• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TIRAI BENTUK V BERPORI SEBAGAI PELINDUNG PILAR JEMBATAN DARI GERUSAN LOKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TIRAI BENTUK V BERPORI SEBAGAI PELINDUNG PILAR JEMBATAN DARI GERUSAN LOKAL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TIRAI BENTUK V BERPORI SEBAGAI PELINDUNG PILAR

JEMBATAN DARI GERUSAN LOKAL

ON THE EFFECT OF V POROUS SCREEN

AS PROTECTIVE PIER BRIDGE FROM LOCAL SCOURS

Erwin Affandy, M. Arsyad Thaha, Farouk Maricar

Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat Korespondensi

Erwin Affandy

Fakultas Teknik Jurusan Sipil

Universitas Hasanuddin Makassar, 90245

Hp : 085241219655

(2)

Abstrak

Aliran yang terjadi pada suatu sungai, biasanya disertai dengan terjadinya angkutan sedimen dan proses gerusan, Proses gerusan ini akan terbentuk secara alamiah karena adanya pengaruh morfologi sungai atau karena adanya struktur yang menghalangi aliran sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penempatan tirai terhadap proses gerusan yang terjadi pada pilar jembatan dan menganalisis kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar pilar jembatan. Penelitian dilakukan dengan uji model eksperimental dilaboratorium dengan menggunakan tiga variasi, yaitu kecepatan aliran (V), susunan tirai bentuk V berpori dan waktu (t). Hasil penelitian ini manunjukkan bahwa tirai bentuk V berpori dapat mereduksi gerusan lokal disekitar pilar jembatan. Kedalaman gerusan terendah terjadi pada tirai berpori tipe II lapis dan tertinggi tipe I lapis, sedangkan susunan tirai berpori tipe III lapis terjadi agradasi. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa semakin banyak susunan tirai dihulu pilar mengakibatkan gerusan lokal disekitar tirai makin besar.

Kata kunci : Pilar, gerusan lokal, tirai.

Abstract

Flow that occurs in a stream, usually accompanied by the occurrence of sediment transport and scouring process, The scouring process will occur naturally due to the influence of river morphology or due to the structure that blocks the flow of the river. This research aims to find out the effect of the placement of screen on the scours process occurings of the pier scour and analyze bridge scour depths that occur around the bridge piers. This research uses analytical model test laboratory with three variations, flow velocity (V), V shape screen porous structure and time (t). Results of this study indicate that the screen of V porous to reduce local scour around the pier bridge. Scour depth was lowest in the screen layer porous of type II and screens highest type I, while the composition of the porous screen layer type III occurs agradation. The results also suggested that the more screen structure upstream piers resulting local scour around the sreen.

(3)

PENDAHULUAN

Proses erosi dan deposisi di sungai pada umumnya terjadi karena adanya perubahan

pola aliran, terutama pada sungai alluvial. Perubahan pola aliran dapat terjadi karena adanya

rintangan atau halangan pada aliran sungai tersebut yaitu dapat berupa bangunan sungai

misalnya: pangkal jembatan, krib sungai, pilar jembatan, revetment, dan sebagainya.

Bangunan semacam ini dipandang dapat merubah geometri alur serta pola aliran, yang

selanjutnya diikuti dengan timbulnya gerusan lokal di sekitar bangunan. Peristiwa gerusan

lokal selalu akan berkaitan erat dengan fenomena perilaku aliran sungai, yaitu hidraulika

aliran sungai dalam interaksinya dengan geometri sungai, geometri dan tata letak pilar

jembatan, serta karakteristik tanah dasar dimana pilar tersebut dibangun (Legono, 2001).

Pada saat ini sering terjadi kerusakan pilar jembatan oleh gerusan lokal di sekitar pilar.

Gerusan diakibatkan aliran air yang terhambat oleh pilar itu sendiri yang bisa merubah pola

aliran dan membentuk pusaran di sekitar pilar, sehingga terjadi penggerusan dasar sungai

yang semakin lama semakin dalam, lalu pilar tersebut runtuh dan terbawa oleh aliran air,

akhirnya jembatan akan hancur (collapse.)

Pilar merupakan bagian dari jembatan yang paling penting karena berfungsi untuk

menahan berat badan jembatan itu sendiri dan berat muatan yang melintasinya. Maka pilar

jembatan yang dibangun pada alur sungai, kestabilan terhadap gerusan lokal akibat pengaruh

aliran air sungai perlu diperhatikan, (Okky, 2007).

Apabila tidak terdapat bangunan pengendali gerusan disekitar pilar jembatan, maka

dalamnya gerusan tidak bisa direduksi, sehingga kedalaman gerusan bisa mencapai

maksimum. Karena terjadinya gerusan akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar pada

alur sungai secara keseluruhan, serta kerusakan pada bangunan yang selanjutnya dapat terjadi

runtuhnya bangunan.

Gerusan lokal pada pilar diartikan sebagai penurunan secara tiba – tiba ketinggian

dasar sungai yang disebabkan oleh aliran air terhalangi pilar (Richards dkk., 1990 dalam

Achmadi, 2005).

Pengendalian gerusan dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti misalnya dengan

apron, rip rap, plat (collar), tirai dan lain- lain. Pengendalian dengan bangunan rip rap,

dilakukan dengan cara menimbun batu atau kerikil kedalam lubang gerusan. Ukuran batu

tergantung pada kecepatan rerata aliran maksimum yang lewat disekitar pilar. (Supriyadi dkk.,

2006).

Nilai reduksi yang paling besar terjadi pada pilar segiempat ujung bulat, dengan

proteksi susunan tirai tipe zig-zag 2 yaitu sebesar 31,5561 %, sedangkan nilai reduksi yang

(4)

paling besar pada pilar silinder dengan proteksi susunan tirai tipe zig- zag 2 sebesar 38,5323

%. Nilai reduksi yang paling besar pada pilar segiempat ujung bulat, dengan proteksi jarak

tirai 2d yaitu sebesar 28,1770 %, Sedangkan nilai reduksi yang paling besar pada pilar

silinder dengan proteksi jarak tirai 2d sebesar 32,7189 %. (Ikhsan,C. dkk., 2008).

Kedalaman relatif gerusan lokal maksimum terendah dicapai Pilar Segi Empat Ujung

Bulat, kedalaman relatif gerusan lokal maksimum terendah dicapai pasangan tirai-pilar

T1R2A1 dengan nilai 0,27 (nilai reduksi 68,64 %) pada saat terjadi penurunan dasar relatif

0,01. Pilar Segi Empat Ujung bulat mempunyai nilai kedalaman relatif gerusan lokal

maksimum rata-rata 0,64 (Yunar, 2006).

Pilar yang paling baik digunakan untuk pilar jembatan adalah pilar dengan bentuk

bulat, Jika dibandingkan dengan pilar dengan bentuk persegi dan jajaran genjang. perubahan

debit aliran (Q), sangat berpengaruh terhadap kedalaman gerusan. Semakin besar debit yang

digunakan, maka kedalaman gerusan yang terjadi juga akan semakin besar pula, pada

pengujian dengan debit aliran Q1= 361 cm3/dtk gerusan maksimum yang terjadi sebesar

(ds)= 2,03 cm untuk pilar dengan bentuk jajaran genjang, (ds)= 1,7 cm untuk pilar dengan

bentuk persegi dan (ds)= 1,53 cm untuk pilar dengan bentuk bulat, Q2= 848 cm3/dtk, (ds)=

2,87 cm untuk pilar dengan bentuk jajaran genjang, (ds)= 2,8 cm pilar dengan bentuk persegi

dan (ds)= 2,33 cm untuk pilar dengan bentuk bulat, Q3= 1087 cm3/dtk (ds)= 3,0 cm untuk

pilar dengan bentuk jajaran genjang, (ds)= 3,0 cm untuk pilar dengan bentuk persegi dan

(ds)= 3,0 cm untuk pilar dengan bentuk bulat. (Ikhsan, J. dkk., 2006).

Hal tersebut diatas menjadi acuan untuk melakukan penelitian tentang perlindungan

pilar dari gerusan lokal agar tetap aman dengan menggunakan pelindung berupa tirai.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penempatan tirai terhadap proses gerusan yang

terjadi pada pilar jembatan dan menganalisis kedalaman gerusan yang terjadi di pilar

jembatan.

BAHAN DAN METODE

Jenis Penelitian dan Sumber Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif artinya penelitian yang dilakukan adalah menekankan analisanya pada

data-data numerik (angka), yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai

suatu keadaan berdasarkan data yang diperoleh dengan cara menyajikan, mengumpulkan dan

menganalisis data tersebut sehingga menjadi informasi baru yang dapat digunakan untuk

menganalisa mengenai masalah yang sedang diteliti. Definisi dari metode deskriptif adalah

(5)

metode yang digunakan untuk menggambarkan analisis suatu hasil penelitian tetapi tidak

digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

Jenis penelitian eksperimental, sedangkan eksperimental merupakan observasi di

bawah kondisi buatan (artificial condition) yang secara keseluruhan kondisi tersebut dibuat

dan diatur oleh yang melakukan penelitian atau peneliti. Penelitian dilakukan dengan

mengadakan manipulasi terhadap obyek penelitian yang disertai dengan kontrol agar dapat

diketahui adanya hubungan sebab akibat dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan

tertentu pada beberapa parameter.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data, yaitu: (1). Data Primer

yaitu data yang diperoleh langsung dari pengamatan dilaboratorium. (2). Data Sekunder yaitu

data yang diperoleh dari literatur dan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan

sebelumnya yang berkaitan dengan studi ekperimental gerusan di pilar jembatan.

Bahan dan Alat

Saluran yang digunakan dalam penelitian ini adalah saluran pasir dengan penampang

bentuk trapesium. Bentuk geometris dari saluran adalah saluran lurus dengan dinding

permanen, lebar dasar saluran 0,50 m, tinggi saluran 0,30 m dan panjang saluran percobaan

15 m.

Saluran ini dilengkapi dengan bak penampungan air dan bak pengaliran air yang

berkapasitas 12 m3, dengan dimensi panjang dan lebar bak air 3 m dan tinggi 1 m, serta

dilengkapi mesin pompa air dengan kran pengatur aliran (debit) yang dibutuhkan untuk

mengalirkan air ke bak pengaliran.

Pada percobaan studi ekperimental gerusan dipilar jembatan yang dilakukan dalam

uji model laboratorium dengan menggunakan peralatan -peralatan dan bahan sebagai berikut

: (1). Model saluran terbuka bentuk trapesium: lebar 0,50 m tinggi 0,30 m panjang 20 m. (2).

Bak penampungan air kapasistas maksimum 12 m3, terdiri dari 2 bak sirkulasi. (3).Pintu

Thompson untuk mengatur/ mengontrol debit aliran. (4). Jaringan pipa PVC 3”. (5). Flow

watch untuk mengukur kecepatan aliran. (6). Model pilar jembatan yang terbuat dari pipa

galvanis diameter 7 cm. (7). Model pilar terbuat dari besi siku 2 cm yang menyerupai model

penelitian. (8). Sebuah mesin pompa air yang digunakan untuk sirkulasi air berkapasitas 1050

ltr/menit. (9). Material pembentuk dasar sungai adalah material tak berkohesi, dalam hal ini

digunakan pasir dengan diameter dominan 0,47 mm, yang diperoleh dari hasil analisa

saringan terhadap material tersebut.

(6)

Simulasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian direncanakan melalui beberapa tahapan, sebagaimana

dijelaskan sebagai berikut, dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok parameter yaitu

parameter simulasi dan parameter amatan. Parameter simulasi terdiri dari variasi kecepatan

(U), susunan Tirai, dan waktu (t). sedangkan parameter amatan adalah adanya perubahan

gerusan yang terjadi.

Tahapan prosedur perolehan data adalah sebagai berikut : (1). Langkah awal ialah

melakukan kalibrasi terlebih dahulu pada peralatan percobaan. (2). Menyiapkan material

dasar pasir dan menyiapkan pilar serta pelindung pilar berupa tirai dengan variasi susunan.

(3). Material dasar dituangkan sepanjang saluran (flume) dan dipadatkan, model pilar di

letakkan ditengah saluran selanjutnya pompa dihidupkan sampai waktu terjadi keseimbangan.

(4). Running, proses diamati dan dicatat secara kontinu : Ketinggian aliran ditempat yang

ditinjau (awal, tengah serta akhir dari saluran), pengaturan kecepatan dengan alat ukur

kecepatan flow watch didepan bangunan, tengah bangunan dan bagian akhir bangunan yang

ditinjau dengan 3 tempat pengukuran kecepatan tiap potongan melintang. (5). Setelah running

dilakukan Pengukuran dan pencatatan kedalaman gerusan. (6). Air sisa/kotor dikeluarkan dari

saluran dan bak sirkulasi melalui pipa pembuang. (7). Langkah 1 sampai dengan langkah 6

diulangi dengan variasi kecepatan, susunan tirai, dan waktu.

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan tiga variasi waktu, tiga variasi kecepatan dan tiga model

susunan tirai. diperoleh hasil kedalaman gerusan maksimum pada debit (Q) = 0.0178 m

3

/dt

pada pengaliran 900 detik, Kondisi tanpa tirai yaitu -5.3 cm, kondisi tirai tipe I yaitu

-2.5 cm, kondisi tirai tipe II yaitu -0.9 cm, dan pada kondisi tirai tipe III agradasi

maksimum yaitu 2.4 cm. Tabel rekapitulasi kedalaman gerusan untuk berbagai simulasi

penelitian disajikan dalam bentuk tabel pada lampiran Tabel 1.

Kecepatan aliran (U) diukur dengan menggunakan Flow watch. Flow watch

memberikan data kecepatan secara otomatis terhadap aliran pada saluran untuk titik

pengamatan yang ditentukan. Kecepatan aliran diukur pada daerah awal, tengah dan akhir

saluran. Untuk penelitian ini kecepatan aliran yang diperoleh adalah V

1

= 0,4556 m/dtk, V

2

=

0,4778 m/dtk, V

3

= 0,5111 m/dtk yang merupakan rata-rata kecepatan aliran untuk setiap

simulasi yang dilakukan. Waktu pengaliran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 300

detik, 600 detik dan 900 detik.

(7)

Besarnya debit aliran yang terjadi dihitung dengan menggunakan persamaan hubungan

antara luas penampang basah saluran dengan kecepatan aliran. Variasi debit pada penelitian

ini adalah Q

1

= 0,0104 m

3

/dtk, Q

2

= 0,0134 m

3

/dt, Q

3

= 0,0178 m

3

/dtk. Jenis aliran pada

saluran penelitian ini diklasifikasikan sebagai aliran turbulen dengan nilai bilangan Reynolds

yaitu Re >1.000 dan sub kritis dengan nilai Fr < 1.

Hasil analisis proses perubahan kedalaman gerusan yang dilakukan di laboratorium

menunjukan bahwa besaran kedalaman gerusan bervariasi sesuai dengan kecepatan aliran,

waktu pengaliran, dan susunan tirai. Potongan memanjang Gerusan yang terjadi disajikan

pada lampiran Gambar 1.

Proses penggerusan di mulai dari sebelah hulu bangunan. Gerusan berawal di depan

tiang yang kemudian membelok kesamping tiang, penggerusan terus terjadi sepanjang sisi

tiang dan berhenti sampai jarak tertentu bagian hilir bangunan.

Koordinat kontur gerusan yaitu untuk kordinat Y searah dengan arah saluran atau

searah dengan arah aliran air, kordinat X melintang atau memotong saluran dan kordinat Z

tegak lurus arah aliran (vertikal). Kedalaman gerusan (arah Z) diukur dengan interval jarak

untuk arah X sebesar 2,5 cm dan untuk arah Y sebesar 2,5 cm. Hasil pembacaan point gauge

menghasilkan titik-titik kedalaman (arah Z) tiap koordinat arah X dan arah Y di permukaan

material dasar dengan pola gerusan yang berbeda untuk setiap variasi penelitian. Selanjutnya

data-data dan hasil pengukuran di olah untuk mendapatkan peta kontur dan kedalaman

gerusan di pilar dan tirai. Pola gerusan, Garis Kontur Gerusan dan Isometri disajikan pada

lampiran Gambar 2, 3, dan 4.

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa penggunaan tirai mempengaruhi terjadinya

gerusan di sekitar pilar. Susunan tirai, kecepatan aliran dan waktu pengaliran akan

berpengaruh terhadap terjadinya gerusan dan endapan. Seiring dengan peningkatan kecepatan

maka debit aliran yang ditimbulkan penggerusan semakin kecil dan cenderung terjadi

endapan dengan perubahan kedalaman aliran akan terjadi transport sedimen yang melayang

dan dasar saluran cendrung bergesar. Hal ini diakibatkan perubahan pola aliran disaluran

lurus.

Tingkat efektifitas reduksi gerusan dengan menggunakan tirai merupakan fungsi

banyaknya tiang, terdapat bagian yang menjulang atau menonjol, jarak spasi dari

masing-masing tiang kecil dan sudut yang dibuat oleh dua arah tiang-tiang. Rekomendasi ini

diberikan berdasarkan penelitian pamakaian tiang-tiang kecil yang dipasang didepan pilar

(8)

dalam berbagai bentuk dengan kondisi aliran clear-water. Proteksi tersebut mampu mereduksi

kedalaman gerusan sebesar 50% (Chabert dkk., 1956, dalam Breusers., 1991, dalam Supriyadi

dkk, 2007).

Pola aliran yang terjadi ditengah saluran yang terdapat penghalang berupa pilar maka

akan mengakibatkan terjadinya gerusan lokal (local scouring) dan penurunan elevasi dasar

(degradasi) di sekitar pilar jembatan tersebut. Gerusan lokal di sekitar pilar merupakan akibat

langsung dari interaksi antar pilar, aliran sungai, dan material sedimen dasar sungai.

Keberadaan pilar jembatan mengakibatkan terjadinya penumpukan tekanan (stagnation

pressure) di hulu pilar, akibatnya aliran dua dimensi menjadi 3 dimensi. Aliran tiga dimensi

(3D) tersebut sangat kompleks yang memiliki dua komponen khas yaitu aliran bawah

(downward flow) sepanjang sisi hulu pilar dan pusaran tapal kuda (horseshoe vortex) di

sekeliling pilar (Achmadi, 2005).

Perubahan debit aliran (Q), sangat berpengaruh terhadap kedalaman gerusan, semakin

besar debit yang digunakan, maka kedalaman gerusan yang terjadi juga akan semakin besar

pula. Pada penelitian kedalaman gerusan paling besar terjadi pada debit 0,118 cm

3

/dtk.

Kedalaman maksimum gerusan terjadi pada pilar dengan Q = 848 cm

3

/dtk (Hidayat, 2006).

Berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh (Ikhsan dkk.,2008) dengan meneliti tirai

dengan bentuk bulat sedangkan pada penelitian ini menggunakan tirai berbentuk V dengan

diberi lubang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak susunan tirai, maka

lebih efektif melindungi pilar dari gerusan.

Tirai (screen) mampu mereduksi kedalaman gerusan maksimum di sekitar pilar lebih

dari 40 %. Model plat dengan satu baris jari-jari, bentuk paling sederhana, pemakaian plat

datar kaku hanya mampu memberikan reduksi kedalaman gerusan maksimum. Pada

penilitian ini mampu mereduksi sebesar 41,16 %. Pemakaian plat datar kaku hanya mampu

memberikan reduksi kedalaman gerusan maksimum sebesar 20,39 % (Yulistyanto, 2007).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kedalaman gerusan maksimum dengan kecepatan (U) = 0.51 m/dtk pada waktu

pengaliran (t) = 900 dtk dengan debit (Q) = 0.0178 m

3

/dtk untuk kondidsi tanpa tirai , tirai

tipe I lapis dan tirai tipe II lapis terjadi pada titik pengamatan 1 diperoleh kedalaman

maksimum berturut-turut masing-masing -3.5 cm, -2.5 cm, dan -0.9 cm. Namun pada tirai tipe

III lapis terjadi agradasi dengan nilai 1.7 cm pada titik pengamatan 5. Pemasangan tirai

berpori pada hulu pilar dapat mereduksi gerusan disekitar pilar. Kedalaman gerusan terendah

terjadi pada tirai berpori tipe II lapis dan tertinggi tipe I lapis, sedangkan tirai berpori tipe III

(9)

lapis terjadi agradasi. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa semakin banyak susunan tirai

dihulu pilar mengakibatkan gerusan lokal disekitar tirai makin besar. Untuk penelitian

lanjutan disarankan meneliti pengaruh variasi pori pada tirai dan jarak tirai terjadap pilar dan

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang model peredam gerusan model lain.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Arsyad Thaha,

MT sebagai Ketua Komisi Penasihat dan Dr. Eng. Ir. H. Farouk Maricar, MT sebagai

Anggota Komisi Penasihat, yang telah meluangkan waktunya dalam memotivasi dan

membimbing penulis mulai persiapan penulisan, penelitian sampai dengan penyelesaian tesis

ini serta para Dosen Penguji atas saran dan masukannya sehingga penulisaan tesis ini selesai,

serta semua pihak yang namanya tidak tercantum telah membantu penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, (2005), Model Hidraulik Gerusan Pada Pilar Jembatan. Thesis, Universitas

Diponegoro, Semarang.

Hidayat (2006), Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi Gerusan Lokal. Jurnal

Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 9, No. 2, 2006: 124 – 132, Universitas Muhammadiyah,

Yogyakarta.

Ikhsan. C, (2008). Analisis Susunan Tirai Optimal Sebagai prpteksi Pada Pilar Jembatan Dari

Gerusan Lokal. Jurnal Media Teknik Sipil/ Juli 2008/85, Fakultas Teknik Sipil UNS

Ikhsan. J, (2006), Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi Gerusan Lokal. Jurnal

Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 9, No. 2, 2006: 124 – 132, Universitas Muhammadiyah,

Yogyakarta.

Legono , (2001), Hidraulika Bangunan Sungai , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Okky, M.W. (2007). Pengaruh Arah Aliran Terhadap Gerusan Lokal Disekitar Pilar

Jembatan. Tugas Akhir, Universitas Negeri Semarang.

Supriyadi, (2006). Pola Gerusan Disekitar Pilar Silinder (Kajian Pada Model Fisik Pada

Aliran Clear Water) Scour Hole Araund Cylindrical Pier (The Research of Physical

Model on Clear Water), Volume 2 Nomor 2 Agustus 2006, Fakultas Teknik

Universitas Mataram

Supriyadi, A., Kironoto, B. A. dan Yulistiyanto, B. (2007). Tingkat Efektifitas Penanganan

Gerusan Pada Pilar Silinder dengan Tirai dan Plat. Forum Teknik Sipil

No.XVII/1-Januari 2007, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

Yulistiyanto, (2007). Tingkat Efektifitas Penanganan Gerusan Pada Pilar Silinder dengan

Tirai dan Plat. Forum Teknik Sipil No.XVII/1-Januari 2007, Universitas Gadjah

Mada,Yogyakarta.

Yunar, (2006), Karakteristik Gerusan Pilar Segi Empat Ujung Bulat Pada Kondisi penurunan

Dasar Sungai Dengan Proteksi Tirai. Jurnal SMARTek, Vol. 4, No. 3, Agustus 2006:

146 - 155, Universitas Tadulako, Palu

(10)

Tabel 1. Rekapitulasi Kedalaman Gerusan

No

Kecepatan Waktu

Kedalama Gerusan (ds)

Tipe

(cm)

Model

(U)

(t)

Titik Pengamatan

m/dtk

dtk

1

2

3

4

5

6

7

8

1

tanpa

0.45

300

-1.4

-1.7

-1.6

-1.2

-0.9

-1.2

-1.8

-1.9

2

tirai

600

-1.8

-2.1

-2.4

-1.6

-1.3

-1.9

-1.7

-2.3

3

900

-2.2

-2.5

-2.4

-2.0

-1.7

-2.3

-2.5

-2.7

4

Tirai

300

0.4

-0.3

0.2

0.9

1.2

1.1

0.7

0.5

5

I lapis

600

-0.3

-0.3

-0.5

0.6

1.0

0.7

0.3

0.3

6

900

-1.1

-1.0

-0.8

-0.1

0.4

0.2

-0.3

-0.6

7

Tirai

300

1.8

1.1

1.6

1.7

1.9

1.8

1.7

0.8

8

II lapis

600

1.3

0.6

1.3

1.8

1.6

1.6

1.3

1.1

9

900

0.6

0.1

0.8

1.0

0.9

1.3

1.0

0.0

10

Tirai

300

2.5

2.4

2.3

2.8

3.0

2.8

2.5

2.5

11

III lapis

600

1.9

2.2

2.1

2.4

3.0

2.6

2.5

2.3

12

900

1.8

1.6

1.5

2.0

2.5

2.2

1.8

1.7

13

tanpa

0.48

300

-2.5

-2.4

-2.3

-1.9

-1.6

-1.9

-2.5

-2.6

14

tirai

600

-2.7

-2.8

-2.8

-2.3

-2.0

-2.6

-2.4

-3.0

15

900

-3.3

-3.2

-3.1

-2.7

-2.4

-3.0

-3.2

-3.4

16

Tirai

300

-0.5

-0.9

-0.6

0.4

0.7

0.3

-0.2

0.1

17

I lapis

600

-0.7

-1.4

-0.9

-0.1

0.1

-0.2

-0.4

-0.1

18

900

-1.5

-1.4

-1.4

-0.4

-0.4

-0.1

-1.1

-0.6

19

Tirai

300

0.4

0.9

1.4

1.5

1.3

1.5

1.2

0.9

20

II lapis

600

0.2

0.7

0.6

1.3

1.6

1.3

1.0

0.5

21

900

-0.2

0.3

0.5

0.8

0.8

0.5

0.5

0.2

22

Tirai

300

2.3

2.0

2.3

2.5

2.8

2.4

2.6

2.3

23

III lapis

600

2.1

1.9

1.8

2.4

2.6

2.3

2.5

2.0

24

900

1.5

1.2

1.1

1.5

2.1

1.6

1.4

1.3

25

tanpa

0.51

300

-4.5

-4.2

-3.5

-3.2

-3.5

-3.5

-4.0

-3.5

26

tirai

600

-4.9

-5.0

-3.9

-3.6

-3.9

-3.6

-4.4

-4.3

27

900

-5.3

-4.5

-4.3

-4.0

-4.3

-4.7

-4.8

-4.7

28

Tirai

300

-1.0

-1.3

-1.7

-0.3

0.2

-0.8

-1.0

-0.5

29

I lapis

600

-1.5

-2.3

-1.8

-0.9

-0.3

-1.3

-1.3

-1.0

30

900

-2.5

-2.2

-2.0

-1.3

-1.3

-1.8

-2.1

-1.4

31

Tirai

300

-0.3

0.2

0.7

0.8

0.6

0.8

0.5

0.2

32

II lapis

600

-0.5

0.0

-0.1

0.6

0.9

0.6

0.3

-0.2

33

900

-0.9

-0.4

-0.2

0.1

0.1

-0.2

-0.2

-0.7

34

Tirai

300

2.0

1.6

1.5

2.1

2.4

2.0

2.2

1.9

34

III lapis

600

1.6

1.2

1.6

1.7

1.9

1.6

1.8

1.3

36

900

1.1

0.8

1.0

1.3

1.7

1.2

1.0

1.0

(11)

Gambar 1. Potongan memanjang Perubahan dasar saluran pada semua model

pada t = 900 dtk pada Q = 0,0178 m

3

/dtk

Gambar 2. Pola gerusan dengan tirai I lapis pada t = 900 dtk pada Q = 0,0178

m

3

/dtk

(12)

Gambar 3. Pola gerusan dengan tirai II lapis pada t = 900 dtk pada Q = 0,0178

m

3

/dt

Gambar 4. Pola gerusan dengan tirai III lapis pada t = 900 dtk pada Q = 0,0178

m

3

/dt

Gambar

Tabel 1.  Rekapitulasi Kedalaman Gerusan  No     Kecepatan   Waktu  Kedalama Gerusan (ds) Tipe (cm) Model
Gambar 2. Pola gerusan dengan tirai I lapis pada  t = 900 dtk pada Q = 0,0178  m 3 /dtk
Gambar 3. Pola gerusan dengan tirai II lapis pada t = 900 dtk pada Q = 0,0178  m 3 /dt

Referensi

Dokumen terkait

seperti yang dikutip oleh Taylor (1991) menemukan kemungkinan variasi dari kedua strategi coping tersebut, sehingga memunculkan adanya delapan strategi coping,

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan latar belakang masalah tersebut, yang menggambarkan bahwa pengeluaran orang tua untuk biaya sekolah anaknya masih terbilang

Kemudian, Pondok Pesantren Amanatul Ummah merupakan pondok pesantren yang dengan tekun dan konsisten mengajarkan kitab Ta’lim al – Muta’allim kepada murid – muridnya untuk

Penelitian ini menjelaskan tentang implementasi penilaian berbasis Kurikulum 2013 yang meliputi aspek sikap, kognitif, dan psikomotorik pada rumpun Pendidikan Agama Islam,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa total coliform pada air yang tidak diberi serbuk kaktus centong nilainya 5,14 dan untuk air yang diberi serbuk kaktus centong sebanyak

(1) Seksi perlindungan tanaman pangan mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan perlindungan tanaman pangan, meliputi penyusunan program kerja, bahan petunjuk teknis,

Phenotyping of peripheral blood mononuclear cells during acute dengue illness demonstrates infection and increased activation of monocytes in severe cases compared to classic

Maka sukalah saya menyarankan kepimpinan BKSU untuk turut memberi komitmen berterusan terhadap inisiatif sokongan seperti acara pada petang ini yang menyumbang