• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas pelatihan pengembangan kepribadian mahasiswa [PPKM] tahap I tahun 2008.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas pelatihan pengembangan kepribadian mahasiswa [PPKM] tahap I tahun 2008."

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA (PPKM) TAHAP I TAHUN 2008

Evaluasi pelatihan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam pelaksanaan pelatihan untuk mengetahui efektivitas pelatihan. Hasil yang didapat dari suatu evaluasi pelatihan dapat digunakan memberikan penilaian bagi trainer, memutuskan kelanjutan program pelatihan, dan mendapatkan informasi tentang perbaikan program pelatihan di masa mendatang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi PPKM secara lebih terstruktur dan mengkaji efektivitas program PPKM.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one-group pretest-posttest design. Subjek penelitian berjumlah 799 mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang menjadi peserta PPKM tahap I tahun 2008. Pengukuran efektivitas PPKM dilakukan dengan menggunakan 3 model evaluasi pelatihan, yaitu evaluasi reaksi, evaluasi belajar, dan evaluasi perilaku.

Pengolahan data dengan statistik deskriptif diketahui bahwa 51,6% subjek memiliki penilaian positif dan 47,7% subjek memiliki penilaian sangat positif terhadap pelaksanaan PPKM tahap I tahun 2008. Pengolahan data evaluasi belajar dengan menggunakan uji t sampel berpasangan menyimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan pengetahuan peserta terhadap materi PPKM tahap I (t = -16,449; p = 0,000). Pengolahan data evaluasi perilaku dengan menggunakan uji t sampel berpasangan terungkap bahwa ada perubahan perilaku yang ditunjukkan peserta antara sebelum dan sesudah mengikuti PPKM tahap I (t = -5,973; p = 0,000). Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa peserta merasa puas dengan pelaksanaan PPKM tahap I tahun 2008 serta mengalami perubahan pengetahuan dan perilaku yang mengindikasikan efektivitas program PPKM tahap I tahun 2008.

Kata kunci: PPKM, evaluasi pelatihan, mahasiswa.

(2)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF STUDENT’S PERSONALITY DEVELOPMENT TRAINING (PPKM) PHASE I YEAR 2008

Training evaluation is a very important process in a training program to know the training effectiveness. The result of training evaluation can be used to evaluate the trainer, decide the continuity of a training program, and get information to improve the training program in the future. Therefore, this research was aimed to evaluate the PPKM program in a more structured way and analyze the effectiveness of PPKM program.

This research used one-group pretest-posttest design. Research participants were 799 students of Sanata Dharma University Yogyakarta who were registered as PPKM phase I year 2008’s participants. The PPKM’s effectiveness were measured using 3 models of training evaluation. Those models were reaction evaluation, learning evaluation, and behavior evaluation.

Based on the analysis using descriptive statistic showed that 51.6% research participants had a positive evaluation and 47.7% research participants had a very positive evaluation to the PPKM phase I year 2008 program. Learning evaluation analysis using paired sample t-test concluded that there was significant difference of participants’s knowledge about PPKM’s subject before attending and after attending PPKM (t = -16.449; p = 0.000). Behavior evaluation analysis using paired sample t-test showed that there was participants’s behavioral change between before attending and after attending the program (t = -5.973; p = 0.000). Thus, it can be concluded that PPKM’s participants satisfied with the PPKM phase I year 2008 program and had a knowledge and behavior change after attending PPKM program. It also indicated that PPKM phase I year 2008 was effective.

Keywords: PPKM, training evaluation, college student.

(3)

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGEMBANGAN

KEPRIBADIAN MAHASISWA (PPKM)

TAHAP I TAHUN 2008

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Pandji Putranto Hutomo 029114023

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Pandji Putranto Hutomo

Nomor Mahasiswa : 029114023

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Efektivitas Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM) Tahap I Tahun 2008.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 26 Mei 2008

Yang menyatakan

( Pandji Putranto Hutomo )

(7)

Setiap pencarian dimulai dengan keberuntungan bagi si pemula... & setiap pencarian diakhiri dengan ujian berat bagi si pemenang...

Jika engkau meminta sesuatu pada alam, maka seluruh alam akan bersatu untuk membantumu

The Alchemist

-Jika kamu dapat memikirkan apa yang kamu inginkan di dalam benak, dan menjadikannya pikiran yang dominan,

kamu akan mendatangkan keinginan itu ke dalam hidupmu. - The Secret -

Orang sukses mempunyai kebiasaan mengerjakan hal-hal yang tidak suka dikerjakan oleh orang gagal...

Mereka belum tentu suka mengerjakannya... Namun, ketidaksukaan mereka tunduk pada kekuatan

tujuan mereka E. M. Gray

-Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya (Matius 21:22)

Karena itu Aku berkata kepadamu, apa saja yang kamu minta & doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan

kepadamu (Markus 11:24) dan ingatlah...

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir (Pengkhotbah 3:11)

oleh karena itu...

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! (Filipi 4:4)

Bersyukur pada-Nya,

Mengembangkan setiap talenta yang diberikan-Nya, Menjadi saluran berkat-Nya

(Pandji, Juli 2008)

Your attitude is your success

Pandji Putranto Hutomo

(8)

untuk bapak, ibu, adik-adikku,

dan keluarga besarku,

untuk Pandji,

inilah hasil karyamu.

Selamat kamu sudah menyelesaikannya,

untuk semua orang yang selalu belajar,

yang percaya akan mimpi-mimpinya,

dan memperjuangkannya

(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 Mei 2008 Penulis,

Pandji Putranto Hutomo

(10)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA (PPKM) TAHAP I TAHUN 2008

Evaluasi pelatihan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam pelaksanaan pelatihan untuk mengetahui efektivitas pelatihan. Hasil yang didapat dari suatu evaluasi pelatihan dapat digunakan memberikan penilaian bagi trainer, memutuskan kelanjutan program pelatihan, dan mendapatkan informasi tentang perbaikan program pelatihan di masa mendatang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi PPKM secara lebih terstruktur dan mengkaji efektivitas program PPKM.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one-group pretest-posttest design. Subjek penelitian berjumlah 799 mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang menjadi peserta PPKM tahap I tahun 2008. Pengukuran efektivitas PPKM dilakukan dengan menggunakan 3 model evaluasi pelatihan, yaitu evaluasi reaksi, evaluasi belajar, dan evaluasi perilaku.

Pengolahan data dengan statistik deskriptif diketahui bahwa 51,6% subjek memiliki penilaian positif dan 47,7% subjek memiliki penilaian sangat positif terhadap pelaksanaan PPKM tahap I tahun 2008. Pengolahan data evaluasi belajar dengan menggunakan uji t sampel berpasangan menyimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan pengetahuan peserta terhadap materi PPKM tahap I (t = -16,449; p = 0,000). Pengolahan data evaluasi perilaku dengan menggunakan uji t sampel berpasangan terungkap bahwa ada perubahan perilaku yang ditunjukkan peserta antara sebelum dan sesudah mengikuti PPKM tahap I (t = -5,973; p = 0,000). Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa peserta merasa puas dengan pelaksanaan PPKM tahap I tahun 2008 serta mengalami perubahan pengetahuan dan perilaku yang mengindikasikan efektivitas program PPKM tahap I tahun 2008.

Kata kunci: PPKM, evaluasi pelatihan, mahasiswa.

(11)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF STUDENT’S PERSONALITY DEVELOPMENT TRAINING (PPKM) PHASE I YEAR 2008

Training evaluation is a very important process in a training program to know the training effectiveness. The result of training evaluation can be used to evaluate the trainer, decide the continuity of a training program, and get information to improve the training program in the future. Therefore, this research was aimed to evaluate the PPKM program in a more structured way and analyze the effectiveness of PPKM program.

This research used one-group pretest-posttest design. Research participants were 799 students of Sanata Dharma University Yogyakarta who were registered as PPKM phase I year 2008’s participants. The PPKM’s effectiveness were measured using 3 models of training evaluation. Those models were reaction evaluation, learning evaluation, and behavior evaluation.

Based on the analysis using descriptive statistic showed that 51.6% research participants had a positive evaluation and 47.7% research participants had a very positive evaluation to the PPKM phase I year 2008 program. Learning evaluation analysis using paired sample t-test concluded that there was significant difference of participants’s knowledge about PPKM’s subject before attending and after attending PPKM (t = -16.449; p = 0.000). Behavior evaluation analysis using paired sample t-test showed that there was participants’s behavioral change between before attending and after attending the program (t = -5.973; p = 0.000). Thus, it can be concluded that PPKM’s participants satisfied with the PPKM phase I year 2008 program and had a knowledge and behavior change after attending PPKM program. It also indicated that PPKM phase I year 2008 was effective.

Keywords: PPKM, training evaluation, college student.

(12)

KATA PENGANTAR

Satu langkah dalam kehidupan pribadi kembali dijalani oleh penulis. Berakhirnya proses penulisan skripsi menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi dari Program Studi Psikologi Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Skripsi dengan judul “Efektivitas Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM) Tahap I Tahun 2008” ini akan mengakhiri proses pendidikan tinggi yang telah dilalui dan juga akan menjadi awal dalam perjalanan hidup berikutnya. Oleh karena itu, penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan limpahan kasih karunia-Nya.

Selain itu, penulis sangat ingin berterima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu dan mendukung proses hingga saat ini, yaitu:

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,

2. Bapak Minta Istono, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memotivasi penulis dan dengan penuh kesabaran mendampingi dan melayani tuntutan penulis. Terima kasih Pak untuk semuanya,

3. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi., Bpk. C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi., dan Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si. yang telah mendampingi dan membimbing penulis selama menjalani proses pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

(13)

4. Bpk. Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi. dan Bpk Y. B. Cahya Widiyanto, S.Psi., M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan bagi penelitian ini,

5. Segenap dosen di lingkungan Fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih atas segala pengetahuan dan nilai-nilai (value)-nya,

6. Mas Gandung & Mba’ Nanik (sekretariat), Mas Doni (R. Baca), Mas Muji (laboratorium), & Pak Gi’ (yang selalu mengaku sebagai “PR I” Pembersih Ruangan lantai I hehe). Kalian memang karyawan yang sangat menyenangkan dan (menurutku) yang paling humanis se-Sanata Dharma. Terima kasih setulus-tulusnya dariku,

7. Orangtuaku, Bpk. Roekmyarko & Ibu Agustin. Sekedar terima kasih tidak akan mencukupi untuk menggambarkan betapa penulis sangat bersyukur dan merasa diberkati bisa ada di dunia ini. Kasih, semangat, pengorbanan, dan perjuangan yang telah kalian tunjukkan dan ajarkan menjadi inspirasi yang luar biasa. Terima kasih dan SALUT yang sangat besar dengan penuh ketulusan dan kebanggaan untuk kalian,

8. Adik-adikku: Sakti Hario Tamtomo, Hanum Putri Handayani, & Kenyo Sekar Kinanti. Tawa, canda, tangis, cerah, hujan, gempa, terang, dan gelap yang pernah kita alami sangat berkesan. Ayo kita pertahankan ritual itu.,

9. Keluarga besar Yohanes Adiyuwono Menase, 10.Keluarga besar Sugihardjo,

11.Christine & Memey, trims untuk pembelajarannya ☺ ,

(14)

12.Rekan-rekan panitia PPKM tahap I Tahun 2008. Pak Heri, Rm. In, Pak Budi, Pak Har, Bu Rishe, Bu Pipie, Ima, Henny, Boloth, Agnes, Tian, & Rani. Terima kasih sudah mau menerima penyelundup ini hehehe,

13.Rekan-rekan penelitianku: Tina “tinul” ’04, “mbak” Vani’04, Ditha’04, “mas” Sronggot’04, Roswita Indra’04, Esti”ndoel” ’04, Nurma’05, Wira’05, Joana’05, Matilda’05, Uci Island’05, Ita’05, Sari’05, Irai’05, Jessica’05, Yustiananta “Komenk” ’06, & Aji’06. Tanpa kalian, aku nggak tau kapan aku selesai memproses 799 subjek. Senang bisa kenal & kerja bareng kalian, 14.Teman-teman seangkatan 2002. Secara khusus Suko, Wawan, Unax, Ajeng,

Donat, Dewi, Sari, Joe, Ohaq, Adi, Tanti, Rio, dan yang telah mendahului jadi S.Psi. Aku menyusul kalian nih! Untuk Danang, Niko, Tisa, Neri, Windra, SiYe, Ian “Pongky”, dan teman-teman lainnya... ayo cepetan keluar dari Psikologi, segera tambahkan S.Psi. di belakang namamu,

15.Teman-teman perkuliahan di kampus Psikologi, dari angkatan ’98 sampai ’07 yang mengenalku. Secara khusus, Hendra’00, Bagus’00, Lala’01, Berta’01, Eko’01, Tyas’02 (kalian rekan pertamaku dalam kepanitiaan... nice can work with all of you, trims untuk kebersamaannya juga), Felly’01 (salam ya untuk

adikmu hehe), Oho’01, Bayu’03, Sutaman’03, Abu’03, Topix’03 (aku belum berhasil rappeling nih), Vonny’04 (sesuai permintaanmu, namamu kusebut nih... trims dah jadi jam weker ☺), & semua teman yang pernah bersamaku dalam perkuliahan maupun kepanitiaan,

16.Rekan-rekan, sahabat-sahabat, & keluargaku di Friends Community. Kalian semua mempengaruhiku secara signifikan ☺ Koh Agoenk San, Mas Siswo,

(15)

mb. Tetra, mb. Nia, Ernest, mb. Sari, Yayie, Asti, Toni, Kris, Dian PA, Hendy, Widya, ‘tante’ Ella, Ari Yogi, Abe, Sita ‘Congki’, Runnee, Yudhy, Haqsi, Ci’ Pulke Ratih, Hayu, Amel, Ayu, Maya, & Wiwied. Para generasi penerus Friends: Krisna, Agung, Kanes, Wulan, Komenk, Sanja, Aji, Ari. Aku percaya kalian bisa meneruskan kejayaan Friends ☺,

17.Pak Eko Tjia, Papang, Tata, Sisi, kak Dian, kak Rosy, Daniel Gudmen, Mika, mb. Datik, Esti, mb. Apri, & semua rekan-rekanku di Gloria Edukasindo. Aku jadi semakin mantap nih di bidang SDM & pelatihan. Doakan ya! Luar Biasa! Fantastis! Yes... Yes... Yes...!!!

18.Sahabat-sahabatku Doddy, Wawan “MMX”. Sukses bareng yo dab...!

19.dan semua pihak yang belum penulis sebutkan satu persatu. Kalian tidak terlupakan, kalian tetap berkontribusi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis terbuka terhadap saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini yang bisa disampaikan secara langsung maupun melalui e-mail penulis yang tercantum di biografi penulis di bagian akhir skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, Agustus 2008 Penulis

Pandji Putranto Hutomo

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR GAMBAR... xix

DAFTAR LAMPIRAN... xx

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

(17)

BAB II. LANDASAN TEORI... 8

A. Pelatihan... 8

1. Pengertian Pelatihan... 8

a. Proses Mempersiapkan Pelatihan... 8

b. Metode Dalam Pelatihan... 11

2. Efektivitas Pelatihan... 13

a. Pengertian Efektivitas Pelatihan... 13

b. Faktor-Faktor Penentu Efektivitas Pelatihan... 14

c. Manfaat Pelaksanaan Evaluasi Pelatihan... 17

d. Model Dalam Mengevaluasi Pelatihan... 18

B. Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM)... 25

1. Tujuan Penyelenggaraan PPKM... 25

2. Peserta PPKM... 26

3. Metode Dalam PPKM... 26

C. 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif... 31

1. Konsep Dasar 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif... 31

2. Kontinum Kematangan... 38

3. Konsep Dasar Kebiasaan 1... 41

4. Konsep Dasar Kebiasaan 2... 46

5. Konsep Dasar Kebiasaan 3... 47

D. Efektivitas PPKM Tahap I Tahun 2008... 52

E. Hipotesis... 54

(18)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 55

A. Desain Penelitian... 55

B. Variabel Penelitian... 55

C. Definisi Operasional... 56

1. PPKM tahap I tahun 2008... 56

2. Reaksi peserta terhadap PPKM tahap I... 58

3. Pengetahuan peserta terhadap materi PPKM tahap I... 60

4. Perilaku Kebiasaan 1, 2, dan 3... 60

D. Subjek Penelitian... 61

E. Prosedur Penelitian... 62

1. Tahap Persiapan Penelitian... 62

2. Tahap Penelitian... 62

F. Alat Ukur... 63

1. Form evaluasi reaksi... 63

2. Tes pengetahuan materi PPKM... 65

3. Skala Kebiasaan 1, 2, dan 3... 67

G. Teknik Analisis Data... 69

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 72

A. Orientasi Kancah Penelitian... 72

B. Pelaksanaan Penelitian... 73

C. Hasil Observasi Pelaksanaan PPKM tahap I... 75

D. Hasil Penelitian... 77

1. Hasil Uji Asumsi... 77

(19)

2. Deskripsi Data Penelitian... 81

3. Hasil Uji Hipotesis... 85

E. Pembahasan...86

BAB V. PENUTUP... 92

A. Keterbatasan Penelitian... 92

B. Kesimpulan... 94

C. Saran... 94

DAFTAR PUSTAKA... 96

LAMPIRAN... 102

BIOGRAFI PENULIS... 133

(20)

DAFTAR TABEL

halaman

1. Tabel 3.1. Komposisi form evaluasi reaksi... 64

2. Tabel 3.2. Komposisi tes pengetahuan materi PPKM... 66

3. Tabel 3.3. Komposisi skala pribadi efektif... 68

4. Tabel 3.4. Norma kategotisasi evaluasi reaksi PPKM ...69

5. Tabel 3.5. Kategotisasi evaluasi reaksi PPKM ...69

6. Tabel 3.6. Kategotisasi reaksi terhadap isi pelatihan...70

7. Tabel 3.7. Kategotisasi reaksi terhadap metodologi...70

8. Tabel 3.8. Kategotisasi reaksi terhadap lingkungan pelatihan...70

9. Tabel 3.9. Kategotisasi reaksi terhadap fasilitator...71

10.Tabel 3.10. Kategotisasi reaksi terhadap asisten fasilitator...71

11.Tabel 4.1. Jadwal pelaksanaan PPKM tahap I tahun 2008... 73

12.Tabel 4.2. Reaksi Peserta terhadap PPKM tahap I tahun 2008... 81

13.Tabel 4.3. Pre-test & post-test pengetahuan materi PPKM... 84

14.Tabel 4.4. Pre-test & post-test perilaku Kebiasaan 1, 2, dan 3... 85

(21)

DAFTAR GAMBAR

halaman

1. Gambar 2.1. Siklus experiential learning... 28

2. Gambar 2.2. Pertemuan Pengetahuan-Keterampilan-Keinginan... 34

3. Gambar 2.3. Kontinum Kematangan... 39

4. Gambar 2.4. Pohon Kematangan... 40

5. Gambar 2.5. Model perilaku reaktif... 42

6. Gambar 2.6. Model perilaku proaktif... 45

7. Gambar 2.7. Circle of Concern & Circle of Influence... 45

8. Gambar 2.8. Kuadran Waktu... 48

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Form Evaluasi Reaksi... 102 2. Tes Pengetahuan Materi PPKM... 103 3. Skala Kebiasaan 1, 2, dan 3... 104 4. Uji Reliabilitas Evaluasi Reaksi... 105 5. Uji Reliabilitas Tes Pengetahuan Materi PPKM... 107 6. Uji Reliabilitas Skala Kebiasaan 1, 2, dan 3... 110 7. Uji Normalitas Data... 114 a. Uji Normalitas Pengetahuan Materi PPKM... 114 b. Uji Normalitas Perilaku Kebiasaan 1, 2, 3... 119 8. Uji T Sampel Berpasangan Pengetahuan Terhadap Materi PPKM... 124 9. Uji T Sampel Berpasangan Perilaku Kebiasaan 1, 2, dan 3... 125 10.Komentar peserta terhadap PPKM Tahap I Tahun 2008... 126 11.Dokumentasi Kegiatan PPKM Tahap I...131

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(24)

egoisme yang terlalu tinggi sehingga mengabaikan aspek kerjasama yang justru penting dalam sebuah tim kerja.

Hal ini yang kemudian mulai disadari oleh penyelenggara pendidikan di Indonesia. Penyelenggara pendidikan mulai menaruh perhatian tidak hanya pada sisi akademiknya, tetapi juga pada sisi non-akademik peserta akademiknya. Irma (2007) mencatat setidaknya kampus-kampus besar seperti Universitas Bina Nusantara, STT Telkom, dan ITB mulai merancang kegiatan pengembangan segi non-akademik, seperti kepemimpinan, interaksi sosial, kerjasama (teamwork), dll. Bahkan institusi pendidikan dengan tingkat di bawah perguruan tinggi juga melakukan hal yang serupa. Menurut pengalaman penulis, sekolah-sekolah di Yogyakarta seperti SMA Bopkri I dan II, SMA Kolese De Britto, SMA Stella Duce I dan II secara rutin mengadakan kegiatan pengembangan segi non-akademik peserta didik, seperti kepemimpinan, kerjasama, motivasi, dll dengan melakukan pelatihan bagi para peserta didiknya.

(25)

dilakukan oleh perusahaan (organisasi) untuk memfasilitasi proses pembelajaran pegawainya (sumber daya manusia) terhadap kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan berkaitan dengan pekerjaannya. Kompetensi-kompetensi yang dimaksud adalah pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, atau perilaku-perilaku yang menunjang performansi kerja. Definisi pelatihan yang disebutkan di atas tampak jelas bahwa tujuan diadakannya pelatihan adalah untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, perilaku, dan performansi individu. Hal ini didukung oleh pendapat Covey (1997) yang mengungkapkan bahwa perilaku / kebiasaan seseorang terbentuk karena dipengaruhi oleh pengetahuan, ketrampilan, dan keinginan / hasrat. Pengetahuan merupakan paradigma teoritis yang dimiliki seseorang, apa yang harus dilakukannya, mengapa harus dilakukan. Ketrampilan berkaitan dengan bagaimana kita melakukannya. Keinginan merupakan motivasi, keinginan untuk melakukan.

Salah satu usaha Universitas Sanata Dharma untuk meningkatkan keunggulan non-akademik mahasiswanya adalah dengan mengadakan Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM). Hal ini juga untuk mendukung visi Sanata Dharma, yaitu sebagai pengembang kaum muda dan misi Sanata Dharma untuk menyelenggarakan pendidikan humanis, dialogis, dan utuh (Inisiasi Sanata Dharma 2002).

(26)

mahasiswa baru memasuki dunia perguruan tinggi dan kehidupan. Konsep 7 Kebiasaan tersebut diharapkan akan membentuk karakter mahasiswa USD dan dinilai sangat bermanfaat bagi pengelolaan hidup pribadi dan interaksinya dengan orang lain.

Berdasarkan penjabaran di atas tampak bahwa PPKM dibuat untuk pengembangan mahasiswa Universitas Sanata Dharma sebagai peserta pelatihan. Akan tetapi, sayangnya, hingga saat ini, belum ada kajian khusus yang lebih terstruktur dan terdokumentasi dengan baik dalam membahas efektivitas PPKM. Penulis hanya mendapatkan data tentang penilaian peserta dan panitia terhadap pelaksanaan PPKM tahun 1997 (pada saat itu masih bernama Pelatihan Menjadi Mahasiswa Efektif / PMME). Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Tjia (2006) yang menyatakan bahwa penting untuk mengetahui efektivitas dari sebuah pelatihan terhadap peserta agar bisa menemukan formulasi yang tepat bagi program selanjutnya, mengingat program PPKM merupakan program rutin tiap tahun. Pendapat tersebut diperkuat oleh Cascio (1998) yang mengungkapkan bahwa langkah-langkah dalam proses pelatihan dari menganalisis kebutuhan hingga evaluasi pelatihan merupakan sebuah siklus yang berperan dalam menghasilkan pelatihan yang efektif. Oleh karena itu, menurut Kristanto (2004), proses evaluasi dalam pelatihan menjadi salah satu langkah penting.

(27)

Sedangkan efektivitas pelatihan merupakan pendekatan teoritis untuk memahami / menganalisa hasil-hasil pembelajaran yang ada.

Kristanto (2004) menjelaskan alasan yang melandasi perlunya evaluasi pelatihan, yaitu untuk memberikan validasi bagi trainer; memutuskan apakah program pelatihan perlu dilanjutkan; dan mendapatkan informasi bagaimana memperbaiki program pelatihan di masa mendatang.

Model yang sering digunakan untuk mengevaluasi sebuah program pelatihan adalah model yang diungkapkan oleh Kirkpatrick (Bramley, 1991; Kristanto, 2004; Liberman, 2006), yaitu model evaluasi pelatihan yang terdiri dari 4 level, yaitu evaluasi reaksi (level 1); belajar (level 2); perilaku (level 3); dan evaluasi hasil (level 4).

(28)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan, rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana efektivitas Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM)? Penulis ingin mengukur bagaimana reaksi peserta terhadap PPKM, perubahan pengetahuan, dan perubahan perilaku yang terjadi sebelum dan sesudah pelatihan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi PPKM secara lebih terstruktur dan mengkaji efektivitasnya dengan melihat bagaimana reaksi / perasaan peserta setelah mengikuti PPKM serta mengukur perubahan pengetahuan dan perilaku yang terjadi pada peserta PPKM.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan dasar untuk melakukan penelitian lain dalam pengukuran efektivitas program pelatihan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pihak Universitas Sanata Dharma

(29)

untuk menindaklanjuti dan mengembangkan program pengembangan mahasiswa, khususnya PPKM,

2) Metode dan alat ukur dalam penelitian ini diharapkan bisa digunakan untuk mengevaluasi dan mengukur efektivitas PPKM dari pihak peserta.

b. Bagi Praktisi

1) Menjadi tambahan wacana bagi para praktisi pengembangan sumber daya manusia maupun praktisi pendidikan untuk tidak melupakan proses evaluasi program pelatihan,

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pelatihan

1. Pengertian Pelatihan

Ada beberapa definisi mengenai pelatihan. Secara sederhana, Muchinsky (2003) mengungkapkan bahwa pelatihan merupakan proses dimana pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan kemampuan (abilities) seseorang bertambah / meningkat.

Departemen Tenaga Kerja Inggris (Bramley, 1991), Cascio (1998), dan Noe (2002) menjelaskan bahwa pelatihan merupakan sebuah usaha pengembangan yang sistematis untuk memfasilitasi pengembangan pola tingkah laku / pengetahuan / ketrampilan / perilaku yang diperlukan oleh seorang individu untuk mengemban / melaksanakan tugas secara semestinya. Hardjana (2001) menambahkan bahwa pelatihan sebagai kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu pendek.

Berdasarkan beberapa definisi di atas bisa disimpulkan bahwa pelatihan merupakan kegiatan yang direncanakan dan dilakukan secara sistematis dalam jangka waktu pendek untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, kemampuan, dan ketrampilan individu.

a. Proses Mempersiapkan Pelatihan

(31)

pelatihan. Hardjana (2001) menjabarkan proses – proses yang perlu dilalui dalam mempersiapkan sebuah pelatihan:

1) Menganalisa kebutuhan pelatihan

Pelatihan diadakan untuk mengadakan perubahan / peningkatan. Oleh karena itu, yang dimaksud kebutuhan pelatihan merupakan kekurangan dalam bidang pengetahuan, kecakapan, ketrampilan, sikap, maupun perilaku.

Untuk menganalisis kebutuhan pelatihan, cara-cara yang bisa dilakukan adalah wawancara, survei lewat kuesioner maupun angket, mengadakan tes, maupun observasi untuk mendapat masukan dari calon peserta.

2) Menetapkan tujuan pelatihan

Ketika kebutuhan pelatihan sudah diketahui, tahap selanjutnya adalah dengan menetapkan tujuan pelatihan.

Pelatihan terdiri dari berbagai sesi. Tiap sesi memiliki tujuan tersendiri yang pada akhirnya akan menuju pencapaian keseluruhan dari sebuah pelatihan.

3) Menyusun materi pelatihan

(32)

4) Pemilihan metode, strategi, dan teknik pelatihan

Metode merupakan cara yang sudah dipikirkan secara masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Strategi merupakan cara penggunaan metode yang sudah dipilih dan dirancang untuk menjalankan sebuah pelatihan.

Teknik pelatihan merupakan cara pelaksanaan suatu metode. 5) Menyusun jadwal sesi dalam pelatihan

Ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan jadwal sesi, yaitu:

a) Alur antar sesi jelas, tidak terpisah

b) Jarak antar sesi, perlu diperhatikan waktu-waktu istirahat c) Nada / tekanan pada tiap sesi

d) Warna / suasana pelatihan

e) Jalinan / jalannya seluruh pelatihan dan hubungan antar sesi 6) Menentukan kelengkapan-kelengkapan pendukung lainnya

Menentukan penanggung jawab, termasuk instruktur / fasilitator. Selain itu juga mempersiapkan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.

7) Evaluasi pelatihan

(33)

b. Metode Dalam Pelatihan

Hardjana (2001) menjelaskan mengenai metode yang dipakai dalam sebuah pelatihan, yaitu:

1) Metode informatif

Tujuannya adalah untuk menyampaikan data, informasi, penjelasan, data, fakta, dan pemikiran.

2) Metode partisipatif

Metode ini digunakan untuk melibatkan peserta dalam pengolahan materi pelatihan.

3) Metode partisipatif – eksperiensial

Metode ini bersifat partisipatif sekaligus eksperiensial, yaitu mengajak peserta untuk ikut serta dan memberi kemungkinan kepada peserta untuk ikut mengalami apa yang diolah dalam pelatihan.

4) Metode eksperiensial

Merupakan metode yang memungkinkan peserta untuk ikut terlibat dalam penuh pengalaman untuk belajar sesuatu dari pengalaman tersebut.

Sedangkan teknik-teknik / bentuk pelatihan yang digunakan antara lain (As’ad, 2004):

1) Ceramah / kuliah

(34)

waktu singkat. Kelamahan dari metode ini adalah komunikasi yang terjadi hanya searah sehingga tidak ada umpan balik dari peserta. 2) Audiovisual

Penggunaan audiovisual di sini bisa berwujud, film, video klip, maupun musik. Penggunaan media tersebut mampu membantu memengaruhi emosi peserta (Tjia, 2006) yang membuat peserta menggunakan lebih dari satu inderanya.

3) Diskusi

Diskusi memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan personil dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah, menyampaikan informasi baru, dan secara langsung mampu mengubah sikap-sikap dari peserta. Kelemahannya adalah, metode diskusi kemampuan pengajarannya lebih lambat.

4) Studi kasus

Studi kasus merupakan uraian tertulis maupun lisan tentang masalah tertentu yang nyata maupun hipotesis yang didasarkan pada kenyataan.

5) Role play

(35)

2. Efektivitas Pelatihan

a. Pengertian Efektivitas Pelatihan

Istilah evaluasi pelatihan dan efektivitas pelatihan seringkali digunakan sebagai kata yang saling menggantikan, padahal kedua istilah tersebut memiliki konteks yang berbeda (Alvarez, Salas, & Garofano, 2004). Evaluasi pelatihan merupakan teknik pengukuran untuk menguji sampai sejauh mana sebuah pelatihan memiliki tingkat kesesuaian dengan tujuan. Pengukuran evaluasi pelatihan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai dari sebuah pelatihan dan termasuk evaluasi isi dan desain pelatihan, serta perubahan–perubahan apa saja yang dicapai oleh peserta. Evaluasi pelatihan hanya berfokus pada hasil pembelajaran, hanya membahas bagian kecil dari hasil pelatihan. Evaluasi pelatihan hanya membahas apakah seseorang perlu atau tidak mengikuti sebuah pelatihan. Evaluasi penelitian hanya mendeskripsikan hasil pembelajaran. Atau dengan kata lain, evaluasi pelatihan adalah pendekatan metodologis dalam pengukuran hasil belajar dalam pelatihan.

(36)

pelatihan belajar atau tidak belajar apapun dalam sebuah pelatihan. Hasil dari analisa efektivitas pelatihan akan bisa mendekripsikan dan menjelaskan kelebihan dan kekurangan sebuah program pelatihan sehingga bisa dijadikan acuan untuk penyelenggaraan pelatihan yang lebih baik di masa mendatang.

b. Faktor-Faktor Penentu Efektivitas Pelatihan

Tjia (2006) menjelaskan ada 5 hal yang menentukan agar program pelatihan bisa efektif, yaitu:

1) Fasilitator / trainer

Peran fasilitator (trainer) sangat vital dalam sebuah pelatihan. Trainer memfasilitasi proses belajar yang dilakukan peserta dalam

pelatihan. Persepsi peserta terhadap kredibilitas fasilitator bisa memengaruhi tingkat partisipasi dalam proses pelatihan. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Steiner, Dobbins, & Trahan (1991) yang menyatakan bahwa karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh fasilitator (training staff) dapat mempengaruhi sikap peserta dalam sebuah pelatihan.

(37)

pelatihan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh fasilitator pelatihan, yaitu:

a) Menghindari sikap arogan dan superior dalam presentasi, b) Bersikap terbuka terhadap segala pertanyaan dan komentar dari

peserta,

c) Memotivasi peserta untuk mengetahui lebih banyak dengan bertanya,

d) Terlibat dengan peserta, memanggil dengan nama, menjaga kontak mata dan senyum,

e) Memiliki rasa humor dan cerita-cerita. 2) Peserta

Beberapa hal yang bisa memengaruhi efektivitas pelatihan antara lain sifat dan tipe kepribadian, motivasi, kebutuhan-kebutuhan, usia, dan tingkat pendidikan. Bahkan efikasi diri peserta juga memengaruhi efektivitas pelatihan (Wei, 2006).

3) Topik pelatihan

Materi pelatihan harus mampu menjawab kebutuhan dari peserta berdasarkan hasil training need analysis. Jika materi pelatihan tidak mampu menjawab itu semua, pelatihan tidak akan efektif karena peserta tidak termotivasi untuk belajar.

4) Metode pelatihan

(38)

dewasa untuk diaplikasikan agar efektivitas pelatihan menjadi maksimal.

Selain itu, topik pelatihan hendaknya dibawakan dengan cara yang mudah dipahami dan jelas, juga bersifat fun dan membuat peserta merasa terfasilitasi untuk berbuat yang terbaik.

5) Lingkungan

Faktor lingkungan sekitar yang bisa mempengaruhi, antara lain tata ruang, jumlah peserta, maupun sarana pendukung seperti musik.

Tata ruang memengaruhi interaksi dan respon peserta selama pelatihan. Termasuk di dalam tata ruang antara lain, sistem ventilasi, penerangan, akses keluar-masuk, tempat duduk, dll.

(39)

c. Manfaat Pelaksanaan Evaluasi Pelatihan

Berikut ini merupakan alasan–alasan perlunya melaksanakan evaluasi pelatihan (Kirkpatrick, 2007; Kristanto, 2004; Liberman 2006; Noe, 2002):

1) Memberikan validasi bagi trainer

Trainer / fasilitator pelatihan merupakan ujung tombak dari

sebuah pelatihan sehingga memegang peranan penting dalam sebuah pelatihan. Pelaksanaan evaluasi pelatihan akan dapat memberikan penilaian apakah yang dilakukan fasilitator dalam pelatihan memberikan hasil yang nyata / mampu mentransfer materi / topik pelatihan kepada peserta.

2) Memutuskan kontinuitas program pelatihan

Menentukan kontinuitas program pelatihan berarti memutuskan apakah program pelatihan bisa tetap diadakan untuk kemudian hari atau tidak. Keputusan tersebut didasari dari kekuatan dan kelemahan program pelatihan dan disesuaikan dengan kesesuaian pelatihan terhadap program pengembangan secara keseluruhan, keberhasilan mentransfer topik kepada peserta, manfaat bagi peserta maupun organisasi, dan biaya yang harus dikeluarkan. 3) Meningkatkan kualitas program pelatihan

(40)

peserta dengan meminta umpan balik / tanggapan peserta, evaluasi fasilitator, maupun pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap program pelatihan.

d. Model Dalam Mengevaluasi Pelatihan

Salah satu model evaluasi pelatihan yang ada adalah model yang dikembangkan oleh Donald Kirkpatrick (Bramley, 1991; Kristanto, 2004; Liberman, 2006). Wei (2006) mengungkapkan bahwa meskipun ada beberapa pihak yang mengkritisi model evaluasi ini, tapi model ini masih merupakan model evaluasi yang beguna untuk mengevaluasi hasil pelatihan. Pendapat tersebut juga didukung oleh Liberman (2006) yang mengatakan bahwa model tersebut merupakan model yang paling populer dan digunakan secara luas dalam melakukan evaluasi pelatihan.

Model yang dikembangkan oleh Kirkpatrick tersebut terdiri dari empat model evaluasi, yaitu:

1) Evaluasi reaksi

Model evaluasi reaksi mengukur reaksi / perasaan peserta terhadap pelatihan, apakah peserta menyukai program pelatihan yang ada atau tidak, apakah peserta merasa pelatihan yang ada relevan dengan kehidupan maupun pekerjaannya sehari-hari atau tidak.

(41)

hanya menyediakan informasi substantif yang terbatas tentang nilai sebuah pelatihan sehingga tidaklah bijak dan sangat kontraproduktif apabila digunakan sebagai satu-satunya metode evaluasi.

Akan tetapi, Kirkpatrick (1998) dan Phillips & Stone (2002) menambahkan bahwa model evaluasi reaksi tetap perlu dilaksanakan karena:

a) Lebih baik daripada tidak ada sama sekali,

b) Mampu mengidentifikasi tren dan keinginan di kalangan peserta terhadap sebuah pelatihan sehingga bisa menjadi masukan bagi perkembangan program maupun materi pelatihan c) Reaksi peserta mampu menjadi indikator apakah peserta akan

mengaplikasikan materi pelatihan.

Metode yang paling sering digunakan dalam pengumpulan data reaksi adalah kuesioner (Phillips & Stone, 2002). Alliger et all. (1997) membagi reaksi peserta menjadi 2, yaitu:

a) Reaksi dalam hal afeksi (affective reactions)

Berkaitan dengan apakah peserta merasa nyaman (enjoy) atau tidak dalam mengikuti pelatihan.

b) Reaksi terhadap kegunaan / manfaat pelatihan (utility reactions)

(42)

kesehariannya, sampai sejauh mana materi / topik mempengaruhi nilai-nilai dan perilaku yang ditampilkan oleh peserta dalam kesehariannya.

Dalam kajiannya tersebut, Alliger et all. (1997) menemukan bahwa reaksi terhadap manfaat / kegunaan dari materi / topik pelatihan lebih berhubungan sangat erat terhadap transfer materi pelatihan jika dibandingkan dengan reaksi afeksi.

Phillips & Stone (2002) menjabarkan aspek-aspek dalam pengukuran reaksi meliputi:

a) Isi (content) pelatihan

Terdiri dari adanya penjelasan tentang tujuan pelatihan, tercapainya tujuan pelatihan, materi mudah dipahami, dan penilaian tentang kesesuaian materi / topik dalam kehidupan sehari-hari.

b) Metode yang digunakan

Berkaitan dengan metode pengajaran, aktivitas-aktivitas, dan materi yang digunakan untuk membantu peserta memahami materi dan tercapainya tujuan pelatihan.

c) Lingkungan pendukung

(43)

d) Fasilitator pelatihan

Berkaitan dengan penguasaan materi, kejelasan dalam penyampaian materi untuk membantu pemahaman peserta, kemampuan menciptakan lingkungan yang melibatkan peserta untuk berdiskusi, respon terhadap komentar dan pertanyaan peserta, kemampuan manajerial kelas yang efektif, kemampuan menjadi moderator untuk menjaga fokus materi.

e) Rencana aksi (planned actions)

Mengungkap rencana aksi yang akan dilakukan oleh peserta berkenaan dengan hasil dari setelah mengikuti pelatihan.

f) Penilaian dan komentar tentang program pelatihan secara keseluruhan

Peserta menilai secara kuantitatif (dengan angka) dan secara kualitatif (dengan memberi komentar) mengenai program pelatihan secara keseluruhan.

Kristanto (2004) mengungkapkan bahwa peserta tidak perlu menyertakan nama pada saat pemberian evaluasi reaksi untuk mendapatkan respon yang jujur. Selain itu, respon harus segera didapat setelah sesi terakhir pelatihan agar mampu mengindikasikan respon secara utuh / satu kesatuan.

2) Evaluasi belajar

(44)

pengetahuan, dan / atau peningkatan keterampilan pada saat

program pelatihan selesai”. Kristanto (2004) juga menambahkan

bahwa Kirkpatrick dan beberapa peneliti lain menyatakan bahwa perubahan perilaku peserta dalam kehidupan sehari-hari tidak akan terjadi jika peserta tidak menemui perubahan pengetahuan setelah mengikuti pelatihan. Pengukuran belajar harus mengacu pada tujuan pelatihan dan berkaitan dengan instruksional pelatihan. Pengukuran hasil belajar tidak menunjukkan bagaimana mengaplikasikan hasil belajarnya dalam keseharian, tapi lebih kepada mengindikasikan efektivitas program pelatihan (Kristanto, 2004).

Cara untuk mengukur perubahan belajar ini harus dilakukan dengan metode kuantitatif, misalnya dengan mengadministrasikan tes pengetahuan (misalnya paper and pencil test) untuk mengukur pengetahuan dan sikap peserta (Kristanto, 2004; Liberman, 2006). Liberman (2006) menambahkan bahwa hasil tes sesudah pelatihan harus lebih tinggi daripada hasil tes sebelum pelatihan.

3) Evaluasi perilaku

Evaluasi perilaku didefinisikan sebagai “seberapa tingkat perubahan perilaku yang dilakukan peserta sebagai hasil dari

mengikuti program pelatihan” (Kristanto, 2004).

(45)

sehari-harinya setelah mengikuti program pelatihan. Akan tetapi, peserta pelatihan belum tentu juga mengalami perubahan perilaku segera setelah mengikuti pelatihan. Menurut Kirkpatrick (1998), ada 4 syarat agar seseorang mengubah perilakunya, yaitu:

a) Adanya hasrat untuk berubah dari pribadi orang tersebut,

b) Individu tersebut mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya,

c) Adanya lingkungan yang tepat untuk mendukung perubahan perilakunya,

d) Adanya penghargaan atas perubahannya.

Lebih lanjut, Kirkpatrick (1998) juga mengungkapkan bahwa program pelatihan mampu memfasilitasi dua persyaratan pertama, yaitu dengan menciptakan sikap yang positif terhadap hasrat untuk berubah dan mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Sedangkan dua persyaratan berikutnya hanya bisa ditemui ketika peserta sudah kembali ke kehidupan sehari-harinya dan program pelatihan tidak bisa memfasilitasinya.

Untuk mendapatkan data mengenai perilaku peserta pelatihan bisa dengan cara pengamatan / observasi, penilaian diri dari peserta (self-analyze), maupun penilaian dari rekan / lingkungan

(46)

sebagian lagi yang tidak memerlukan waktu yang lama untuk berubah (Kristanto, 2004). Cara untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pengukuran lebih dari sekali dan / atau memperhatikan interval pengukuran antara sebelum dan sesudah pelatihan. Tjia (2006) mengungkapkan sebaiknya ada jeda sekitar 2 – 4 minggu antara pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan.

4) Evaluasi hasil

Evaluasi hasil merupakan hasil akhir yang muncul akibat peserta hadir dalam program pelatihan. Dalam konteks perusahaan, evaluasi hasil dikaitkan dengan peningkatan produksi, berkurangnya biaya, turnover karyawan, dll (Kristanto, 2004; Liberman, 2006). Dalam konteks institusi pendidikan, evaluasi hasil bisa dikaitkan dengan membaiknya rata-rata IPK yang diperoleh mahasiswa, menurunnya tingkat DO, dll.

(47)

B. Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM) 1. Tujuan PPKM

Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM) dimulai pada tahun ajaran 1997/1998 dengan nama Pelatihan Menjadi Mahasiswa Efektif (PMME). Kegiatan tersebut merupakan rangkaian penerimaan mahasiswa baru dan lahir dari keprihatinan pimpinan USD untuk menciptakan kegiatan inisiasi bagi mahasiswa baru yang lebih fungsional humanistik, bukan perploncoan (Penyelenggaraan PMME, 1998).

Susana (2007) mengungkapkan bahwa PPKM terinspirasi dari buku “The 7 Habits of Highly Effective People” karya Stephen R Covey. Tujuannya adalah menyiapkan mahasiswa baru memasuki dunia perguruan tinggi dan kehidupan. Konsep 7 Kebiasaan tersebut diharapkan akan membentuk karakter mahasiswa USD dan dinilai sangat bermanfaat bagi pengelolaan hidup pribadi dan interaksinya dengan orang lain.

PPKM diharapkan sebagai salah satu proses dari sebuah pendampingan dan pengembangan mahasiswa yang berkesinambungan. Oleh karena itu, pelaksanaan PPKM juga bertujuan untuk menyiapkan dosen sebagai fasilitator dan mahasiswa senior sebagai asisten fasilitator sebagai pendukung terlaksananya proses kegiatan pendampingan di tingkat prodi.

(48)

Memulai Dari Akhir alam Pikiran, dan Dahulukan Yang Utama. Secara khusus, setelah mendapat materi Kebiasaan 1, peserta diharapkan dapat: 1) Menjelaskan arti proaktivitas,

2) Menjelaskan perbedaan antara respon yang reaktif dan proaktif, 3) Merumuskan respon-respon yang proaktif,

4) Mengisi Lingkaran Pengaruhnya dalam lingkungan keluarganya Dalam materi Kebiasaan 2, peserta diharapkan dapat:

1) Menyadari pentingnya memiliki tujuan hidup, 2) Memiliki rumusan tujuan hidup,

3) Memiliki semangat untuk melakukan sesuatu lebih baik Materi Kebiasaan 3, tujuan yang ingin dicapai adalah:

1) Peserta mengetahui pentingnya memiliki prioritas dalam kehidupan, 2) Peserta mampu membedakan kegiatan-kegiatan berdasarkan

kepentingan dan urgensi atau kemendesakan.

(Modul PPKM, 2008) 2. Peserta PPKM

Peserta PPKM adalah mahasiswa baru di tahun ajaran yang bersangkutan. Secara khusus, dalam pelaksanaan PPKM tahun 2008, pesertanya adalah mahasiswa angkatan 2007.

3. Metode Dalam PPKM

(49)

Ballew (1988) mengungkapkan bahwa structured experiences merupakan aplikasi dari prinsip belajar orang dewasa (adult learning principles / androgogy).

Istilah androgogy berasal dari bahasa Yunani yang berarti “seni dan ilmu pengetahuan dalam membantu orang dewasa untuk belajar” (Tjia, 2006). Lebih lanjut, Tjia (2006) mengungkapkan bahwa orang dewasa belajar dengan cara melibatkan dirinya dengan pengalaman. Beberapa hal yang bisa membantu proses pembelajaran orang dewasa:

a. Orang dewasa perlu mengetahui mengapa mereka perlu mempelajari sesuatu,

b. Orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengarahkan dirinya sendiri (self-directing),

c. Orang dewasa memiliki pengalaman yang lebih banyak daripada remaja (youth),

d. Pengalaman-pengalaman yang dimilikinya tersebut bisa menjadi stimulus sikap keingintahuannya dan untuk belajar,

e. Orang dewasa belajar pada hal-hal yang berpusat pada tugas, berpusat pada masalah, atau berpusat pada orientasi hidupnya,

(50)

Pfeiffer & Ballew (1988) mengungkapkan bahwa dengan structured experience, peserta dapat menemukan sendiri makna dari proses

pembelajaran yang diikutinya.

Dalam structured experience, terdapat siklus belajar berdasar pengalaman (experiential learning cycle) sbb:

Publishing

(Sharing reaction and observasions)

Processing

(Discussing pattern and dinamics)

Generalizing

(Developing principles)

Applying

(Planning how to use the learning)

Experiencing

(The activity phase)

Gambar 2.1. siklus experiential learning

(Modul PPKM, 2007) a. Experiencing

(51)

b. Publishing

Setelah peserta menjalani proses “mengalami”, peserta diminta untuk menceritakan ulang pengalamannya tersebut dan disertai dengan pengungkapan perasaan, reaksi, dan opini mereka sendiri. Dalam tahap ini, bisa dengan cara diskusi tak-terstruktur. Akan tetapi, yang perlu diingat adalah, pengungkapan yang terjadi hanya sebatas penceritaan pengalaman aktivitas dan perasaan setelah menjalaninya.

c. Processing

Peserta diajak untuk mendiskusikan dan menganalisis segala hal yang sudah dibagikan (disharekan).

d. Generalizing

Peserta mengambil kesimpulan berdasarkan prinsip-prinsip yang sudah ada dan berdasarkan insight yang didapatnya. Prinsip, nilai, dan insight yang muncul merupakan hasil dari kesadaran mereka terhadap

situasi-situasi yang mereka alami sehari-hari yang serupa dengan aktivitas yang sudah mereka lakukan. Pfeiffer & Ballew (1988) juga menambahkan bahwa di tahap ini teori-teori ataupun hasil penelitian yang sudah ada bisa digunakan untuk memperkuat pengambilan kesimpulan.

e. Applying

(52)

mengimplementasikan hasil belajarnya tersebut jika mereka dapat saling share dengan rekan-rekannya yang lain.

Beberapa kegiatan yang dilakukan peserta sebagai proses belajar dalam PPKM adalah sbb:

a. Refleksi

Kegiatan refleksi dianalogikan seperti melihat diri sendiri di depan cermin. Peserta diajak untuk memandang diri dalam suasana batin yang hening, tenang, damai, dan terbuka.

Hal ini dilakukan agar peserta dapat lebih mengenal diri serta mampu menentukan langkah-langkah yang hendak ditempuh selanjutnya dalam rangka meningkatkan atau menyempurnakan diri.

Kegiatan refleksi dilakukan dengan atau tanpa alat bantu yang berupa daftar pertanyaan.

b. Sharing

Peserta diajak untuk berbagi pikiran, perasaan, atau pengalaman pribadinya bersama peserta lain.

Kegiatan ini dilakukan dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok pleno yang meliputi seluruh satuan kelas.

c. Diskusi

Peserta diajak untuk berpikir bersama. Kegiatan ini dilakukan dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok pleno.

d. Lekturet

(53)

e. Pengalaman terstruktur

Peserta belajar melalui permainan-permainan (games) maupun bermain peran (role play) secara individu maupun dalam kelompok. f. Bernyanyi

(Modul Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa, 2007)

C. 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif

1. Konsep Dasar 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif

Konsep 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif pertama kali diperkenalkan oleh Stephen R. Covey pada tahun 1989 (Tjia, 2006). Lebih lanjut, Tjia (2006) mengungkapkan bahwa 7 Kebiasaan merupakan konsep yang terintegrasi, menyeluruh (holistic), dan pendekatan yang berpusat pada prinsip dalam menyelesaikan masalah-masalah personal dan profesional.

Covey (1995) menjelaskan bahwa sebenarnya konsep 7 Kebiasaan ini merupakan akal sehat yang disusun secara padu (common sense organized) dan sudah dikenal luas dalam masyarakat. Akan tetapi, apa yang sudah dikenal dan menjadi common sense belum tentu kerap dipraktekkan (common practice). Lebih lanjut, Covey (1997) menyoroti bahwa setelah

(54)

seseorang tertarik atau berpura-pura tertarik terhadap individu tersebut. Teknik bagaimana mempengaruhi seseorang secara cepat, penjelasan bahwa senyum bisa mendongkrak posisi seseorang menjadi fokus utama. Akan tetapi, bagaimana ketulusan dalam pemberian tersenyum tidak menjadi fokus dasar. Etika Kepribadian memang esensial untuk mencapai keberhasilan, tetapi itu merupakan hal yang sekunder, bukan yang primer

Covey (1997) menjelaskan bahwa Konsep 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif ini mencakup banyak prinsip dasar dari efektivitas manusia yang sifatnya mendasar dan merupakan hal yang primer. 7 Kebiasaan terdiri dari langkah-langkah yang menuntun tercapainya kehidupan yang penuh kejujuran, integritas, dan tercapainya prinsip-prinsip martabat manusia sehingga dapat mengantisipasi perubahan yang terjadi. Selain itu, juga dapat memberi kekuatan dan kebijaksanaan dalam menyikapi perubahan-perubahan tersebut sehingga bisa menyesuaikan diri, dan memungkinkan individu untuk tetap bisa melihat peluang-peluang yang terjadi dalam perubahan tersebut (Tjia, 2006).

(55)

Dalam Modul Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (2007), kebiasaan didefinisikan sebagai hal atau perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang, tanpa kita sadari. Sejumlah kebiasaan bisa disebut positif atau baik (misalnya: berolah-raga secara teratur), sejumlah kebiasaan lain bisa disebut negatif atau buruk (misalnya: menyalahkan orang lain), dan ada sejumlah kebiasaan bisa disebut netral (contohnya: mandi malam dengan air hangat). Lebih lanjut, dalam Modul PPKM (2007) tersebut juga dijelaskan bahwa kebiasaan yang dimiliki seseorang dapat menuntunnya menjadi lebih baik, tapi bisa juga menghambat pertumbuhan dan perkembangannya.

Setiap individu adalah produk dari kebiasaannya masing-masing. Covey (1997) menjelaskan bahwa kebiasaan merupakan pertemuan dari pengetahuan, keterampilan, dan keinginan. Pengetahuan merupakan paradigma teoritis yang dimiliki seseorang, apa yang harus dilakukannya, mengapa harus dilakukan. Ketrampilan berkaitan dengan bagaimana kita melakukannya. Sedangkan keinginan merupakan motivasi, keinginan untuk melakukan.

(56)

saja dimensi tersebut tidak terpenuhi, maka tidak akan ada sebuah kegiatan, dan tidak akan pernah menjadi sebuah kebiasaan. Jika digambarkan, maka pertemuan antara pengetahuan, keterampilan, dan keinginan sehingga membentuk kebiasaan adalah sbb.:

Gambar 2.2. Pertemuan Pengetahuan-Keterampilan-Keinginan

Adapun ketujuh kebiasaan menurut Covey (1997) yang dapat membuat seseorang / individu menjadi pribadi yang efektif adalah:

a. Kebiasaan 1: Jadilah Proaktif

b. Kebiasaan 2: Mulai Dengan Akhir Dalam Pikiran c. Kebiasaan 3: Dahulukan Yang Utama

d. Kebiasaan 4: Berpikir Menang-Menang

e. Kebiasaan 5: Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu, Baru Dimengerti f. Kebiasaan 6: Wujudkan Sinergi, dan

g. Kebiasaan 7: Mengasah Gergaji

(57)

yang sangat efektif merupakan individu yang mampu mendapatkan yang diinginkan dan dengan cara yang memungkinkan individu tersebut mendapatkannya berulang-ulang. Lebih lanjut, Covey (1995) mengistilahkannya menjadi keseimbangan antara produksi dan kemampuan produksi (keseimbangan P / KP).

Covey (1995) menggunakan analogi dongeng “Petani dan Angsa Bertelur Emas”. Di dongeng tersebut diceritakan bahwa ada seorang petani yang memiliki seekor angsa. Ternyata angsa tersebut mampu menghasilkan telur emas. Kejadian itu terus berlanjut. Sampai pada akhirnya, sang petani menjadi tidak sabar untuk mendapatkan telur emas sesegera mungkin dengan cara memotong angsanya. Akan tetapi, sang petani tidak mendapatkan apa-apa. Berdasarkan dongeng tersebut, produksi / hasil yang kita harapkan adalah telur emas tersebut, sedangkan angsanya adalah kemampuan untuk produksi atau dengan kata lain kemampuan kita untuk secara terus menerus memberikan hasil yang diinginkan.

(58)

keadaan jiwa seseorang. Seseorang yang mempunyai tujuan hidup / cita-cita (produksi) tapi tidak mampu menjaga kemampuan produksinya, seperti tidak pernah belajar hal-hal baru, tidak pernah menjaga kesehatan tubuhnya, tidak pernah menjaga relasinya dengan rekan-rekan ataupun keluarganya, maka di tidak akan mampu mencapai efektivitas karena dia tidak mampu memelihara aset (kemampuan produksi) yang dimilikinya.

Untuk mencapai efektivitas dengan menerapkan 7 Kebiasaan, individu perlu mengetahui paradigmanya dan mengetahui perlunya sebuah perubahan paradigma. Covey (1997) menjelaskan bahwa paradigma berkaitan dengan persepsi, pengertian, dan penafsiran seseorang tentang keadaan di sekitarnya. Seringkali orang menganggap bahwa cara pandangnya (paradigmanya) sudah sesuai dengan segala sesuatu sebagaimana adanya, atau realitas yang ada. Akan tetapi, sebenarnya seseorang memiliki paradigma sebagaimana pribadinya sendiri. Seseorang cenderung memiliki pendapat persepsinya berdasarkan dirinya sendiri, berdasarkan pengalamannya sendiri. Jika ada orang lain yang tidak setuju dengan pendapat kita, maka kita cenderung berpikir bahwa orang lain itu yang salah.

(59)

kita dengan orang lain, maka perlu adannya sebuah perubahan paradigma. Lebih lanjut, Covey (1997) juga menjelaskan bahwa banyak orang mengalami perubahan paradigma justru ketika orang / individu tersebut menghadapi krisis yang mengancam jiwa dan tiba-tiba melihat prioritasnya dengan cara yang berbeda, atau ketika tiba-tiba melangkah dalam sebuah peran yang baru, seperti menjadi ayah, menjadi kakek / nenek, dsb.

Untuk membuat sebuah perubahan paradigma membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak. Akan tetapi, untuk membuat perubahan kuantum (perubahan yang mendadak dan berjangka panjang), maka yang perlu diubah adalah paradigma kita (Covey, 1997).

(60)

tersebut yang harus berbelok karena yang ada di depannya adalah mercu suar.

Covey (1997) menjelaskan bahwa prinsip itu seperti layaknya mercu suar. Prinsip merupakan hukum alam yang tidak dapat dilanggar. Hukum alam tetap tidak akan pernah bisa diubah, terlepas dari kita menyetujuinya atau tidak. Prinsip merupakan pedoman berperilaku yang terbukti mempunyai nilai langgeng, permanen, dan bersifat mendasar. Covey (1997) lebih lanjut menjelaskan, semakin sejajar paradigma seseorang dengan prinsip yang ada, maka seseorang akan memandang sesuatu secara lebih objektif, hingga kemudian akan memberi dampak pada sikap dan perilaku seseorang, dan kemudian pada akhirnya juga akan mempengaruhi efektivitas yang dicapai.

2. Kontinum Kematangan

Covey (1997) mengungkapkan bahwa konsep 7 Kebiasaan memiliki pendekatan yang meningkat, berurutan, dan sangat terpadu bagi perkembangan efektivitas pribadi dan antarpribadi. Lebih lanjut, Tjia (2006) menjelaskan bahwa konsep 7 Kebiasaan menuntun seseorang untuk melalui 3 fase perkembangan:

a. Tergantung

(61)

b. Mandiri

Individu mampu mengurus dirinya sendiri dan mampu menganbil keputusan sendiri. Covey (1997) menjelaskan bahwa pada tahap ini, seseorang sudah mencapai tahap Kemenangan Pribadi (private victory).

c. Saling dukung

Merupakan fase dimana seseorang bekerjasama dengan yang lain untuk mencapai sesuatu yang tidak bisa dicapai jika dikerjakan sendiri. Covey (1997) menjelaskan bahwa pada tahap ini, seseorang sudah mencapai tahap Kemenangan Publik (public victory).

Gambar 2.3. Kontinum Kematangan

(Gloria People Development Center, 2007)

SALI NG DUKUNG

TERGANTUNG MANDI RI

1

2

6

5

4

3

KEMENANGAN PUBLI K DAHULUKAN YANG UTAMA JADI LAH PROAKTI F

MULAI DENGAN AKHI R DALAM

PI KI RAN BERPI KI R MENANG- MENANG BERUSAHA MENGERTI

DAHULU, BARU DI MENGERTI

WUJUDKAN SI NERGI

KEMENANGAN PRI BADI

(62)

Covey (2001) menjabarkan bahwa konsep 7 Kebiasaan ini juga bisa diterapkan ke individu yang lebih muda / remaja. Dengan menerapkan 7 Kebiasaan dalam kehidupannya, seorang remaja bisa menjadi bahagia dan sukses.

Covey (2001) menggambarkan tingkat kematangan individu dalam bentuk Pohon Kematangan

Gambar 2.4. Pohon Kematangan

(63)

Covey (1995) menjelaskan bahwa dalam usahanya untuk menerapkan 7 Kebiasaan ini, akan sangat mungkin seseorang merasakan “gravitasi” dari kebiasaan-kebiasaan yang sebelumnya. Penerapan 7 Kebiasaan diibaratkan pendakian gunung yang curam dimana akan banyak kerikil yang mengganggu perjalanan. 7 Kebiasaan merupakan sebuah proses pengembangan pribadi dan antar-pribadi yang sejati dan menuntut usaha dan kesabaran yang besar. Akan tetapi, jika seseorang sudah mampu mencapai puncak gunung dari 7 Kebiasaan ini, maka ia akan bisa merasakan adanya semangat yang besar dan pencapaian efektivitas yang terus menerus.

PPKM tahap I tahun 2008 hanya akan membahas Kebiasaan 1, 2, dan 3 saja. Pelaksanaan PPKM tahap I tahun 2008 berfokus pada pencapaian Kemenangan Pribadi. Berikut adalah penjabaran Kebiasaan 1, 2, dan 3. 3. Konsep Dasar Kebiasaan 1

(64)

Seringkali, seseorang berperilaku reaktif dimana mereka dipengaruhi oleh lingkungan luar, seperti cuaca, lingkungan sosial, bagaimana orang lain memperlakukan mereka, dll. Ketika cuaca buruk, maka suasana hati mereka menjadi buruk. Ketika mereka diperlakukan buruk / tidak menyenangkan oleh orang lain, mereka menjadi protektif dan menarik diri.

Gambar 2.5. Model perilaku reaktif

(Modul PPKM, 2007) Covey (1995) menjelaskan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh paradigmanya. Akan tetapi, seringkali individu merasa memiliki paradigma yang objektif, padahal sebenarnya paradigma mereka ditentukan oleh cermin sosial yang kemudian menghalangi seseorang untuk mengeluarkan potensi dan kemampuan terbaiknya. Ada 3 teori determinisme yang dijadikan peta sosial oleh seseorang yang menghalanginya untuk mengeluarkan potensi terbaiknya, yaitu:

Stimulus Respon

a. Determinisme genetis

(65)

b. Determinisme psikis

Teori ini menjelaskan bahwa keadaan sekarang terjadi karena pengasuhan yang diterima seseorang, terjadi karena pengalaman masa kanak-kanak seseorang. Hal inilah yang kemudian menghalangi seseorang untuk menampilkan yang terbaik dari dirinya.

c. Determinisme lingkungan

Teori ini menjelaskan bahwa faktor lingkungan (seseorang atau sesuatu di lingkungan) bertanggung jawab atas situasi yang terjadi (Covey, 1997).

Dalam perilaku proaktif, seseorang tidak langsung merespon stimulus yang ada / yang datang. Individu yang berperilaku proaktif memiliki “waktu jeda” untuk memilih respon. Ada 4 anugerah manusiawi yang digunakan oleh orang yang proaktif untuk memilih responnya, yaitu: a. Kesadaran diri

(66)

b. Imajinasi

Manusia memiliki kemampuan visioner, kemampuan untuk mencipta di dalam benaknya dan di luar realitasnya saat ini (Covey 1995; 1997). Individu memiliki kemampuan untuk membayangkan berbagai kemungkinan, menciptakan hal-hal yang diinginkan di dalam benaknya (Modul PPKM, 2007).

c. Suara hati

Suara hati berkaitan dengan kesadaran batin yang dalam tentang benar dan salah, prinsip-prinsip yang mengatur perilaku, dan pengertian tentang tingkat di mana pikiran dan tindakan seseorang selaras dengan prinsip-prinsip tersebut (Covey, 1997). Seseorang bisa mendengarkan suara batinnya untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, untuk menyadari prinsip-prinsip yang mengatur perilakunya (Modul PPKM, 2007).

d. Kehendak bebas

(67)

Gambar 2.6. Model perilaku proaktif

(Modul PPKM, 2007) Manusia memiliki 2 lingkaran dalam kehidupannya. Lingkaran luar disebut Lingkaran Kekhawatiran (circle of concern), sedangkan lingkaran dalam disebut Lingkaran Pengaruh (circle of influence).

Gambar 2.7. Circle of Concern & Circle of Influence

Covey (1997) menjelaskan bahwa kedua lingkaran itu menggambarkan fokus waktu dan energi yang dihabiskan seseorang dalam kehidupannya. Orang yang proaktif memfokuskan waktu dan energinya di dalam Lingkaran Pengaruh (circle of influence). Mereka mengerjakan hal-hal yang dapat dikendalikannya. Dengan melakukan hal-hal yang bisa

Stimulus KebebasanUntuk

Memilih Respon

Kesadaran Diri

Imajinasi

(68)

dikendalikannya, seseorang bisa memperluas Lingkaran Pengaruhnya dan memiliki kendali atas kehidupannya.

Orang yang reaktif memfokuskan usaha dan upayanya di dalam Lingkaran Kekhawatiran (circle of concern). Mereka berfokus pada keadaan di luar mereka yang tidak bisa dikendalikan. Orang yang reaktif merasa menjadi korban atas keadaan di sekelilingnya yang mengakibatkan mereka bersikap menyalahkan dan menuduh (Covey 1995;1997).

4. Konsep Dasar Kebiasaan 2

Kebiasaan 2, Mulai Dengan Akhir Dalam Pikiran, mengajarkan untuk memulai hari ini dengan bayangan, gambaran, atau paradigma akhir kehidupan sebagai kerangka acuan atau kriteria yang menjadi dasar untuk menguji segala sesuatu (Covey, 1997). Hal itu berarti memutuskan nilai-nilai yang dijadikan pedoman dan sasaran-sasaran yang akan dicapai (Covey, 2001). Seseorang perlu merumuskan dan memiliki pedoman / arah / tujuan hidupnya agar tidak dikendalikan oleh orang lain.

Kebiasaan 2 ini mengacu pada prinsip bahwa kehidupan selalu diciptakan 2 kali, yaitu ciptaan mental dan ciptaan fisik (Covey, 1997). Ciptaan mental berarti pemikiran dan rencana mental menuju hasil yang diinginkan. Sedangkan ciptaan fisik berarti proses memproduksi secara fisik hasil yang diinginkan (Gloria People Development Center, 2007).

(69)

prinsip yang menjadi dasar untuk menjadi dan melakukan sesuatu (Covey, 1997).

5. Konsep Dasar Kebiasaan 3

Kebiasaan 3, Mendahulukan Yang Utama, merupakan kelanjutan Kebiasaan 1 dan 2. Covey (1997) menggambarkan Kebiasaan 3 sebagai buah pribadi, pemenuhan praktis dari Kebiasaan 1 dan 2.

Kebiasaan 1 mengajarkan bahwa individu merupakan pencipta bagi kehidupannya sendiri yang didasari dari empat anugerah manusia (kesadaran diri, imajinasi, suara hati, dan kehendak bebas). Kebiasaan 2 merupakan ciptaan pertama / ciptaan mental, sebuah kontak yang dalam dengan paradigma dasar seseorang dan nilai, serta visi yang dipegangnya mengenai gambaran dirinya kelak. Sedangkan Kebiasaan 3 menggambarkan ciptaan kedua / ciptaan fisik, sebuah pemenuhan / aktualisasi dari Kebiasaan 1 dan 2. Oleh karena itu, Kebiasaan 1 dan 2 mutlak penting dan menjadi fondasi untuk menjalani Kebiasaan 3 yang merupakan praktek dari manajemen diri yang efektif (Covey, 1997).

Inti dari manajemen diri yang efektif adalah menjadwalkan prioritas pribadi. Yang disebut prioritas adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai seseorang dalam kehidupannya, seperti yang sudah dirumuskan dalam Kebiasaan 2.

(70)

yaitu “penting” dan “genting / mendesak”. Hal-hal yang “penting” berarti hal-hal yang harus diutamakan, ada hubungannya dengan hasil, menunjang misi , tujuan-tujuan, nilai, dan sasaran prioritas tertinggi dalam hidup. Sedangkan hal-hal yang “genting / mendesak” menuntut perhatian segera / sekarang, hal-hal yang menekan, harus segera dilakukan (Covey, 1997; Covey, 2001; Modul PPKM, 2007).

Gambar 2.8. Kuadran Waktu

Urgen ( Mendesak) Tidak Urgen ( Tidak Mendesak)

Kuadran I Kuadran I I

P e n t i n g Aktivitas : o Pekerjaan yang

segera harus selesi

o Masalah yang mendesak

o Tugas yang terbatas waktunya Akibat : o Stress o Keletihan o Krisis Aktivitas : o Merencanakan tugas

o Mengembangkan tugas

o Menjalin relasi baru

o Olah raga

o Penyegaran

Akibat : o Visi, perspektif

o Keseim-bangan

o Disiplin

o Kontrol beberapa krisis

Kuadran I I I Kuadran I V

T i d a k P e n t i n g Aktivitas :

o Melayani interupsi yang tidak penting

o Melaksanakan sesuatu berdasar tekanan teman

Akibat : o Fokus jangka

pendek

o Manajemen Krisis o Aktivitas yang

populer o Menganggap

tujuan dan rencana tidak penting

o Merasa menjadi korban

Aktivitas :

o Mengerjakan hal-hal sepele

o Telepon lama-lama

o Kerja sok sibuk

o Main game terus-menerus

o Pemborosan waktu

o Aktivitas menyenang-kan

Akibat : o Tidak

bertanggung-jawab

o Bergantung pada orang lain atau lembaga untuk hal-hal dasar o Dikeluarkan/ DO o Penyesalan

(71)

Aktivitas-aktivitas di kuadran I merupakan aktivitas yang mendesak dan penting, misalnya menolong anak yang sakit, ujian yang diselenggarakan esok hari dan hingga hari ini belum satu materipun yang dipelajari (Covey. 2001; Modul PPKM, 2007). Orang yang memiliki kuadran I yang dominan dalam kehidupannya adalah orang yang selalu menunda-nunda tugas dan pekerjaannya. Akibat yang timbul adalah adanya rasa keletihan, stres, tertekan, cemas, dan prestasinya tidak maksimal. Individu hendaknya bisa mengatur aktivitas-aktivitasnya agar tidak terjebak di kuadran I (Gloria People Development Center, 2007).

Kuadran II adalah inti dari manajemen diri yang efektif (Covey, 1997). Lebih lanjut, Covey (1997) menjelaskan bahwa aktivitas-aktivitas di kuadran II berhubungan dengan hal-hal seperti membina hubungan, menuliskan pernyataan misi pribadi, latihan-latihan, perencanaan jangka panjang, pencegahan, dan persiapan. Covey (2001) menyebut orang yang manajemen dirinya berfokus pada kuadran II adalah orang yang suka menentukan prioritas. Hal ini akan membuat seseorang mampu memiliki hidup yang terkendali, keseimbangan hidup, dan prestasi tinggi (Covey, 2001; Modul PPKM, 2007).

(72)

terkenal sebagai sebutan “yes man” karena tidak mampu mengatakan “tidak” kepada orang lain (Covey, 2001).

Aktivitas-aktivitas dalam kuadran IV merupakan aktivitas yang sia-sia, aktivitas-aktivitas yang tidak mendesak dan tidak penting. Individu dalam kuadran IV senang menghabiskan waktu secara berlebihan untuk kegiatan-kegiatan yang sepele. Akibat yang bisa muncul adalah kurangnya rasa tanggung jawab, rasa bersalah, dan malas. (Covey, 2001; Gloria People Development Center, 2007; Modul PPKM, 2007).

(73)<

Gambar

Gambar 2.1. siklus experiential learning
Gambar 2.2. Pertemuan Pengetahuan-Keterampilan-Keinginan
Gambar 2.3. Kontinum Kematangan
Gambar 2.4. Pohon Kematangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) latar belakang dan motif rumah tangga buruh migran di Sugihwaras mengakses tanah timbul antara lain ; harganya yang murah,

Perlu kalian tahu bahwa konjungsi yang sama yang ada di dalam teks laporan tidak digunakan dengan cara yang sama pada teks prosedur kompleks yang akan kalian eksplorasi lebih

Hermeneutika yang ditawarkan oleh Khaled, sebenarnya adalah dalam rangka untuk mengkritik perlakuan secara otoriter yang dilakukan oleh komisi fatwa hukum Islam di

f. sistem jaringan drainase dan daerah resapan air. 5) Peraturan zonasi untuk kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud dalam pasal 90 huruf e harus disusun dengan

Menyatakan bahwa “Skripsi” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

(1) Seksi Pemanfaatan Kawasan Hutan mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan rencana-rencana kehutanan, perizinan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta

Sekretariat mempunyai tugas memberikan pelayanan di bidang tata usaha, kepegawaian, keuangan, rumah tangga, administrasi persiapan berkas banding dan/atau gugatan,

dengan yang lainnya, tersimpan dalam komputer dan digunakan perangkat lunak tertentu untuk memanipulasinya (Jogiyanto, 2005).Basis data (bahasa Inggris : database), atau