Peningkatan Kinerja Sistem LMDS Dengan Adaptive Coded Modulation Menggunakan Relay Amplify And Forward
Di Bawah Pengaruh Redaman Hujan Tropis Ahmad Ubaidillah – 2206 100 167
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Email : [email protected]
Abstrak
Sistem LMDS (Local Multipoint Distribution Service) merupakan sistem komunikasi wireless yang dapat menyediakan layanan broadband dengan frekuensi operasi antara 28 – 31 GHz dengan teknik line of sight. Pemanfaatan lebar pita frekuensi yang sedikitnya sebesar 1 GHz membuat sistem LMDS mampu membawa informasi suara, video dan data berkecepatan tinggi dalam kapasitas yang besar. Akan tetapi, propagasi sinyal pada frekuensi tinggi banyak mengalami redaman, terutama redaman hujan. Selain itu adanya interferensi dari sel base station lain juga ikut mempengaruhi kinerja sistem LMDS.
Untuk mengurangi pengaruh redaman hujan dan interferensi, pada penelitian ini dilakukan beberapa metode untuk meningkatkan kinerja sistem LMDS antara lain dengan teknik Adaptive Coded Modulation (ACM) yang dikombinasikan dengan Relay Amplify and Forward (A&F). Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan teknik ACM pada sistem LMDS baik pada pengamatan Bit Error Rate (BER) maksimal 10-6 maupun 10-11 diperoleh nilai link availability sistem mencapai 99,99% untuk panjang link 2 km. Bahkan hasil analisa sistem ACM dengan Relay A&F diperoleh nilai link availability sistem mencapai 99,99% pada panjang link 4 km baik untuk sistem adaptif maupun sistem non-adaptif. Secara keseluruhan penggunaan teknik ACM yang dikombinasikan dengan Relay A&F menunjukkan peningkatan unjuk kerja Bit Error Rate (BER) dan efisiensi bandwidth sistem LMDS.
Kata Kunci : Sistem LMDS, Adaptive Coded Modulation, Relay Amplify and Forward, Redaman Hujan.
I. PENDAHULUAN
Dalam era informasi seperti sekarang ini, kebutuhan pelanggan akan layanan komunikasi semakin meningkat, terutama pada komunikasi data untuk berbagai aplikasi internet. Hal ini juga didukung oleh peningkatan jumlah pelanggan terhadap layanan tersebut cukup menjanjikan.
Akan tetapi peningkatan jumlah pelanggan tidak diiringi dengan peningkatan kapasitas kanal komunikasi. Hal ini dikarenakan semakin sempitnya spektrum frekuensi pada daerah 2 GHz untuk menyediakan alokasi lebar pita yang sesuai dengan layanan tersebut.
Sistem LMDS (Local Multipoint Distribution Service) merupakan sistem komunikasi wireless yang dapat menyediakan layanan broadband dengan frekuensi operasi antara 28–31 GHz dengan teknik line of sight, baik secara point to point maupun point to multipoint [1]. Pemanfaatan lebar pita frekuensi yang sedikitnya sebesar 1 GHz membuat sistem LMDS mampu membawa informasi suara, video dan data berkecepatan tinggi dalam kapasitas yang besar.
Meskipun demikian, sistem komunikasi pada frekuensi tinggi sangat peka terhadap fade (pelemahan) yang disebabkan oleh hujan. Sehingga dapat memberikan efek signifikan terhadap keandalan sistem komunikasi karena Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi. Selain itu adanya interferensi dari sel base station lain juga ikut mempengaruhi kinerja sistem LMDS.
Pada penelitian sebelumnya telah diterapkan teknik transmisi adaptif untuk mengatasi fading hujan dengan variasi laju data dan variasi daya M-QAM untuk mendapatkan efisiensi spektrum serta unjuk kerja yang optimum [2]. Selain itu, pada penelitian yang lain juga menjelaskan bahwa penggunaan Relay A&F dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja suatu link komunikasi pada kanal Rayleigh [3]. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tersebut, maka penelitian ini menganalisa kinerja dari sistem komunikasi dengan teknik transmisi adaptif yang mengkombinasikan modulasi M-QAM dengan pengkodean rangkap, serta penggunaan Relay A&F dalam meningkatkan kinerja sistem LMDS.
II. METODOLOGI A. Model Sistem
Adapun model sistem yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Adaptive Coded Modulation yang mengkombinasikan modulasi M-QAM adaptif dan koding rangkap seperti yang disajikan pada gambar 1. Bit informasi terlebih dahulu diproses dengan suatu encoder terdiri dari dua tahap, dimulai dengan proses coding Reed-Solomon sebagai outer code dan Convolutional Code segagai inner code kemudian dilakukan proses modulasi M-QAM. Tahap selanjutnya adalah mengirimkan sinyal informasi melalui kanal yang tidak stabil yang disebabkan oleh inteferensi dari sel Base Station (BS) lain, noise AWGN n[k] dan redaman hujan A[k] sepanjang lintasan.
Setelah melewati kanal yang dipengaruhi oleh inteferensi dari sel BS lain, noise AWGN n[k] dan redaman hujan A[k], sinyal informasi kemudian dikirimkan ke receiver Relay A&F. Selanjutnya, Relay A&F akan memperkuat dan memancarkan (amplify and forward) sinyal ke Terminal Station (TS). Sinyal yang diterima (SINRk) pada TS akan didemodulasikan dan dikodekan kembali yang selanjutnya akan diproses sebagai dasar estimasi kanal. Estimasi kanal disini bersifat ideal dan delay feedback sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Selanjutnya SINRkhasil estimasi kanal akan dikirimkan kembali ke pemancar sebagai referensi untuk penentuan level modulasi dan pengkodean rangkap yang digunakan pada proses transmisi selanjutnya.
] [k A SNR SNRk cs
SIRtot
SNR SINR 1 1
1
1
0 n
j
j b
j m
m
aR L
A
B. Pengukuran Curah Hujan dan Estimasi Redaman Hujan Untuk memperoleh nilai redaman hujan dari intensitas curah hujan hasil pengukuran, digunakan metode pendekatan Synthetic Storm Technique (SST). Redaman hujan yang diperoleh menggunakan model SST selain membutuhkan data intensitas curah hujan, juga memerlukan data arah dan kecepatan angin yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Juanda Surabaya.
Metode SST mendeskripsikan suatu intensitas curah hujan sebagai fungsi dari panjang lintasan/link (km) [4].
Dimana hujan tersebut bergerak sepanjang lintasan karena adanya pergerakan angin dengan kecepatan tertentu.
Berdasarkan besarnya kecepatan dan arah angin maka diperoleh kecepatan angin dalam lintasan (vr). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur intensitas curah hujan (R) yaitu disdrometer optik dengan waktu sampling (T) 10 detik sepanjang lintasan dengan jarak tertentu. Pembagi lintasan (ΔL) dapat diperoleh dengan rumusan sebagai berikut:
(km) (1) Total redaman A (dB) hujan dapat dihitung dengan rumus berikut:
(2)
dimana ; koefisien a dan b bergantung dari frekuensi gelombang radio, polarisasi gelombang radio, dan canting angle (sudut jatuh) dari hujan. Koefisien tersebut berdasarkan pada ITU-R P.838-3 tahun 2005. Dalam penelitian ini frekuensi yang digunakan sebesar 30 GHz dengan polarisasi vertikal sehingga koefisien yang digunakan yaitu a = 0.2291 dan b = 0.9129 [5].
C. Konfigurasi Sistem LMDS
Penelitian ini menggunakkan konfigurasi sistem multilink sesuai dengan skenario sistem LMDS ditunjukkan pada gambar 2. Dimana Terminal Station (TS) berada pada posisi kiri bawah pada sektor suatu sel yang menerima sinyal dari BS (ditunjukkan dengan panah berwarna putih) dan mendapat interferensi dari BS1, BS2 dan BS3 (ditunjukkan dengan anak panah berwarna hitam). Berdasarkan gambar tersebut maka analisa pada penelitian ini menitikberatkan pada perbedaan waktu terjadinya redaman hujan antara link satu dengan yang lain. Dimana perbedaan tersebut bergantung
Gambar 2. Skenario sistem LMDS [6]
pada arah angin datangnya hujan dan panjang masing-masing lintasan. Dengan metode SST seperti yang telah dijelaskan di atas, maka akan diperolah redaman hujan (A[k]) sepanjang lintasan untuk link BS, link BS1, link BS2 dan link BS3.
D. Perhitungan Signal-to-Noise Ratio (SNRk) dan Signal-to- Interference Noise Ratio (SINRk) Sistem
Proses perhitungan link budget pada kondisi tanpa hujan (clear-sky) pada tugas akhir ini menggunakan hasil penelitian Chu Y.C. seperti yang terdapat pada Tabel 1. Berdasarkan data parameter sistem LMDS yang diproduksi oleh New Bridge Corporation Canada tersebut, selanjutnya didapatkan nilai S/N yang berupa S/N clear sky (S/N)CS tiap-tiap link yang diperoleh dari hasil perhitungan link budget. Adapun nilai SNRk tiap link diperoleh dengan mengurangkan (S/N)CS
dengan redaman hujan A[k] seperti yang ditunjukkan pada persamaan berikut :
(3) Sedangkan nilai SINRk sistem diperoleh dengan persamaan :
(4)
dimana SIR (Signal-to-Interference Ratio) merupakan perbandingan antara daya sinyal yang diterima dari base stasiun utama dengan daya penginterferen-nya (daya yang diterima dari BS1, BS2 dan BS3).
T v L r
L L n /
Gambar 1. Model Sistem ACM dengan Relay A&F
N A G G G P dBW
P2( ) 1 t r
2
1 SNR
SNR SNRtot
M m j
Pecc j Pecc j m m
t j m j PB
log2 1 2 1 1
1 2 2 1 1 2
1
RSi RS cc cc i i N
i n
k n M k P B M
R i
i
i.
).
( ) ( log
0
2
B R E. Kinerja Relay Amplify and Forward (A&F)
Relay Amplify and Forward (A&F) merupakan perangkat yang dapat menguatkan dan memancarkan (amplify and forward) sinyal informasi dari Base Station (BS) ke Terminal Station (TS). Sinyal yang dipancarkan oleh BS akan diterima oleh Relay A&F selanjutnya akan dilakukan penguatan (amplify) dengan amplifying gain G (dB) dan dipancarkan lagi ke TS. Daya sinyal yang dipancarkan oleh Relay A&F diperoleh dengan rumus [8]:
(5) Sehingga SNRtot di penerima (TS) adalah total SNR sepanjang link BS-Relay (SNR1) ditambah dengan SNR sepanjang link Relay-TS (SNR2). Secara matermatis dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
(6) F. Skenario Pengkodean Rangkap dan Modulasi Adaptif
Untuk mendapatkan kinerja dari sistem transmisi adaptif, maka terlebih dahulu menentukan pasangan orde modulasi dan pengkodean rangkap adaptif. Dasar penentuan pasangan antara orde modulasi dan pengkodean rangkap adaptif adalah menjaga tetap adanya transmisi meskipun kondisi kanal sangat buruk dan ketika kondisi cerah, maka akan dikirim dengan orde modulasi dan laju pengkodean yang lebih tinggi.
Adapun pasangan orde modulasi dan pengkodean rangkap adaptif yang digunakan adalah 4-QAM + CC(1/3) + RS(63,31); 16-QAM + CC(1/2) + RS(63,51) dan 64-QAM + CC(2/3) + RS(63,59). Perhitungan teoritis dari BER untuk masing-masing skema modulasi dilakukan menggunakan persamaan berikut [9].
(7) dimana m, M dan Pecc secara berturut-turut adalah banyaknya bit dalam satu simbol, orde modulasi dan probabilitas simbol salah setelah koding konvolusional.
Tabel 2. Skenario ACM BER maksimal 10-6 Jenis Modulasi Interval SINR
No Transmisi SNR< 1.179 4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 1.179< SNR<11.45 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 11.45< SNR <21.623 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) SNR >21.623 Tabel 3. Skenario ACM BER maksimal 10-11
Jenis Modulasi Interval SINR
No Transmisi SNR< 1.796
4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 1.796<SNR<12.623 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 12.623<SNR<23.538 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) SNR>23.538
Dari perhitungan teoritis BER dengan persamaan (7) akan didapatkan rentang nilai SINR untuk penggunaan level modulasi dan pengkodean rangkap. Adapun threshold skema modulasi untuk BER 10-6 dan 10-11 seperti ditunjukkan pada tabel 2 dan tabel 3.
G. Efisiensi Bandwidth
Efisiensi bandwidth berkaitan erat dengan kecepatan mengirim informasi dari pemancar menuju penerima. Besar maupun kecilnya efisiensi bandwidth bergantung pada level modulasi yang digunakan. Semakin tinggi level modulasi yang digunakan maka semakin besar pula bandwidth kanal.
Jika semakin besar nilai efisiensi bandwidth maka semakin baik kanal pengiriman informasi. Adapun rumus untuk menghitung efisiensi bandwidth [2]:
(8) dimana , N, Mi , P(Mi)secara berturut-turut adalah efisiensi bandwidth (bps/Hz), jumlah data, level modulasi dan probabilitas kemungkinan masing-masing modulasi.
Sedangkan kcc, ncc, kRS dan nRS merupakan rate pengkodean untuk Convolutional Code dan Reed-Solomon Code.
Parameter Units Formula Value
Transmit Power into
Antenna dBW Ptx : transmit power per carrier 0
Transmit Antenna Gain dBi Gt : Gant 20.15
Frequency GHz f : Transmit frequency 30
Path Length Km d : Hub to Subscriber Station Range 1
Field Margin dB Lfm : Antenna Misalignment -1
Free Space Loss dB FSL = -92.45-20*log(f)-20*log(d) -137.06
Total Path Loss dB Ltot = FSL + Lfm -138.06
Receiver Antenna Gain dBi Gr = Gant 34.96
Effective Bandwidth MHz BRF = Receiver Noise Bandwidth 40
Receiver Noise Figure dB NF : Effective Noise Figure 5
Thermal Noise dBw/MHz 10*log(k*To*B) -143.86
Sistems Loss dB Lsys = Gt+Ltot+Gr -82.95
Received Signal Level dBW RSL = Ptx+Lsys -82.95
Thermal Noise Power
Spectral Density dBW/MHz No = 10*log(k*To*B)+NF -140.51
C/N Clear Sky dB C/N = RSL-No-10*log(BRF)
54.807
Tabel 1. Parameter Sistem LMDS Jarak 1 km (k=1,38.10-23 dan T0=298 K)
-1000 -800 -600 -400 -200 0 10-4
10-3 10-2 10-1 100 101
SNRk (dB)
Prob.[SNRk > absis]%
link BS link BS1 link BS2 link BS3
-150 -100 -50 0 50
10-4 10-3 10-2 10-1 100
SNRk & SINRk (dB)
Prob.[SINRk & SNRk > absis(%)]
SNRk (tanpa interferensi) SINRk (dengan interferensi)
0 50 100 150 200 250 300
10-4 10-3 10-2 10-1 100 101
Redaman (dB)
Prob.[Redaman > absis]%
link BS link BS1 link BS2 link BS3
0 50 100 150 200 250 300 350 400
10-4 10-3 10-2 10-1 100 101
Curah Hujan (mm/jam)
Prob.[Curah Hujan > absis]%
pengukuran
Gambar 4. Kurva CCDF Curah Hujan di Surabaya
Gambar 5. Redaman Hujan Multilink dengan Link utama 4 km
III. ANALISA HASIL PENGUKURAN DAN SIMULASI
A. Curah dan Redaman Hujan di Surabaya
Pengukuran curah hujan dilakukan di lingkungan kampus ITS Surabaya pada periode Januari-Maret 2007 dan periode Nopember 2007- Februari 2008. Dari hasil pengukuran diperoleh data curah hujan yang akan digunakan untuk menghitung nilai redaman hujan sepanjang lintasan dengan metode Synthetic Storm Technique (SST).
Hasil pengukuran curah hujan di Surabaya dapat digambarkan dalam kurva Complementary Cumulative Distribution Function (CCDF) seperti yang ditunjukkan pada gambar 4. Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa nilai curah hujan yang terjadi di Surabaya mencapai lebih dari 140,1 mm/jam pada probabilitas 0,01%. Hal ini menunjukkan curah hujan di Surabaya sangat tinggi.
Setelah mendapatkan data curah hujan, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan redaman hujan sepanjang link (A[k]). Adapun hasil perhitungan redaman hujan menggunakan metode SST untuk panjang link utama (link BS-TS) 4 km digambarkan dalam kurva CCDF seperti yang ditunjukkan pada gambar 5. Berdasarkan gambar 5 dapat diketahui bahwa semakin panjang link komunikasi maka semakin besar nilai redaman hujan pada link tersebut.
Gambar 6. Kurva CCDF SNRk link BS, BS1, BS2 dan link BS3 untuk panjang link utama 4 km
Gambar 7. Kurva CCDF SNRk dan SINRk
untuk panjang link utama 4 km B. Signal-to-Noise Ratio Sesaat (SNRk)
Setelah mendapatkan nilai redaman hujan (A[k]) tiap link, langkah selanjutnya adalah mendaptkan nilai Signal-to- Noise Ratio Sesaat (SNRk) sesuai dengan persamaan (3).
Adapun kurva CCDF SNRk terukur untuk masing-masing link ditunjukkan pada gambar 6. Berdasarkan gambar 6 di atas dapat disimpulkan bahwa semakin panjang link komunikasi, maka semakin besar redaman yang terjadi sepanjang link sehingga mengakibatkan rendahnya (S/N)k yang diperoleh dan sebaliknya.
C. Signal-to-Interference Noise Ratio Sesaat (SINRk) Nilai SINRk sistem diperoleh dengan menggunakan persamaan (4) kemudian digambarkan dalam bentuk kurva CCDF non kondisional seperti yang ditunjukkan pada gambar 7. Nilai SINRk yang diperoleh dari SNRk dapat digunakan untuk menganalisa pengaruh interferensi yang berasal dari sel BS lain terhadap terhadap kanal sistem LMDS yang dipengaruhi redaman hujan.
Berdasarkan gambar 7 dapat disimpulkan bahwa pengaruh interferensi dari sel BS lain (BS1, BS2 dan BS3) terhadap link utama (link BS-TS) tidak terlalu signifikan karena pengaruh interferensi dari sel BS lain telah diredam oleh hujan. Semakin besar redaman hujan maka pengaruh interferensi semakin kecil, sehingga nilai SINRk akan sama dengan nilai SNRk sistem.
-150 -100 -50 0 50 100 10-4
10-3 10-2 10-1 100
SINR (dB)
Prob.[SINRk > absis(%)]
SINRk tanpa relay SINRk dengan relay
D. Kinerja Sistem Adaptive Coded Modulation (ACM) Pengamatan terhadap kinerja sistem ACM dilakukan pada BER maksimal 10-6 dan 10-11. Tahap ini akan dimulai dengan menghitung nilai probabilitas error (Pb)k pada nilai SINR sesaat. Selanjutnya dibuat grafik CCDF sehingga didapatkan nilai prosentase probabilitas (Pb)k ≥ absis.
Berdasarkan hasil simulasi nilai link availabity pada sistem ACM dengan BER maksimal 10-6 dan 10-11 ditunjukkan seperti pada tabel 4.
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai link availability sistem adaptif akan selalu sama dengan nilai link availability pada sistem 4-QAM non-adaptif. Disamping itu, dapat diketahui bahwa semakin panjang link komunikasi maka semakin menurun nilai link availability. Pada sistem ACM diperoleh nilai link availability sistem mencapai 99,99% pada panjang link utama 2 km pada sistem adaptif dan sistem 4 QAM non-adaptif baik pada BER maksimal 10-6 maupun BER maksimal 10-11.
Analisa juga dilakukan pada efisiensi bandwidth.
Dengan menggunakan persamaan (8) maka diperoleh nilai efisiensi bandwidth baik pada pengamatan BER maksimum 10-6 dan 10-11 seperti yang ditunjukkan pada tabel 5.
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai efisiensi bandwidth untuk mode transmisi adaptif adalah lebih besar bila dibandingkan dengan mode transmisi non adaptif. Selain itu, dapat diketahui juga bahwa semakin besar panjang link maka nilai efesiensi bandwidth semakin kecil.
E. Peningkatan Kualitas sinyal dengan Relay Amplify and Forward (A&F)
Relay A&F diletakkan pada jarak maksimun dimana link availability sistem 99,99% (2 km). Relay A&F akan menguatkan sinyal informasi dengan gain tertentu sehingga dapat meningkatkan nilai SNRk tiap link sesuai dengan persamaan (6). Peningkatan nilai SNRk tiap link akan mempengaruhi nilai SINRk sistem. Adapun kurva CCDF SINRk sistem dengan Relay A&F dapat ditunjukkan pada gambar 8. Dari gambar 8 terlihat adanya peningkatan nilai SINRk sistem dengan Relay A&F dengan gain relay mencapai 54 dB baik pada probabilitas outage 0,1%, 0,01% ,0,001%
dan 0,0001%. Gain relay tersebut didapatkan dari perbedaan antara nilai SINRk sistem tanpa Relay A&F dengan nilai SINRk sistem yang menggunakan Relay A&F.
Gambar 8. Kurva CCDF SINRk dengan dan tanpa Relay Amplify and Forward
F. Kinerja Sistem Adaptive Coded Modulation dengan Relay Amplify and Forward
Berdasarkan hasil perhitungan SINRk sistem dengan Relay A&F maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data SINR ke dalam sistem Adaptive Coded Modulation. Analisa kinerja ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kinerja sistem setelah ditambahkan Relay A&F.
Adapun hasil simulasi perhitungan nilai link availability pada pengamatan BER maksimum 10-6 dan 10-11 seperti yang ditunjukkan pada tabel 6. Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai link avalability sistem telah mencapai 99,99%
pada panjang link 4 km baik untuk sistem adaptif maupun sistem non-adaptif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan Relay A&F dapat meningkatkan kinerja sistem transmisi adaptif.
Selanjutnya akan dianalisa pula nilai efisiensi bandwidth pada sistem ACM yang dikombinasikan dengan Relay A&F.
Hasil perbandingan nilai efisiensi bandwidth sistem ACM dengan dan tanpa Relay A&F dapat dilihat pada tabel 7. Dari tabel 7 tersebut dapat diketahui bahwa sistem ACM dengan Relay A&F memiliki nilai efisiensi bandwidth yang lebih besar dibandingkan dengan sistem ACM tanpa Relay A&F.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan Relay A&F dapat meningkatkan efisiensi bandwidth sistem.
Mode Transmisi
Panjang Link
1 km 2 km 3 km 4 km
10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11
ACM 100,000 100,000 99,997 99,996 99,974 99,973 99,953 99,952
4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 100,000 100,000 99,997 99,996 99,974 99,973 99,954 99,952 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 99,999 99,999 99,989 99,988 99,965 99,962 99,937 99,934 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 99,998 99,998 99,973 99,968 99,954 99,944 99,933 99,921
Mode Transmisi
Panjang Link
1 km 2 km 3 km 4 km
10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11
ACM 3,746 3,745 3,716 3,711 3,669 3,661 3,622 3,610
4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 0,329 0,328 0,327 0,327 0,326 0,325 0,323 0,322 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 1,619 1,618 1,612 1,611 1,596 1,594 1,579 1,577 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 3,744 3,744 3,704 3,697 3,648 3,636 3,593 3,576
Tabel 4. Nilai Link Availability (%) Sistem ACM untuk panjang link bervariasi
Tabel 5. Nilai Efisiensi Bandwidth (%) Sistem ACM untuk panjang link bervariasi
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa diperoleh nilai intensitas curah hujan di Indonesia khususnya Surabaya mencapai lebih dari 140,1 mm/jam pada peluang kemunculan 0.01% dalam satu tahun sehingga menyebabkan redaman hujan yang relatif besar. Semakin besar nilai redaman hujan akan mengurangi nilai SNRk sistem sehingga dapat menurunkan kinerja kanal sistem LMDS. Adanya interferensi dari sel BS lain (BS1, BS2 dan BS3) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap link utama (link BS-TS) karena pengaruh interferensi dari sel BS lain telah diredam oleh hujan.
Penggunaan teknik ACM pada sistem LMDS baik pada pengamatan BER maksimal 10-6 maupun 10-11 diperoleh nilai link availability sistem mencapai 99,99% dengan panjang link 2 km. Bahkan pada penggunaaan teknik ACM yang dikombinasikan dengan Relay A&F diperoleh nilai link availability mencapai 99,99% pada panjang link 4 km baik untuk sistem adaptif maupun sistem non-adaptif. Selain itu, penggunaan Relay A&F juga dapat meningkatkan efisiensi bandwidth sistem. Pada penelitian selanjutnya, pemanfaatan regeneratif relay dapat dipergunakan untuk meningkatkan kinerja sistem LMDS yang dipengaruhi redaman hujan dan interferensi dari sel BS lain.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1]
Nordbotten A., “LMDS System and Their Application”, IEEE Communication Magazine, June 2000.
[2] A. J. Goldsmith and S. G. Chua, “Variable-Rate Variable Power MQAM for Fading Channels”, IEEE Transactions on Communications, vol. 45, no. 10, October 1997.
[3]
Chirag S. Patel, Gordon L. Stuber, Thomas G. Pratt,
“Statistical Properties of Amplify and Forward Relay Fading Channels”, IEEE Transactions on Vehicular Technology, vol. 55, no. 1, January 2006.
[4] Haniah Mahmudah, Achmad Mauludiyanto dan Gamantyo Hendrantoro, “Prediksi Redaman Hujan Menggnakan Synthetic Storm Technique (SST)”, Thesis, Jurusan Teknik Elektro, ITS, Surabaya, 2006.
[5] Recomendation ITU-R P.837-4, “Specific attenuation model for rain for use in prediction”, 2005.
[6]
Z. Ahmed S., “Site-Diversity Against Rain Fading In LMDS Systems”, M. Eng Thesis University Technology Malaysia, 2007.
[7] Chu Y.C, Chen K.S., “Effect of Rain Fading on Efficiency of Ka-Band LMDS System in The Taiwan Area”, IEEE Trans. On Vehicular Technology, Vol. 54, Jan. 2005.
[8]
V. K. Sakarellos, D. Skraparlis, and J. D Kanellopoulos,
”Outage Performance Analysis of a Dual-Hop Radio Relay System Operating at Frequencies above 10 GHz”, IEEE Transactions on Communication, Vol. AP-34, No.5 hal: 4, Nov 2009.
[9]
Sklar B., “Digital Communication”, Prentice Hall, New Jersey, 1994.
RIWAYAT PENULIS
Ahmad Ubaidillah, lahir di Madiun tanggal 25 Juni 1988. Merupakan anak kedua dari pasangan H.
Sulaiman dan Hj. Murlina. Pada tahun 2006 tercatat sebagai salah satu siswa lulusan SMAN 3 Madiun, kemudian mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan kegiatan sosial. Antara lain sebagai Kepala Departemen Pendidikan dan Kesejahteraan Mahasiswa HIMATEKTRO FTI-ITS 08/09, anggota Forum Komunikasi Pemandu FTI- ITS dan fungsionaris Forum Silaturahmi Mahasiswa Surabaya (FOSMA). Saat ini penulis sedang mengambil bidang studi telekomunikasi multimedia dan aktif sebagai anggota tim riset milimeter wave propagation di laboratorium Propagasi dan Antena Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS. Pada bulan Januari 2010 penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana SI.
Mode Transmisi
Panjang Link
3 km 4 km
Tanpa Relay A&F Dengan Relay A&F Tanpa Relay A&F Dengan Relay A&F 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11
ACM 99,974 99,973 99,999 99,999 99,953 99,952 99,997 99,997
4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 99,974 99,973 99,999 99,999 99,954 99,952 99,997 99,997 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 99,965 99,962 99,999 99,999 99,937 99,934 99,996 99,996 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 99,954 99,944 99,999 99,999 99,933 99,921 99,993 99,992
Mode Transmisi
Panjang Link
3 km 4 km
Tanpa Relay A&F Dengan Relay A&F Tanpa Relay A&F Dengan Relay A&F 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11
ACM 3,669 3,6689 3,7443 3,7441 3,622 3,6215 3,7361 3,7356
4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 0,326 0,3251 0,3280 0,3280 0,323 0,3228 0,3278 0,3278 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 1,596 1,5956 1,6185 1,6184 1,579 1,5786 1,6166 1,6165 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 3,648 3,6483 3,7438 3,7437 3,593 3,5927 3,7324 3,7317
Tabel 6. Perbandingan Nilai Link Availability (%) Sistem ACM dengan dan tanpa Relay A&F
Tabel 7. Perbandingan Nilai Efisiensi Bandwidth (%) Sistem ACM dengan dan tanpa Relay A&F