• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN DASAR (BASIC DESIGN) PENANGGULANGAN LONGSORAN SEDERHANA UNTUK JARINGAN IRIGASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN DASAR (BASIC DESIGN) PENANGGULANGAN LONGSORAN SEDERHANA UNTUK JARINGAN IRIGASI"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN DASAR (BASIC DESIGN)

PENANGGULANGAN LONGSORAN SEDERHANA UNTUK JARINGAN IRIGASI

KOMPONEN OUTPUT KEGIATAN

PENERAPAN TEKNOLOGI TERBATAS (PILOT PROJECT) MODERNISASI IRIGASI

DESEMBER, 2018

(2)

KATA PENGANTAR

Pembangunan bidang sumber daya air baik itu bendungan, bendung, irigasi dan sebagainya, merupakan salah satu bidang tugas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, termasuk di dalamnya pengelolaan dan pengembangan sumber daya air.

Salah satu tantangan yang dihadapi saat ini adalah kinerja irigasi yang seringkali terhambat oleh kejadian longsoran pada saluran irigasi dan kerusakan ini belum dapat diprediksi.

Dalam rangka menunjang program pemerintah dalam bidang ilmu dan teknologi, maka Pusat Litbang Sumber Daya Air, Balitbang PU, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Balai Litbang Bangunan Hidraulik dan Geoteknik Keairan (BHGK), berpartisipasi dalam salah satu kegiatan penelitian dengan judul utama: Penanggulangan Longsoran Sederhana untuk Jaringan Irigasi.

Komponen Output kegiatan penelitian berupa Desain dasar (Basic Design) Penanggulangan Longsoran Sederhana untuk Jaringan Irigasi. Buku ini merupakan output dari kegiatan Penerapan Teknologi Modernisasi Irigasi yang merupakan hasil analisis data lapangan dan perhitungan yang dituangkan dalam gambar teknik dalam rangka penanggulangan longsoran di jaringan irigasi Ciliman.

Buku basic design ini disusun oleh Mirza Helmidian Khairot, ST. MPSDA dan tim pelaksana kegiatan dengan bimbingan Slamet Lestari, ST. MT selaku penanggung jawab kegiatan.

Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penulisan Basic Design Penanggulangan Longsoran Sederhana untuk Jaringan Irigasi diucapkan banyak terima kasih.

Bandung, Desember 2018 Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air

Dr. Ir. Eko Winar Irianto, MT NIP.: 196605021994021001

(3)

TIM PENYUSUN

Mirza Helmidian Khairot, ST, MPSDA Ahmad Taufiq, ST, MT, Ph.D

Muhammad Indra, ST Rike Septiyani, ST Fajar Adi Nugroho Muhammad Untung

(4)

ABSTRAK

Salah satu permasalahan di bidang sumber daya air yang terjadi adalah longsoran pada saluran irigasi, akibat rembesan dan stabilitas pondasi saluran irigasi, atau lereng alam, sehingga menghambat distribusi jaringan air irigasi ke sawah-sawah di kawasan tersebut.

Oleh karena itu diperlukan suatu penanggulangan sederhana terhadap masalah longsoran pada saluran irigasi, sehingga menjadi lebih stabil dan aman terhadap kebocoran. Kegiatan pekerjaan ini, menggunakan metode yaitu dengan melakukan pengumpulan data, melakukan investigasi lapangan, penyusunan peta potensi longsoran pada jaringan irigasi, mengklasifikasikan tipikal longsoran yang ada, analisa geologi dan geoteknik, kemudian penyusunan tipikal basic design penanggulangan sederhana terhadap longsoran saluran irigasi. Berdasarkan hasil pemetaan kelongsoran, kerusakan dikategorikan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu kerusakan pondasi lereng pada saluran irigasi, kerusakan akibat kebocoran drainase, dan kerusakan pada badan saluran irigasi. Tipikal basic design secara rinci disajikan secara khusus pada kerusakan tubuh saluran irigasi, akibat menurunnya stabilitas tanggul di saluran sekunder Seuseupan. Basic design dibuat dengan mengubah dimensi dan bentuk geometri saluran irigasi, yang berada di atas lapisan clayshale yang relatif stabil, dengan kemiringan 1:2 dan ketebalan dinding lining > 15 cm.

Kata-kata kunci: longsoran saluran irigasi, rembesan, stabilitas pondasi, basic design

ABSTRACT

One of the problems in the field of water resources that occurs is landslides in irrigation canals, due to seepage and stability of irrigation canal foundations, or natural slopes, thus inhibiting the distribution of irrigation water networks to rice fields in the area. Therefore a simple response to the problem of avalanches in irrigation canals is needed, so that it becomes more stable and safe against leaks. This work activity uses methods namely by collecting data, conducting field investigations, compiling landslide potential maps on irrigation networks, classifying typical existing landslides, geological and geotechnical analysis, then compiling a typical basic simple countermeasure design. Based on the results of the landslide mapping, damages are categorized into 3 (three) categories, namely slope foundation damage, drainage leakage, and damage to the body of the irrigation canals. A typical basic design in detail is specifically given to damage to the body of the irrigation canals, due to the decreasing stability of the embankment on the Seuseupan secondary canal. Basic design is made by changing the dimensions and geometry, which are above the relatively stable clayshale layer, with a slope of 1:2 and a thickness of the wall lining> 15 cm.

Key words: irrigation canals landslides, seepage, foundation stability, basic design

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

TIM PENYUSUN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR NOTASI ... vii

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii BAB 1 PENDAHULUAN ...1-1 BAB 2 KAJIAN LITERATUR ...2-1 2.1 Geologi DI Ciliman ...2-1 2.2 Tipe Kerusakan Pada Jaringan Irigasi ...2-3 2.3 Stabilitas Lereng ...2-3 2.4 Faktor Keamanan Lereng ...2-5 BAB 3 METODE PENYUSUNAN BASIC DESIGN ...3-1 3.1 Pengumpulan Data Sekunder ...3-1 3.2 Survey dan Investigasi Lapangan ...3-1 3.3 Penyusunan Peta Potensi Longsoran ...3-2 3.4 Analisis Geoteknik ...3-3 3.5 Penyusunan Tipikal Penanggulangan Kerusakan ...3-7 BAB 4 RANCANGAN BASIC DESIGN DAN PEMBAHASAN ...4-1 4.1 Identifikasi Kejadian Longsoran Jaringan Irigasi Ciliman ...4-1 4.2 Longsoran Akibat Kerusakan Pondasi Lereng ...4-1 4.2.1 Kondisi alur saluran ...4-1 4.2.2 Kondisi segmen tebing yang mengalami kerusakan ...4-2 4.2.3 Evaluasi Permasalahan dan Penyebab Utama ...4-3 4.2.4 Tipikal Basic Design Penanggulangan Longsoran Akibat Kerusakan Pondasi Lereng ...4-3 4.3 Longsoran Akibat Kebocoran Drainase ...4-4 4.3.1 Kondisi alur saluran ...4-4 4.3.2 Kondisi segmen tanggul yang mengalami kebocoran ...4-4 4.3.3 Evaluasi Permasalahan dan Penyebab Utama ...4-5 4.3.4 Kronologis Kerusakan ...4-6 4.3.5 Tipikal Basic Design Penanggulangan Longsoran Akibat Kebocoran atau Bocoran Tanggul Saluran ...4-6 4.4 Longsoran Akibat Kerusakan Pada Badan Saluran Irigasi ...4-7 4.4.1 Kondisi alur saluran ...4-7

(6)

4.4.2 Kondisi segmen tanggul yang mengalami kerusakan ...4-8 4.4.3 Kronologis kerusakan pada tanggul ...4-9 4.4.4 Evaluasi Permasalahan dan Penyebab Utama ...4-9 4.4.5 Tipikal Basic Design Penanggulangan Longsoran Akibat Kerusakan Pada Badan Saluran Irigasi ... 4-10 4.5 Basic Design Kasus Longsoran di Saluran Sekunder Seuseupan ... 4-10 4.5.1 Perhitungan dan Analisa Perbaikan ... 4-10 4.5.2 Pelaksanaan Desain Dasar ... 4-14 4.5.3 Spesifikasi Teknis ... 4-15 4.5.4 Prakiraan Rencana Anggaran dan Biaya ... 4-18 BAB 5 PENUTUP ...5-1 DAFTAR PUSTAKA

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Lokasi Penelitian ... 1-2 Gambar 2. 1 Persebaran litologi daeran Bendung Ciliman ... 2-2 Gambar 2. 2 Persebaran kontur daerah Bendung Ciliman ... 2-2 Gambar 2. 2 Sketsa lereng dan gaya yang bekerja ... 2-5 Gambar 2. 3 Sketsa gaya yang bekerja pada satu potongan ... 2-6 Gambar 3. 1 Peta Kerawanan Longsor Saluran Primer Daerah Irigasi Ciliman ... 3-3 Gambar 3. 2 Grafik Korelasi Robertson and Campanella ... 3-4 Gambar 3. 5 Nilai qc Hasil Investigasi Lapangan di 3 Titik ... 3-4 Gambar 3. 6 Gaya-gaya yang Bekerja pada Irisan Bidang Kelongsoran Metode

Morgenstern-Price ... 3-6 Gambar 4. 1 Peta Situasi Jaringan Irigasi Ciliman ... 4-1 Gambar 4. 2 Kondisi Alur Saluran Seuseupan di Sekitar Lokasi Kerusakan Tebing ... 4-2 Gambar 4. 3 Kondisi Kerusakan Tebing dilihat dari Udik ... 4-2 Gambar 4. 4 Dampak Kerusakan Tebing pada Badan Saluran Primer ... 4-3 Gambar 4. 5 Tipikal perbaikan dan perkuatan tebing Saluran Induk Ciliman ... 4-4 Gambar 4. 6 Tipikal potongan perlindungan pilar bangunan talang ... 4-4 Gambar 4. 7 Longsoran akibat rembesan tanggul di saluran primer... 4-5 Gambar 4. 8 Longsoran Akibat Kebocoran Tanggul Di Saluran Sekunder... 4-5 Gambar 4. 9 Tipikal Penanggulangan Longsoran Akibat Kebocoran ... 4-7 Gambar 4. 10 Tipikal Penataan Saluran Gendong/Drainase ... 4-7 Gambar 4. 11 Kondisi Alur Saluran Seuseupan di Sekitar Lokasi Kerusakan Tebing ... 4-8 Gambar 4. 12 Kondisi di Lokasi Kerusakan Tanggul (dilihat dari udik) ... 4-8 Gambar 4. 13 Kondisi di Lokasi Kerusakan Tanggul (dilihat dari hilir) ... 4-9 Gambar 4. 14 Tipikal Penanggulangan Longsoran Akibat Kerusakan Badan Saluran... 4-10 Gambar 4. 15 Tipikal Pengisian Tanah Timbunan Dengan Pemadatan Per Layer ... 4-10 Gambar 4. 16 Tipikal Saluran Pada Lokasi Hilir Kerusakan ... 4-11 Gambar 4. 17 Tipikal Saluran Pada Lokasi Udik Kerusakan ... 4-11 Gambar 4. 18 Skematisasi Analisis Balik dalam Penentuan Parameter Teknik Tanggul . 4-12 Gambar 4. 19 Pola Pergerakan Tanah saat Terjadi Longsoran Tebing Hasil Analisis ... 4-12 Gambar 4. 20 Skema Perbaikan dengan perubahan geometri saluran ... 4-13 Gambar 4. 21 Pola Pergerakan Kondisi Elevasi Dasar Sungai -15.00 saat Surut Cepat .. 4-13 Gambar 4. 22 Pola Pergerakan Kondisi Elevasi Dasar Sungai -10.00 saat Surut Cepat .. 4-14 Gambar 4. 23 Peta Situasi Longsoran Saluran Sekunder Seuseupan... 4-17 Gambar 4. 24 Detail Penanggulangan Longsoran Saluran Sekunder Seuseupan ... 4-17 Gambar 4. 25 Detail Penampang Saluran Saluran Sekunder Seuseupan ... 4-17 Gambar 4. 26 Hasil QTO Volume Pekerjaan ... 4-18

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor ...2-6 Tabel 3. 1 Hasil Pemetaan Potensi Kelongsoran Saluran Primer DI Ciliman ... 3-2 Tabel 3. 2 Klasifikasi Jenis Tanah Hasil Uji Sondir Titik 1 ... 3-5 Tabel 4. 1 Parameter Teknik Tanah Hasil Analisis Penyesuaian Lapangan ... 4-12 Tabel 4. 2 Prakiraan Rencana Anggaran Biaya Perbaikan Saluran Sekunder... 4-19

DAFTAR NOTASI

SF : Safety Factor (faktor keamanan lereng) (tak bersatuan) L : Panjang segmen bidang gelincir (meter)

Sr : Kejenuhan air (%) Fr : Friction ratio (%) Qc : Cone resistance (MPa) P : gaya normal

C’ : kohesi (dalam kondisi drained, dan Cu untuk kondisi undrained) Wn : gaya akibat beban tanah ke-n

α : sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang longsor 𝜑′ : sudut geser tanah (dalam kondisi drained, dan 0 dalam kondisi undrained) u : tekanan air pori

XL, XR : gaya gesek yang bekerja di tepi irisan

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN

OP : Operasi dan Pemeliharaan DI : Daerah Irigasi.

LS : Lintang Selatan BT : Bujur Timur

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Penelusuran Lapangan Lampiran 2. Hasil Penyelidikan Geoteknik Lampiran 3. Hasil Uji Laboratorium Lampiran 4. Gambar Desain

Lampiran 5. Analisis Harga Satuan Pekerjaan

(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

Bendung Ciliman yang dibangun di aliran Sungai Ciliman, merupakan salah satu infrastruktur irigasi di Daerah Kab. Pandeglang – Banten, dengan potensi nilai manfaat yang sangat besar bagi Daerah Irigasi Ciliman seluas 5000 ha yang akan dikembangkan menjadi 12.000 ha.

Selain mempunyai nilai manfaat yang besar, jaringan Daerah Irigasi Ciliman juga menyimpan potensi masalah yang dapat mengurangi produktivitas pertanian. Salah satu potensi masalah yang dapat terjadi adalah adanya fenomena umum longsoran saluran dengan karakteristik adanya penurunan stabilitas (daya dukung), rembesan aliran, dan faktor hidraulis.

Longsoran, yang memicu kerusakan infrastruktur dan lingkungan, tentu sangat merugikan masyarakat di sekitar jaringan irigasi. Sedangkan rembesan aliran di saluran, juga akan memicu pergerakan tanah di sekitarnya. Faktor hidraulis juga dapat memicu stabilitas struktur yang dilaluinya. Ketiga fenomena ini jika tidak dikelola dengan baik, akan membawa dampak kerusakan infrastruktur dan lingkungan masyarakat di sekitarnya.

Fenoma longsoran jaringan irigasi seperti uraian tersebut di atas saat ini dialami di salah satu ruas Irigasi Ciliman, yaitu di ruas Saluran Induk, Saluran Sekunder Seuseupan, dan Saluran Sekunder Seuleuh di Kabupaten Pandeglang – Banten. Kejadian longsoran di jaringan irigasi ini dikhawatirkan akan mengacam saluran irigasi Ciliman dan juga permukiman penduduk di sekitarnya dari potensi bahaya longsoran tanah. Dari perilaku yang ada, kecenderungan keruntuhan dan kerusakan tebing semakin melebar di sepanjang segmen saluran.

Hal ini sangat mengganggu aktivitas masyarakat karena menghambat distribusi jaringan irigasi ke sawah-sawah di kawasan tersebut. Saluran induk ini mengalirkan air irigasi dari Bendung Ciliman dan diharapkan mampu berfungsi optimal sebagai pasokan debit sampai ke sawah-sawah warga di hilir nya. Oleh karena itu, Puslitbang SDA melalui Balai Litbang Bangunan Hidraulik dan Geoteknik Keairan (BHGK) merencanakan penyusunan penanggulangan longsoran sederhana sehingga jaringan irigasi dapat berfungsi kembali untuk memasok air hingga ke hilir.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyiapkan basic design yang dapat dijadikan sebagai salah satu acuan desain bagi pemangku kebijakan dalam upaya penanggulangan longsoran di Daerah Irigasi Ciliman, yang diharapkan dapat menjadi dasar dalam rangka perencanaan penanggulangan longsoran sederhana pada jaringan irigasi untuk mengurangi kerusakan lingkungan di jaringan irigasi. Adapun lingkup pekerjaan dalam kegiatan ini mencakup penyusunan peta potensi longsoran dan penyusunan tipikal penanggulangan longsoran sederhana pada jaringan irigasi.

Lokasi kegiatan berada di Daerah Irigasi Ciliman, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Secara geografis daerah kegiatan terletak pada LS 6°33'33.1" dan BT 105°48'25.1”.

Penelusuran potensi longsoran dilakukan di sepanjang Saluran Primer Ciliman sepanjang 32 Km dari Lokasi Bendung Ciliman ditambah Saluran Sekunder Seuleuh sepanjang 8,7 Km.

Lokasi penerapan penanggulangan longsoran sederhana dilakukan di KM 6 Saluran Sekunder Seuseupan yang terletak pada koordinat LS 6° 31’ 17.8’’ dan BT 105° 49’ 12.3’’.

(10)

Gambar 1. 1 Lokasi Penelitian

Lokasi Longsoran Prov. Banten

Saluran Primer Sekunder Seleuh

Bendung Ciliman

(11)

BAB 2

KAJIAN LITERATUR

2.1 Geologi DI Ciliman

Lokasi daerah irigasi Ciliman berada di Kab. Pandeglang, Jawa Barat. Daerah irigasi Ciliman ini berada di DAS Sungai Ciliman dengan luas DAS 500 km2 mengalir sepanjang 55 km melalui Kab. Lebak dan Kab. Pandeglang. Topografi daerah Kab. Pandeglang bervarasi dari ketinggian antara 0 – 1.778 m diatas permukaan laut (dpl). Sebagian besar topografi daerah Kab.

Pandeglang adalah dataran rendah yang berada di bagian tengah dan selatan yang memiliki luas 85,07% dari luas keseluruhan Kab. Pandeglang.

Berdasarkan peta geologi regional yang disusun oleh Sudana dan Santosa (1992), Bendung Ciliman terletak di lembar Zona Cikarang. Terdapat tiga formasi batuan yang berada di daerah Bendung Ciliman, di antaranya adalah Formasi Bojongmanik (Tmb), Formasi Cipacar (Tpc), dan Aluvial (Qa). Formasi Bojongmanik tersusun atas perselihan batupasir dan batulempung menyerpih, bersisipan napal, konglomerat, batugamping, dan lignit berumur Miosen awal. Formasi Cipacar tersusun atas tuf, batupasir tufan, batulempung tufan, tuf breksi dan napal berumur pliosen. Endapan permukaan aluvial yang tesusun atas kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung, lumpur, dan kerikil batuapung. Lihat Gambar 2.1.

Komponen dasar penyusun dasar pondasi Bendung Ciliman, secara keseluruhan terletak pada formasi Cipacar (Tpc), yang terdiri dari tuf, tuf berbatugamping, batupasir tufan, batulempung tufan, tuf breksi, dan napal. Saluran induk Ciliman sepanjang ± 10 Km pertama dari bendung terletak pada formasi yang sama dengan bendung yaitu formasi Cipacar (Tpc).

Pada 10 Km kedua terletak pada perbatasan antara formasi Bojongmanik (Tmb) dan Aluvium (Qa). Formasi Bojongmanik tersusun atas perselingan batupasir dan batulempung menyerpih, bersisipan napal, konglomerat, batugamping, dan lignit. Sementara Aluvium (Qa) tersusun atas kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung, lumpur, dan kerakal batuapung.

Berdasar peta potensi bencana longsor di daerah Pandeglang (Mulyadi, dkk. 2015), diindikasi daerah sekitar DI Ciliman mempunyai resiko tanah longsor yang tidak berarti. Hal ini juga diperkuat dengan peta prakiraan wilayah terjadinya gerakan tanah pada bulan Februari 2018 Prov Banten, bahwa daerah ini memiliki potensi gerakan tanah yang tidak berarti.

Namun berdasar peta geologi Sudana dan Santosa (1992), diindikasi bahwa tanah pelapukan dari formasi Bojongmanik (Tmb), sangat rentan terhadap erosi dan gerakan tanah ketika formasi batuan ini dikupas atau tersingkap, mengingat mengandung batulempung yang menyerpih dan lignit.

(12)

Gambar 2. 1 Persebaran litologi daeran Bendung Ciliman

Gambar 2. 2 Persebaran kontur daerah Bendung Ciliman Tpc

Tmb Qa

(13)

Dari Gambar 2.2 di atas dapat diperoleh informasi bahwa pada kontur yang relatif landai, kerusakan pada saluran irigasi kebanyakan berupa retakan, amblesan, dan rayapan yang merata. Pada kontur yang landai terjadi genangan air pada lempungan sehingga mengalami swelling. Sementara pada kontur yang relatif rapat, kerusakan banyak terjadi oleh longsoran akibat terjalnya lereng.

Dari hasil penelusuran dan pemetaan kerusakan jaringan irigasi diambil gambaran bahwa pada Bendung Ciliman terdapat cukup banyak permasalahan, baik dari faktor geoteknik dan faktor bangunan. Permasalahan di bagian hulu bendung di antaranya yaitu kemiringan lereng yang cukup terjal, sedimentasi yang menumpuk di saluran primer, dan kekuatan bangunan yang rapuh dikarenakan aspek sipil. Permasalahan di badan sampai hilir bendung lebih merata, yaitu banyak ditemukan retakan pada di dinding saluran primer, amblas, rayapan, yang lebih dipengaruhi oleh komponen material dibawah bendung tersebut yaitu batulempung dan material tanah yang bersifat lempungan.

2.2 Tipe Kerusakan Pada Jaringan Irigasi

Kondisi dan kerusakan yang sering kali ditemui pada saluran irigasi antara lain:

1) Kelongsoran pada tebing saluran

Kelongsoran tebing saluran menyebabkan tertimbunnya saluran, sehingga saluran akan meluap ke tanggul dan beresiko menimbulkan keruntuhan tanggul.

2) Kebocoran saluran

Kebocoran tanggul saluran dapat diakibatkan oleh binatang atau hewan air seperti belut, dan juga karena kondisi tanah yang lolos air. Kebocoran juga dapat memperlemah tanggul atau badan saluran yang berakibat longsornya saluran.

3) Kerusakan pondasi tanggul

Kondisi pondasi yang tidak lagi mampu memberi daya dukung pada saluran.

4) Longsor pada badan saluran

Kelongsoran pada badan saluran merupakan kerusakan berat yang membutuhkan penanganan khusus dan biaya yang cukup besar. Keruntuhan berulang-ulang dapat saja terjadi karena lokasi yang bersangkutan tidak lagi stabil.

5) Sedimentasi

Sedimentasi pada jaringan irigasi dapat menyebabkan perubahan dimensi saluran dari dimensi asal yang berdampak pada berkurangnya kapasitas alir saluran-saluran irigasi dan dapat mempengaruhi energi spesifik penampang saluran sehingga dapat mengakibatkan kurang optimumnya kinerja saluran irigasi serta menghambat operasional bangunan-bangunan irigasi.

2.3 Stabilitas Lereng

Analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium) untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakkan.

Pada setiap macam lereng, kemungkinan terjadinya longsoran selalu ada, runtuh atau longsornya lereng dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan atau penilaian tingkat kestabilan lereng tersebut untuk mengetahui apakah akan longsor atau tidak. Stabilitas lereng dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja pada lereng itu sendiri, yaitu gaya penggerak dan gaya penahan. Perbandingan antara gaya

(14)

penggerak dan gaya penahan merupakan parameter dalam menentukan faktor keamanan (Fs) suatu lereng. Jika nilai Fs >1, maka lereng dianggap mantap, jika Fs = 1 lereng dalam keadaan seimbang dan siap untuk longsor, sedangkan jika Fs < 1 lereng dianggap tidak mantap. Lereng merupakan suatu bidang pada permukaan tanah yang tidak horizontal dan membentuk sudut terhadap luasan tertentu dimana komponen gravitasi cenderung menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat dikerahkan oleh tanah pada bidang longsornya terlampaui karena pergerakan tanah yang relatif cepat maka akan terjadi gelincir (sliding).

Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor internal (dari tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar, 1991). Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh Brunsden (1993, dalam Dikau et.al., 1996) diantaranya adalah :

1) Pelapukan (fisika, kimia dan biologi), erosi, 2) Penurunan tanah (ground subsidence), 3) Deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah), 4) Getaran dan aktivitas seismik,

5) Jatuhan tepra

Pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang diwakili oleh kehadiran hujan di daerah setempat, curah hujan kadar air (water content; %) dan kejenuhan air (saturation;

Sr, %). Pada beberapa kasus longsor, hujan sering sebagai pemicu karena hujan meningkatkan kadar air tanah yang menyebabkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan kadar air akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor Keamanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan &

Zakaria, 1991).

Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas (pembuatan/peletakan bangunan, misalnya dengan membuat perumahan atau villa di tepi lereng atau di puncak bukit) merupakan tindakan beresiko mengakibatkan longsor. Demikian juga pemotongan lereng pada pekerjaan cut & fill, jika tanpa perencanaan dapat menyebabkan perubahan keseimbangan tekanan pada lereng.

Letak atau posisi tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi Faktor Keamanan Lereng (Hirnawan, 1993). Hilangnya tumbuhan penutup menyebabkan alur-alur pada beberapa daerah tertentu. Penghanyutan yang semakin meningkat akhirnya mengakibatkan terjadinya longsor (Pangular,1985). Dalam kondisi ini erosi tentunya memegang peranan penting.

Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan-gangguan internal, yaitu yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut sertanya peranan air dalam tubuh lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang diwakili oleh curah hujan.

Jumlah air yang meningkat dicirikan oleh peningkatan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahananan geser dari massa lereng (lihat rumus Faktor Keamanan). Debit air tanah juga membesar dan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion) meningkat. Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993).

(15)

2.4 Faktor Keamanan Lereng

Banyak rumus perhitungan Faktor Keamanan lereng (material tanah) yang diperkenalkan untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng ini. Rumus dasar Faktor Keamanan (Safety Factor, SF) lereng (material tanah) yang diperkenalkan oleh Fellenius dan kemudian dikembangkan adalah (Lambe & Whitman, 1969; Parcher & Means, 1974) seperti yang terlihat pada Gambar 2.2, tentang gaya-gaya yang bekerja pada suatu bidang lereng.

Sumber: Parcher & Means, 1974

Gambar 2. 3 Sketsa lereng dan gaya yang bekerja

Gaya yang bekerja pada suatu lereng dipengaruhi oleh sudut dan kohesi di sepanjang bidang gelincir. Untuk mengetahui detail gaya-gaya yang bekerja pada suatu potongan dapat lebih rinci dilihat pada Gambar 2.3 pada halaman berikutnya.

(16)

Sumber: Lambe & Whitman, 1969

Gambar 2. 4 Sketsa gaya yang bekerja pada satu potongan

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studi-studi yang menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka dibagi 3 kelompok rentang Faktor Keamanan (F) ditinjau dari intensitas kelongsorannya (Bowles, 1989), sperti yang diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 2. 1 Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor NILAI FAKTOR

KEAMANAN KEJADIAN INTENSITAS LONGSOR

F kurang dari 1.07 F antara 1.07 sampai 1.25 F diatas 1.25

Longsor terjadi biasa/sering (lereng labil) Longsor pernah terjadi (lereng kritis) Longsor jarang terjadi (lereng relative stabil) Sumber: Bowles, 1989

Nilai Faktor Keamanan (Fk) > 1,25 pada suatu lereng menurut Bowles (1989) ditafsirkan sebagai lereng dengan longsor jarang terjadi atau disebut sebagai relatif stabil. Untuk menyebutkan lereng stabil perlu dibuat nilai batas yang aman selain Fk = 1,25, karena nilai tersebut menandakan bahwa kejadian longsor pernah terjadi (walaupun jarang). Untuk itu diusulkan nilai Fk > 1.2 sebagai nilai yang aman bagi lereng (lereng stabil).

(17)

BAB 3

METODE PENYUSUNAN BASIC DESIGN

3.1 Pengumpulan Data Sekunder

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer didapatkan dengan metode wawancara dan investigasi langsung ke lapangan. Metode wawancara dimaksudkan untuk memperoleh beberapa data diantaranya data pengolahan lahan, data musim tanam, data kerusakan saluran dan longsoran. Metode investigasi langsung dimaksudkan untuk memperoleh data kerusakan jaringan irigasi, data kondisi lokasi dan data penetapan lokasi untuk basic design. Parameter geoteknik diperoleh dengan pengambilan contoh tanah di lapangan dan pengujian di laboratorium.

Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, kunjungan ke instansi terkait, dan diskusi langsung di lapangan. Data sekunder ini merupakan data dasar yang diperlukan dalam penyusunan basic design ini. Luas area, site plan dan skema Daerah Irigasi merupakan data awal yang digunakan untuk melakukan survey awal kondisi jaringan irigasi. Data Topografi diperlukan untuk memperkirakan ketinggian/kontur lokasi sehingga bisa mendukung ketepatan teknologi yang digunakan, data tersebut ditingkatkan keakuratannya melalui survey langsung ke lapangan. Data geologi dan geoteknik diperlukan sebagai parameter masukan dalam perencanaan desain.

3.2 Survey dan Investigasi Lapangan

Investigasi lapangan yang dilakukan adalah investigasi kejadian longsoran yang sudah terjadi, penyelidikan tanah (sondir, hand boring, DCP) dan penelusuran lapangan (walkthrough) sepanjang saluran irigasi. Dalam kegiatan ini juga dilakukan pemantauan potensi longsoran di sepanjang saluran irigasi Ciliman.

Dari hasil penelusuran dan pemetaan kerusakan jaringan irigasi diambil gambaran bahwa pada Bendung Ciliman terdapat cukup banyak permasalahan, baik dari faktor geoteknik dan faktor bangunan. Permasalahan di bagian hulu bendung di antaranya yaitu kemiringan lereng yang cukup terjal, sedimentasi yang menumpuk di saluran primer, dan kekuatan bangunan yang rapuh dikarenakan aspek sipil. Permasalahan di badan sampai hilir bendung lebih merata, yaitu banyak ditemukan retakan pada di dinding saluran primer, amblas, rayapan, yang lebih dipengaruhi oleh komponen material dibawah bendung tersebut yaitu batulempung dan material tanah yang bersifat lempungan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan survey lapangan dari mulai Bendung Ciliman hingga Bangunan Sadap B.Lmn 32 (Saluran Primer), kondisi saluran memang banyak ditemukan kerusakan retakan dan amblesan pada batuan yang terdiri dari endapan alluvial dengan komposisi lempung. Sementara pada batuan vulkanik banyak ditimbulkan oleh longsoran karena lereng yang curam. Kerusakan juga terjadi baik itu dari fisik saluran, struktur bangunan air, serta kondisi tanah yang berada di bawah saluran irigasi Ciliman. Hal ini diperparah oleh umur bangunan irigasi yang sudah tua, mengingat Bendung Ciliman di resmikan pada tahun 1982, serta sifat tanah yang berada di bawah saluran irigasi merupakan hasil laukan dari batulempung menyerpih (clay shale) dimana tanah ini mempunyai sifat shrinking dan swelling yang apabila tanah terkena udara terbuka dan/atau terkena panas maka tanah akan menjadi retak dan rapuh. Namun apabila tanah ini terkena air maka akan menjadi larut seperti bubur.

(18)

Hal ini yang membuat terjadinya longsoran, amblasan, retakan, gerusan, dan ambruk pada saluran irigasi maupun pada struktur bangunan air yang terdapat pada saluran irigasi.

Tabel 3. 1 Hasil Pemetaan Potensi Kelongsoran Saluran Primer DI Ciliman

Sumber: Hasil penelusuran BHGK, 2018

Jarak Sedimen Kondisi

KM X Y Slope Veget Saluran Retakan

0 606049 9268682 E D A D Bronjong D longsor

0.9 605483 9269191 A B D B - C amblesan

1.45 604931 9269056 C B A B - B

1.95 604445 9269103 B B A B - D sedimen buruk

3.65 603027 9269370 A A A C - A retakan

3.8 602896 9269237 E C A E Jembatan dan perkuatan E longsor

4.2 602585 9269061 D A A A - D rayapan

5.45 601687 9269770 A A B A perkuatan A genangan air

5.95 601236 9269743 A A A A perkuatan B sedimen buruk

6.28 600910 9269664 A A A C - B sedimen buruk

6.78 600395 9269723 A A A B - A

6.9 598838 9269392 A A A B penyempitan saluran A 7.7 599787 9269291 E A A B perkuatan dan jembatan A

7.9 599695 9269001 A B A A - B sedimen buruk

9.6 599580 9267916 A B A A perkuatan C sedimen buruk

11.4 589129 9267915 E C A E jembatan A longsor

12 597146 9268314 A A A A perkuatan A

12.3 596996 9268536 A B A D - A retak & ambles

12.55 596837 9268779 A B A D - B ambles & rayapan

14.7 596745 9270361 A A A C pintu air saluran A Growong

19 A A A C - A

22.5 595153 9274272 A A A B - C

23.1 594903 9274430 A B A B jembatan D sedimen buruk

23.4 594629 9274144 A A A B pintu air C retak

24 594434 9274171 A A A B jembatan C

24.5 594319 9274371 C A A A - B

25 594156 9274872 A A A B penyempitan saluran A

26 593429 9274529 A B A C tangga mck A ambruk

26.5 593026 9274821 A A A B pintu air A

27 592691 9275262 A B A C jembatan A jembatan rusak

27.3 592377 9275358 A B A A - B ambles

27.5 592262 9275389 B B A B tangg mck A

28 591647 9275469 A A A B jembatan A

28.2 591094 9274871 A A A B pintu air A

29.3 590686 9274676 A A A C jembatan A runtuh oleh akar

29.5 590234 9274743 A B A E perkuatan C ambles

29.8 590123 9274813 A A A B - A retak

31 590059 9274834 B B A C pintu air B geursan

31.5 A A A D perkuatan A talang bocor

32 A A A D - C longsor

Koordinat Lereng Bangunan

Bangunan Tambahan

(19)

3.3 Penyusunan Peta Potensi Longsoran

Metode yang digunakan dalam penyusunan peta ditargetkan pada bencana tanah longsor.

Tahapan penyusunan dilakukan berdasar kepada klasifikasi kerusakan pada saluran irigasi. Data yang digunakan dalam penyusunan peta ini adalah data koordinat, data kondisi permasalahan/kerusakan, data tata guna lahan, data geologi dan kemiringan topografi, dan akses jalan.

Data yang telah dikumpulkan di atas disusun dan dipresentasikan di dalam peta skala besar (rinci). Informasi berikut termasuk di dalam peta. Informasi ini harus diperbaharui terus menerus ketika terjadi longsoran.

Prosedur dasar untuk pembuatan pengklasifikasian potensi longsoran dikatergorikan menjadi 6 permasalahan yaitu, longsor (tanah dan struktur/saluran irigasi), gerusan ((tanah dan struktur/saluran irigasi), ambruk (struktur irigasi), amblas (tanah), sedimentasi dan retakan (struktur irigasi).

Catatan kejadian longsoran yang telah dikumpulkan kemudian didijitasi ke dalam data GIS dengan merujuk kepada peta topografi digital/scan.

Sumber: Hasil perhitungan BHGK, 2018

Gambar 3. 1 Peta Kerawanan Longsor Saluran Primer Daerah Irigasi Ciliman

Pada Peta Kerawanan Longsor yang sudah di buat, saluran primer irigasi Ciliman ini mempunyai potensi longsor, dan yang diplotkan pada peta merupakan perwakilan permasalahan yang terjadi pada saluran yang memerlukan tindakan cepat dan tepat.

3.4 Analisis Geoteknik

Investigasi tanah di lapangan yang dilakukan adalah uji CPT (Cone Penetrometer Test) atau uji sondir. Investigasi ini dilakukan di 3 titik. Diambil beberapa pendekatan untuk mengidentifikasi data hasil uji sondir. Pertama adalah dengan cara plot hasil cone resistance (qc) dan friction ratio (FR) kedalam grafik untuk mengidentifikasi jenis tanah oleh Robertson dan Campanella (1986) sebagai berikut:

(20)

Gambar 3. 2 Grafik Korelasi Robertson and Campanella

Kedua, qc dikorelasikan dengan nilai NSPT menggunakan besaran regresi hasil penelitian Terzaghi dan Peck (1967). Data NSPT hasil korelasi tersebut selanjutnya dikelaskan supaya didapat jenis konsistensinya.

𝑁 = 2.5 𝑞𝑐(𝑀𝑃𝑎) [1]

Uji sondir dilakukan sampai kedalaman yang berbeda-beda setiap titiknya. Sondir 1, 2, 3 masing- masing dilakukan hingga kedalaman 4.8 m, 3.2 m, dan 10 m. Berikut ini merupakan grafik qc pada setiap kedalaman tertentu.

Sumber: Hasil perhitungan BHGK, 2018

Gambar 3. 3 Nilai qc Hasil Investigasi Lapangan di 3 Titik

(21)

Kemudian didapat jenis tanah pada setiap kedalaman yang diinvestigasi. rekapitulasi hasil pengolahan jenis tanah untuk sondir 1 dan grafik. Kedua titik hasil uji lainnya dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 3. 2 Klasifikasi Jenis Tanah Hasil Uji Sondir Titik 1

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, dapat disumpulkan jenis tanah setempat didominasi oleh tanah kohesif dengan konsistensi sangat lunak. Secara konservatifnya tanah ini dapat dianggap very soft clay.

Suatu analisis balik geoteknik dilakukan pada suatu longsoran untuk mengetahui parameter kekuatan batuan penyusun lereng, yaitu c dan ϕ, saat lereng dalam keadaan setimbang atau sesaat sebelum longsor (Hoek dan Bray, 1981). Analisis balik dilakukan pada longsoran yang telah terjadi dengan mengunakan geometri lereng sebelum longsor terjadi. Lebih lanjut, analisis balik juga menggunakan bidang gelincir yang disesuaikan dengan kondisi bidang gelincir lereng yang telah mengalami longsor. Nilai c dan ϕ bidang gelincir diperkirakan hingga diperoleh nilai faktor keamanan lereng (FS) =1 atau mendekati 1.

Dalam penelitian ini dilakukan analisis balik pada longsoran badan saluran di saluran sekunder, yang berada pada lokasi Saluran Sekunder Seuseupan menggunakan bantuan peranti lunak yang mudah digunakan yaitu Geostudio 2018. SLOPE/W merupakan salah satu fitur dari Geostudio yang digunakan untuk menganalisis stabilitas lereng secara efektif untuk berbagai kondisi permukaan slip, tekanan pori, jenis tanah, dan pembebanan. Metode analisis stabilitas lereng yang digunakan dalam SLOPE/W adalah Limit equilibrium method (LEM). LEM merupakan metode yang menggunakan prinsip kesetimbangan gaya dengan mengasumsikan terlebih dahulu bidang kelongsoran yang dapat terjadi. Kalkulasi dilakukan dengan cara membagi bidang longsor kedalam irisan-irisan (method of slices) (Liong, dkk., 2012). Material model yang dipilih

Kedalaman (m) qc(kg/cm2) qc (kPa) FR (%) Klasifikasi (Sondir) NSPT (Konversi) Klasifikasi (SPT)

0 0 0.0 0.0 - - -

0.2 5.2 509.9 8.2 Clay 1 Very soft

0.4 5.2 509.9 6.6 Clay 1 Very soft

0.6 5.2 509.9 8.2 Clay 1 Very soft

0.8 8.32 815.9 7.2 Clay 2 Very soft

1 5.2 509.9 8.2 Clay 1 Very soft

1.2 10.4 1019.9 4.1 Clay 2 Very soft

1.4 5.2 509.9 8.2 Clay 1 Very soft

1.6 8.32 815.9 6.2 Clay 2 Very soft

1.8 8.32 815.9 12.3 Sand to clayey sand 2 Very soft

2 12.48 1223.9 8.9 Clay 3 Soft

2.2 2.08 204.0 8.2 Organic material 0 Very soft

2.4 4.16 408.0 8.2 Organic material 1 Very soft

2.6 6.24 611.9 2.7 Silty clay to clay 1 Very soft

2.8 12.48 1223.9 4.1 Silty clay to clay 3 Soft

3 10.4 1019.9 7.4 Clay 2 Very soft

3.2 11.44 1121.9 3.7 Silty clay to clay 2 Very soft

3.4 11.44 1121.9 5.2 Clay 2 Very soft

3.6 11.44 1121.9 4.5 Clay 2 Very soft

3.8 11.44 1121.9 4.5 Clay 2 Very soft

4 12.48 1223.9 3.4 Clayey silt to slty clay 3 Soft

4.2 14.57 1428.8 3.5 Clayey silt to slty clay 3 Soft 4.4 114.44 11222.7 1.5 Sandy silt to clayey silt 28 Soft

4.6 145.66 14284.3 1.2 Sand to silty sand 35 Soft

4.8 249.7 24487.1 0.3 Gravelly sand to sand 61 Soft

CPT SD-1

(22)

adalah undrained soil dengan parameter yang diinput yakni unit weight (γ) dan undrained shear strength (Cu). Faktor keamanan dapat ditentukan dengan metode kalkulasi Morgenstern-Price.

Metode keseimbangan batas ini mengasumsikan penyederhanaan dengan tujuan untuk menunjukkan hubungan antara gaya geser di sekitar irisan (X) dan gaya normal di sekitar irisan (E) (Takwin, dkk., 2017).

Sumber: Takwin, dkk.

Gambar 3. 4 Gaya-gaya yang Bekerja pada Irisan Bidang Kelongsoran Metode Morgenstern- Price

Faktor keamanan dapat dihitung dari kesetimbangan momen maupun kesetimbangan gaya.

Persamaan tersebut dapat diekspresikan sebagai berikut:

𝐹𝑚=∑(𝑐𝑙 + (𝑝 − 𝑢𝑙 tan 𝜑′)

∑ 𝑊 sin 𝛼

[2]

𝐹𝑓=∑[𝑐𝑙 + (𝑃 − 𝑢𝑙) 𝑡𝑎𝑛 𝜑] 𝑐𝑜𝑠 𝛼

∑ 𝑃 𝑠𝑖𝑛 𝛼

[3]

Dengan P (gaya normal) dapat diperoleh sebagai berikut:

𝑃 =[𝑊𝑛− (𝑥𝑅− 𝑥𝐿) −1

𝐹 (𝑐′(𝑠𝑖𝑛 𝛼 − 𝑢𝑙 𝑡𝑎𝑛 𝜑′ 𝑠𝑖𝑛 𝛼] 𝑐𝑜𝑠 𝛼 (𝑙 + 𝑡𝑎𝑛 𝛼𝑡𝑎𝑛 𝜑

𝐸 )

[4]

Dimana:

P = gaya normal

C’ = kohesi (dalam kondisi drained, dan Cu untuk kondisi undrained) Wn = gaya akibat beban tanah ke-n

α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang longsor 𝜑′ = sudut geser tanah (dalam kondisi drained, dan 0 dalam kondisi undrained) u = tekanan air pori

XL, XR = gaya gesek yang bekerja di tepi irisan

Dalam penelitian ini dilakukan analisis balik pada longsoran badan saluran di saluran sekunder,

(23)

yang berada pada lokasi Saluran Sekunder Seuseupan menggunakan bantuan peranti lunak yang mudah digunakan yaitu Geostudio 2018.

3.5 Penyusunan Tipikal Penanggulangan Kerusakan

Berdasarkan hasil pemetaan kerusakan di jaringan irigasi Ciliman dilakukan pengelompokan kerusakan yang terjadi. Prosedur Selanjutnya disusun tipikal penanggulangan longsoran pada jaringan irigasi Ciliman.

Paling tidak ada dua hal yang menjadi pertimbangan utama dalam menyusun skema penanggulangan yang dapat dilakukan, yaitu:

1) Penanggulangan tanggul sebagai pengarah aliran sangat diperlukan untuk mengalirkan aliran air irigasi.

2) Faktor penyebab utama kerusakan tanggul yang terkait dengan kondisi alur dan pola aliran saluran yang terjadi.

Perencanaan longsoran sesuai SNI 03-1962-1990 tentang Tata cara perencanaan penanggulangan longsoran, yang disesuaikan dengan hasil penelitian tentang penanggulangan longsoran sederhana untuk jaringan irigasi. Dimulai dari penentuan jenis kerusakan pada saluran, pemilihan tipe penanggulangan, sampai perencanaan penanggulangan.

Desain dituangkan dalam gambar desain rencana berupa gambar situasi tampak atas, potongan melintang dan potongan memanjang, detail penulangan, dan lain-lain.

(24)

BAB 4

RANCANGAN BASIC DESIGN DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Kejadian Longsoran Jaringan Irigasi Ciliman

Lokasi longsoran yang ditinjau meliputi Saluran Induk Ciliman, Saluran Sekunder Seleuh, dan Saluran Sekunder Seuseupan yang merupakan saluran utama Jaringan Irigasi Ciliman.

Berdasar hasil pemetaan potensi kelongsoran saluran primer DI Ciliman, kerusakan pada saluran irigasi dikatergorikan menjadi 6 permasalahan yaitu, longsor (tanah dan struktur/saluran irigasi), gerusan ((tanah dan struktur/saluran irigasi), ambruk (struktur irigasi), amblas (tanah), sedimentasi dan retakan (struktur irigasi).

Dari kategori tersebut didapat 3 (tiga) tipikal kejadian longsoran yang memiliki status kritis pada jaringan irigasi antara lain kerusakan pondasi lereng pada saluran irigasi, kerusakan akibat kebocoran drainase, dan kerusakan pada badan saluran irigasi. Lihat Gambar 4.1.

Kelongsoran pada kondisi kritis ini kemudian dapat digunakan sebagai lanjutan untuk memutuskan tipikal penanggulangan longsor di jaringan irigasi Ciliman, Kab Lebak, Banten.

Sumber: Hasil perhitungan BHGK, 2018

Gambar 4. 1 Peta Situasi Jaringan Irigasi Ciliman

4.2 Longsoran Akibat Kerusakan Pondasi Lereng

4.2.1 Kondisi alur saluran

Berdasarkan data peninjauan kondisi lapangan, kerusakan akibat gerusan terjadi di beberapa lokasi. Kerusakan paling kritis terjadi pada ruas saluran primer tepatnya pada ruas bangunan talang B.Lmn.6b (koordinat 6° 36’ 45.5’’ S ; 105° 55’ 52.1’’ E) terlihat bahwa lokasi kerusakan berada pada tebing kiri saluran primer di atas bangunan gorong-gorong pada saluran pembuang. Gambaran kondisi kerusakan disajikan pada Gambar 4.2.

Bendung Ciliman Longsor

Seuseupan

Longsor Seuleuh

Longsor Primer

(25)

Gambar 4. 2 Kondisi Alur Saluran Seuseupan di Sekitar Lokasi Kerusakan Tebing

4.2.2 Kondisi segmen tebing yang mengalami kerusakan

Berdasarkan hasil inventarisasi kondisi lapangan, diketahui Panjang bangunan talang ± 15 m dengan ketinggian lereng ± 10 m. Kondisi tanggul sudah sangat kritis dan dikhawatirkan memutus pasokan air irigasi. Lereng yang ada hanya menyisakan dinding pasangan batu pada saluran primer. Gambaran kondisi di lokasi kerusakan tebing yang ada saat ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4.

Gambar 4. 3 Kondisi Kerusakan Tebing dilihat dari Udik

(26)

Gambar 4. 4 Dampak Kerusakan Tebing pada Badan Saluran Primer

4.2.3 Evaluasi Permasalahan dan Penyebab Utama

Berdasarkan hasil survey tinjau di lapangan, dan informasi kronologis kerusakan yang terjadi pada saluran irigasi, dapat disampaikan skema permasalahan yang dihadapi di sekitar lokasi kerusakan saluran primer, sebagai berikut:

1) Adanya longsoran pada tanggul sebelah kiri saluran induk Ciliman yang berada di atas saluran pembuang. Kejadian longsoran ini berpotensi memutus aliran pada saluran irigasi mengingat berada tepat di tepi bangunan talang.

2) Gerusan lokal di dasar saluran pembuang memicu adanya pengurangan elevasi dasar saluran yang mempengaruhi terhadap penurunan stabilitas tebing yang ada. Semakin dalam gerusan lokal yang terjadi, semakin kritis stabilitas tebing yang ada, hingga pada elevasi tertentu tebing sudah tidak stabil lagi sehingga mengalami keruntuhan.

Sedangkan gerusan arah horizontal, aliran secara langsung akan menghantam tebing dan tanggul saluran. Kecepatan aliran akan secara langsung mengangkut butiran material tebing dan tanggul saluran.

4.2.4 Tipikal Basic Design Penanggulangan Longsoran Akibat Kerusakan Pondasi Lereng

Mengenal Saluran Primer Irigasi Ciliman ini sudah beroperasi lebih dari 30 tahun, kualitas beton pada tubuh saluan maupun struktur bangunan air pada saluran primer ini sudah menurun dan mengalami retakan – retakan.

Penanggulangan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Pengecoran ulang terhadap bagian tubuh saluran maupun struktur bangunan air yang mengalami keretakan sehingga dapat mencegah kebocoran/merembesnya air.

2) Diusahakan lapisan tanah di wilayah ini tidak terekspose, karena memiliki sifat mudah terserosi.

3) Pemasangan bronjong dilengkapi bottom panel dan rip-rap pelindung tembok pangkal

(27)

Gambar 4. 5 Tipikal perbaikan dan perkuatan tebing Saluran Induk Ciliman

Gambar 4. 6 Tipikal potongan perlindungan pilar bangunan talang

4.3 Longsoran Akibat Kebocoran Drainase 4.3.1 Kondisi alur saluran

Kebocoran drainase terletak di sisi belakang tanggul saluran irigasi. Kebocoran saluran terlihat pada ruas lain di sekitar lokasi kerusakan. Gambaran kondisi di lokasi kebocoran drainase yang ada saat ini dapat dilihat dari Gambar 4.7.

4.3.2 Kondisi segmen tanggul yang mengalami kebocoran

Berdasarkan hasil inventarisasi kondisi lapangan, ditemui beber kondisi tanggul yang mengalami kerusakan akibat dari rembesan atau kebocoran saluran di belakangnya. Kondisi kebocoran pada saluran induk telah mengakibatkan longsornya dinding kanan saluran namun telah dilakukan tindakan perbaikan berupa pemasangan stud/flume. Namun kebocoran masih terus terjadi pada kondisi drainase di belakang tanggul melebihi kapasitas.

Sementara rembesan ditemukan pada ruas saluran sekunder Seuleuh dengan kondisi yang hamper mirip dengan yang terjadi di saluran induk, hanya saja perbaikan yang dilakukan bersifat darurat saja. Gambaran kondisi segmen tanggul yang mengalami kerusakan ini dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8.

(28)

Gambar 4. 7 Longsoran akibat rembesan tanggul di saluran primer

Gambar 4. 8 Longsoran Akibat Kebocoran Tanggul Di Saluran Sekunder

4.3.3 Evaluasi Permasalahan dan Penyebab Utama

Berdasarkan hasil survey tinjau di lapangan, dan informasi kronologis kerusakan yang terjadi pada saluran irigasi, dapat disampaikan skema permasalahan yang dihadapi di sekitar lokasi kerusakan saluran primer, sebagai berikut:

1) Terjadi penurunan (settlement) pada jalan inspeksi di ruas B.LMN.7c – B.LMN.7d sedalam antara 60-80 cm di sebelah kanan saluran primer tepatnya pada koordinat LS 6°36'19.9" dan BT 105°55'11.0". Lebar saluran induk ± 12 m dan sudah ada penanganan berupa pemasangan flume sepanjang ± 50 m.

(29)

2) Di atas lereng sebelah kanan saluran induk terdapat saluran drainase yang tidak tertata dengan baik sehingga terjadi aliran masuk ke dalam saluran. Belum ada tindakan penanganan terhadap sistem drainase ini. Tanda pergerakan tanah terlihat dari adanya tiang listrik yang miring.

3) Terjadi kerusakan tanggul sebelah kiri di ruas saluran sekunder seuleuh sepanjang ± 3 m. Kerusakan diakibatkan oleh rembesan saluran gendong yang terletak tepat di belakang tanggul.

4.3.4 Kronologis Kerusakan

1) Kejadian longsor pertama kali terjadi pada Tahun 1990 kemudian dilakukan penanganan berupa penahan dari pasangan batu (rusak).

2) Kejadian berulang pada tahun 1993 dan penanganan yang dilakukan berupa bronjong (rusak).

3) Pergerakan tanah terjadi lagi pada tahun 2010 dan dibuat penahan dengan flume yang bertahan sampai dengan sekarang.

4) Indikasi rembesan sudah terlihat sejak Maret 2018, berupa keluarnya air pada dinding tanggul. Kemudian terjadi keretakan memanjang dan kemudian ambrol pada Juli 2018.

4.3.5 Tipikal Basic Design Penanggulangan Longsoran Akibat Kebocoran atau Bocoran Tanggul Saluran

Rembesan umumnya belum mengganggu tanggul, namun jika tidak segera diatasi dapat membesar dan berubah menjadi bocoran sehingga dikuatirkan dapat membobolkan tanggul saluran.

1) Cara mengatasi rembesan atau bocoran pada tanggul saluran:

a) Rembesan yang membesar

Membongkar sisi tanggul bagian dalam pada saluran yang merembes, kemudian menggantinya dengan tanah timbunan yang baru. Pekerjaan timbunan dilakukan dengan cara dipadatkan lapisan demi lapisan.

b) Rembesan karena tanah tanggul porous (tanah berpasir)

Tebing tanggul saluran bagian dalam perlu dilining (diberi pasangan batu atau beton), kalau perlu termasuk dasar salurannya.

c) Bocoran

Bila bocoran sudah sedemikian besar, badan tanggul saluran dibagian yang bocor harus dibongkar seluruhnya dan diganti dengan material yang baik.

d) Lubang karena binatang (tikus / ketam / ular)

Lubang harus ditutup dengan cara grounting (penyuntikan), yaitu dengan memasukkan lumpur tanah liat dicampur semen (perbandingan 1 semen : 10 tanah liat).

e) Rembesan dari saluran drainase

Penataan pada sistem saluran gendong maupun drainase.

2) Cara penataan saluran drainase a) Normalisasi

Normalisasi dilakukan dengan cara penambahan volume saluran untuk memenuhi kebutuhan kapasitas saluran yang dibutuhkan yaitu dengan perlebaran dimensi saluran maupun penambahan kedalaman saluran.

b) Pengurangan Beban

(30)

Pengurangan beban dilakukan untuk mengurangi beban pada saluran agar mampu menahan beban drainase dengan cara merubah arah aliran sehingga beban drainase berkurang pada saluran yang menerima beban terlalu besar.

c) Penampang Saluran Ganda

Jenis penampang ganda digunakan untuk mendapatkan kapasitas saluran yang lebih besar, sehingga debit yang dialirkan melalui saluran tersebut dapat lebih besar.

Penampang ini digunakan jika lahan yang tersedia cukup luas.

Gambar 4. 9 Tipikal Penanggulangan Longsoran Akibat Kebocoran

Gambar 4. 10 Tipikal Penataan Saluran Gendong/Drainase

4.4 Longsoran Akibat Kerusakan Pada Badan Saluran Irigasi

4.4.1 Kondisi alur saluran

Berdasarkan data hasil pengukuran topografi dan kondisi lapangan, terlihat bahwa lokasi kerusakan saluran berada pada ruas yang lurus. Kebocoran saluran terlihat pada ruas lain di sekitar lokasi kerusakan.

Gambaran kondisi di lokasi kerusakan tebing yang ada saat ini dapat dilihat dari Gambar 4.16 sampai dengan Gambar 4.11.

(31)

Gambar 4. 11 Kondisi Alur Saluran Seuseupan di Sekitar Lokasi Kerusakan Tebing

4.4.2 Kondisi segmen tanggul yang mengalami kerusakan

Berdasarkan hasil inventarisasi kondisi lapangan, diketahui panjang total tanggul yang mengalami kerusakan ± 8 m. Kondisi tanggul sudah tidak memungkinkan difungsikan sebagai pengarah aliran air irigasi. Untuk mengantisipasi potensi banjir, telah dihentikan pengaliran air melalui saluran sekunder seuseupan. Gambaran kondisi segmen tanggul yang mengalami kerusakan ini dapat dilihat pada Gambar 4.12 dan Gambar 4.13.

Gambar 4. 12 Kondisi di Lokasi Kerusakan Tanggul (dilihat dari udik)

Sal Sek Seuseupan

Sal Pembuang Bangunan Talang

Lokasi Kerusakan

Sal Drainase

(32)

Gambar 4. 13 Kondisi di Lokasi Kerusakan Tanggul (dilihat dari hilir) 4.4.3 Kronologis kerusakan pada tanggul

Berdasarkan hasil diskusi terkait kerusakan saluran di lapangan, didapatkan informasi kronologis kerusakan yang terjadi sebagai berikut:

1) Pada awalnya merupakan saluran alami dan merupakan daerah genangan air hujan;

2) Pada saat dilakukan pekerjaan lining saluran di Tahun 2012, air genangan dibuang dengan menjebol tanggul sebelah kiri;

3) Terjadi rembesan di sekitar lokasi tanggul kiri dan terbentuk lubang di dasar dan badan tebing;

4) Longsoran terjadi dan kemudian ambrol dengan menarik sisi kanan tanggul.

4.4.4 Evaluasi Permasalahan dan Penyebab Utama

Berdasarkan data, kondisi lapangan yang ada, dan informasi kronologis kerusakan yang terjadi pada saluran irigasi, dapat disampaikan skema permasalahan yang dihadapi di sekitar lokasi kerusakan saluran sekunder seuseupan, sebagai berikut:

1) Adanya longsoran pada tanggul sebelah kiri yang merubah profil saluran irigasi.

Perubahan profil saluran irigasi tersebut memutus aliran air irigasi ke arah hilir.

Perubahan aliran air tersebut membawa pengaruh terhadap kondisi elevasi dasar saluran (gerusan lokal di dasar saluran) dan gerusan arah horizontal pada tebing saluran.

2) Fenomena kerusakan ini akan terus berlangsung dan berkembang jika tidak dilakukan upaya perbaikan dan perkuatan sistem. Gambaran skema proses permasalahan yang dihadapi di sekitar lokasi kerusakan dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Berdasarkan evaluasi tersebut dapat dikatakan pemicu utama kerusakan yang terjadi adalah kondisi aliran saluran yang mengalami kebocoran, yang memicu ketidakstabilan tanggul yang ada.

3) Analisis dengan menggunakan model geoteknik merupakan suatu alternatif untuk mengetahui parameter geoteknik yang dibutuhkan dalam mendesain perbaikan longsoran. Salah satu model yang umum digunakan adalah Geostudio yang merupakan perangkat lunak yang dirancang untuk mensimulasikan analisis deformasi, stabilitas, dan aliran air tanah dalam rekayasa geoteknik.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Seksi perlindungan tanaman pangan mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan perlindungan tanaman pangan, meliputi penyusunan program kerja, bahan petunjuk teknis,

Ada sebuah kisah yang disampaikan oleh Syaikh Sulaiman Al-Mufarraj –-semoga Allah memberinya taufik–, bahwa seseorang telah bercerita kepada Syaikh perihal kisah ajaib

Surat ini ditulis beberapa bulan setelah Paulus menulis suratnya yang pertama kepada jemaat Korintus (57M) dan kemungkinan ketika ia berada di Makedonia (Filipi) setelah

Dalam penelitian ini dilakukan uji hipotesis dengan alat analisis data adalah regresi linier sederhana, yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000 &lt; 0,05

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa mengenai keje- lasan dan konsistensi komunikasi, Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan, Koordinator Wilayah, dan pengawas parkir berlangganan

- Penggunaan gudang sistem vortex jauh lebih baik dibanding gudang petani untuk penyimpanan bawang putih. Hal ini dibuktikan dengan susut bobot yang lebih kecil, penampakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kinerja SDM kearsipan Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah melalui: kompetensi individu,

Kontribusi Majelis Taklim Al-Ittihadiyah Kabupaten Deli Serdang terkait pendidikan seumur hidup bagi jamaah yakni memberikan perubahan yang baik terhadap diri jamaah,