• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAPAT HUKUM. perumahan dan/atau manfaat lain tidak sesuai dengan Pasal 37 UU. SJSN. Kedua, Pasal 26 ayat (5) PP No. 46 Tahun 2015 diubah dengan PP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDAPAT HUKUM. perumahan dan/atau manfaat lain tidak sesuai dengan Pasal 37 UU. SJSN. Kedua, Pasal 26 ayat (5) PP No. 46 Tahun 2015 diubah dengan PP"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPAT HUKUM

Pertama, Pasal 25 PP Tahun 2015 STDD PP No. 60 Tahun 2015 yang mengatur mengenai “manfaat tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain” tidak sesuai dengan Pasal 37 UU SJSN. Kedua, Pasal 26 ayat (5) PP No. 46 Tahun 2015 diubah dengan PP No. 60 Tahun 2015 yang menentukan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyarata pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri tidak sesuai dengan ketentuan teknik pendelegasian sebagaimana diatur dalam Lampiran II UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 3 Permenaker No. 19 Tahun 2015 memperluas cakupan pengertian “Peserta mencapai usia pensiun” termasuk juga “Peserta yang berhenti bekerja”, tidak seusai dengan Pasal 35 ayat (2), Pasal 37 ayat (1) UU SJSN.

Oleh :

A.A. Oka Mahendra Konsultan Hukum

PT Martabat Prima Konsultindo Jakarta, 15 Oktober 2015

PH-6/BPJS TK/2015

1. Pasal 25 PP 40 Tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 yang mengatur mengenai “manfaat tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain” tidak sesuai dengan Pasal 37 UU SJSN.

2. Pasal 26 ayat (5) PP No 46 Tahun 2015 diubah dengan PP No 60 Tahun 2015 yang menentukan ”Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri tidak sesuai dengan ketentuan teknik pendelegasian sebagaimana diatur dalam Lampiran II UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan angka 202 dan 204.

3. Pasal 3 Permennaker No 19 Tahun 2015 memperluas cakupan

pengertian ”Peserta mencapai usia pensiun”, termasuk juga “Peserta

yang berhenti bekerja”, tidak sesuai dengan Pasal 35 ayat (2), Pasal 37

ayat (1) UU SJSN.

(2)

PENDAPAT HU KUM

1

PENDAPAT HUKUM

PP 46 tentang Penyelenggaraan Program JHT stdd PP 60 Tahun 2015 Jo Permenaker No 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran JHT

I PENGANTAR

Tanggal 30 Juni 2015 Presiden menetapkan PP No 46 Tahun 2015 tetang Penyelenggaraan Program JHT. PP tersebut merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 37 ayat (5) dan Pasal 38 ayat (3) UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN.

Kemudian pada tanggal 12 Agustus 2015 ditetapkan PP No 60 tahun 2015 sebagai perubahan terhadap PP No 46 Tahun 2015.

Perubahan dilakukan dengan pertimbangan bahwa PP No 46 sebagai pelaksanaan UU SJSN dalam perkembangannya belum mengakomodasi kondisi ketenagakerjaan secara nasional khususnya yang mengatur mengenai pembayaran manfaat JHT kepada Peserta yang berhenti bekerja, antara lain Karena Peserta mengundurkan diri, terkena Pemutusan Hubungan Kerja, atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Sebagai pelaksanaan terhadap PP No 46 Tahun 2015 stdd PP No 60 Tahun 2016, telah ditetapkan Peraturan Menteri Tenaga kerja No 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT, sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 26 ayat (5) PP No 60 Tahun 2015. Permenaker No 19 Tahun 2015 pada intinya mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembayaran manfaat JHT yang meliputi: Peserta mencapai usia pensiun, peserta mengalami cacat total tetap, dan peserta meninggal dunia.

Rekomendasi

Pertama, DJSN segera melakukan rapat koordinasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi disharmoni Peraturan Perundang-

undangan yang terkait dengan JHT dalam rangka menjaga konsistensi pelaksanaan SJSN sesuai UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN .

Kedua, DJSN menyarankan kepada Pemerintah untuk mengubah Pasal-Pasal PP No 46 Tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 disesuaikan dengan prinsip-prinsip JHT yang diatur dalam UU SJSN;

atau mengadvokasi pihak yang kepentingannya dirugikan dengan disharmoni Peraturan Perundang-undangan tersebut (UU SJSN dan PP No 46 Tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 jo Permenaker No 19 tahun 2015, untuk melakukan uji materiil terhadap PP No 46 Tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 jo Permenaker No 19 Tahun 2015, ke Mahkamah Agung.

(3)

PENDAPAT HU KUM

2

DAFTAR ISI

Hlm

I. PENGANTAR 1

II. POKOK PERMASALAHAN 3

III. ANALISIS 3

IV. PENUTUP 16

(4)

PENDAPAT HU KUM

3

II POKOK PERMASALAHAN

 Apakah PP No 46 Tahun 2015 stdd PP No 60 Tahun 2015 jo Permenaker No.

19 Tahun 2015 sesuai dengan UU SJSN khususnya Pasal 35 sd Pasal 38?

III ANALISIS

1. Pasal 35 sd Pasal 38 UU SJSN mengatur pokok-pokok program JHT yang harus dijadikan acuan dalam penyusunan peraturan pelaksanaannya.

Prinsip-prinsip program JHT dalam UU SJSN tersebut pada intinya sebagai berikut:

a. JHT diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Prinsip asuransi sosial dalam JHT didasarkan pada mekanisme asuransi dengan pembayaran iuran antara pekerja dan pemberi kerja. Prinsip tabungan wajib dalam JHT didasarkan pada peetimbangan bahwa manfaat JHT berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembangannya.

b. JHT diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar Peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun,mengalami cacat total tetap,atau meninggal dunia.

c. Peserta JHT adalah Peserta yang telah membayar Iuran.

d. Manfaat JHT berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

e. Besarnya manfaat JHT ditentukan berdasarkan seluruh akumualasi Iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya.

f. Pembayaran Manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun.

g. Apabila Peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat JHT.

h. Besarnya Iuran JHT untuk Peserta Penerima Upah ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari Upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja dan pekerja.

i. Besarnya Iuran JHT untuk Peserta yang tidak menerima Upah ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala oleh Pemerintah.

j. Ketentuan mengenai pembayaran Manfaat JHT dan besarnya Iuran diatur lebih lanjut dalam PP.

2. PP sebagai pelaksanaan UU tidak boleh bertentangan dengan UU, sesuai dengan prinsip hierarki Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

(5)

PENDAPAT HU KUM

4

Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 tahun 2011 menyatakan a.l. ”yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip bahwa Peraturan perundang- undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

3. Berikut disampaikan perbandingan materi muatan UU SJSN yang terkait dengan program JHT, dan materi muatan PP 46 Tahun 2015, PP 60 tahun 2015 dan Permenaker No 19 Tahun 2015.

Aspek UU No. 40 Tahun 2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015 Pengertian Pasal 35 ayat (1)

Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.

Penjelasan Pasal 3 ayat (1):

Prinsip asuransi sosial dalam jaminan hari tua didasarkan pada mekanisme asuransi dengan pembayaran iuran antara pekerja dan pemberi kerja. Prinsip tabungan wajib dalam jaminan hari tua

didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan hari tua berasal dari akumulasi iuran dan hasil

pengembanganny a.

(6)

PENDAPAT HU KUM

5 Aspek UU No. 40 Tahun

2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015

Tujuan Pasal 35 ayat (2) Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun,

mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Pasal 1 angka 1 Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan

sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

Pasal 1 angka 1 Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

Peserta Pasal 36 Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah membayar iuran.

Pasal 1 angka 3 Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah

membayar iuran.

Pasal 4 ayat (1) Peserta program JHT terdiri atas:

a. Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain

penyelenggara negara; dan

(7)

PENDAPAT HU KUM

6

Aspek UU No. 40 Tahun 2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015 b. Peserta bukan

penerima Upah.

Pasal 4 ayat (2) Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. Pekerja pada perusahaan;

b. Pekerja pada orang perseoranga;

dan c. orang asing

yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

Pasal 4 ayat (3) Peserta bukan penerima Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Pemberi Kerja;

b. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan c. Pekerja yang

tidak termasuk huruf b yang

(8)

PENDAPAT HU KUM

7 Aspek UU No. 40 Tahun

2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015 bukan

menerima Upah.

Manfaat dan penerima manfaat

Pasal 37 ayat (1) Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun,

meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

Pasal 37 ayat (4) Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua.

Pasal 22 ayat (1) Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang dibayarkan apabila Peserta berusia 56 (lima puluh enam) tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

Pasal 23 ayat (1) Apabila Peserta meninggal dunia, maka manfaat JHT diberikan kepada ahli waris yang sah.

Pasal 23 ayat (2) Ahli waris

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. janda;

b. duda; atau c. anak.

Besaran manfaat

Pasal 37 ayat (2) Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembanganny a.

Pasal 22 ayat (2) Besarnya manfaat JHT adalah sebesar nilai akumulasi seluruh Iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya yang tercatat dalam rekening

(9)

PENDAPAT HU KUM

8

Aspek UU No. 40 Tahun 2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015 perorangan

Peserta.

Pasal 22 ayat (3) Manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar secara sekaligus.

Pasal 22 ayat (5) Pengambilan manfaat JHT sampai batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari jumlah JHT, yang peruntukannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10%

(sepuluh persen) untuk keperluan lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun.

Pasal 22 ayat (6) Pengambilan manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan untuk 1 (satu) kali selama menjadi Peserta.

Pasal 25 ayat (1) Selain manfaat JHT sebagaimana

(10)

PENDAPAT HU KUM

9 Aspek UU No. 40 Tahun

2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015 dimaksud dalam

Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Peserta memperoleh manfaat layanan tambahan berupa fasilitas

pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain.

Pembayara n manfaat

Pasal 37 ayat (3) Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 22 ayat (4) Dalam rangka mempersiapkan diri memasuki masa pensiun, pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu apabila Peserta telah memiliki masa kepesertaan paling singkat 10

(sepuluh) tahun.

Pasal 26 ayat (1) Manfaat JHT wajib dibayarkan kepada Peserta apabila:

a. Peserta mencapai usia pensiun;

b. Peserta mengalami cacat total tetap; atau

Pasal 26 ayat (1)

Manfaat JHT wajib dibayarkan kepada Peserta apabila:

a. Peserta mencapai usia pensiun;

Pasal 2 Manfaat JHT dibayarkan kepada Peserta apabila:

a. Peserta mencapai usia pensiun b. Peserta

mengalami cacat total tetap; atau

(11)

PENDAPAT HU KUM

10

Aspek UU No. 40 Tahun 2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015 c. Peserta

meninggal dunia.

d. Peserta meninggalkan Indonesia untuk selama- lamanya.

Pasal 26 ayat (2) Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun diberikan kepada Peserta pada saat memasuki usia pensiun.

Pasal 26 ayat (3) Manfaat JHT bagi Peserta yang dikenai pemutusan hubungan kerja atau berhenti

b. Peserta mengalam i cacat total tetap;

atau c. Peserta

meninggal dunia.

Pasal 26 ayat (2)

Manfaat JHT bagi Peserta yang

mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan kepada Peserta.

c. Peserta meninggal dunia.

Pasal 3 ayat (1) Manfaat JHT bagi Peserta mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia pensiun.

Pasal 3 ayat (2) Manfaat JHT bagi Peserta mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja.

Pasal 3 ayat (3) Peserta yang berhenti bekerja sebagaimana dimaksud pada

(12)

PENDAPAT HU KUM

11 Aspek UU No. 40 Tahun

2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015 bekerja sebelum

usia pensiun, dibayarkan pada saat Peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.

Pasal 26 ayat (4) Dalam hal peserta mengalami cacat total tetap, hak atas manfaat JHT diberikan kepada peserta.

Pasal 26 ayat (5) Dalam hal Peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun, hak atas manfaat JHT diberikan kepada ahli waris

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).

Pasal 26 ayat (3)

Manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada Peserta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 26 ayat (4)

Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sebelum mencapai usia

ayat (2) meliputi:

a. Peserta mengundur kan diri;

b. Peserta terkena pemutusan hubungan kerja;

c. Peserta yang meninggalk an

Indonesia untuk selama- lamanya.

(13)

PENDAPAT HU KUM

12

Aspek UU No. 40 Tahun 2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015

Pasal 26 ayat (6) Dalam hal Peserta tenaga kerja asing atau warga negara Indonesia

meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, manfaat JHT diberikan kepada Peserta yang bersangkutan.

Pasal 29

Dalam hal Peserta masih bekerja pada usia pensiun dan memilih untuk menunda

menerima pembayaran

pensiun diberikan kepada ahli waris

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).

Pasal 26 ayat (5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

(14)

PENDAPAT HU KUM

13 Aspek UU No. 40 Tahun

2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015 manfaat JHT pada

usia 56 (lima enam) tahun serta tetap menjadi Peserta dan membayar Iuran, pembayaran manfaat JHT dapat dilakukan pada saat Peserta berhenti bekerja.

Besaran iuran

Pasal 38 ayat (1) Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta penerima upah ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja

Pasal 38 ayat (2) Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta yang tidak menerima upah ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan berdasarkan jumlah nominal

Pasal 16 ayat (1) Iuran JHT bagi Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebesar 5,7% (lima koma tujuh persen) dari Upah, dengan ketentuan:

a. 2% (dua persen) ditanggung oleh Pekerja; dan b. 3,7% (tiga koma tujuh persen) ditanggung oleh Pemberi Kerja.

Pasal 18 ayat (1) Iuran JHT bagi Peserta bukan penerima Upah didasarkan pada jumlah nominal tertentu dari penghasilan Peserta yang ditetapkan dalam daftar

sebagaimana

(15)

PENDAPAT HU KUM

14

Aspek UU No. 40 Tahun 2004 UU SJSN

PP No. 46 Tahun 2015

PP No. 60 Tahun 2015

Permenaker No. 19 Tahun

2015 yang ditetapkan

secara berkala.

Pasal 38 ayat (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

4. Dari perbandingan diatas dapat diketahui terdapat beberapa pasal PP No 46 Tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 jo Permenaker No 19 tahun 2015 yang tidak sesuai dengan Pasal-Pasal UU SJSN yang mengatur program JHT, yaitu:

a. Pasal 25 PP 40 Tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 yang mengatur mengenai “manfaat tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain ”tidak sesuai dengan Pasal 37 UU SJSN yang menentukan Manfaat JHT berupa uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

Selain itu, Pasal 25 PP No 46 tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 khususnya frasa ”dan/atau manfaat lain” tidak sejalan dengan Penjelasan Umum UU SJSN alinea 3 yang menyatakan a.l. ”SJSN pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.” Digunakannya frasa ”dan/atau manfaat lain”

mengandung ketidakpastian mengenai apa yang dimaksud dengan “manfaat lain” tersebut sehingga dapat diprediksi dan direncanakan dengan tertib sesuai degan prinsip kehati-hatian dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial.

Dari aspek teknis Penyusunan Peraturan Perundang-undangan penggunaan frasa ”dan/atau manfaat lain” tidak sesuai dengan Lampiran II angka 243 yang menyatakan ”Ciri-ciri bahasa Peraturan Perundang-undangan antara lain

“lugas dan pasti”.

(16)

PENDAPAT HU KUM

15 Dicantumkannya “manfaat tambahan” dalam Pasal 25 PP 46 Tahun 2015 STDD

PP No 60 Tahun 2015 mengacu pada implementasi UU No 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek beserta peraturan pelaksanaannya yang dipandang oleh pembentuk PP masih dirasakan manfaatnya oleh pegawai swasta, sebagaimana dikemukakan dalam Penjelasan Umum alinea 6 PP Nomor 46 tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015.

b. Rumusan Pasal 26 PP No 46 Tahun 2015 diubah dengan PP No 60 Tahun 2015 dengan menghapus ayat (1) huruf d, ayat (3) dan ayat (6) disesuaikan dengan ketentuan Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (1) UU SJSN, dengan satu tambahan ayat yaitu ayat (5) sbb ”Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.”

Ayat (5) tersebut sengaja dicantumkan untuk memberi peluang kepada Menteri untuk menetapkan peraturan pelaksanaan. Padahal jika ditilik dari teknik Pendelegasian sebagaimana diatur dalam lampiran II UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, angka 202 atau 204 subdelegasi diperbolehkan jika pendelegasian menggunakan kalimat ”Ketentuan lebih lanjut mengenai….diatur dengan atau berdasarkan…..”, atau dengan kalimat ”Ketentuan mengenai… diatur dengan….”

Kalimat pendelegasian yang digunakan dalam Pasal 37 ayat (5) UU SJSN

“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam PP.” Dengan kata lain pengaturan mengenai pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 ayat (3) dan ayat (4) UU SJSN, didelegasikan pengaturannya pada PP.

c. Pasal 3 Permennaker No 19 Tahun 2015 memperluas cakupan pengertian ”Peserta mencapai usia pensiun ”, termasuk juga “Peserta yang berhenti bekerja.”

Peserta yang berhenti bekerja meliputi:

 Peserta mengundurkan diri;

 Peserta terkena PHK;

 Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Ketentuan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 35 ayat (2), Pasal 37 ayat (1) UU SJSN yang menentukan bahwa manfaat JHT berupa uang tunai dibayarkan

(17)

PENDAPAT HU KUM

16

sekaligus kepada Peserta yang memasuki usia pensiun, cacat total atau meninggal dunia.

Penjelasan Pasal 35 ayat (2) menyatakan ”JHT diterimakan kepada Peserta yang belum memasuki usia pensiun karena mengalami cacat total tetap sehingga tidak bisa lagi bekerja dan iurannya berhenti.

Kemudian dalam pasal 37 ayat (3) UU SJSN ditentukan ”Pembayaran manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun.

Ketentuan Pasal 3 ayat (2), ayat (3), Pasal 5, Pasal 6 Permennaker No 19 Tahun 2015 tidak ada dasar hukumnya dalam UU SJSN.

IV PENUTUP

Pendapat Hukum

Berdasarkan analisa sebagaimana diuraikan di atas dapat disampaikan pendapat hukum sebagai berikut:

1. Pasal 25 PP 40 Tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 yang mengatur mengenai “manfaat tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain” tidak sesuai dengan Pasal 37 UU SJSN.

2. Pasal 26 ayat (5) PP No 46 Tahun 2015 diubah dengan PP No 60 Tahun 2015 yang menentukan ”Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pembayatan manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri tidak sesuai dengan ketentuan teknik pendelegasian sebagaimana diatur dalam Lampiran II UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan angka 202 dan 204.

3. Pasal 3 Permennaker No 19 Tahun 2015 memperluas cakupan pengertian ”Peserta mencapai usia pensiun”, termasuk juga “Peserta yang berhenti bekerja”, tidak sesuai dengan Pasal 35 ayat (2), Pasal 37 ayat (1) UU SJSN.

Rekomendasi

1. DJSN segera melakukan rapat kordinasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi disharmoni Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan JHT

(18)

PENDAPAT HU KUM

17 dalam rangka menjaga konsistensi pelaksanaan SJSN sesuai UU No 40 tahun

2004 tentang SJSN .

2. DJSN menyarankan kepada Pemerintah untuk mengubah Pasal-Pasal PP No 46 Tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 disesuaikan dengan prinsip-prinsip JHT yang diatur dalam UU SJSN; atau mengadvokasi pihak yang kepentingannya dirugikan dengan disharmoni Peraturan Perundang-undangan tersebut (UU SJSN dan PP No 46 Tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 jo Permenaker No 19 tahun 2015, untuk melakukan uji materiil terhadap PP No 46 Tahun 2015 STDD PP No 60 Tahun 2015 jo Permenaker No 19 Tahun 2015, ke Mahkamah Agung.

(19)

PENDAPAT HU KUM

18

www.jamsosindonesia.com

(20)

PENDAPAT HU KUM

19

www.jamkesindonesia.com

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah tanggung jawab perguruan tinggi khususnya Universitas Muria Kudus bertanggung jawab terhadap lingkungan disekitar kampus, serta

1. Pengelolaan sampah dan kebersihan kota di Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Daerah setempat yang dapat

#asaran yang diharapkan dapat di&apai dengan pelaksanaan kegiatan J$kreditasi laboratorium J #47 7#'67=8 -+;+? tersebut yaitu mempertahankan kompetensi

Cahaya yang mengenai bahan semikonduktor ini memiliki energi yang lebih besar daripada energi celah pita semikonduktor, sehingga akan mentransfer elektron dari

Dilihat dari segi persiapan, dapat dikatakan cukup matang, karena guru memulai persiapan dari tahap pembuatan RPP, penentuan masalah, melatih siswa untuk

Setiap citra kecamatan menggunakan sebuah training sample yang sama, kemudian dilakukan klasifikasi citra dengan keempat metode tersebut serta dihitung pula nilai kesalahan

Pada artikel yaitu Proses Analisis Pada Pengembangan Sistem Aplikasi IBCS ( Integrated Billing and Customer Service ) (Studi Kasus : PT Indosat Mega Media) menyebutkan