

Metode Pelaksanaan Penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode study liter atur (Lybrary Study Method) dengan menggunakan r efer ensi r esmi seper ti jur nal ilmiah, diser tasi, tesis, teks book atau r efer ensi yang r esmi lainnya yang dapat diper tanggungjaw abkan secar a ilmiah.

Penggunaan Data dan Analisis Data.Data

yang digunakan adalah data penggunaan lahan hutan ke non hutan dar i r efer enci yang r esmi seper ti: junal ilmiah, diser tasi, tesis dan teks book. Data ter sebut dapat diper tanggung jaw abkan baik kesahihan data maupun kualitas keilmuannya. Data penggunaan lahan adalah: hutan ke non hutan (kebun campur an, tegalan, semak belukar dan pemukiman). Data dampak penggunaan lahan ter hadap: 1) sumber daya air dan 2) r egim hidr ologis. Data ter sebut ber upa data sekunder dar i hasil penelitian dan dar i r efer ensi yang r esmi. Data kondisi tanah dan kondisi hidr ologis DAS dianalisis dengan menggunakan metode deskr iptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dampak Penggunaan Lahan Terhadap

Sumberdaya Air. Dalam hubungannnya

dengan membangun hubungan antar a pengguna air di daer ah hulu dan hilir , maka sangat penting untuk mendapatkan gambar an yang jelas mengenai dampak yang mungkin muncul dar i penggunaan lahan, baik ter hadap keter sediaan air dalam jumlah volume maupun kualitas air dalam skala ter tentu. Kedua hal ter sebut ber kaitan er at dengan siklus hidr ologi. Pada bagian selanjutnya, dampak penggunaan lahan dikelompokkan ber dasar kan kategor i ter tentu untuk mengetahui faktor utama dibali k dampak ter sebut.

Tulisan ini memfokuskan pada penggunaan lahan di bidang per tanian seper ti padang r umput, kehutanan, dan per ikanan sebagaimana yang telah dicantumkan oleh FAO. Penggunaan lahan lain seper ti per tambangan dan quar r ying, ur banisasi dan industr ialisasi yang juga memiliki dampak yang sangat penting ter hadap siklus hidr ologi tidak dibahas dalam tulisan ini. Lebih jauhnya, tulisan ini akan mengutamakan pada dampak fisik dar i sumber daya air . Dampak ter hadap mahluk hidup di daer ah per air an seper ti ikan,

dan or ganisme air lainnnya tidak dibahas lebih lanjut. Dampak dar i penggunaan lahan ter hadap sumber daya air ter gantung pada keadaan alamiah dan faktor sosial ekonomi di daer ah ter sebut. Faktor -faktor alamiah meliputi iklim, topogr afi, penutupan lahan dan sifat fisik tanah. Sedangkan faktor sosial ekonomi meliputi kemampuan ekonomi dan kesadar an dar i petani, pr aktek manajemen, dan per kembangan infr astuktur seper ti jalan, jembatan dan lain-lain. Selanjutnya, dampak penggunaan lahan per tanian sangat sulit dihilangkan dar i pengar uh alam dan manusia sebagai contoh: dampak ter hdap alir an per mukaan (r un-off) dan sistem pembuangan sampah kota yang ber dampak pada penur unan per mukaan air dan air tanah.

Dampak Penggunaan Lahan Terhadap

Regim Hidrologi. Penggunaan lahan yang

sesuai kemampuannya ber pengar uh ter hadap r egim hidr ologis, r egim hidr ologi dapat menghilangkan dampak negatif ter hadap sumber daya air per mukaan dan air baw ah tanah. Dampak dar i penggunaan lahan ter hadap air per mukaan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: (i) dampak ter hadap keter sediaan air secar a keselur uhan atau disebut juga alir an per mukaan r ata-r ata tahunan (mean annual r unoff), dan (ii) dampak ter hadap distr ibusi dan keter sediaan air musiman. Oleh kar ena itu, dampak ter hadap per ubahan musim ker ing sangat penting. Sementar a itu, ber kaitan dengan dampaknya ter hadap air baw ah tanah, efek dar i penggunaan lahan ter hadap pemulihan kondisi air baw ah tanah har us diteliti lebih lanjut.

Aliran Permukaan Rata-rata Musiman (Mean surface Run-off Soason). Dampak penggunaan lahan ter hadap r ata-r ata aliar an per mukaan adalah fungsi dar i ber bagai var iabel, var iabel ter penting adalah r egim air dan tanaman penutup lahan yang ber hubungan dengan evapotr anspir asi (ET), kemampuan tanah untuk menahan air (kapasitas infiltr asi), dan kemampuan

tanaman penutup lahan untuk

memper tahankan kelembapan. Per ubahan penggunaan lahan dar i ET yang lebih r endah menuju ET yang lebih tinggi akan menyebabkan penur unan alir an sungai tahunan. Ber dasar kan 94 per cobaan yang

(4)

telah dilakukan, Bosch dan Hew lett (1982) menyimpulkan bahw a keber adaan hutan jar ang(sparsely)akan menur unkan jumlah air . Hutan konifer , tanaman ker as tahunan, semak, dan r umput dapat menur unkan pengar uh pada jumlah air pada suatu daer ah yang vegetasinya telah ter ganggu (dimanipulasi).

Sebaliknya, per ubahan dar i tanaman yang memiliki ET tinggi ke tanaman dengan ET r endah akan meningkatkan alir an per mukaan r ata-r ata: pengur angan jumlah hutan akan meningkatkan air yang hilang (Bosch and Hew lett, 1982; Calder , 1992). Meskipun demikian, dampak ini sangat ter gantung pada pr aktek pengelolaan dan alter natif penggunaan lahan. Per lu diper hatikan, penyadapan kar et yang selektif hanya ber dampak sedikit atau bahkan tidak ber dampak ter hadap alir an sungai. Alir an sungai setelah masa matangnya pepohonan bisa lebih tinggi, sama, atau lebih r endah dar i nilai sebenar nya, ter gantung pada jenis vegetasi (Br uijnzeel, 1990). Pengecualian ter hadap atur an ini ter jadi pada cloud forest, yang dapat menahan kelembaban lebih banyak dar ipada evapotr anspir asinya (Bosch dan Hew lett, 1982) dan hutan-hutan yang sudah sangat tua dan ter gantung pada jenis spesies akan mengambil air yang lebih sedikit dar ipada tanaman lain yang bar u tumbuh setelah mengalami pemangkasan (Calder , 1998).

Alir an sungai mengalami penur unan dar i w aktu ke w aktu dengan adanya tanaman penutup lahan yang bar u. Di daer ah humid yang hangat (tr opis), efek dar i pemangkasan lebih r endah dibandingkan daer ah humid (non

tr opis) kar ena adanya per tumbuhan kembali yang sangat cepat (Falkenmar k dan Chapman, 1989).

Peningkatan cadangan air akibat per ubahan tanaman penutup lahan tidak selalu ber hubungan dengan peningkatan keter sediaan air di daer ah hilir . Alir an sungai mungkin akan menur un akibat faktor lain seper ti pemakaian air oleh tanaman atau kehilangan melalui penyebar an/ tr ansmisi atau infliltr asi channel (Br ooks et al., 1991). Dampak dar i pengguaan lahan ter hadap r ata-r ata aliata-r an peata-r mukaan musiman dapat dibagi atas: a) Alir an puncak/ banjir (Peak Discharge), b) Alir an dasar (Base Flow) di musim kemar au, dan c) Pengisian kembali air baw ah tanah.

Aliran Permukaan (run-off). Alir an

per mukaan dapat meningkat sebagai hasil dar i per ubahan penggunaan lahan jika kapasitas infiltr asi dar i tanah (Inf) juga menur un kar ena er osi dan pemadatan tanah sehingga kapasitas

run off (RO) dan koefisien run-off (CRO)

meningkat (Tabel 1). Alir an

per mukaan/ alir an puncak dapat meningkat setelah penebangan pohon-pohon (Br uijnzeel, 1990). Peningkatan r elatif dar i alir an saat hujan besar setelah penebangan pohon sangat kecil untuk keadaan penggunaan lahan yang besar dan sangat besar untuk keadaan penggunaan lahan yang kecil. Sebagai akibat dar i peningkatan jumlah pr esipitasi, pengar uh alir an saat hujan besar (storm flow) ter hadap tanah dan penutup lahan dapat dikur angi (Br uijnzeel, 1990).

Tabel 1. Dampak penggunaan lahan t er hadap Indikator hidr ologi (E, Inf, PP, RO & CRO)

Penggunaan lahan Er osi (E) Inf PP RO CRO

(ton ha-1th-1) (cm jam-1) (cm jam-1) (mm th-1)

Kebun campur an (KC) Semak belukar (SB) Tegalan (T) Pemukiman (P) Hutan (H) 8,9 b 13,9 bc 36,3 e 19,5cd 2,3 a 6,00 b 3,97 b 5,37 ab 4,17 b 6,67 a 4,50 b 3,37 c 3,10 cd 2,33 d 5,43 a 364,6 d 432,6 c 617,4 b 814,0 a 267.6 e 0,19 ab 0,22 b 0,32 c 0,42 d 0,14 a BNT0,05 2,53 BNT0,01 0,83 46,71 0,072

Ket er angan: Laju ifiltr asi (Inf), per meabilitas pr ofil (PP), alir an per mukaan (RO), koefisian alir an per mukaan (CRO) CH = 1.933,2 mm th-1

Penggunaan lahan hutan di DAS Wanggu menunjukan bahw a indikator hidr ologi

seper ti: er osi, Inf, PP, RO dan CRO lebih r endah dan ber beda nyata dengan

(5)

penggunaan lahan lahan lainnya (Tabel 1). Hal ini sesuai yang dikemukaan oleh Alwi (2011) bahw a per ubahan penggunaan lahan hutan ke non hutan ber dampak ter hadap peningkatan RO dar i: 538,6 mm th-1menjadi 801,3 mm th-1,

CRO dar i: 0,28 menjadi 0,41 Qmax/ Qmin dar i: 24,8 menjadi 33,4. Selanjutnya alir an puncak pada per ubahan penggunaan lahan di hulu DAS Wanggu dan Konaw eha dar i hutan ke kebun lada, kakao, buah-buahan, tanaman semusim seper ti: padi ladang, palaw ija telah menyebabkan penur unan inter sepsi potensial, kapasitas infiltr asi tanah, dan tingginya ker apatan sistem dr ainase sungai telah menyebabkan peningkatan alir an per mukaan (Runoff) dan sebagai akumulasinya ter jadi alir an puncak di hilir DAS (Mar awah, 2008 dan Alw i, 2012).

Peningkatan alir an puncak dapat disebabkan oleh pembangunan jalan dan infr astr uktur . Studi di bar at laut Amer ika menunjukkan bahw a pembangunan jalan dapt meningkatkan alir an per mukaan secar a signifikan (La Mar che and Lettenmaier , 1998; Bow ling and Lettenmaier , 1997). Penggabungan dar i petak/ jalan yang lebih kecil menjadi bidang yang lebih dapat meningkatkan kecepatan alir an per mukaan lebih tinggi kar ena sistem dr ainase dan akses jalan aspal (Falkenmar k and Chapman, 1989). Sebaliknya puncak alir an dapat menur un dengan peningkatan kapasitas infiltr asi tanah.

Alw i (2012) menyatakan bahw a per ubahan penggunaan lahan di DAS Wanggu dar i hutan/ kebun ke pembangunan infr astr uktur : jalan, penimbunan jalan, pemukiman, jembatan), deliniasi sungai, penggusur an tanah bukit telah menyebabkan er osi, ter tutupnya por ositas tanah menur unnya kapasitan infiltr asi, r usaknya sistem dr ainase alamiah maupun dr ainase buat an sehingga menyebabkan ter jadinya alir an puncak/ banjir (peak discharge). Pada datar an (basin) yang lebih luas, pengar uh penggunaan lahan ter hadap puncak alir an ber gantung pada w aktu, per bedaan penggunaan lahan, dan cur ah hujan (Br uijnzeel, 1990). Pada badan air yang lebih luas, efek desinkr onisasi dapat mengur angi meskipun secar a umum alir an besar saat hujan meningkat kar ena per ubahan penggunaan lahan (Br ookset al., 1989).

Aliran Dasar (Base Flow) di Musim

Kemarau. Efek per ubahan penggunaan lahan

ter hadap alir an dasar pada musim kemar au ter gantung pada pr oses kompetisi, per ubahan yang paling khusus antar a ET dan kapasitas infiltr asi. Dampak secar a langsungnya har us dianalisis lebih teliti (Calder , 1998). Selanjutnya efek per ubahan penggunanan lahan dar i hutan ke kebun campur an, ladang dan illegal loging di hulu DAS Baubau telah menyebabkan menur unnya alir an dasar di musim kemar au, akibatnya per hotelan di kota Baubau kekur angan air ber sih (Alw i et al., 2013).

Di daer ah tr opis, penghutanan kembali menyebabkan penur unan alir an di musim kemar au akibat peningkatan evapotr anspir asi. Di Mae Thang, Thailand, pr ogr am penghutanan kembali menyebabkan adanya cadangan air di daer ah hilir , yang dihasilkan pada akhir musim hujan oleh adanya air dar i tanaman dan keter sediaan air ir igasi lebih r endah (Chomitz and Khumar i, 1996). Demikian pula yang ter jadi di Kepulauan Fiji dimana penghutanan kembali hutan pinus dalam skala besar (60.000 ha) untuk ditanami r umput menyebabkan pengur angan alir an air di musim kemar au sebesar 50-60% dan memer lukan penggunaan alat hidr o elektr ik dan ber esiko ter hadap pasokan air minum (FAO, 1987). Sebagian besar per cobaan yang dilakukan di daer ah dengan cur ah hujan tinggi menunjukkan bahw a penebangan hutan (atau per ubahan dar i tanaman pengambil air tinggi dengan tanaman pengambil air r endah) akan meningkatkan alir an air di musim kemar au (Br ooks et al., 1991). Sebaliknya, alir an di musim kemar au pada lahan yang dihutankan kembali akan menur un jika kapasitas infiltr asi tanah dikur angi, seper ti penggunaan alat-alat ber at (Br uijnzeel, 1990). Alir an r endah yang dihasilkan dar i penambahan di musim kemar au ini tidak selalu dipengar uhi oleh per ubahan vegetasi penutup lahan (Br ooks et al., 1991).

Pengisian Kembali Air Bawah Tanah.

Pengisian kembali air baw ah tanah dapat ditingkatkan atau ditur unkan sebagai akibat dar i pr aktek penggunaan lahan. Faktor penyebab utamanya adalah ET dar i vegetasi penutup lahan dan kapasitas infiltr asi dar i tanah. Pengisian kembali air baw ah tanah ter kadang ber hubungan dengan lamanya musim ker ing, dimana sumbangan air baw ah tanah sangat ber gantung ter hadap sungai saat

(6)

musim kemar au tiba. Per mukaan air dapat naik sebagai akibat dar i penur unan evapotr anspir asi, seper ti penebangan hutan, konver si dar i hutan menjadi padang r umput untuk penggembalaan ter nak. Pengisian kembali dapat meningkat sebagai akibat dar i peningkatan laju infiltr asi, seper ti akibat adanya penghutanan kembali pada daer ah ter degr adasi (Calder , 1998). Sebaliknya, per mukaan air dapat tur un sebagai akibat dar i penur unan infiltr asi tanah, contohnya: pener apan usaha per tanian tanpa mener apkan teknik konser vasi dan pemadatan tanah. Demikian juga, adanya padang r umput dapat mengur angi infiltr asi dan pengisian kembali air baw ah tanah (Chomitz and Kumar i, 1996). Jika kapasitas infiltr asi menur un, ini akan ber akibat pada kekur angan air saat musim kemar au, bahkan pada daer ah dimana keter sediaan air ber limpah, seper ti per ladangan ber pindah di Pr opinsi Cher apunji, India (FAO, 1999). Selain itu, pengisian kembali air baw ah tanah dapat dikur angi akibat penanaman spesies pohon dengan per akar an dalam seper ti eucalyptus (Calder , 1998).

Dampak Penggunaan Lahan Terhadap

Kualitas Air.Pr aktek penggunaan lahan dapat

mempunyai dampak yang sangat penting ter hadap kualitas air , dimana dampaknya dapat ber sifat negatif, atau dalam beber apa kasus dapat juga ber dampak positif bagi pengguna air di daer ah hilir . Dampak ini meliputi per ubahan: a) er osi dan jumlah sedimen dan b) konsentr asi unsur , gar am, logam dan agr ochemicals, influx pathogen, dan per ubahan r egim temper atur .

Erosi (Erosion) dan Jumlah Sedimen

(Sediment). Hutan adalah pencegah/ penahan dar i er osi tanah. Per lindungan yang diber ikan sangat besar kar ena adanya vegetasi dan ser asah, ser ta efek dar i jar ingan akar yang saling ber hubungan. Vegetasi penutup lahan dapat mencegah ter jadinya per ger akan tanah yang dangkal (Br uijnzeel, 1990). Meskipun demikian, per ger akan tanah yang ber at pada suatu daer ah tidak hanya dipengar uhi oleh vegetasi penutup. Per ger akan tanah seper ti ini akan membaw a banyak sedimen, seper ti yang ter jadi di bukit-bukit di Pegunungan Himalaya. (Br uijnzeel and Br emmer , 1989). Dampak dar i per ubahan hutan ke non hutan per iode

1992 – 2010 member ikan peningkat an er osi r ata-r ata dar i 2,5 ton tahun-1menjadi 11,4 ton

tahun-1(Alw i et al., 2011). Selain itu, dampak

dar i hutan, Agr ofor estr y dan managemen lahan yang sesuai kelas kemampuan dan kesesuaiannya dapat mencegah/ memper kecil ter jadinya er osi ketingkat yang lebih kecil dar i er osi dapat ditoler ansikan (Tolerable Soil Loss) sehingga kualitas air tetap baik dan sebaliknya (Alw i, 2012).

Penghutanan kembali tidak selalu dapat menur unkan er osi tanah. Er osi per cik (splash er osion) mungkin akan meningkat ketika ser asah diber sihkan dar i per mukaan tanah hutan (Br uijnzeel, 1990). Selang dar i ukur an air yang jatuh sangat ter gantung pada kanopi yang dibentuk oleh pohon-pohon dan sangat ber beda tiap spesies, menghasilkan ber bagai jenis tipe er osi per cik. (Calder , 1998). Penggundulan hutan dapat menyebabkan er osi. Di Malaysia, alir an yang ber asal dar i daer ah yang sudah ditebang membawa sediment 8-17 kali lebih banyak dibandingkan sebelum ter jadinya penebangan (Falkenmar k and Chapman, 1989). Er osi aktual ter gantung pada penggunaan lahan yang diter apkan setelah pohon-pohon ter sebut ditebang. Er osi per mukaan dar i padang r umput yang dipelihar a dengan baik, padang penggembalaan, dan per tanian dengan teknik koser vasi tanah adalah dar i r endah ke sedang (Br uijnzeel, 1990). Konstr uksi jalan juga menjadi faktor utama yang menyebabkan er osi selama pr oses penyadapan getah kar et. Di Amer ika Ser ikat, 90% dar i er osi disebabkan oleh aktivitas penebangan hutan (Br ookset et al., 1991; Br uijneel, 1990).

Efek dar i er osi dapat diukur dar i sediment yang dihasilkan pada der ah ter sebut. Ter dapat hubungan yang ter balik antar a ukur an basin dengan sediment deliver y r atio. Pada basin 100 km2, peningkatan mungkin

saja ter jadi setelah beber apa w aktu yang lama (decade), disebabkan oleh adanya efek penyimpanan (Br uijnzeel, 1990) dan (Alwi, 2012). Sedimen di daer ah hilir tidak dapat selalu dihubungkan dengan per ubahan penggunaan lahan di daer ah hulu. Pengar uh manusia ter hadap jumlah sedimen menjadi sangat penting di beber apa daer ah dengan kondisi geogr afis yang stabil dan tingkat er osi alami yang r endah. Di daer ah dengan cur ah hujan tinggi, cur am, dan tingkat er osi alamiah yang tinggi pengar uh dar i penggunaan lahan

(7)

tidak dapat diabaikan. Sebagai contoh di Phew a Tal, Nepal, hanya enam per sen dar i total sedimen yang sudah dihitung dar i er osi per mukaan (Br uijnzeel, 1990). Alw i (2012) menyatakan bahwa dampak dar i kegiatan sektor per tanian dan kehutanan ter hadap sedimen 12%–20%, sedangkan pembangunan infr astr uktur (jalan, jembatan, penggusur an tanah bukit, pemukiman, pelur usan dan pelebar an sungai ser ta pembangunan der maga) ber dampak sebesar 80%-88% sedimen.

Sedimen dapat ber per an sebagai polutan fisik maupun kimia. Kar akter istik sedimen fisik meliputi tur biditas (penetr asi dar i cahaya matahar i) dan sedimentasi (penur unan kapasitas menahan sedimen di daer ah hilir , penur unan jumlah kar ang, kehilangan sejumlah ekosistem bagi ikan-ikan). Polusi kimia dar i sedimen meliputi penyer apan logam dan fosfor , seper ti yang ter jadi pada hydr ophobic or ganic chemicals (FAO, 1996).

Unsur hara dan bahan organik.

Per ubahan penggunaan lahan dapat mengur angi kandungan unsur har a pada per mukaan dan air baw ah tanah, ter utama kandungan Nitr ogen (N) dan Fosfor (P). Penggundulan hutan dapat meningkatkan konsentr asi nitr at (NO3) di air sebagai akibat

dar i dekomposisi bahan tanaman dan menur unkan pengambilan unsur oleh tanaman. Konsentr asi nitr at yang ter bawa oleh alir an per mukaan pada daer ah yang mengalami penggundulan dapat 50 kali lebih tinggi dibandingkan di daer ah hutan yang selalu dijaga selama beber apa tahun (Falkenmar k and Chapman, 1989). Aktivitas penggunaan lahan di bidang kehutanan, per tanian, per ikanan dar at, ur banisasi dan industr i dan infr astr uktur telah member ikan dampak ter hadap kualitas air sungai (Tabel 2).

Tabel 2. Kualitas air sungai di DAS Wanggu pengukur an tahun 2010.

No. Sungai Wanggu Titik 1 Titik 2 Titik 3 BM B-max

Parameter Fisika

:

1 Suhu (OC) 2,7 0,8 0,8 3

2 Padatan ter suspensi (mg L-1) 1,01 1,7 10,11 50

3 Padatan ter lar ut (mg L-1) 20 30 1800 2000

4 Conduktivity (DHL) 0,02 0,05 4,69 50

B. Parameter Kimia :

5 pH air (mg L-1) 6,95 6,38 6,32 6 8,5 6 BOD (mg L-1) 6,1 6,1 7,5 2 7 COD (mg L-1) 35,2 30,2 49,5 50 8 DO (mg L-1) 5 3,0 5,4 4 9 NO3=(mg L-1) 1,07 1,1 1,05 10 10 NO2-(mg L-1) 0,02 0,01 0,03 0,06

Kimia Anorganik :

11 Fe (mg L-1) 0,95 2,15 1,2 0,3 12 Mn (mg L-1) - 0,06 0,05 0,1 13 Zn (mg L-1) 0,02 - 0,06 0,05 14 Cl- (mg L-1) 19,2 17,2 247 600

Kimia Organik :

15 Lemak & minyak (mg L-1) - - 0,02 600

BM 600 600 600 800

Tabel 2 menunjukan kualitas air di DAS Wanggu telah mengalami pencemar an r ingan dan sedang oleh DO (2,9-8,5 mg L-1), BOD

(3,9-5,2 mg L-1) , COD (8,5–24,3 mg L-1), NH3

(0,01-2,2 mg L-1), NO2 (0,02-0,2 mg L-1) dan Zn

(0,01-0,08 mg L-1), Fe (0,2-1,2 mg L-1) ser ta Cu

sesuai PPRI No 82 Tahun 2001 (Alw i et al.,

2012). Kecuali Teluk Kendar i mencapai pencemar an sedang sampai ber at. Hal yang sama ter jadi pada Sungai Batanghar i Jambi pencemar an mencapai r ingan sampai ber at.

Kegiatan per tanian dapat menyebabkan peningkatan ter hadap influx nitr ogen menuju tubuh air sebagai akibat dar i ber bagai faktor ,

(8)

ter masuk penggunaan pupuk, peter nakan, limbah dar i sietem pembuangan sampah, dan aer asi tanah. Di Er opa, per tanian menyumbang sejumlah besar emisi nitr ogen ter hadap per mukaan dan air bawah tanah. Melihat pentingnya N anor ganik, jumlah yang disumbang oleh per tanian di Denmar k sebesar 50% dan 71% di Belanda (FAO, 1996). Kehilangan har a akibat pencucian yang tinggi dapat ter jadi ketika pupuk diber ikan pada tanaman ber umur pendek di tanah yang per meabel. Pembajakan dapat meningkatkan konsentr asi nitr at pada per mukaan dan air baw ah tanah kar ena adanya pr oses nitr ifikasi yang disebabkan oleh keber adaan oksigen pada tanah (Falkenmar k and Chapman, 1989). Pener apan dan alir an per mukaan langsung dapat menyebabkan pengasaman tanah sebagai akibat dar i volatilisasi ammonia, yang selanjutnya dapat meningkatkan kelar utan beber apa logam di tanah (FAO, 1996).

Alir an per mukaan langsung dar i per tanian dapat menyebabkan degr adasi per mukaan dan air baw ah tanah yang sangat par ah. Limbah per tanian menyumbang sekitar 30% jumlah P ter hadap air per mukaan, sementar a sistem per tanian lain menyumbang 16% (FAO, 1996). Sedimen fosfat dapat dibentuk dar i kumpulan unsur har a pada dasar danau yang mengalami eutr ofikasi, dimana sedimen ini akan ter baw a oleh air dalam kondisi anoksidatif. Hal ini membuat eutr ofikasi sulit dikontr ol melalui pembatasan alir an P. eutr ofikasi dapat dicegah dengan dredging

sedimen atau mengoksidasi hypolimnion, namun pilihan ini membutuhkan biaya yang besar (FAO, 1996).

Per anan per tanian dalam

mengkontaminasi tanah dan air per mukaan sulit untuk diukur secar a tepat. Di sebagian besar negar a, pengawasan cukup untuk mencegah pencemar an unsur har a akibat penggunaan lahan untuk per tanian. Di daer ah pedesaan, sangat sulit untuk membedakan antar a pencemar an akibat per tanian dan pencemar an akibat dar i sampah tidak ter ur us (Alw i et al., 2012). Per ikanan (akuakultur ) air taw ar dapat menambah jumlah unsur har a pada air per mukaan melalui sisa makanan yang tidak dimakan oleh ikan atau melalui kotor an ikan (FAO, 1996).

Patogen.Kegiatan penggunaan lahan akan

ber dampak pada kualitas bakter i di air , yang

dapat ber pengar uh ter hadap kondisi kesehatan par a pengguna air di daer ah hilir . Konsentr asi bakter i pathogen pada air per mukaan dapat meningkat sebagai akibat dar i aktivitas penggembalaan ter nak besar secar a intensif atau alir an sampah dar i peter nakan (FAO, 1995; Alw i et al., 2012). Pengur angan alir an sungai, sebagai contoh mer upakan konsekuensi dar i diver si ir igasi pada bagian hulu, akan menyebabkan ter bentuknya genangan di ter as sungai. Hal ini dapat ber akibat pada ber kembangnya vektor dar i beber apa penyakit menular seper ti malar ia. Vektor penyakit malar ia ini akan ber kembang dengan cepat pada daer ah payau dimana alir an sungai menuju air laut pada estuar ia melambat (FAO, 1995).

Pestisida dan Polutan Organik Lainnya.

Secar a umum, sejak komponen pestisida didesain ber sifat r acun dan per sisten maka pener apan pestisida menjadi sangat ber bahaya untuk tanah dan air baw ah tanah. Pencucian pestisida menuju air baw ah tanah ter gantung pada per sistensi dan mobilitas ser ta str uktur tanah. Metabolisme pestisida dapat ber sifat r acun dan mobil ter gantung dar i bahan utamanya. Pada manusia dan hew an, pestisida dapat mempunyai efek yang akut dan r acun yang kr onis. Komponen lipofilik dapat ter akumulasi pada jar ingan lemak (bio-konsentr asi) dan pada r antai makanan (bio-magnifikasi) (FAO, 1996).

Residu pestisida dapat ditemukan di sumber air melalui penggunaannya untuk per tanian, kehutanan, dan per ikanan. Kumpulan kotor an dan pestisida dapat menyebabkan kontaminasi ter hadap tanah dan air . Per ikanan memper kenalkan penggunaan biosida, desinfektan, dan obat untuk digunakan pada air per mukaan (FAO, 1996). Kegiatan per tanian, kehutanan dan per ikanan dar at telah menyebabkan pencemar an pada badan air dan menur unkan kualitas air di 6 sungai pada DAS Batanghar i ber upa: DO (2,9-8,5 mg L-1), BOD (3,9-5,2 mg

L-1) , COD (8,5-24,3 mg L-1), NH3(0,01-2,2 mg

L-1), NO2 (0,02-0,2 mg L-1) dan Zn (0,01-0,08

mg L-1), Fe (0,2-1,2 mg L-1) ser ta Cu sesuai

PPRI No 82 Tahun 2001 (Alw iet al., 2012). Dampak aktual dar i kontaminasi pestisida pada air yang ter dapat di bagian hilir ser ingkali sulit diukur . Pengaw asan ter hadap pestisida sulit dikar enakan konsentr asinya

(9)

yang sangat r endah sementar a sampel yang diambil besar ditambah lagi pengambilan sampel yang har us hati-hati, dan memer lukan per alatan canggih (FAO, 1996). Sejak banyak pestisida yang dilar utkan dengan sejumlah zat ter tentu, analisis air belum menghasilkan analisis yang lengkap. Untuk beber apa pestisida, kemampuan analisis ter kadang tidak cukup akur at untuk mengetahui keber adaan atau ketidakhadir an per lindungan bagi kesehatan manusia. Pestisida yang lebih bar u lar ut dan dapat ter degr adasi lebih cepat hanya dapat dideteksi setelah aplikasi, sementar a tipe pr ogr am pengaw asan dilakukan setiap bulan atau 4 bulan sekali dir asa tidak cukup untuk mengetahui kadar pestisida pada per mukaan air (FAO, 1996).

Salinitas/Kadar Garam. Peningkatan

kadar gar am pada air per mukaan dan air baw ah tanah mempunyai pengar uh ter hadap pengguna air di daer ah hilir , sebagai contoh untuk ir igasi dan suplai air domesti k. Dampak penggunaan lahan ter hadap kadar gar am sangat ter gantung pada iklim dan faktor geologi.

Ir igasi dan dr ainase dapat meningkatkan kadar gar am pada air per mukaan dan air baw ah tanah sebagai konsekuensi dar i evapor asi dan pencucian gar am dar i tanah. Ini adalah kasus yang biasa ter jadi di daer ah ar id, dimana dr ainase per mukaan selalu mempunyai konsentr asi gar am yang lebih tinggi, peningkatan r asio penyer apan Natr ium yang lebih tinggi (FAO, 1997a). Dr ainase dar i ir igasi per tanian mungkin dapat meningkatkan konsentr asi Selenium pada tanah dan air per mukaan. Pada daer ah pantai, alir an air yang ber asal dar i daer ah per tanian tidak member i kontr ibusi langsung ter hadap kadar gar am pada sumber -sumber air . Air baw ah tanah yang digunakan sebagai ir igasi, kebutuhan r umah tangga dan industr i mer upakan hasil dar i intr usi air laut ke lapisan akuifer , dan ber dampak pada peningkatan kadar gar am pada air baw ah tanah ter sebut (FAO, 1997). Penur unan alir an sungai kar ena abstr aksi di hulu dan pembangunan r eser voir dapat menyebabkan intr usi air payau pada daer ah estuar ia/ muar a (FAO, 1995).

Logam Berat. Penggunaan lahan akan

member ikan kontr ibusi langsung dan tidak langsung ter hadap peningkatan kadar logam

ber at pada sumber air . Pengar uh langsungnya adalah melalui limbah dar i sisa tanaman yang mengandung konsentr asi logam ber at yang tinggi. Sebagai contoh, peter nakan babi ter kadang mengandung konsentr asi tembaga yang tinggi (FAO, 1996). Penggunaan lahan per tanian dan per kebunan saw it di Sungai Batanghar i telah menyebabkan penur unan kualitas air sungai mencapai kategor i r ingan sampai sedang oleh Fe, Mn dan Zn (Alw i et al., 2012). Secar a tidak langsung, penggunaan lahan ber dampak ter hadap konsentr asi logam ber at di per mukaan dan air bawah tanah melalui peningkatan mobilitas logam di tanah kar ena pengar uh manusia atau faktor geologi alami. Logam ber at di tanah dapat ber pindah ke air melalui pr oses er osi. Pengasaman tanah yang disebabkan oleh volatilisasi ammonia dar i peter nakan akan meningkatkan kelar utan logam ber at di tanah juga meningkatkan influx menuju air per mukaan dan air baw ah tanah. Tingkat abstr aksi air bawah tanah yang tinggi untuk ir igasi dapat mer usak kondisi kimia pada tanah dan ber dampak pada peningkatan mobilitas logam ber at. Hal ini menjadi alasan ter jadinya peningkatan konsentr asi ar senic di Bangladesh.

Perubahan Regim Suhu. Regim suhu dar i

air per mukaan dapat dipengar uhi oleh penggunaan lahan. Pada sungai kecil, penghilangan tanaman r ipar ian dapat menyebabkan peningkatan suhu air (polusi suhu/ ther mal pollution). Demikian juga per ubahan di daer ah ir igasi dapat mengakibatkan suhu meningkat pada sungai yang ada di baw ahnya (FAO, 1997a) . Peningkatan suhu ber dampak pada penur unan jumlah oksigen ter lar ut, yang ber dampak negatif ter hadap aktivitas biologi di air dan ber ar ti juga penur unan kemampuan member sihkan sungai.

Skala Spasial. Melihat pentingnya skala

spasial, seper ti: ukur an dar i basin sungai/ DAS, dampak penggunaan lahan dapat menjadi kur ang penting kar ena adanya efek keseimbangan (offset), seper ti de-sinkr onisasi (seper ti pada kasus banjir ), kapasitas penyimpanan dar i dasar sungai (sedimentasi) atau kemampuan sungai member sihkann dir inya sendir i atau self-cleaning capacity of the r iver (pencemar an or ganik). Sementar a, dampak ini dapat juga menjadi lebih penting

(10)

dengan adanya peningkatan skala kar ena adanya efek akumulatif, seper ti pada kasus penggar aman.

Penggunaan lahan dapat mengakibatkan per ubahan r egim hidr ologi dan penur unan jumlah sedimen yang dapat ditampung sungai. Efek ini akan paling ter asa pada DAS yang lebih kecil sampai kur ang lebih r atusan km2.

Salah satu contoh kasus (Tabel 3) ter jadi di DAS Wanggu 33,2 km2 (33.208 ha) dengan

er osi 934.827,7 ton th-1, SDR 10%

menghasilakan sedimen 93.482,8 ton th-1 dan

DAS mikr o yakni DAS Kambu 2,5 km2(2.531,2

ha) dengan er osi 71.255,0 ton th-1, SDR 17,1%

member ikan sedimen 12.182,8 ton th-1 dan

DAS mikr o Lahundape 1,1 km2 (1.058,7ha)

dengan er osi 29.803,1 ton th-1, SDR 20,5%

menghasilkan sedimen 6.119,1 ton th-1 (Alw i,

2012). Selanjutnya tabel ter sebut menunjukan bahw a makin kecil suatu DAS maka makin besar nilai SDR.

Tabel 3. Hasil pr ediksi er osi dan sedimentasi di 3 DAS mikr o

Nama DAS Luas (km2) Jenis Par amet er Tahun 2010

Wanggu 33,21 Er osi (t on th-1) 934.827,7

SDR (%) 10,0

S (ton th-1) 93.482,8

Kambu 2,53 Er osi (ton th-1) 71.255,0

SDR (%) 17,1

S (ton th-1) 12.182,8 Lahundape 1,06 Er osi (t on/ th) 29.803,1

SDR (%) 20,5

S (ton th-1) 6.119,1 Ket er angan: SDR = Sedement Deliver Rat io, S = Sedimen yang dihasilkan

Dengan melihat dampak ter hadap kualitas lahan dan air member ikan gambar an menjadi lebih jelas. Obser vasi menunjukkan beber apa dampak penggunaan lahan ter hadap kualitas air , seper ti kadar gar am dan jumlah pestisida dapat juga memiliki efek yang besar ter hadap daer ah hilir pada badan air skala menengah

sampai besar seper ti yang ter jadi di basin Mur r ay-Dar ling (Austr alia) dan basin Color ado (USA/ Meksiko) (Calder , 1992). Efek pada daer ah hilir lainnya seper ti bahan or ganik dan patogen hanya ber kaitan jika skalanya lebih kecil (Tabel 4).

Tabel 4. Dimensi spasial dar i Dampak penggunaan lahan ter hadap kar akter ist ik hidr ologi DAS.

Dampak Ukur an DAS (km2)

0,1 1,0 10 100 1.000 10.000 100.000

Ratan alir an X X X X - -

-Alir an puncak X X X X - -

-Base flow X X X X - -

-Per ubahan air tanah X X X X - -

-Muatan sedimen X X X X - - -Unsur har a X X X X X - -Bahan or ganik X X X X - - -Patogen X X X - - - -Salinitas X X X X X X x Pestisida X X X X X X X Logam ber at X X X X X X X

Regim ter mal X X - - - -

-Ket er angan: x = Dampak dapat diamati, - =Dampak tidak dapat diamati

Skala Temporal. Skala tempor al adalah

aspek lain yang juga penting ter hadap dampak penggunaan lahan, seper ti halnya ber kaitan

dengan biaya ekonomis. Dua aspek dar i skala tempor al yang penting ter hadap dampak penggunaan lahan. Per tama, waktu yang

(11)

diper lukan oleh penggunaan lahan sampai menimbulkan dampak bagi or ang-or ang di hilir dan kedua, meskipun telah menimbulkan dampak negatif namun w aktu akan mengembalikan keadaan kembali seper ti semula, dengan catatan dampak ter sebut ber sifat r ever sibel (dapat balik).

Skala tempor al dar i dampak penggunaan lahan sangatlah luas ter gantung dar i dampaknya. Skala ini ber kisar antar a kur ang dar i satu tahun, seper ti kasus kontaminasi bakter i sampai r atusan tahun, seper ti ter jadi pada kasus kadar gar am. Demikian juga dengan skala w aktu yang diper lukan untuk per baikan, sangat ter gantung pada dampak itu sendir i. Meskipun demikian pada beber apa kasus w aktu yang diper lukan untuk memulihkan kondisi lingkungan per air an setelah ter kena dampak jauh lebih lama dibandingkan w aktu kemunculan dampak ter sebut (FAO, 1996).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan. Ber dasar kan hasil kajian

ter sebut di atas dapat disimpulkan bahw a : 1. Penur unan luas hutan di wilayah hulu

suatu DAS sangat member ikan dampak negatif yang signifikan ter hadap kondisi hidr ologi dan kualitas sumber daya air di w ilayah DAS.

2. Penggunaan lahan hutan kur ang dar i 30% luas DAS member ikan dampak ter hadap peningkatan er osi, sedimentasi, r un-off (RO), koefisien r un-off (CRO), debit maksimum (Qmax), debit minimum (Qmin)

ser ta (Qmax: Qmin >30).

3. Per ubahan Penggunaan lahan hutan ke non hutan telah member ikan dampak negatif ter hadap kualitas air sungai baik secar a fisik (keker uhan, w ar na, er osi dan sedimen), kimia (DO, BOD, COD, Fe, Mn dan Zn) maupun biologis (bakter i dan colifor m) per air an. Sungai Wanggu Kendar i dan Batanghar i Jambi ter cemar r ingan sampai sedang, kecuali per air an Teluk Kendar i ter cemar ber at.

4. Penggunaan lahan yang tidak didasar kan pada kelas kemampuan lahan dan penggunaan teknologi konser vasi tanah dan air yang tidak tepat telah menimbulkan dampak negatif ter hadap kondisi hidr ologis DAS dan kualit as air sungai yang ber sangkutan.

5. Alter natif model penggunaan lahan yang mampu memper baiki kondisi hidr ologi DAS dan kualitas sumber daya air adalah hutan minimal 30% luas DAS, Agr ofor est r i dan kebun campur an 44%, tegalan 8–10%, pemukiman, infr astr uktur dan kaw asan industr i 16–20% luas DAS.

Saran. Per ubahan penggunaan lahan dar i

hutan ke non hutan di wilayah hulu DAS har us memper hitungkan kar akter istik lahan, kar akter istik DAS dan teknologi yang diimplementasikan kar ena ketiga hal ter sebut sangat ber pengar uh ter hadap kondisi hidr ologis DAS dan kualitas sumber daya air sungai. Per lu penelitian lebih lanjut tentang penentuan dampak per ubahan penggunaan lahan hutan ke non hutan keter sediaan sumber daya air dan kualitas air sungai ser ta penentuan sumber jenis dampak dar i masing-masing penggunaan lahan. Per lu ada kebijakan dalam bentuk PERDA pr ovinsi dan kabuapaten/ kota tegas dan jelas tentang penanganan penanggulangan dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas pembangunan di wilayah DAS lingkup antar kabupaten dan antar pr ovinsi.

DAFTAR PUSTAKA

Agenda 21, Indonesia 1997. St r ategi Nasional Untuk Pembangunan Ber kelanjutan. Kant or Kementer ian Negar a Lingkungan Hidup RI, Jakar ta.

Alw i L, Sinukaban N, Solahuddin S, Paw itan H. 2011. Kajian dampak dinamika penggunaan lahan ter hadap er osi dan kondisi hidr ologi DAS Wanggu. Jur nal Hidr olitan 2(2):

Alw i L, Sinukaban N, Solahuddin S, Paw itan H. 2011. Kajian dampak per ubahan penggunaan lahan ter hadap degr adasi lahan dan kondisi hidr ologi DAS Wanggu. Agr iplus 21.

Alw i L. 2012. Kajian dampak dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu ter hadap sedimentasi di Teluk Kendar i [ Diser tasi] . Sekolah Pascasar jana Institut Per tanian Bogor .

Alw i L, Mar w ah T, Muskita W, Saad A, 2012. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Sur vei Seismik 3D Tempino. PT. Per tamina EP Unit Bisnis EP Jambi.

Anas I, Gulton T, Migge S. 2005. Soil micr obial population and activity at differ ent land use type. In: Stict entr oth D, W. Lor enz, S.D. Tar igan, A. Malik (eds). Pr oceedings Int er national Symposium “The Stability of Tr opical Rainfor est Mar gins: Linking Ecological, Economic And

(12)

Social Constr ain of Land Use And Conser vation” 19-23 sept ember 2005. Geor -August-Univer sity of Goettingen, Ger many: Univer sitatsver lag Goettingen: 162.

Bosch JM, Hew lett JD. 1982. A r eview of Catchment Exper iments to Det er mine the Effects of Vegetation Changes on Water Yield and Evapotr anspir ation. J Hidr ol. 55: 3-23.

Br uijnzeel LA. 1990. Hydr ology of Moist Tr opical For ests and Effects of Conver sion: a state of Know ledge r eview . UNESCO Inter national Hydr ological Pr ogr amme, A Publication of the Humid Tr opics Pr ogr amme, UNESCO, Par is. Calder IR. 1992. The Hydr ogical Impact of Land Use

Change (With Special Refer ence to Affor estation and Defor estation). P: 91-101, Dalam: Pr oceedings of the Confer ence on Pr ior ities for Water Resour ces Allocation and Mangement Southampt on, July 1992, Over seas Development Administ r ation, London. ISBN: 090 2500 49X. Calder IR. 1998. Review Out line of Wat er Resour ce

and Land Use Issue (IIMI) Sw im Paper , Nc.3. Calder IR. 1999. The Blue Revolution, Land Use and

Integr at ed Wat er Resour ces Management. Ear thscan.

Chomitz M, Khumar i K. 1996. The domestic benefits of tr opical for est a cr itical r eview . The Wor ld Bank Resear ch Oser ver , 13(1): 13-35. FAO 1995. Wat er Sector Policy Review and

Str at egy For mulation. A Gener al Fr amew or k. FAO Land and Water Bulletin. No. 3.

FAO. 1996. Steps Tow ar ds A Par ticipator y and Integr at ed Appr oach to Water shed Management. Repor t of the Int er -Regional Pr oject for Par ticipator y Upland Conser vation and Development, GCP/ INT/ 542/ ITA, FAO/ Italy Cooper at ive Pr ogr amme. Tunis Wr itten by Fe d’Ostiani,L. &War r en, P.(eds) FAO. 1998. Developing par ticipator y and

Integr at ed Wat er shed Management. A Case Study of the FAO/ Italy Int er -Regional Pr oject for Par t icipator y Upland Conser vation and Development (PUCD) Wr itt en by War r en, P.FAO Community For est r y Case St udy Ser ies, No. 13.

Hall RL, Calder IR. 1993. Dr op size modification by for est canopy–measur ements using a disdr omet er . J. Geophys. Res 90: 465-470. Handayani IP. 2001. Compar ison of soil quality in

cultivated field and gr assland. Jur nal Tanah Tr op. 12: 135-1433.

Kr aemer A, Buck M. 1997. Water Subsidies and the Envir onment. Repor t OECD/ GD(97)220. Par is: OECD.

Kr air apanond N, Atkinson A. 1998. Water shed Management in Thailand: Concepts Pr oblems and Implementation. Regulated River s: Resear ch and Management 14: 485-498. Mar w ah S. 2000. Per encanaan sistem usahatani

lahan ker ing dalam r angka mew ujudkan per tanian ber kelanjutan di DAS Wanggu Kendar i, Sulaw eisi Tenggar a. [ Tesis] Pr ogr am Pascasar jana, Institut Per tanian Bogor .

Mar w ah S. 2008. Optimalisasi pengelolaan sist em agr ofor est r y untuk pembangunan per tanian ber kelanjutan di DAS Konaw eha Sulaw esi Tenggar a. Sekolah Pascasar jana. Institut Per tanian Bogor .

Mur tilaksono K, Hidayat Y, G. Ger old, 2005. Consequence of r ainfor est conver sion w ith differ ent landuse types for soil er osion and sur face r unoff in Napu Catchment, Centr al Sulaw esi. In: Stict entr oth D., W. Lor enz, S.D. Tar igan, A. Malik (eds). Pr oceedings Inter national Symposium “The stability of tr opical r ainfor est mar gins: Linking ecological, economic and social constain of landuse and conser vation” 19-23 Sept ember , 2005. Geor g-August-Univer sity of Goettingen, Ger many: Univer sitatsver lag Goettingen: 127.

Gambar

Tabel 1. Dampak penggunaan lahan t er hadap Indikator  hidr ologi (E, Inf, PP, RO &amp; CRO)
Tabel 2. Kualitas air  sungai di DAS Wanggu pengukur an tahun 2010.
Tabel 3. Hasil pr ediksi er osi dan sedimentasi di 3 DAS mikr o

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan dan karakteristik lahan pada Tabel 1, maka didapat kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi gogo di lokasi penelitian yang termasuk ke dalam

Tehnik ini yang disusun dengan membandingkan kenaikan atau penurunan laporan keuangan pada suatu periode tertentu dengan periode lainnya dari masing-masing pos

Berdasarkan Tabel 1, tumbuhan obat yang berasal dari famili Asteraceae paling banyak ditemukan di Tahura Wan Abdul Rachman yaitu sebanyak 6 jenis tumbuhan

Perbedaan yang terjadi antara harga pokok produksi berdasar traditional costing method dan activity based costing method disebabkan karena pembebanan biaya overhead

Sedangkan yang termasuk kedalam lingkungan non fisik yaitu suasana sosial, pergaulan antar personil, peraturan kerja(tata tertib) dan kebijakan perusahaan, sehingga dapat

Berlokasi di bagian paling depan bangunan sekolah bersebelahan dengan ruang Tata Usahao. Memiliki luas 8 x 7 m2 dan ditunjang dengan ruang tamu Kepala

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti3. Pendidikan Pancasila

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada Staf Kepala Bagian Komersial PT Angkasa Pura II saat ini memiliki beberapa permasalahan yaitu sistem yang ada saat ini masih menggunakan