xvi
xvii
xviii
xxi
KS IV: Hasil Turnitin
xxiii Keterangan: BAB II
xxvi Keterangan: BAB III
xxviii Keterangan: BAB IV
xxx Keterangan: BAB V
xxxii
xxxiii
xxxv
TRANSKRIP
Nama File: C0020 Tanggal: 31 Juli 2019
Nama Narasumber: Pak Eka Jenis Wawancara: Hard News Interview Durasi Pernyataan
00.04-01.08 “Sampai saat ini belum, belum dicatat. Ngga ada yang menanyakan masalah itu. Ada sih, ada yang menanyakan
masalah itu sampai bilang melik gitu. Setelah, ya itu lah, setelah anak itu meninggal baru ditanyakan begitu. Kaitan dengan sebelum-sebelumnya itu informasi itu tidak ditanyakan. Sebenarnya pada saat sakit menanyakan itu kan, ada anak ini melik. Nah, pada saat informasi melik ini lah langsung kita menanyakan, meliknya dimana ini. Yang bersangkutan ini ngayah, kan gitu. Dimana yang bersangkutan akan bertugas. Di dunia apa di akhirat kan gitu. Di dunia apa di surga gitu, kalau di dunia nanti yang bersangkutan menolong orang, orang sakit gitu loh. Misalkan kaitan dengan yang di Jawa Barat kan apa.. kesurupan kan gitu. Dia melihat ini melihat itu gitu loh. Nah itu, karena melik itu. Kalau di Jawa Barat-Jawa Barat banyak itu yang melik-melik itu banyak”
01.09-1.12 “ada cerita rakyatnya ngga pak tentang melik? Asal musalanya gitu pak?”
01.13-02.37 “kalau anak melik.. kalau dulu memang, memang saya ngga begitu ya. Mengenai melik ini Taunya ya dari pasien-pasien
xxxvi
kami gitu loh. Jadi kondisinya demikian. Nah, orang-orang melik, apa, orang-orang yang sering ketakutan biasanya. Udah sakit, ini kesakitan biasanya penjagaan gitu. Ini berbahaya penjagaan-penjagaan itu. Misalkan minta kedukun, misalkan minta tolong supaya anak saya, keluarga saya atau saya sendiri dijaga. Mohon, kalau di Jawa, di Jawa Barat dibilang isim ya, ism ya tuh. Itu, jangan sampai kita membawa itu gitu, sebab kita menjadi serangan. Diserang sama yang bisa itu loh. Ada, ada magnet gitu. Kita, Tuhan lah yang kita puja. Gitu kan. Jangan memuja itu lah ya. Sebab, disana itu nanti yang ada di barang itu, bisa Wong Samar kalau di.. atau istilah Jawanya Buta, Buto gitu. Ada Buto Ijo, Buto apa kan ya itu, memang kita kuat. Tapi, kita di rong-rong gitu loh.”
02.39-02.45 “Katanya ada anak meliknya itu sebenernya ngga boleh tau kalau dia anak melik gitu pak, itu gimana pak?”
02.45-03.59 “Harusnya tau yang bersangkutan. Harus tau. Makanya itu tadi, itu, keluarganya juga harus tau gitu. Oh ini anak saya begini-begini. Nah disitu kan.. yang perlu ditanyakan melik. Apa upayahnya? Nah itu, seperti itu tadi upayahnya itu. Jadi, kembalikan meliknya dengan sesaji. Tanyakan sesajinya ke mangku-mangku disana. Mangku pure dalem biasanya gitu. Atau tanyakan ke rohaniwan yang tadi kan gitu. Kan dalam keadaan kondisi setengah sadar. Bahwa menyampaikan anak itu melik.
xxxvii
Apa yang, yang, perlu saya, istilahnya nebus. Nebusin apa ini? Sesaji apa? Gitu misalkan. Apakah pejati, apakah apa-apa dan lain-lain. Nah dari sana, dicatat itu gitu loh, dicatat apa yang dibutuhkan itu. Nanti sampaikan ke mangku dalemnya dan mangku menajepati-nya. Bahwa anak saya melik, saya nebusin gitu misalkan, nebusin. Begitu juga kalo walinya begitu juga. Ini sesajinya, ini sesajinya gitu, sampaikan ke mangkunya disana gitu. Itu intinya gitu.”
04.00-04.30 “Itu sih pak intinya, itu aja sekian dari pertanyaan-pertanyaan yang tadi. Sebenernya pengen ngankat, film dokumenter tentang anak melik ini. Pengen lebih ke bagaimana perasaan ibunya sih pak. Kan pasti ibu yang paling ngerasa kehilangan. Karena, anak melik ini yang saya tau itu meinggalnya cepat. Terus bagaimana rasa ibunya kehilangan anak yang dilahirin. Terus usaha upacara penebusan kayak gitu-gitunya itu pak.”
04.31-06.03 “Nah, mengenai itu sudah saya ini kan pada yang bersangkutan ya. Waktu itu pas yang bersangkutan dibawa kerumah gitu ya. Udah dikasih tau, ini anaknya melik. Kan dateng, menanyakan melik. Tolong tanyakan ke rohaniwan, tanya kan disana. Bawa sesaji-sesaji kesana, tanyakan apakah anak melik ini. Sudah dikasih tau begitu, tapi suami dari sang ibu ini seolah-olah acuh gitu. Sehingga meninggal tabrakan itu. Anak, itu, udah tamat SMP, SD kalau ga salah masuk SMP. Naik sepedah motor,
xxxviii
tabrakan. Nah, disana lah yang bersangkutan baru nanya. Dimana sekarang anaknya gitu loh. Itulah akhirnya ditanya, begitulah hasilnya itu. Saya udah ngayah didalem gitu jadinya. Itu terlambat gitu loh. Nah itu anak melik yang ini akhirnya, memang ngayah disana. Segogyanya kita nanyakan terlebih dahulu ngayah dimanakan jelas jadinya kita ini. Apa ditebu atau dikembalikan meliknya it? Gitu loh. Kalau kembalikan melik, kalau kembalikan melik kan jadi ngga rebutan. Semuanya ingin-ingin, ingin anak ini, ingin anak ini gitu loh. Ingin kharismanya itu loh.”
06.03-06.18 “Soalnya banyak temenku pak yang kayak gitu. Gak banyak ada dua yang satu meninggal waktu SMP. Yang satu udah ditembus samapai sekarang masih. Terus katanya memang lebih seneng ke agama lebih seneng ke Pura gitu.”
06.19-06.39 “Nah, itu ciri-ciri yang tampak gitu kan. Lebih ke keluarganya sih pak.”
06.40-10.41 “Nah pada umumnya, yang melik yang ngayah di dunia itu yah. Yang saya laksanakan yah, yang dateng-dateng kerumah itu. Yang bersangkutan juga nanti menolong, begitu, menolong orang. Jadi yang bersangkutan jadi dasaran juga, jadi mangku juga gitu loh. Walaupun dia masih kecil, menolong gitu yah. Sekarang pun anak saya berada di Lampung. Sedang menolong juga. Sedang menoong orang sana banyak yang sakit, karena
xxxix
bawa itu loh, bawa bekel gitu. Akhirnya kan yang didewakan itu kan alat itu atau benda ini, siapa benda disana gitu. Bukan Tuhan gitu, puja lah Tuhan. Dekatkan lah diri pada Tuhan jangan bawa ini. Kembalikan lah itu, walaupun kembalikan pada dukun, apa, atau orang yang ngasih gitu ya kembalikan lah memalui pantai atau laut, melelui panca mahabuta ini. Kembali kepada air, tanah, kepada udara nah itu kan, api dan itu kan panca mahabuta. Nah kembalikan kesana gitu. Supaya tidak melik lagi. Kemudian disucikan, dimandi kembang pada saat tanjung kliwon itu. Mohon pada Betara Brahma supaya dilebur, suapaya keliatan yang bersangkutan itu sudah bersih itu tahap pertama. Baru dicek lagi, dari diperiksa pada yang bersangkutan. Sudah bersih, kemudain dimandikan kembang dengan duri. Nah ini, bukan durinya di gini, bukan, ada namanya, apa, apa tuh kalau di kukusan apa namanya, Namanya di Jwa Barat tuh belangseng ya namanya? Yang segitiga itu. Nah dimandiin lewat situ, kan ngucur airnyakan gitu. Bukan nanti, bukan dengan durinya di ini bukan. Nah itu, pada saat tilem udah keliatan bersih sekali. Baru mandi dengan bunga trimurti. Bunga trimurti itu bunga cempaka putih, kenanga dan kembang sepatu arjuna. Isitlah di Bali pucuk arjuna. Itu juga dimandikan ke yang bersangkutan. Nah setelah itu keliahatan lah yang bersangkutan ngayah dimana gitu kan. Memberikan wejangan, mewakili Tuhan atau Dewa Dewi, atau
xl
leluhurnya. Misalkan, siapa nanti yang diminta oleh orang untuk dateng. Apakah Tuhan yang berkaitan dengan sakitnya itu atau leluhurnya, posisi leluhurnya yang sudah meninggal itu. Nah nanti itu ngomong melalui yang bersangkutan, mewakili. Itu yang mawas-pawas itu Namanya mawas-pawas gitu. Berkaitan dengan manifestasi dengan Tuhan, Dewa Dewi atau Betara-betara. Memawas-pawas yang berkaitan dengan kehilangan gitu misalkan, pencarian. Atau mencari posisi, bingung, dimana sih saya menaro ini? Nah itu.”
10.41-10.45 “Ada pantangannya ga pak biasanya?”
10.45-10.59 “Pantangannya biasanya kaki empat. Sebab apa, seseorang yang sudah.. yang ngiring ini, memang selalu ada Beliau didalamnya. Jangan lah dikotori dengan kaki empat.”
10.49-11.01 “Kaki empat apa aja pak?”
11.01-11.10 “Sapi, babi, kambing dan kelinci kan kaki empat. Tapi kalo roda empat sih ngga apa-apa. Gitukan ya?”
11.16-11.28 “Kalau kita sebagai masyarakat biasa ad acara khusus ga, dalam berteman. Kayak oh ngga boleh disentuh atau gimana ada ngga pak? Sebagai teman-temanya gitu”
11.28-12.05 “Oh biasa aja. Boleh aja. Yang pokok hati-hati aja sama kepala. Jangan sembarangan ngambil kepala. Sebab kita percaya kalau Tuhan ada di diri kita. Beliau selalu ada di sini dan hati Nurani
xli
gitu kan. Jadi kita bayangkan Beliau ada di kepala kita. Jangan ngambil kepala orang gitu aja sih.”
Nama File: C0001 Tanggal: 5 Agustus 2019
Nama Narasumber: Bunda Teratai dan Pak Eka Jenis Wawancara: Soft Interview Durasi Pernyataan
00.04-00.06 “Boleh perkenalan dulu bu.”
00.07-00.22 “Perkenalan. Suwastiastu-nya dulu ya? Om suwastiastu, nama saya Koman Ayu Suryani tapi sering dipanggil oleh pasien Bunda Teratai.”
00.22-00.24 “Kenapa disebut Bunda Teratai?”
00.25-00.54 “Kenapa disebut Bunda Teratai, karena Beliau Dewi Kuan Im, memberikan nama untuk disebut sebagai Bunda Teratai. Orang lebih gampang memanggil Bunda Teratai, karena, mungkin seorang bunda yang harus menuntun umatnya kayak gitu. Yang biar lebih dewasa ya mungkin. Dah gitu akhirnya sampai sekarang dipake dengan Bunda Teratai.”
00.55-01.00 “Boleh diceritain Bu, waktu awalnya tau jadi anak melik.” 01.01-04.53 “Mengenai melik pada diri saya ya? Pada diri saya itu berawal
menurut cerita orang tua, mulai dari saya kecil. Mulai dari mungkin saya tidak inget saat itu. Bermain Bersama ular yang ada di penumul karang. Nah, saat itu ditanyakan sama ibu katanya saya melik. Udah gitu dibikinin banten, ntah banten apa
xlii
saya kurang tau karena masih kecil. Nah seiring waktu, SD, sakit, sakit panas yang dibilang sakit kuning. Sakit yang sudah dibawa kemana-mana tidak ada hasil apa-apa, tapi badan saya menguning semua. Dah itu sampai periksa alat ndak ada apa-apa. Akhirnya, panas tinggi dicari sama monyet, disamping saya. Ada monyet yang mencari, monyet warna putih. Udah gitu dari sana, lagi dibikinin banten. Ntah banten apa saya ga tau juga. Nah saat sekolah SD, saya SD di 14 Padangsambian. Nah disana waktu mau masuk jam setengah dua belas kalau ga salah, saya inget. Dicari sama wong samar, yang badannya besar ada, yang kecil ada, membawa angsa. Disuruh lah naik ke angsa, setelah itu saaya tiba-tiba pingsan. Tapi satu pun guru tidak ada yang percaya saat itu. Akhirnya dicarikan paranormal, dibilang kalau saya tuh dicari daripada ibunya Wong Samar mau diajak ke dunianya gitu. Dah gitu, abis itu, lumpuh mau ujian, SD, lumpuh ndak bisa jalan. Dah gitu di obati lagi. Nah waktu itu SMP juga ngga karuan jatuh, dan sebagainya. Nah seiring waktu yang lewat itu sakit lah saya, sakit, dibaca lah kesini. Diajak kesini, kerumahnya Pak Eka, Pak Eka Sana. Nah beliau lah yang mengobati saya sampai tuntas. Dan ketahuan memang saya itu harus menjalankan tugas daripada Beliau. Proses pada
pengobatan itu ya, apa ya pak? Di cek sama Pak Eka, ternyata saya disakiti orang. Pak Eka yang bershikan semuanya itu.
xliii
Kadang dalam proses pengobatan itu jam dua belas malem, kumat di rumah, di bawa kesini. Sampai sekian bulan seperti itu. Sekian bulan. Sudah, sampai, kayak orang gila kalau di bilang. Kalau orang yang liat saya dipikir gila mungkin. Kadang dijalan saya teriak-teriak, bisa dituntun sama Pak Eka dari jalan. Dah di jalan saya bunag motornya ditarik bawa kesini. Udah terus akhirnya, dilukat sama Pak Eka. Dilukat Brahma dulu, setelah di lukat Brahma dilukat Beji ya pak? Melukat Butha. Kemudian melukat di Beji, Khala? Melukat Khala dulu baru Beji ya pak terakhir? Di Pura dalem. Sampai terakhir melukat tilem yang pake duri. Berbagai macem, warna tiga ya pak?”
04.54-05.00 “Iya, Duri? Duri warna sebelas. Sebelas macam duri dia tuh.” 05.00-05.20 “Kalau melukat Brahma pake bunga merah, sebelas macam,
pake kendi.”
05.53-05.57 “Udah gitu akhirnya, itu titik terakhir ya pak, pelukatan?” 05.57-06.01 “Baru di sana di, Pura dalem.”
06.01-07.42 “Udah gitu melukat disana, terakhir udah bersih ya pak ya? Terus kerauhan ya. Kerauhan dari Beliau untuk menjaankan tugasnya beliau gitu. Lama juga saya ndak mau. Lama ya pak ya? Sampai bertaun-taun, sampai sekian taun itu saya menolak itu. Bahwa ga mungkin gitu, ndak mungkit itu akan terjadi pada diri saya. Saya kan orangnya ndak suka sembahyang salah satunya. Sudah gitu ga mengenal banten, masa kenapa harus
xliv
saya gitu. Nah dengan tuntunannya Pak Eka akhirnya diajak lah saya mewinten di Pura Dalem Kapal. Nah, disana setelah mewinten dari sana. Habis mewinten waktu itu sempet
kecelakaan juga, karena lalai lagi saya. Tidak mau. Kecelakaan di Imam Bonjol tuh mbak, kecelakaan motor. Iya. Nah disana ada orang tua yang ngambil motor saya, diabilang apa yang kamu cari di jalan? Pada saat magrib seperti ini. Pulang katanya, Tuhan menunggu mu di sana. Nah dalam keadaan itu, nagis saya pulang. Teriak-teriak saya pulang. Udah gitu disana saya
menobatkan diri saya, kalau saya, saya siap. Apa pun itu. Yang penting anak-anak saya bisa sekolah, bisa makan. Nah setelah itu saya menjalankan tugas beliau sampai sekarang. Sesuai
tuntunannya Pak Eka. ”
07.43-07.42 “Kan melalu banyak proses banyak penyumbuhan kayak begitu. Itu orang tua menemai?”
07.53-08.03 “Menemani, menemani sya. Orang tua, suami, anak menemani. Harus itu. Untuk melakukan pewintenan juga suami ikut. Iya.” 08.03-08.06 “Berarti termasuk upacara besar ya?”
08.06-08.19 “Upacara besar. Tapi kita kolektif, supaya tidak mengeluarkan banyak biaya kan gitu ya. Nah kolektif lah kita gitu.”
08.19-08.27 “Sekarang kan anak ibu katanya melik. Itu ibu Taunya bagaimana ya?”
xlv
08.27-09.09 “Tau dari.. Gustunya dari beliau ya pak? Gustunya dari beliau. Kalau anak yang nomer dua, tau sendiri saya karena dia sering kaget. Melihat kadang-kadang. Kalau rumah saya kan di depannya kosong, sering kadang-kadang liat gitu. Kadang-kadang ketakutan, tiba-tiba di sana ada orang katanya. Dah gitu, tapi saya belom melakukan upacara apa-apa. Yang terakhir juga belum. Kalau Dayuratih kayak sapi kan pak matanya, kalau dia minum matanya kebuka satu.”
09.09-09.13 “Apa itu keturunan ya? Ngga?”
09.13-09.52 “Mungkin. Mungkin ya pak? Karena saya juga, kakek saya sendiri dari gadis itu dulu balian. Dasaran ya Namanya? Juga ngobatin dulu. Dah gitu bapak saya seharusnya kan mangku, tapi karena bapak tidak mau akhirnya ya, meninggal. Sakit-sakitan dan meninggal akhirnya gitu.”
09.53-09.59 “Waktu itu kan seing kecelakaan ya katanya tadi? Itu tanda sebagai peringatan atau gimana ya?
10.00-10.21 “Kalau ditanyakan seperti peringatan, iya. Peringatan dari pada beliau, udah banyak kali saya. Terakhir itu yang saat saya sudah berkeluarga yang di Imam Bonjol itu aja. Kalau gadis sering sampai patah, ini hancur. Udah sering.”
10.22-10.26 “Ibu yang memiliki anak melik, punya rasaa takut ga sih bu? Apa yang ibu lakukan untuk anaknya?”
xlvi
10.27-10.52 “Ada. Ada rasa takut saya kadang-kadang kalau anak melik aneh kan tuh tingkahnya. Susah dikasih tau kadang-kadang, agak bandel. Sudah gitu takutnya saaya itu kan terrjadi apa-apa, saat kita seneng di ambil. Itu lah yang saya takut kan itu.
10.53-10.56 “Iya karena katanya kan anak melik tidak berumur panjang ya?” 10.56-11.08 “Tidak umur panjang, tidak murah rejeki gitu biasanya. Terus
cari pekerjaan juga agak susah ya”
11.08-13.36 “Nah ini lah yang bapak maksud ya.. anak melik itu harus ditanyakan kepada yang tau, dasaran. Jadi sebagaimana yang dikatakan tadi kan, ini proses anaknya melik kan blum di apa-apa kan, kan gitu. Nah seyogyanya ini, mohon pada dasaran lain yang nanti memawaskan istilahnya, jadi membawakan sesuatu. Meliknya nih ngayah di mana atau bertugass di mana. Apa mengabdinya di dunia atau di alam sana gitu. Supaya nanti ga, pas anaknya nanti sudah meninggal baru kita menanyakan gitu. Setelah ada terjadi baru kita nanyakan, tauya sudah ada
pembicaraan bahwa anak itu ngayah di pure dalem baru nyesel nanti kita. Itu lah oengalaman yang waktu itu diuraikan waktu di parisada ya begitu kan. Jadi seyogyanya kita tahu apakah
anaknya itu ditebusin atau di wali kan anaknya supaya anak itu umurnya Panjang kan gitu. Jadi kalau ngayahnya di surge kita kembalikan meliknya. Nanti kasih tau sama anaknya. Kamu meliknya nanti tolong udah usia tua udah tahu meliknya
xlvii
dikembalikan. Nanti minta lagi meliknya supaya cepet
meninggal begitu. Supaya nanti udah reyot gitu ga masih hidup gitu.”
Nama File: C0001 Tanggal: 7 Agustus 2019
Nama Narasumber: Bunda Teratai Jenis Wawancara: Soft Interview Durasi Pernyataan
00.09-00.51 “Beda sama orang melik ada tanda lahirnya. Kalau melik yang ada tanda lahirnya, lahir kelilit tali pusar kayak gitu. Lidahnya hitam kayak gitu dia meliknya. Banyak itu yang, kembar
buncing itu melik. Sudah gitu tangannya, tau mba, lebih tapi apa ya dempet kayak gitu, itu juga orang melik itu. Itu yang
seharusnya dibayuhin.”
00.52-00.55 “Tapi kalau yang begitu masih bisa renkarnasi lagi ya?” 00.56-01.05 “Bisa. Pasti itu. Kecuali orang itu moksa mungkin baru tidak
akan renkarnasi Kembali”
01.06-01.15 “Ada aku baca anak melik itu, sisa dari kehidupan kemarin. Tanggal nebus dosa aja.”
01.15-01.46 “Ngga mungkin juga. Kalau orang melik kan ya kadang sisi kenakalannya dulu yang dimunculin, sisi kenakalan. Kalau dia tidak bisa menetralisir kenakalannya itu mungkin dia sampai kapanpun bakalan seperti itu. Nah kalu dia bisa, mungkin kehidupan yang akan datang akan lebih baik. Ntah jadi apa.”
xlviii
01.46-01.50 “Katanya melik itu jembatan keluarga..”
01.50-02.30 “Iya. Anak melik itu dia jembatan keluarga. Kalau dia bisa, mempergunakannya. Kalau tidak bisa mempergunakan akan menjadi kesengsaraan keluarga gitu. Nah kalo saya kan
modelnya melik. Sekarang saya bisa mempergunakan melik saya untuk mengobati orang itu kan jadinya kebahagiaan buat
keluarga, buat menuntun anak-anak menjadi lebih baik. Juga rajin sembahyang salah satunya kita. Udah itu rajin kita, tidak makan kayak, babi, sapi yang kayak begitu dan mengerti lah.” 02.32-02.36 “Mungkin keluarga Bunda juga masih dikasih selamat karena
Bunda juga.”
02.36-04.49 “Pasti lah. Karena orang yang melik itu memang tingkat kenakalannya luar biasa. Dan tingkat ngambeknya susah kita bending kadang-kadang. Keras sekali. Kalai ini kan keras dia tumpek landek. Makanya kalau dia sudah ngambek saya lepas. Saya kasih ke Aji-nya. Karena kalau anak saya, anak saya nomer tiga sama saya itu sama-sama keras. Makanya dia harus ada satu sama ininya. Kalau dia sudah bilang ndak, ya ndak. Jangan dipaksain. Ini kalau sudah ndak mau sekolah, sudah dia ngga akan sekolah gitu. Dihari-hari kelainan, kajeng kliwon tuh ya sering, tumpek wayang dulu sempet tiga hari ndak sekolah. Ngga mau dia sekolah. Makanya susah, termasuk susah dia ini.
xlix
sekolah. Sekarang kelas empat gurunya sudah galak. Saya tak kasih tau, sekarang jangan macem-macem bu gurumu galak. Saya kadang-kadang pagi-pagi tuh was-was mba, ini orang mau sekolah ngga gitu. Kalau sudah bengkok jangan dah dibilang. Itu lah kadang saya suka takut kalau pagi. Biar dimarahi, dipukul, kalau ndak ya ndak. Wah pernah kalu saya kan orangnya.. nangis sih nangis, tapi dia tetep, tetep, ndak mau. Kalau dia nangis, dia ngambek saya biarin aja. Pokoknya sepuas-puasnya dia nangis silahkan. Nanti sadar, sadar sendiri gitu. Orang di kalau minumnya itukan. Matanya buka satu ya? Kayak mata sapi itu dia.”
04.49-04.50 “Masih itu sampai sekarang?”
04.50-05.06 “Masih. Kayak gitu masih. Kalau dia nguap matanya melek ssatu, satunya merem. Kalau minum dia juga gitu ya? Kalau minum dia gitu.”
05.07-05.08 “Dari bayi kayak begitu?”
05.09-08.34 “Dari bayi. Dari baru lahir. Saat saya hamil ini kan saya sudah ngiring itu mungkin juga yang bikin ngaruh. Tapi untungnya ngga ada apa-apa dikandungan. Baik-baik aja. Makanya kalau anak melik itu, gampang, gampang, susah gitu kita peliharanya. Karena orang-orang kayak gitu tuh, kalau kita tidak bisa
mendasarinya, nantinya akan pake kemauannya sendiri. Buthe kalenya di diri dia dipake. Makanya saya kalu sama ini, selalu
l
saya, awasi dia, apa dia. Orang saya, dia kadang suka curi-curi biasanya. Tapi kalau insting seorang ibu kan ndak bisa itu. Keluar malam kayak gitu, nyoba minuman keras. Pernah ngicip. Ngamuk dia. Kalau dia ikut sama saya nih baik dah dia, adem, pokokknya ini konsletnya cepet, positif negatifnya cepet sekali. Kalau dia sudah pelihara burung, burung, perkembangan dia nih dua tahun, dua tahun. Seneng dia sama burung, burung terus. Seneng sama anjing, anjing terus, iya. Perkembangan dia ini kalau saya liat dari kecil itu dua tahun, dua tahun dia nih perubahannya. Sekarang sukanya layangan? Layangan terus, sampai kita ngga bisa kasih tau. Makanya itu harus terus gitu diawasi. Dengan usia yang sudah besar kayak gini saya terus diawasi. Karena dia sudah berbekal didalam dirinya itu yang saya takutkan udah sih dibayuh melik, sudah. Cuma saya ndak tebusin aja. Soalnya saya berharap nanti di bawa meliknya, buat orang yang berguna nanti dia kedepannya. Kalau saya haturkan nanti saya ngga tau. Apa lagi nanti saya harus meminta Kembali kalau di mau meninggal. Itu kan suatu pekerjaan yang susah bagi saya gitu. Makanya saya bayuh aja untuk sementara. Supaya dia ngga kepansan membawa meliknya, iya. Biar sejuk dia
membawa meliknya. Itu adalah kebaikannya.
08.34-08.40 “Bunda sendiri masih terus menerus ngikutin perkembangannya ya.”
li
08.40-10.35 “Mau, ngga mau ya harus. Makanya mungkin karena waktu saya banyak di rumah jadinya lebih gampang sih mengetahui
perkembangannya. Kalau kerja kayak dulu mungkin tidak, tidak bisa kita jangkau kan. Kan dulu juga saya sempet punya usaha salon. Usaha salon tuh kan dari pagi sampai malem. Jadinya anak-anak tuh ngga bisa saya ini kan. Saat itu dah dia liar. Karena kurang pengawasan. Dari pagi sampai malem, kita malem lanjut lagi kita ngobatin. Iya, akhirnya kasih sayang antara ibu dan anak itu sudah ndak ada. Nah mungkin Tuhan sudang mengetahuinya ya, akhirnya dengan jalan Tuhan saya ngga boleh kemana-mana, hanya untuk melayani Beliau saja. Kebanyakan saya sakit dan kebanyakan saya bangkrut. Udah gitu dari sana ada sisi positif yang kita ambil, masih bisa mengawasi anak. Karena kita punya anak yang masih remaja-remaja gini kan butuh pengawasan. Apa yang dibutuhkan kita bisa. Biar semua masuk dia masuk, keluarga juga masuk. Susah kalau orang yang sudah melik, orang yang sudah ngayah sama Beliau ditolak jadi masalah. Itu lah dunia spiritual.”
10.39-10.43 “Jadi pasiennya Bunda yang nanti bakalan dateng paling berat gitu?”
10.43-12.15 “Lumayan berat itu kan ya? Baru pertama ini sekarang. Kemarin itu saya keluar service motor, ngga ada rencana saya kesana. Ke rumahnya dia ngga ada rencana. Tiba-tiba aja motor saya pengen
lii
kesana gitu. Akhirnya saya kesana, akhirnya sampe sana ya kaget saya litany. Kok ada ynag begini disini. Itu kan sodaranya pasien saya. Di medis tuh apa ya, ndak ada penanganan. Orang itu ngga bisa BAB sama kencing loh. Sampai lumpuh gitu ya. Kebas gitu, disini.”