• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. konsumen/pasien. Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. konsumen/pasien. Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Kunjungan Kembali

Kunjungan kembali pasien merupakan pengambilan keputusan oleh konsumen/pasien. Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pembelajaran untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu di antaranya (Setiadi, 2008).

Menurut Suryani (2008) berpendapat ada lima peranan yang terlibat dalam mengambil keputusan. Kelima peran tersebut meliputi :

a. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan ide untuk membeli suatu barang/jasa.

b. Pembawa pengaruh (influencer), yaitu orang yang memiliki pandangan atau nasihat yang mempengaruhi keputusan.

c. Pengambilan keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan.

d. Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata.

e. Pemakai (user), yaitu orang yang mengonsumsi dan menggunakan barang/jasa.

Suryani (2008) juga mengatakan bahwa dilihat dari proses pengambilan keputusan, proses keputusan sangat bervariasi. Ada yang sederhana dan ada pula yang komplek. Ada dua dimensi yaitu tingkat pengambilan keputusan dan derajat

(2)

keterlibatan saat menggunakan jasa. Pada dimensi pertama, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat pengambilan keputusan. Konsumen sering melakukan pencarian informasi dan evaluasi terhadap jasa sebelum keputusan diambil. Dilain pihak ada pula konsumen yang jarang mencari informasi tambahan, karena konsumen ini telah terbiasa membeli jasa tersebut. Pada dimensi ke dua, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat keterlibatan saat memilih suatu jasa. Pada saat itu konsumen tidak jarang terlibat terlalu dalam, hal ini dapat terjadi karena ; (a) Produk sangat penting bagi konsumen sebab image pribadi dari konsumen terkait dengan produk (b) Adanya keterkaitan secara terus menerus dengan konsumen (c) Mengandung resiko yang cukup tinggi (d) Pertimbangan emosional (e) Pengaruh dari norma group.

Assael (1995) dalam Suryani (2008) menjelaskan model stimulus-organism- response. Ada dua faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan yang selanjutnya akan menentukan respon konsumen. Pertama adalah konsumen itu sendiri. Ada dua unsur dari konsumen yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yaitu pikiran konsumen yang meliputi kebutuhan, motivasi, persepsi, sikap, dan karakteristik konsumen yang meliputi demografi, gaya hidup dan kepribadian konsumen. Faktor kedua adalah pengaruh lingkungan yang terdiri atas nilai budaya, pengaruh sub dan lintas budaya, kelas sosial, dan situasi lain yang menentukan.

(3)

Gambar 2.1 Model perilaku konsumen Sumber : Assael (1995)

Faktor lingkungan ini melalui komunikasi akan menyediakan informasi yang dapat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan konsumen. Adapun bentuk dari komunikasi dapat berupa komunikasi kelompok, komunikasi dari mulut ke mulut komunikasi pemasaran dan lintas kelompok. Setelah konsumen membuat keputusan, evaluasi setelah pembelian dilakukan. Selama proses evaluasi ini, konsumen akan belajar dari pengalaman dan merubah pola pikirnya serta mengevaluasi. Pengalaman konsumen ini secara langsung akan berpengaruh pada kunjungan ulang berikutnya.

Menurut Suryani (2008) yang mengutip pendapat Maslow mengenai prilaku manusia adalah sebagai berikut:

Faktor individual

Pengambilan Keputusan

Pengaruh lingkungan

Umpan balik terhadap evaluasi paska pembelian

Respon-respon Konsumen

Umpan balik terhadap perkembangan lingkungan

pada strategi pemasaran Komunikasi

(4)

1. Manusia merupakan makhluk yang serba berkeinginan. Manusia senantiasa menginginkan sesuatu dan lebih banyak. Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi akan timbul kebutuhan baru dan proses ini tidak akan sebelum manusia meninggal.

2. Sebuah kebutuhan yang terpenuhi bukanlah sebuah motivator perilaku. Hanya kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi yang akan memotivasi individu untuk melakukan suatu perilaku atau tindakan tertentu.

3. Kebutuhan manusia tersusun secara berjenjang. Menurut Maslow manusia memiliki lima macam kebutuhan yang tersusun secara berjenjang (hirarkis), mulai dari kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis hingga kebutuhan aktualisasi diri.

Pada pengambilan keputusan terdapat peran-peran tertentu yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga. Menurut Schiffman dan Kanuk yang dikutip oleh Suryani (2008) terdapat delapan peran yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga, antara lain:

1. Penjaga pintu (gatekeepers)

Perannya adalah mengatur dan mengendalikan informasi yang akan masuk ke keluarga.

2. Pemberi Pengaruh (influencer)

Perannya adalah memberi pengaruh kepada anggota keluarga yang lain, untuk mengambil keputusan.

(5)

3. Pengambilan keputusan (decision maker)

Perannya adalah memutuskan produk/jasa yang akan dibeli.

4. Pembeli (buyer)

Perannya adalah membeli atau melakukan transaksi atas barang atau jasa.

5. Penyiap (preparer)

Perannya menyiapkan segala sesuatunya sehingga produk atau jasa siap digunakan.

6. Pengguna (user)

Perannya memakai produk atau menggunakan produk.

7. Pemelihara (maintainer)

Perannya adalah merawat dan melakukan usaha-usaha yang memungkinkan produk atau jasa dapat digunakan dan dapat berfungsi dengan baik.

8. Pembuang (disposer)

Perannya adalah berinisiatif menghentikan atau tidak melanjutkan penggunaan produk atau jasa yang digunakan oleh keluarga.

2.2. Pasien

Pohan (2003) mendefinisikan pasien (konsumen) adalah pelanggan pelayanan kesehatan yang sehari-hari melakukan kontak dengan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan pengertian ini maka terdapat dua macam pelanggan, yaitu: pelanggan internal dan pelanggan eksternal.

(6)

Pelanggan internal ialah semua orang yang bekerja dalam organisasi pelayanan kesehatan dan pelanggan internal ini sangat penting karena harus bekerjasama dalam menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelanggan eksternal ialah orang yang di luar organisasi pelayanan kesehatan yang memperoleh pelayanan kesehatan yang dihasilkan oleh organisasi pelayanan kesehatan. Pelanggan eksternal ini termasuk pasien, keluarganya, dokter berpraktek swasta, dokter tamu, pekerja sukarela.

Kebutuhan pasien disebuah rumah sakit (Pohan, 2003) yaitu:

a. Kebutuhan terhadap akses pelayanan kesehatan, artinya kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

b. Kebutuhan terhadap pelayanan yang tepat waktu, artinya tingkat ketersediaan pelayanan kesehatan pada saat dibutuhkan.

c. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif, artinya biaya pelayanan kesehatan terjangkau dan benar jumlahnya serta mampu mengurangi atau menghilangkan keluhan/penyakit.

d. Kebutuhan terhadap pelayanan yang tepat dan layak, artinya pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

e. Kebutuhan terhadap lingkungan yang aman, artinya segala upaya dilakukan demi keamanan pelanggan dan mengurangi terjadinya bahaya cedera.

f. Kebutuhan terhadap penghargaan dan penghormatan pribadi, artinya semua pelanggan harus diperlakukan sebagai manusia yang penting dan terhormat.

(7)

g. Kebutuhan terhadap kesinambungan pelayanan kesehatan, artinya semua kegiatan pelayanan kesehatan pasien harus dikoordinasikan dengan efektif.

h. Kebutuhan terhadap kerahasiaan, artinya semua informasi pasien harus terjamin kerahasiaannya dan rahasia baru dapat dibuka atas izin pasien dan dilakukan oleh pejabat yang diberi wewenang.

2.3. Perilaku

Perilaku dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

2.3.1. Perilaku Konsumen

Menurut Suryani (2008) yang mengutip pendapat Engel (1995) pemahaman terhadap perilaku konsumen mencakup pemahaman terhadap tindakan yang langsung yang dilakukan konsumen dalam mendapatkan, mengonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut.

(8)

Menurut Hawkins, Best dan Coney (2007), perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi dan proses yang dilakukan untuk memilih, mengamankan, menggunakan dan menghentikan produk, jasa, pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhannya dan dampaknya terhadap konsumen dan masyarakat. Perilaku konsumen adalah tindakan langsung yang dilakukan konsumen dalam mendapatkan, mengonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut (Simamora, 2008).

Merujuk pada beberapa pengertian tentang perilaku konsumen, maka terlihat bahwa memahami perilaku konsumen bukanlah suatu pekerjaan yang mudah karena banyaknya variabel yang mempengaruhi dan variabel-variabel tersebut saling berinteraksi. Perilaku konsumen merupakan proses yang kompleks dan multi dimensional.

2.3.2. Domain Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) yaitu :

(9)

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang besifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultance antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.

Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005) membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni : a) kognitif {cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

1. Pembelajaran

Menurut Nelson dan Quick dalam Suryani (2008) pembelajaran adalah suatu proses yang menghasilkan perubahan pengetahuan atau perilaku yang bersifat relatif permanen yang bersumberkan dari pengalaman. Hawkins dalam Suryani (2008) pembelajaran adalah suatu perubahan yang berlangsung dalam organisasi maupun isi ingatan jangka panjang atau perilaku. Kedua defenisi tersebut memperlihatkan bahwa belajar telah berlangsung pada konsumen, dimana konsumen mengalami perubahan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu setelah menerima suatu informasi.

(10)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

a. Proses Adopsi Perilaku

Dalam penerimaan suatu inovasi biasanya seseorang melalui sejumlah tahapan yang disebut tahapan putusan inovasi, yaitu:

1) Tahapan pengetahuan, dalam tahap ini seseorang sadar dan tahu adanya inovasi Tahap bujukan, yaitu seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya

2) Tahap putusan, dalam tahap ini seseorang membuat putusan menerima atau menolak inovasi tersebut

3) Tahap implementasi, dalam tahap ini seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya

4) Tahap pemastian, yaitu dimana seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya itu (Rogers dari Everett, 1983).

Penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pembelajaran, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng {long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pembelajaran dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

(11)

b. Tingkat Pembelajaran di Dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

1) Tahu {Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pembelajaran tingkat ini adalah mengingat kembali {recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pembelajaran yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami {Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenamya). Aplikasi disini dapat diartikan seabgai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

(12)

4) Analisis {Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

(13)

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb (dalam Notoatmodjo, 2003), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

a. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai 3 komponen pokok. Yaitu :

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pembelajaran, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

(14)

Menurut Suryani (2008) ada tiga komponen sikap, yaitu:

1) Komponen Kognitif

Komponen kognitif berkenaan dengan hal-hal yang diketahui individu atau pengalaman individu baik yang sifatnya langsung atau tidak langsung dengan obyek sikap.

2) Komponen Afektif

Komponen afektif berkenaan dengan perasaan dan emosi konsumen mengenai obyek sikap.

3) Komponen Konatif

Komponen konatif berkenaan dengan predisposisi atau kecenderungan individu (konsumen) untuk melakukan suatu tindakan berkenaan dengan obyek sikap.

b. Berbagai Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pembelajaran, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2005) :

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap penyuluhan dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu dan mau mendengarnya

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

(15)

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi berobat ke rumah sakit.

4) Bertanggungjawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau berobat ke rumah sakit, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau suaminya.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap 1) Pengalaman langsung

Pengalaman individu mengenai obyek sikap dari waktu ke waktu akan membentuk sikap tertentu pada individu.

2) Pengaruh keluarga

Keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan sikap maupun perilaku.

Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat karena konsumen melakukan interaksi lebih intensif dibandingkan dengan lingkungan yang lain.

(16)

3) Teman sebaya

Teman sebaya punya peran yang cukup besar terutama bagi anak-anak remaja dalam pembentukan sikap.

4) Pemasaran Langsung

Mulai banyaknya perusahaan yang menggunakan pemasaran langsung atas produk yang ditawarkan secara tidak langsung berpengaruh dalam pembentukan sikap konsumen.

5) Tayangan Media Masa

Media masa yang merupakan sarana komunikasi yang hampir setiap saat dijumpai konsumen dapat membentuk sikap konsumen. Karena peran media masa ini sangat penting dalam pembentukan sikap, maka pemasar perlu mengetahui media apa yang biasanya dikonsumsi oleh pasar sasarannya dan melalui media tersebut dengan rancangan pesan yang tepat, sikap positif dapat dibentuk.

3. Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakan. Seorang konsumen tergerak untuk menggunakan jasa karena ada sesuatu yang menggerakkan.

Proses timbulnya dorongan sehingga konsumen tergerak untuk menggunakan jasa itulah yang disebut motivasi (Suryani, 2008).

Menurut Jeffrey (1996) dalam Suryani (2008) proses motivasi terjadi karena adanya kebutuhan, keinginan maupun harapan yang tidak terpenuhi yang menyebabkan timbulnya ketegangan. Pada tingkat tertentu ketegangan ini akan

(17)

berubah menjadi hasrat yang mendorong individu melakukan suatu perilaku tertentu guna memenuhi kebutuhan, keinginan dan hasratnya tersebut.

Klasifikasi motif menurut Loudon (1995) dikelompokkan ke dalam tiga jenis klasifikasi, yaitu;

a. Motif fisiologis dan psikologenik.

Motif fisiologik diarahkan pada pemenuhan kebutuhan biologis individu secara langsung seperti rasa lapar, haus, pakaian, seks dan rasa sakit. Sedangkan motif psikogenik seperti prestasi, penerimaan sosial, status, kekuasaan dan lain-lain.

b. Motif disadari dan tidak disadari

Motif yang didasari sepenuhnya oleh konsumen, sebaliknya motif yang tidak disadari sepenuhnya oleh konsumen termasuk kedalam motif yang tidak didasari.

c. .Motif positif dan motif negatif

Motif positif adalah motif yang menarik individu lebih terfokus pada tujuan yang diharapkan, sedangkan motif negatif memberikan dorongan kepada individu untuk menjauhi konsekuensi-konsekuensi atau akibat yang tidak diinginkan.

4. Praktek atau Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua, dan Iain-lain. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan:

(18)

a. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

b. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

c. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

d. Adopsi (Adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.4. Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai sarana atau sub sistem untuk memenuhi segala pelayanan kesehatan, juga merupakan suatu industri jasa yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan primer manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat secara keseluruhan dan untuk meningkatkan hajat hidup yang utama yaitu kesehatan.

Semakin banyaknya orang membutuhkan pelayanan kesehatan maka rumah sakit dituntut untuk semakin meningkatkan kualitas layanan sehingga rumah sakit dapat

(19)

memberikan kepuasan serta harapan serta harapan kepada pasiennya (Wahyudi, 2000).

Pada hakekatnya rumah sakit adalah suatu jenis pelayanan industri jasa, dalam hal ini industri jasa kesehatan. Oleh karena itu rumah sakit harus patuh pada kaidah- kaidah bisnis dengan berbagai peran fungsi manajeralnya, harus diakui bahwa pada kenyataannya rumah sakit mrmpunyai beberapa ciri khas yang membedakannya dengan industri lainnya. Karenanya rumah sakit memerlukan pendekatan yang berbeda pula (Aditama, 2003).

Massie dalam Aditama (2003) mengemukakan tiga ciri khas rumah sakit yang membedakan dengan lainnya:

1. Kenyataan bahwa bahan baku dari industri jasa kesehatan adalah manusia. Dalam industri rumah sakit,seyogianya tujuan utamanya adalah melayani kebutuhan manusia, bukan semata-mata menghasilkan produk dengan proses dan biaya yang seefisien mungkin. Unsur manusia perlu mendapat perhatian dan tanggung jawab utama pengelola rumah sakit. Perbedaan ini mempunyai dampak penting dalam manajemen, khususnya menyangkut pertimbangan etika dan nilai kehidupan manusia.

2. Kenyataan bahwa dalam industri rumah sakit yang disebut sebagai pelanggan (customer) tidak selalu mereka yang menerima pelayanan. Pasien adalah mereka

yang diobati di rumah sakit. Kadang-kadang bukan mereka sendiri yang menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat. Bagi karyawan suatu perusahaan, misalnya mereka akan pergi ke rumah sakit yang telah ditentukan

(20)

oleh kebijaksanaan kantornya. Jadi jelasnya mereka yang diobati di suatu rumah sakit belum tentu kemauan pasien. Selain itu tergantung pada pasiennya, tetapi tergantung dari dokter yang merawatnya. Ini tentu amat berbeda dengan bisnis restoran di mana si pelangganlah yang menentukan menunya yang akan dibeli.

3. Kenyataan menunjukkan bahwa pentingnya peran profesional termasuk dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiographer, ahli gizi dan lain-lain. Para profesional ini sangat banyak sekali jumlahnya di rumah sakit. Hal ini perlu mendapat perhatian adalah kenyataan bahwa para profesional cenderung sangat otonom dan berdiri sendiri. Tidak jarang misi kerjanya tidak sejalan dengan misi kerja manajemen organisasi secara keseluruhan tetapi bekerja dengan standar profesi yang dianutnya. Akibatnya ada kesan bahwa fungsi manajemen dianggap kurang penting.

2.5. Landasan Teori

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007) pengambilan keputusan dapat dipandang, sebagai suatu sistem dari input, proses, dan output. Faktor eksternal yang dapat menjadi input dan berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan adalah lingkungan sosial budaya seperti : keluarga, kelas sosial, sumber-sumber informasi dan komersial, budaya, sub budaya. Proses ini diawali dengan pengenalan kebutuhan oleh pasien, diikuti dengan pencarian informasi, evaluasi alternatif. Output merupakan perilaku paska pengambilan keputusan yang meliputi evaluasi setelah pengambilan keputusan.

(21)

Proses pengambilan keputusan seperti yang disajikan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2. Model Pengambilan Keputusan Shiffman dan Kanuk (2007)

Usaha-usaha Pemasaran perusahaan :

1. Produk 2. Promosi 3. Harga 4. Distribusi

Lingkungan sosial budaya : 1. Keluarga

2. Sumber informasi 3. Sumber non komersial 4. Kelas sosial

5. Budaya dan sub budaya

Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Sebelum Membeli Evaluasi Alternatif

Faktor Psikologis 1. Motivasi 2. Kepribadian 3. Pembelajaran 4. Persepsi 5. Sikap

Pengalaman

Pembelian : 1. Percobaan 2. Pembelian ulang

Evaluasi paskapembelian Lingkungan Eksternal

Pengambilan keputusan konsumen Input

Proses

Output

Perilaku Paska Pengambilan Keputusan

(22)

Assael (1995) dalam Suryani (2008) pengambilan keputusan merupakan proses menerima, mengevaluasi informasi. Ada dua faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yaitu pikiran konsumen yang meliputi kebutuhan atau motivasi, persepsi, sikap, dan karakteristik konsumen yang meliputi demografi, gaya hidup, dan kepribadian konsumen. Faktor kedua adalah pengaruh lingkungan yang terdiri atas nilai budaya, pengaruh budaya, kelas sosial.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

  Variabel Independen            Variabel Dependen 

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Lingkungan

1. Pendidikan 2. Ekonomi

3. Tindakan keluarga 4. Tindakan petugas

kesehatan 5. Sarana 6. Prasarana

Faktor Psikologis 1. Pembelajaran 2. Sikap

3. Motivasi

Kunjungan kembali pasien

umum

Gambar

Gambar 2.1 Model perilaku konsumen  Sumber : Assael (1995)
Gambar 2.2. Model Pengambilan Keputusan Shiffman dan Kanuk (2007)
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Lingkungan 1.  Pendidikan 2.  Ekonomi 3

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIA tahun pelajaran 2015 – 2016 yang berjumlah 37 orang anak terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan

-Cocok untuk kulit normal dan berminyak (untuk pagi hari) Cara Penggunaan Gunakan setelah pembersihan wajah dan setelah serum. Tuangkan secukupnya (kira-kira 2 cm) ke tangan,

Dalam Movescount, Anda dapat membuat mode olahraga pilihan, mengedit mode olahraga yang telah ditetapkan sebelumnya, menghapus mode olahraga, atau hanya menyembunyikannya agar

Sebagai upaya pengembangan kompetensi karyawan PT. Hadji Kalla mengadakan pendidikan dan pelatihan, Pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi merupakan prinsip

AIDS adalah penyakit hilangnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV merupakan anggota dari famili Retroviridae,

Pengguna jasa Terminal Petikemas Semarang pada merasa puas pada faktor Kepastian Jadwal Pelayanan. Sedangkan yang masuk dalam kategori cukup puas terdapat pada

Apabila remaja tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan fisik yang terjadi pada dirinya, seperti yang telah dipaparkan di atas, remaja akan mengalami tingkat emosi

interactive model of Miles and Huberman in the form of data reduction, data presentation and verification. To check data validity with increasing persistence /