• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEHNIK PENGENCERAN PADA PEMBUATAN CHILLING SEMEN SAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEHNIK PENGENCERAN PADA PEMBUATAN CHILLING SEMEN SAPI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

130

TEHNIK PENGENCERAN PADA PEMBUATAN CHILLING SEMEN SAPI

Salah satu alternatif penerapan teknologi di bidang reproduksi ternak adalah dengan teknologi inseminasi buatan (IB). Faktor yang mempengaruhi keberhasilan program IB diantaranya adalah pengetahuan akan teknologi pengolahan semen. Untuk mendapatkan semen dengan kualitas baik dan kuantitas cukup, telah dilakukan pengawetan sperma sapi jantan dengan cara pengenceran dan diikuti dengan pendinginan sampai suhu 5 °C, proses ini dikenal dengan proses chilling. Penyimpanan semen pada suhu 5 °C setelah mengalami 15-38 kali pengenceran dengan tris-sitrat kuning telur dapat mempertahankan kehidupan sperma dalam waktu tertentu dengan % motil dan hidup masing-masing berkisar antara 35 - 80 % dan 40 - 87 %, hal ini menunjukkan bahwa semen tersebut masih layak untuk proses IB.

Kata kunci : 113, sperma, Chilling, teknik pengenceran .

Tinjauan umum

ENOK MARDIYAH

Balai Penelitian Ternak Po. Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN

PENDAHULUAN

Untuk mencapai tujuan program inseminasi buatan yang bebas penyakit dan bermutu tinggi, maka daya fertilisasi optimum spermatozoa harus diawetkan untuk beberapa lama sesudah penampungan. Pengawetan sperma ada beberapa macam diantaranya pendinginan dan pembekuan (TOELIHERE,

1985). Yang dimaksud dengan chilling semen adalah pengawetan sperma dengan cara diencerkan dan diikuti dengan pendinginan sampai suhu 5 °C

(SITUMORANG at al, 2000) sehingga pembuatannya lebih cepat dari pembekuan sperma yang didinginkan sampai -196 °C. Pengenceran dilakukan untuk menjamin kebutuhan fisik dan kimiawi, dan penyimpanan pada suhu 5 °C dapat mempertahankan kehidupan sperma dalam waktu tertentu untuk kemudian dipakai sesuai dengan kebutuhan.

Plasma semen sapi menurut hasil analisa mengandung susunan kimia diantarnya protein, asam askorbat, natrium, kalium dan kalsium. Unsur protein dan natrium merupakan komponen yang paling besar (RATTAN, 1990). Oleh karena itu bila dilakukan penyimpanan sperma diperlukan bahan kimia di dalam larutan pengencer untuk melindungi dan mempertahankan kualitas

(2)

spermatozoa sapi. BECONI at al, (1993) melaporkan bahwa asam askorbat mampu melindungi membran plasma spermatozoa.

Chilling semen dibuat untuk mempermudah pelaksanaan inseminasi buatan di lapangan, sehingga lebih praktis dan lebih ekonomis bila dibandingkan dengan menggunakan semen beku yang selalu tergantung pada ketersediaan nitrogen cair dan kontainer NZ yang cukup mahal. Pemeliharaan semen ini cukup hanya disimpan di dalam suhu 5 °C dan bisa bertahan sampai 1 minggu (SITUMORANG at al, 2000). Semen segar yang sudah diperiksa kualitasnya dan sudah dinyatakan bagus, diencerkan dengan suatu pengencer pada suhu ± 35 °C, ditempatkan di dalam bejana berisi air yang suhunya sama, kemudian suhu diturunkan secara perlahan-lahan sampai 5 °C dalam waktu 45- 60 menit. Semen tersebut dapat langsung dipakai.

Pada proses chilling semen ini pengencer harus mengandung komponen-komponen kimia dan biologis diantaranya bufer untuk mempertahankan keseimbangan pH, sumber nutrisi, energi, mengandung zat zat bakterisida dan dapat mempertahankan tekanan osmotik serta keseimbangan elektrolit (PARTODIHARDJO, 1980). Kemudian perubahan fisik terutama suhu harus diatur secara perlahan-lahan supaya tidak terjadi cold shock. AHMADat al, (1996) melaporkan bahwa plasma semen sapi mempunyai kemampuan dalam aktivitas antibakterial dan secara simultan bersama-sama dengan antibiotik yang berada dalam pengencer dapat mengiliminir perkembangan bakteri sehingga kehidupan spermatozoa dapat dipertahankan,

dengan demikian aktivitas antibakterial pada plasma semen sapi secara tidak langsung dapat meningkatkan daya hidup spermatozoa.

Konsentrasi sperma yang dihasilkan berbeda pada tiap individu ternak dan dapat mencapai lebih dari 2000 juta, sedangkan penggunaannya pada 50 juta/ml sudah cukup baik. Oleh karena itu pada makalah ini dipelajari konsentrasi pengenceran yang menghasilkan mutu sperma yang baik untuk mendapatkan sperma hidup yang lebih panjang, dalam menunjang keberhasilan program inseminasi buatan.

MATERI DAN METODA A. Alat- alat yang harus disediakan

1 . Penangas air diset dengan suhu 37 °C.

2. Pendingin air diset dengan suhu ± 35 °C.

3. Erlenmeyer atau tabung ukuran 50 ml sebanyak 2 buah 4. Gelas piala ukuran 800 ml sebanyak 1 buah.

5. Gelas piala ukuran 50 ml sebanyak 1 buah.

6. Gelas ukur 50 ml 7. Pipet ukur 10 ml

8. Mikro pipet berukuran 50 ul - 1000 ul . 9. Mikroskop.

10 . Objek gelas dan gelas penutup.

11 . Mesin pengisi straw.

Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001

(3)

B. Bahan-buhan yang harus disediakan

l . Semen segar. Didapat dari sapi jantan yang ditampung dengan menggunakan suatu alat yang disebut vagina buatan. Semen yang didapat disimpan dalam termos yang berisi air hangat bersuhu 37 °C.

2. Larutan Tris-sitrat terdiri dari tris, fruktosa, asam sitrat dan antibiotika.

3 . Kuning telur, diambil dari telur ayam yang masih barn dan dipisahkan dari putih telurnya.

4. Straw, digunakan mini straw yang berukuran 0,25 ml atau 0,50 ml. Biasa dipakai bermacam-macam wama ( biru, orange, merah, hijau, kuning dll ).

A. Metoda Pembuatan sediaan pelarut Pembuatan larutan tris-sitrat

1 . Ke dalam erlenmeyer yang berisi 100 ml aquades dimasukkan 3,028 gram tris lalu diaduk sampai rata. Setelah itu ditambahkan 1,675 gram asam sitrat, 1,250 gram fruktosa, 0,0525 gram penisilin dan 0,075 gram streptomisin secara berurutan dan setiap penambahan dilakukan bila zat sebelumnya sudah terlarut.

2. Larutan ini siap untuk dipergunakan.

Pembuatan sediaan kuning telur

Untuk keperluan pengenceran, kuning telur yang dipergunakan biasanya berasal dari telur ayam. Telur ayam yang dipakai sebaiknya telur yang baru. Telur yang sudah disimpan lama, kuning telurnya akan rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi. Pembuatan sediaan kuning telur adalah sebagai berikut

1 . Telur ayam dicuci bersih dari kotoran-kotoran yang menempel. Kemudian seluruh permukaan kulit telur diusap dengan mempergunakan kapas yang dibasahi alkohol dan dibiarkan sampai kering sendiri.

2. Setelah kering kulit telur dipecahkan dan ditumpahkan ke atas pemisah telur. Putih telur dengan sendirinya akan mengalir ke bawah dan kuning telur akan tertahan diatasnya dan diusahakan supaya putih telur mengalir sebanyak-banyaknya .

3 . Setelah itu kuning telur dipindahkan ke atas kertas saring. Pegang kertas saringnya dan dengan sangat hati-hati kertas saring dimiringkan sehingga kuning telur akan berguling-guling . Tujuannya untuk membersihkan sisa- sisa putih telur.

4. Kuning telur dipindahkan ke dalam kertas saring yang dilipat dua kali sehingga membentuk seperti corong. Kemudian selaput kuning telur

132

TEHNIK PENGENCERAN

(4)

5.

Pembuatan sediaan pengencer tris-sitrat kuning telur

2.

3.4.

5 .

Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 1001

dipecahkan dengan ujung gunting atau tip yang steril dan isinya ditampung ke dalam gelas piala 50 ml.

Kuning telur ini siap diperguriakan untuk campuran pengencer.

Larutan pengencer yang dipakai yaitu larutan tris-sitrat yang mengandung 10 % kuning telur. Larutan ini dibagi dua. Satu bagian mengandung gliserol 2,4 % dan satu bagian lagi mengandung 5,6 % gliserol.

Ke dalam gelas ukur 50 ml dimasukkan 40 ml larutan tris-sitrat dan 5 ml aquades. Kemudian ditambahkan 5 ml kuning telur, tutup dengan parafilm dan diaduk supaya larutan tris benar-benar bercampur dengan kuning telur.

Didapatkan larutan tris yang mengandung 10 % kuning telur.

Larutan ini dibagi dua, masing-masing 25 ml yaitu larutan A dan larutan B.

Dari larutan A dibuang 600 ul dan diganti dengan gliserol sebanyak yang dibuang yaitu 600 ul. Dari larutan P dibuang 1400 ul dan diganti dengan gliserol sebanyak yang dibuang yaitu` 1400 ul.

Larutan ini siap dipakai untuk pengenceran.

B. Perhitungan pengenceran a. Rumus perhitungan

Keterangan

AXBXCXD --- = X

A = Jumlah sperma dalam 5 kotak kamar hitung B=50000 (faktor hasil perhitungan kamar hitung) C= Banyaknya pengenceran sperma

D = Jumlah sperma hidup (%)

E = Konsentrasi semen cair yang dipergunakan (juta sperma hidup/ml).

X = Jumlah pengenceran

Contoh perhitungan

Dari satu kali ejakulasi didapatkan data sebagai berikut

A= 121 B = 50000 C =400

D=79 E = 50 juta

Pengenceran yang dibutuhkan adalah

121 X 50000 X400 X 0 .79

--- = 38 Jadi 1 ml sperma diencerkan 38 kah.

50 juta

(5)

b. Pengenceran semen

Setelah konsentrasi sperma dihitung, maka didapatkan banyaknya pengenceran sebesar 38 kali. Pengencer yang tersedia 50 ml yaitu terdiri dari 25 ml larutan A dan 25 ml larutan B, kemudian dimasukkan ke dalam pendingin air dengan suhu ± 35°C. Setelah itu sebanyak 1350 ul semen dimasukkan ke dalam larutan A, diaduk sampai rata dengan cara menggoyangkan tabung pelan-pelan, lalu stop kontak pendingin air dinyalakan

agar suhu turun sedikit demi sedikit.

Penambahan larutan B ke dalam larutan A yang sudah berisi semen diatur menjadi tiga kali berturut-turut apabila suhu telah sampai ke 15°C, 10°C dan 5°C. Setelah selesai penambahan larutan B kemudian tabung digoyangkan dengan hati-hati agar semua pengencer tercampur dengan rata, kemudian pergerakan sperma dievaluasi di bawah mikroskop .

C. Pengisian straw

1 . Semen dimasukkan ke dalam straw yang berukuran 0,25 ml. Pada waktu memasukkan semen ke dalam straw, straw harus dalam keadaan dingin.

2. Untuk menutup straw, ujung straw dimasukkan ke dalam powder penutup . Kemudian dicelupkan ke dalam air yang bersuhu 5 °C . Lalu dikeringkan dengan kertas tissu clan disimpan pada suhu 5 °C.

3. Chilling semen siap untuk dipergunakan .

Karakterisasi semen

Hasil pengamatan volume semen yang diperoleh dari sapi pejantan berkisar antara 2,5-5,0 ml (Tabel 1). biasanya volume ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan semen segar yang diperoleh pada kerbau jantan (1,6-2,7 ml) (TOELIHERE, 1985). Data warna memperlihatkan warna putih pucat dan putih susu dan konsistensi (kekentalan) dari encer, agak encer dan kental.

Konsistensi semen tergantung pada konsentrasi sperma dan warna sperma.

Demikian pula warna semen dipengaruhi oleh konsentrsi spermatozoa.

Semakin encer semen berarti konsentrasi spermatozoa semakin rendah dan warna semakin pucat. Konsentrasi yang diperoleh berkisar dari 970-2420 spermatozoa juta/ml dengan konsistensi semen dari encer sampai kental.

Konsistensi, warna dan konsentrasi spermatozoa pada setiap invidu ternak bisa berbeda-beda hal ini diduga karena adanya perbedaan kondisi umur, pengaruh individu, berat badan dan bangsa Ternak (TOELIHERE,1985), (PARTODIHARDJO, 1980). Gerakan massa spermatozoa merupakan cerminan dari motilitas atau gerakan individu spermatozoa. Semakin aktif dan semakin banyak spermatozoa yang bergerak kedepan motilitas semakin besar dan pergerakannya semakin cepat, gerakan massa semakin baik. Hasil pengamatan diperoleh gerakan massa berkisar antara ++(positif 2) sampai +++ dengan

134

HASIL DAN PEMBAHASAN

(6)

Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001

persentase hidup berkisar antara 75-87%. Semakin besar motilitas persentase hidup spermatozoa juga semakin tinggi.

Tabel 1 . Volume, Warna, Konsistensi, Gerakan massa, Persentase hidup dari delapan kali pengambilan pada spermatozoa sapi pejantan.

Hubungan Perkalian Pengenceran Dengan Kualitas Semen

Tabel 2 memperlihatkan kondisi spermatozoa setelah pengenceran dengan tris-sitrat kuning telur dan disimpan pada suhu 5 °C, yang dievaluasi berturut-turut selama satu minggu. Data evaluasi memperlihatkan bahwa

motil berkisar antara 35-80 % dan % hidup berkisar antara 40-87%, setelah mengalami 15-39 kali pengenceran. Kualitas semen yang didapat bervariasi pada setiap pengambilan, demikian pula kualitas semen menurun dengan bertambahnya lama penyimpanan pada suhu 5 °C, baik pada % motil dan hidup. Penelitian yang dilakukan oleh SITUMORANG, at al, (2000), melaporkan bahwa kualitas semen dapat menurun dengan bertambahnya lama penyimpanan . Semen yang diencerkan 15 kali kualitasnya paling baik seolah- olah pengenceran terendah mengakibatkan hasil paling baik, walaupun demikian pengenceran 38 kali juga baik. Apabila dilihat dari persentase motil dan persentase hidup pada pengenceran 15, 28 dan 38 kali masing-masing 80, 65 dan 70 % dan 87, 79 dan 81 % maka mutu spermatozoa pada pengenceran 28 kali lebih rendah dari 38 kali . Jadi perkalian pengenceran yang lebih tinggi tidak berpengaruh terhadap kualitas semen, melainkan tergantung pada kondisi contoh sperma asal.

Tabel 2. Evaluasi % motil, % hidup pada penyimpanan 5 °C, 1 hari, 3 hari dan 7 hari setelah Pengenceran

Keterangan : Mot. = MotilitiH = Hidup.

PengambilanNo Vol (ml) Wama Konsistensi Gerakan

massa % Hidup Konsentrasi Outa)

1 2,5 Putih susu Kental ++/+++ 87 1860

2 3,0 Putih susu Kental +++ 84 2320

3 4,0 Putih susu Agak encer +++ 85 1660

4 3,0 Putih susu Kental +++ 78 1800

5 4,0 Ponh susu Kental +++ 80 2160

6 5,0 Putih susu Kental +++ 75 2000

7 2,5 Putih pucat Encer ++%+++ 77 970

8 5,0 Putih susu Kental +++ 79 2420

Nomor

Pengambilan Pengenceran

(kali) 5°C 1 hari 3 hari 7 hari

Mot % H %Mot % H %

Mot %

H % Mot % H

1 32 70 80 55 70 50 70 40 60

2 39 60 83 60 80 55 79 40 71

3 28 70 81 60 78 55 68 40 60

4 28 65 79 55 77 45 59 45 65

5 34 50 62 40 45 40 49 35

6 36 65 80 65 72 60 70 55

7 15 - 80 - 87 70 86 60 72 - 55

45460

8 38 70 81- - 60- - ~72 55 70

(7)

136

KESIMPULAN

DAFTAR BACAAN

Daya hidup spermatozoa tergantung pada penggunaan energi yang diperlukan untuk metabolisme maupun untuk perbaikan kerusakan sel (HAMMERSTEDT, 1993). Untuk mencegah kerusakan selama pendinginan, semen yang diencerkan perlu mendapatkan zat-zat makanan dan kondisi yang balk untuk kelangsungan hidupnya. Bufer dan zat antibiotik untuk mencegah pertumbuhan bakteri, penambahan susu dan kuning telur untuk mencegah cold shock (SITUMORANG DAN MARTIN 1983). Spermatozoa sangat sensitif terhadap lingkungan, mempunyai daya hidup yang pendek setelah pencairan kembali (Post-Thawed) dan mempunyai fertilitas yang rendah (GOLDMAN, at al, 1991).

Hasil penelitian tersebut selaras dengan yang dilaporkan oleh (Park dan Graham 1992). % motil sperma sapi setelah penyimpanan selama 4 dan 8 hari adalah masing-masing 52 % dan 48,5 %.

Tehnik/proses pengenceran pada pembuatan chilling semen sapi dapat mempertahankan tingkat fertilitas spermatozoa beberapa hari sampai satu minggu . Hasil pengamatan IB dan pemeriksaan kebuntingan (PKB) dilapangan dengan 50% motil dilaporkan oleh (SITUMORANG, at al, 2000), persentase kebuntingan dengan pengenceran cair (41,7%) lebih tinggi dibanding hasil yang didapat dengan menggunakan semen beku (35,1%).

Chilling semen dengan menggunakan tris-sitrat kuning telur dapat dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan inseminasi buatan di lapangan.

Kualitas semen setelah mengalami 15-39 kali pengenceran dengan tris- sitrat kuning telur dan disimpan pada suhu 5 °C selama satu minggu tersebut dapat digunakan untuk proses IB dengan nilai % motil dan % hidup masing- masing berkisar antara 35-80 % dan 40-87 %.

AHMAD, M.A., A. KHAN, Z.A. SHAH AND K.M. AHMAD (1996). Effects of removal seminal plasma on the survival rate buffalo bull spermatozoa.

J. Anim. Reprod. Sci., 41 : 193-199 .

BECONI, M.T., C.R. FRANCIA, N.G. MORA AND M.A. AFRANCHINO. (1993).

Effect of natural antioxidants on frozen bovine semen preservation Theriogenology, 40:841-851 .

GOLDMAN, E.E ., J.E . ELLINGTON, F.B . FARREL., AND R.H. FOOTE .(1991) . Use offresh and frozen thawed bull sperm invitro. Theriogenology 35 : 204 HAMMERSTEDT, R.H. (1993). Maintenance of bioenergietic balance in sperm

and prevention of lipid peroxidation. A. review of the effect on design and storage prevention system Reprod. Fert. Div. 5:675-690.

(8)

Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 PARTODIHARDJO, DAN SOEBADI. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan, Mutiara,

Jakarta

PARK, J.E ., ANDJ.K. GRAHAM (1992). Effect of cryopreservation procedures on sperm membranes. Theriogenology, 38:209-222 .

RATTAN, P.J.S.1990. Physio-chemical constituens of buffalo bull semen.

Procedings ofthe II World Buffalo Congress, New Delhi. 26-30.

SITUMORANG, P., E. TRIWULANINGSIH, A. LUBIS., T. SUGIARTI DAN CAROLINE W. (2000). Optimalisasi Penggunaan Chilling Semen untuk meningkatkan Persentase Kebuntingan Sapi Perah, Laporan Akhir T.A.

2000/200 1 . Balai Penelitian Ternak

SITUMORANG, P. ANDI.C.A. MARTIN (1983). Examanation of ultrastructure of bull spermatozoa in relation of function. Proc. of fifteenth Ann. Conf.

Of Australian Society for Reproduction Biology (AsrB). Canberra, Australia pp. 37.

TOELIHERE,M.R. 1985 . Inseminasi Buatan pada Temak, Angkasa, Bandung.

Gambar

Tabel 2 memperlihatkan kondisi spermatozoa setelah pengenceran dengan tris-sitrat kuning telur dan disimpan pada suhu 5 °C, yang dievaluasi berturut-turut selama satu minggu

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa alasan atau faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk mau menggunakan suatu aplikasi adalah kegunaan, kemudahan penggunaan, kompatibilitas, minat akan

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan strategi pemenangan yang dilakukan pasangan Tafta Zani dan Dachirin Said dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Demak Tahun

Oleh karena itu kata- kata yang ditawarkan dalam berkampannye adalah kata rakyat sejahtera dan Papua damai, Papua Cerdas juga tidak sedikit yang mengangkat isu di

bagian surface plot, produk paling optimum ditunjukkan di ujung atas kurva yang juga berada pada pada flowrate udara 10 mL/min dan perbandingan antara

Jika hal ini terjadi, bar pertama dari lagu tersebut akan berisi tanda kunci di mana baik benda tajam (ditandai dengan simbol ) Akan ditempatkan pada note untuk dimainkan

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa variabel faktor pribadi yang meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, gaya hidup, keadaan ekonomi, serta kepribadian

Kerugian tersebut di- derita baik materiil maupun immateriil, kerugian mate- riil berupa biaya*biaya yang telatr d.ikeluarkan untuk persiapan perkawinan, sedangrkan