• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Body Dissatisfaction 1. Pengertian Body Dissatisfaction

Body image pada awalnya diteliti oleh Paul Schilder (1950) yang menggabungkan teori psikologi dan sosiologi. Schilder (Grogan, 2008) berpendapat bahwa body image adalah gambaran tubuh individu yang terbentuk dari pikiran sendiri, sehingga tubuh menunjukkan pada individu seperti apa dirinya. Berdasarkan definisi tersebut, kemudian para ahli melakukan penelitian terkait body image untuk menghasilkan suatu konsep yang jelas yang dikaitkan dengan konsep psikologi seperti persepsi dan perilaku terhadap tubuh. Para ahli yang melakukan penelitian body image kemudian menemukan dimensi lain dari body image, salah satunya adalah body dissatisfaction. seperti yang dikonseptualisasikan oleh Muth dan Cash (Aliyev & Turkmen, 2014) bahwa di dalam citra tubuh terdapat dua cara evaluasi diri (self-evaluated) yaitu kepuasan dan ketidakpuasan dengan atribut fisik dan pengalaman emosi.

Terdapat beberapa ahli yang menggagas pengertian body dissatisfaction yang memiliki beberapa kesamaan. Beberapa diantaranya dikemukakan oleh Grogan (2008) yang menjelaskan ketidakpuasan tubuh (negative body image) terjadi ketika seseorang memiliki pandangan dan perasaan negatif terhadap tubuh. Pengertian yang sama juga diungkapkan oleh Thompson,

(2)

Heinberg, Altabe, & Tantleff-Dunn (Cheng, 2006) bahwa body dissatisfaction secara umum digunakan untuk merujuk pada ketidakbahagian subjektif dengan penampilan tubuh yang dimiliki.

Cooper, Taylor, Cooper, dan Fairburn (Pietro & Silveira, 2008) menjelaskan bahwa body dissatisfaction dapat dinilai ketika individu membandingkan persepsi citra tubuh dengan orang lain, orientasi berlebihan terhadap citra tubuh, persepsi diri sendiri terhadap tubuh dan adanya perubahan yang drastis terhadap tubuh. Garner dan Garfinkel (1981) mengungkapkan bahwa body dissatisfaction sering disebut body image dissatisfaction yang juga sering digunakan dalam penelitian body image, karena mencakup intisari penilaian subjektif dari penampilan fisik seseorang. Ditambahkan pula, Maxwell dan Cole (2012) mengemukakan bahwa body dissatisfaction dapat didefinisikan sebagai ketidakkonsistenan antara bagaimana penerimaan individu terhadap tubuh dengan bagaimana keinginan untuk terlihat seperti tubuh ideal. Secara psikologis, body dissatisfaction menonjolkan ketidaksesuaian antara tubuh yang dirasakan individu dengan tubuh ideal (Halliwell & Dittmar, 2006).

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa body dissatisfaction terjadi ketika individu membandingkan persepsi citra tubuh dengan orang lain, adanya orientasi berlebihan terhadap citra tubuh, persepsi diri sendiri terhadap tubuh dan perubahan yang drastis terhadap tubuh

(3)

2. Aspek-aspek Body dissatisfaction

Cooper dkk (Pietro & Silveira, 2008) menjelaskan bahwa ketidakpuasan tubuh (body dissatisfaction) dapat dinilai dari beberapa aspek yaitu :

a. Persepsi diri sendiri terhadap bentuk tubuh ( Self perception of body shape) b. Membandingkan persepsi mengenai citra tubuh dengan orang lain

(Comparative perception of body image)

c. Sikap yang fokus terhadap citra tubuh (Attitude concerning body image alteration)

d. Perubahan yang drastis terhadap persepsi mengenai tubuh (Severe alteration in body perception)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Body Dissatisfaction

Menurut Wertheim dan Paxton (Cash & Smolak, 2011) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan body dissatisfaction pada remaja perempuan, yaitu :

a. Faktor biologis dan fisik (Biological and physical factors)

Karakteristik biologis dan fisik merupakan elemen dasar dari body dissatisfaction. Karakteristik biologis dan gangguan neurobiologis dapat menghasilkan pengalaman langsung disorientasi tubuh, distorsi persepsi tubuh atau ketidaknyaman tubuh, seperti ketika individu mengalami perubahan ukuran tubuh dengan cepat atau gangguan fisik. Meskipun begitu, kebanyakan ketidakpuasan tubuh berkembang dari pikiran

(4)

individu ketika karakteristik tubuh tidak sesuai dengan standar masyarakat.

b. Tantangan Perkembangan Pubertas (Developmental challenges of puberty) Selama pubertas, remaja perempuan mengalami kematangan secara fisik sehingga remaja harus menyesuaikan diri dengan perubahan tubuh.

Masa pubertas dapat menjadi kekhawatiran remaja perempuan yang matang dengan rentang waktu berbeda dengan teman sebayanya. Remaja yang lebih awal atau terlambat pubertas, selalu membandingkan diri dengan oranglain dan khawatir adanya ketidakcocokkan dengan perubahan yang dialami oleh teman sebaya. Beberapa penelitian yang dilakukan, menemukan remaja yang menstruasi lebih awal dibandingkan dengan teman sebaya mengalami ketidakpuasan tubuh karena perubahan ukuran tubuh.

c. Pengaruh sosial dan sosiokultural (Sociocultural and social influence) Peran sosial atau pengaruh sosiokultural menentukan standar kecantikan pada masyarakat. Budaya yang memiliki standar kecantikan dan menganggap pentingnya bentuk tubuh juga dianggap sebagai faktor ketidakpuasan tubuh. Norma sosial yang luas dikomunikasikan melalui media yang dapat dilihat dalam bentuk seperti TV, radio, majalah, film dan internet. Pengaruh sosial yang berasal dari orangtua, teman, saudara, tetangga, sekolah, dan tenaga medis, termasuk bentuk boneka menjadi promotor perilaku tidak sehat dan tidak realistisnya akan tubuh ideal.

(5)

Pengaruh sosiokultural seperti media, orangtua, dan teman sebaya menjadi faktor ketidakpuasan tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh Thompson dan Heinberg (1999) menemukan adanya peran media dalam terbentuknya gangguan citra tubuh dan makan. Penelitian Hardit dan Hannum (Curtis & Loomans, 2014) menemukan adanya komunikasi negatif mengenai citra tubuh dari anggota keluarga, termasuk komentar kritis, ejekan, dan dorongan untuk diet memiliki hubungan dengan perkembangan ketidakpuasan tubuh. Selain itu, Hardit dan Hannum (Curtis & Loomans, 2014) mengungkapkan bahwa perempuan muda akan sering membandingkan dirinya dengan teman sebaya, dan menempatkan diri pada risiko yang lebih besar dari ketidakpuasan tubuh dan gangguan makan dibandingkan dengan perempuan muda yang tidak melakukan perbandingan sosial (social comparison).

B. Social Comparison 1. Pengertian Social Comparison

Teori social comparison dicetuskan oleh Festinger (1954) bahwa manusia memiliki kecenderungan bawaan memperoleh informasi yang berhubungan dengan dirinya melalui proses perbandingan sosial dan adanya dorongan untuk mengevaluasi dimensi seperti kemampuan, perilaku, dan status. Festinger (1954) juga menjelaskan bahwa teori social comparison dibedakan menjadi dua tipe yakni upward comparison dan downward

(6)

comparison. Upward social comparison terjadi ketika individu mengevaluasi diri dengan seseorang yang dianggap lebih baik dan menarik. Downward social comparison terjadi ketika individu membandingkan diri dengan orang lain yang lebih buruk darinya. Secara khusus, kedua tipe perbandingan sosial memiliki dampak yang berbeda dalam memengaruhi individu dan harga diri.

Upward comparison menyebabkan konsekuensi negatif seperti penurunan harga diri. Downward comparison cenderung mengakibatkan konsekuensi positif seperti peningkatan harga diri. Dengan adanya teori social comparison, kemudian peneliti terdahulu melakukan penelitian untuk memperluas teori perbandingan sosial melalui atribut personal termasuk penampilan fisik (Schaefer & Thompson, 2014)

Menurut Wood (Jones, 2001) social comparison merujuk pada pertimbangan kognitif bahwa individu membandingkan atribut dirinya dengan oranglain. Perbandingan merupakan evaluasi diri yang penting dan tidak bergantung pada kondisi objektif dibandingkan bagaimana menilai diri dengan oranglain pada atribut tertentu. Dalam model Tripartite, Thompson dkk (Schaefer & Thompson, 2014) menjelaskan appearance-based social comparison merujuk pada kecenderungan membandingkan penampilan diri dengan orang lain, seperti membandingkan seseorang yang lebih menarik dan kurus. Menurut Dunn dan Gokee (Cash & Pruzinsky, 1999) terdapat tiga proses interpersonal yang berperan penting dalam perkembangan body image yakni reflected appraisal, feedback on physical appreance, dan social

(7)

comparison yang didefinisikan sebagai kecenderungan untuk membandingkan penampilan fisik dengan orang lain.

Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Thompson, Heinberg, Altabe, & Tantleff-Dunn (1999) social comparison merupakan kecenderungan seseorang dalam membandingan penampilan dirinya dengan orang lain.

2. Aspek-aspek Social Comparison

Dalam penelitian ini, social comparison dinilai dengan menggunakan aspek penampilan fisik. Schaefer dan Thompson (2014) mengungkapkan lima aspek penampilan fisik yang digunakan dalam social comparison, antara lain :

a. Physical appearance (penampilan fisik)

Merujuk pada mambandingkan penampilan fisik dengan orang lain b. Weight (berat tubuh)

Individu membandingkan berat atau bobot tubuh yang dimiliki dengan orang lain

c. Body shape (bentuk tubuh)

Kecenderungan individu membandingkan bentuk tubuh dengan bentuk tubuh yang dimiliki dengan bentuk tubuh orang lain

d. Body size (ukuran tubuh)

Merujuk pada membandingkan atribut fisik yang dimiliki dengan atribut fisik orang lain. Laki-laki cenderung membandingkan atribut fisik

(8)

seperti tinggi badan atau otot-otot. Perempuan cenderung membandingkan ukuran tubuh seperti lingkar pinggul, lingkar dada

e. Body fat (lemak tubuh)

Kecenderungan individu untuk membandingkan area tubuh yang memiliki lemak dengan area tubuh orang lain.

C. Hubungan antara Social Comparison dan Body Dissatisfaction pada Remaja Perempuan

Ketidakpuasan tubuh (body dissatisfaction) merujuk pada diskrepansi antara penampilan fisik yang dimiliki individu dengan tubuh ideal. Individu yang berorientasi pada penampilan fisik akan mengembangkan perilaku gangguan makan akibat ketidakpuasan bentuk tubuh. Hall (2009) mendefinisikan body dissatisfaction sebagai evaluasi negatif individu pada satu figur atau bagian tubuh yang dimiliki.

Body dissatisfaction pada remaja perempuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah social comparison. Hardit dan Hannum (Curtis & Loomans, 2014) menjelaskan bahwa perempuan muda akan sering membandingkan dirinya dengan teman sebaya, dan menempatkan diri pada risiko yang lebih besar dari ketidakpuasan tubuh dan gangguan makan dibandingkan dengan perempuan muda yang tidak melakukan perbandingan sosial (social comparison).

(9)

Secara teoritis, Thompson dkk (Preedy, Watson, & Martin, 2011) menjelaskan bahwa individu menginternalisasi bentuk tubuh ideal sebagai hasil dari perbandingan yang diperoleh dari pengaruh sosiokultural (orangtua, teman sebaya, media) yang kemudian berimplikasi pada ketidakpuasan tubuh (body dissatisfaction). Schaefer dan Thompson (2014) mengungkapkan adanya perbandingan penampilan berkorelasi pada body dissatsifaction dan gangguan makan pada wanita. Dapat dikatakan, remaja perempuan yang lebih sering melakukan perbandingan dengan atribut fisik akan mengalami ketidakpuasan tubuh (body dissatisfaction).

Dalam melakukan perbandingan atribut fisik, Schaefer dan Thompson (2014) mengungkap lima aspek penampilan diantaranya penampilan fisik (physical appearance) merujuk pada membandingkan penampilan fisik dengan orang lain. Remaja perempuan yang memiliki perbandingan sosial yang tinggi, dapat dilihat dari seberapa sering melakukan perbandingan penampilan fisik secara keseluruhan seperti tinggi badan, berat badan, bentuk wajah, bentuk hidung, warna kulit ketika bertemu orang lain dalam berbagai konteks atau situasi yang terjadi di sekelilingnya. Semakin tidak ideal penampilan fisik yang dimiliki, maka semakin besar kecenderungan remaja perempuan mengalami body dissatisfaction.

Selanjutnya, aspek berat badan (weight) merujuk pada membandingkan berat badan dengan orang lain. Remaja perempuan yang memiliki perbandingan sosial yang tinggi, dapat dilihat dari seberapa sering

(10)

membandingkan berat badannya dari hasil timbangan badan dengan teman sebaya atau orang lain yang dianggap menarik. Remaja perempuan yang melakukan perbandingan berat badan akan mengalami body dissatisfaction, apabila selama proses membandingkan terjadi distraksi antara berat badan yang dimiliki dengan berat badan ideal. Hal ini diperkuat oleh Heatherthon dan Hebl (1998) menjelaskan bahwa remaja yang kelebihan berat badan baik secara objektif dan subjektif, cenderung memiliki citra tubuh yang negatif. Jones (2001) juga menemukan bahwa perbandingan berat badan menjadi salah satu faktor utama body dissatisfaction pada remaja perempuan.

Aspek bentuk tubuh (body shape) merujuk pada perbandingan bentuk tubuh yang dimiliki dengan orang lain. Remaja perempuan yang memiliki perbandingan sosial yang tinggi, dapat dilihat dari seberapa sering membandingkan bentuk tubuhnya seperti bentuk wajah, bentuk hidung, bibir, jenjang kaki. Semakin sering remaja perempuan melakukan perbandingan bentuk tubuh, maka semakin besar kecenderungan dalam mengembangkan body dissatisfaction. Conti, Frutuoso, dan Gambardella (Kaneshima & Souza-Kaneshima, 2011) menjelaskan bahwa perempuan yang terlalu merendahkan bentuk tubuhnya, dapat menyebabkan perubahan citra tubuh dan ketidakpuasan tubuh.

Aspek perbandingan ukuran tubuh (body size) merujuk pada membandingkan ukuran tubuh yang dimiliki dengan orang lain. Remaja

(11)

perempuan yang memiliki perbandingan sosial yang tinggi, dapat dilihat dari seberapa sering membandingkan ukuran tubuhnya seperti ukuran dada, lingkar pinggul, tinggi badan dengan perempuan lain yang dianggap menarik. Semakin tidak ideal ukuran tubuh yang dimiliki, maka semakin besar kecenderungan remaja perempuan mengalami body dissatisfaction.

Aspek lemak tubuh (body fat) merujuk pada membandingkan area tubuh yang memiliki lemak. Remaja perempuan yang memiliki perbandingan sosial yang tinggi, dapat dilihat dari seberapa sering membandingkan area tubuh yang memiliki lemak dengan perempuan lain. Remaja perempuan yang terlalu fokus pada area tubuh yang memiliki kelebihan atau kekurangan lemak tubuh, cenderung memiliki citra tubuh negatif (body dissatisfaction).

McCabe dan Ricciardelli (2004) menjelaskan bahwa remaja perempuan yang telah pubertas, cenderung tidak puas dengan perubahan terkait peningkatan lemak tubuh.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian adalah ada hubungan positif antara social comparison dan body dissatisfaction pada remaja perempuan. Semakin tinggi social comparison maka semakin tinggi body dissatisfation pada remaja perempuan. Sebaliknya, semakin rendah social comparison maka semakin rendah body dissatisfaction pada remaja perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Seringnya para remaja mengunjungi dan bermain di arena hiburan Timezone menjadi bagian dari lifestyle (gaya hidup) para remaja di Surakarta. Gaya hidup adalah istilah

Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam menjelaskan perilaku pemilih, (1) Pendekatan Sosiologis (tradisional), melihat bahwa perilaku pemilih dipengaruhi oleh

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Penelitian dengan meggunakan metode-metode dalam pendekatan kuantitatif yang selanjutnya disebut penelitian kuantitatif, adalah suatu bentuk penelitian ilmiah yang

seluruh penduduk Madinah. Bila terjadi perselisihan di antara kaum Muslimin dan kaum Y ahudi, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada keadilan Nabi Muhammad SAW. sebagai

Metode yang digunakan pada HC dilakukan dengan cara menghitung total potensi produktivitas manusia yang hilang akibat kecelakaan fatal lalulintas di jalan, sedangkan metode

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 91 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas Kota Surabaya (Berita Daerah Kota Surabaya Tahun 2008 Nomor 91),