Bayu Yudiana, 2014
Aplikasi Common Reflection Surface (CRS) pada Data Seismik 2D Multichannel di Perairan Utara
APLIKASI COMMON REFLECTION SURFACE (CRS)
PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL
DI PERAIRAN UTARA PAPUA
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Jurusan Pendidikan Fisika
Oleh
Bayu Yudiana
0803128
PROGRAM STUDI FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Bayu Yudiana, 2014
Aplikasi Common Reflection Surface (CRS) pada Data Seismik 2D Multichannel di Perairan Utara
APLIKASI COMMON REFLECTION SURFACE (CRS)
PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL
DI PERAIRAN UTARA PAPUA
Oleh Bayu Yudiana
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Bayu Yudiana 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Bayu Yudiana, 2014
Bayu Yudiana, 2014
Aplikasi Common Reflection Surface (CRS) pada Data Seismik 2D Multichannel
di Perairan Utara Papua
Nama : Bayu Yudiana
Pembimbing : 1. Tumpal Bernhard Nainggolan, S.T., M.T.
2. Nanang Dwi Ardi, S.Si, M.T.
Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Perairan utara Papua merupakan bagian dari Samudera Pasifik atau secara lebih spesifik merupakan bagian dari Laut Caroline. Wilayah Perairan Utara Papua menjadi salah satu tempat yang berpotensi menghasilkan sumber daya alam yang melimpah. Pengolahan data yang umum saat ini mulai bergeser ke arah metode pre-stack time maupun pre-stack depth imaging. Tetapi, stacking masih merupakan tahapan yang penting dalam pengolahan data seismik, karena penampang stack merupakan interpretasi awal dari gambaran bawah permukaan. Penampang stacking memiliki peranan penting karena merupakan penampang awal yang dapat diinterpretasi sebelum dilakukan proses migrasi. Salah satu metode stack yang mampu memberikan hasil yang baik adalah metoda Common Reflection Surface (CRS). Metode CRS mengasumsikan bahwa reflektor terdiri dari banyaknya segmen permukaan refleksi yang memiliki panjang yang sama dengan lebar zona Fresnel pada kedalaman. Metode CRS menggunakan stacking operator yang tepat untuk reflektor yang terekam pada data pre-stack lebih baik dari pada data konvensional. Stacking operator CRS terdiri dari 3 parameter yaitu α RNIP, RN. Untuk mendapatkan hasil
penampang CRS yang baik dilakukan uji apperture dip. Operator CRS yang terbaik menggunakan 50 m dengan apperture dip sebesar 250 m. Hasil dari metode CRS
stack mampu memberikan penggambaran bawah permukaan yang lebih baik dalam hal kemenerusan dan ketajaman reflektor dari pada stack konvensional, hal ini terlihat pada CDP 3000 – CDP 3500. Hasil dari metode CRS stack dapat bermanfaat sebagai sumber data awal untuk menentukan potensi sumber daya alam yang ada di bawah permukaan Perairan Utara Papua.
ii
Bayu Yudiana, 2014
ABSTRACT
Applications Common Reflection Surface (CRS) on Multichannel 2D Seismic
Data in North Papua Marine
Exclusive Economic Zone (EEZ) in the marine north of Papua is part of the Pacific Ocean, specifically in the Caroline Sea. Marine territory of northern Papua is one places which potentially produce abundant natural resources. General data processing are now starting to shift toward a method of pre-stack time and pre-stack depth imaging. But stacking is still an important stage in seismic data processing, because the cross section of the stack is the initial interpretation of the subsurface picture. Stacking cross section has an important role as an initial cross-section which can be interpreted before the migration process. One method of stack which is able to give a good result is a Common of Reflection Surface method (CRS) stack. CRS stack method assumes that the reflector consists of many segments of the surface reflection, which has a length same as width of the Fresnel zone at depth. CRS-Stack method using the appropriate stacking operator for reflectors recorded in the data pre-stack is better than conventional data. CRS stacking operator consists of three parameters: α, RNIP, RN. To get the good result for cross section of CRS apperture dip test
conducted. The best CRS operator is use 50 m with a dip of 250 m apperture. The results of CRS stack method is able to provide a depiction of the subsurface better in terms of sharpness continuity and reflector of the conventional stack. It can be seen in the CDP 3000 - CDP 3500. The results of the CRS stack method can be useful as an initial data source to determine the potential of the natural resources that exist in the subsurface marine of Papua North.
Bayu Yudiana, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii atar Belakang Masalah ... 1
1.2 ... R 2.1 Akuisisi Data Seismik ... 5
ii
Bayu Yudiana, 2014
2.1.2 ... P
eralatan Seismik Multichannel ... 7
2.2 Metode Konvensional ... 14
2.2.1 ... Co mmon Midpoint (CMP) Stack ... 15
2.2.2 ... K oreksi Normal Moveout (NMO) ... 16
2.2.3 ... A nalisis Kecepatan ... 19
2.2.4 ... St acking ... 22
2.3 Common Reflection Surface (CRS) ... 23
2.3.1 CRS Stacking Surface ... 25
2.3.2 Proyeksi Zona Fresnel ... 29
2.4 Noise ... 31
2.5 Kondisi Geologi Kawasan Lepas Pantai Utara Papua ... 32
2.5.1 ... G okasi Akuisisi Data Seismik ... 42
3.2 ... D iagram Alir ... 43
iii
Bayu Yudiana, 2014
3.4 ... P
re-processing ... 46
3.4.1 Input Data ... 46
3.4.2 Geometry Setting ... 47
3.4.3 Editing... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ... A nalisis Predictive Deconvolution ... 63
4.5 ... A nalisis Kecepatan ... 64
4.6 ... P enampang Stack Konvensional dan CRS ... 65
4.7 ... I nterpretasi Geologi... 68
iv
Bayu Yudiana, 2014
5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
v
Bayu Yudiana, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : ... I
lustrasi survei seismik laut dengan sumber berupa air gun ... 5
Gambar 2.2 : ... E
chosounder SyQuest Bathy 2010 ... 6
Gambar 2.3 : ... K
onfigurasi Airgun selama survei seismik ... 7
Gambar 2.4 : ... A
irgun yang digunakan di Kapal Riset Geomarin III ... 8
Gambar 2.5 : ... L
ayar Gun Controller (kiri) dan layar DigiCourse (kanan) ... 8
Gambar 2.6 : ... K
onfigurasi Array Gun dan Streamer yang dipergunakan selama
kegiatan survei seismik multichannel ... 11
Gambar 2.7 : ... Str
eamer ... 11
Gambar 2.8 : ... Di
gibird ... 11
Gambar 2.9 : ... Se
rcel Seal Recording System yang digunakan selama survei... 13
Gambar 2.10 : ... Sc
reenshot dari menu utama Recording System pada layar monitor
HCI ... 14
Gambar 2.11 : ... M
onitoring kualitas data perekaman data seismik oleh eSQCPro . 14
Gambar 2.12 : ... Ge
vi
Bayu Yudiana, 2014
Gambar 2.13 : ... Ge
ometri CMP gather yang memiliki dip ... 18
Gambar 2.14 : ... Pl
ot spektrum kecepatan ... 21
Gambar 2.15 : ... Ilu
strasi analisis kecepatan menggunakan metode semblance ... 22
Gambar 2.16 : ... Pr
oses stacking ... 23
Gambar 2.17 : ... O
perator Stacking dari NMO/DMO stack (Hubral, 1999),
NMO/DMO stack surface (hijau) dan CO reflection-time surface
(biru) ... 24
Gambar 2.18 : ... Cu
rvature gelombang normal (hijau) dan Curvature gelombang NIP
(merah) ... 26
Gambar 2.19 : ... Pe
rmukaan operator stacking dari CRS stack, CRS stack surface
(hijau) dan CO reflection time surface (biru) ... 27
Gambar 2.20 : ... Zo
na Fresnel ... 30
Gambar 2.21 : ... M
ultiple yang kemungkinan terjadi ... 31
Gambar 2.22 : ... Ru
pa bumi dasarlaut dari lempeng Caroline dicirikan oleh cekungan,
tinggian, punggungan dan palung laut ... 33
Gambar 2.23 : ... K
onvergensi miring antara tepian utara lempeng Australia dengan
beberapa lempeng mikro membentuk palung New Guinea dan
patahan geser seperti sesar Sorong ... 34
Gambar 2.24 : ... Li
vii
Bayu Yudiana, 2014
Gambar 2.25 : ... Pr
ofil seismik refleksi Kompleks Ayu dan Cekungan Caroline Barat
... 37
Gambar 2.26 : ... Pr
ofil sismik refleksi melalui Tinggian Eauripik... 37
Gambar 2.27 : ... Li
ntasan seismik refleksi Daeyang Cruise 2001 di Kompleks Ayu 38
Gambar 2.28 : ... Li
ntasan seismik refleksi Line 4 pada sisi barat Kompleks Ayu .. 39
Gambar 2.29 : ... Li
ntasan sesimik refleksi Line 13 melalui sumbu pemekaran
Kompleks Ayu ... 39
Gambar 2.30 : ... Lo
kasi pengukuran seismik di PC-01 sampai PC-04 selama
KR05-15Cruise ... 40
Gambar 2.31 : ...
Ketebalan sedimen penutup accoustic basement maksimum di
PC-03 sebesar 0.9TWT ... 40
Gambar 2.32 : ... Ke
tebalan sedimen penutup menjuh dari palung sebesar 0.5TWT di
PC-04 ... 41
Gambar 3.1 : ... Pe
ta Lintasan Akuisisi Seismik ... 42
Gambar 3.2 : ... M
orfologi Dasar Laut Daerah Survei Seismik ... 43
Gambar 3.3 : ... Di
agram Alir Penelitian ... 44
Gambar 3.4 : ... Fl
ow Input Data ... 46
Gambar 3.5 : ... Pa
viii
Bayu Yudiana, 2014
Gambar 3.6 : ... Pa
nel Jendela Menu Auto 2D Marine Geometry... 48
Gambar 3.7 : ... Pa
nel Jendela Geometry Setup ... 49
Gambar 3.8 : ... St
acking Chart hasil geometry setting ... 49
Gambar 3.9 : ... Pi
cking Top-mute pada FFID 5039... 50
Gambar 3.10 : ... Au
tocorrelation pada FFID 5038 ... 51
Gambar 3.11 : ... Fl
ow Dekonvolusi ... 52
Gambar 3.12 : ... Pa
rameter Predictive Dekonvolusi ... 52
Gambar 3.13 : ... Fl
ow Velocity Analysis ... 53
Gambar 3.14 : ... Pi
cking Velocity Analysis pada CDP 2551 ... 54
ix
nampang Hasil Geometry ... 60
Gambar 4.3 : ... Pe
nampang Hasil Top-mute ... 61
Gambar 4.4 : ... Ta
mpilan Autocorrelation ... 62
Gambar 4.5 : ... Ta
mpilan Predictive Deconvolution ... 63
Gambar 4.6 : ... Se
mblance analisis kecepatan pada CDP 2551 ... 64
Gambar 4.7 : ... Pe
nampang Stack Konvensional ... 65
Gambar 4.8 : ... Pe
nampang CRS Stack ... 66
Gambar 4.9 : ... Pe
nampang Stack Konvensional CDP 3000-3500 ... 68
Gambar 4.10 : ... Pe
nampang CRS Stack CDP 3000-3500 ... 68
Gambar 4.11 : ... Int
x
xi
Bayu Yudiana, 2014
DAFTAR TABEL
xii
Bayu Yudiana, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Peta Lintasan Akuisisi Seismik ... 76
Lampiran 2 : Tahapan Prosessing ... 77
Bayu Yudiana, 2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang 2/3
wilayahnya merupakan wilayah lautan. Dengan cakupan wilayah laut yang begitu
luasnya, maka Indonesia pun memiliki sumber daya alam yang melimpah baik di
darat maupun di laut. Namun sebagai negara maritim, Indonesia dinilai belum
Perairan utara Papua merupakan bagian dari Samudera Pasifik atau secara lebih
spesifik merupakan bagian dari Laut Caroline. Wilayah Perairan Utara Papua
menjadi salah satu tempat yang berpotensi menghasilkan sumber daya alam yang
cukup melimpah, Selama ini eksplorasi minyak dan gas bumi masih terpusat di
kawasan barat Indonesia. Padahal Kawasan Timur Indonesia menyimpan potensi
migas yang besar, namun masih belum dieksplorasi.
Wilayah Perairan Papua diperkirakan memiliki cadangan minyak dan
2
Bayu Yudiana, 2014
kondisi lokasi yang sangat sulit. Kawasan Timur Indonesia memiliki lebih banyak
kandungan gas dan minyak, karena kawasan tersebut memiliki banyak bebatuan
tua. Kendala utama yang dihadapi di Kawasan Timur Indonesia yaitu, masih
minimnya infrastruktur dan topografi daerah. Rata-rata lokasi minyak dan gas
bumi, berada di pegunungan atau laut dalam, sehingga membutuhkan infrastruktur
dan teknologi tinggi.
Salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui
struktur permukaan bawah laut yaitu metode seismik refleksi multichannel.
Metode seismik refleksi multichannel dapat memberikan citra bawah permukaan
yang semirip mungkin dengan keadaan geologi sebenarnya. Terdapat tiga tahapan
dalam metode seismik diantaranya, acquisition, processing, dan interpretation.
Dari ketiga tahapan tersebut, tahap processing atau seismic data processing
(pengolahan data seismik) merupakan tahap yang sangat berpengaruh. Karena
pada tahapan ini data yang direkam pada field tape (hasil dari akuisisi seismik
multichannel baik untuk data darat, data zona transisi, maupun data laut) akan
diproses sehingga menghasilkan suatu penampang seismik yang
merepresentasikan struktur lapisan bawah permukaan bumi.
Pengolahan data yang umum saat ini mulai bergeser ke arah metode
pre-stack time maupun pre-stack depth imaging. Namum stacking masih
merupakan tahapan yang penting dalam pengolahan data seismik, karena
penampang stack merupakan interpretasi awal dari gambaran bawah permukaan.
Satu dari metode baru yang dikembangkan untuk memperbaiki metode stacking
3
Bayu Yudiana, 2014
merupakan pengembangan dari metoda konvensional CMP stack gather dengan
menggunakan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan menambahkan beberapa
parameter yang berhubungan dengan bentuk reflektor bawah permukaan dan
untuk mendapatkan kecepatan stacking yang paling tepat untuk dapat dipakai
dalam proses pre-stack selanjutnya.
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana penampang seismik bawah permukaan 2D pada Perairan
Utara Papua melalui pengolahan data seismik stack konvensional dan metode
CRS?
I.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperlihatkan kemampuan
metode CRS untuk menghasilkan penampang seismik yang lebih baik daripada
metoda stack konvensional pada Perairan Utara Papua. Adapun batasan masalah
dalam penelitian ini yaitu pengolahan metode CRS dilakukan pada data yang
sudah mengalami pre-processing.
I.4 Tujuan
1. Melakukan proses data seismik dengan menggunakan stack konvensional
dan metode CRS sehingga menghasilkan penampang seismik bawah
Perairan Utara Papua yang berkualitas baik.
2. Membuktikan bahwa metode CRS mampu memberikan pencitraan yang
4
Bayu Yudiana, 2014
3. Memperoleh informasi geologi dari hasil penampang seismik bawah
permukaan Perairan Utara Papua yang akan membantu proses interpretasi
untuk mengetahui potensi sumber daya alam di Perairan Utara Papua.
I.5 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan deskriptif analitik pada pemrosesan data
seismik 2D multichannel dengan menggunakan software ProMAX 2D dan
menggunakan metode studi literatur dari beberapa kajian pustaka ilmiah (jurnal
ilmiah, artikel ilmiah, dan literasi ilmiah). Akuisisi data seismik dilakukan oleh
lembaga penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
(PPPGL) di Perairan Utara Papua.
I.6 Manfaat Penelitian
Hasil penampang seismik bawah permukaan 2D dari metode CRS dapat
bermanfaat sebagai sumber data awal untuk menentukan potensi sumber daya
Bayu Yudiana, 2014
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik
Akuisisi data seismik dilaksanakan pada bulan April 2013 dengan
menggunakan Kapal Riset Geomarin III di kawasan batas laut dan Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia di Perairan Utara Papua yang merupakan bagian dari
Samudera Pasifik atau secara lebih spesifik merupakan bagian dari Laut Caroline.
Akusisi data seismik dilakukan sebanyak 5 lintasan, sedangkan yang
peneliti gunakan untuk pengolahan data seismik adalah lintasan JYPR-3.2
(lintasan 3 sekuen 2). Berikut adalah gambar lintasan seismik :
43
Bayu Yudiana, 2014
Gambar 3.2 Morfologi Dasar Laut Daerah Survei Seismik
3.2 Diagram Alir
Pada bab ini membahas pelaksanaan penelitian mulai dari tahap awal
pengolahan data hingga diperoleh data yang siap untuk dianalisis. Pengolahan
data seismik menggunakan software ProMax 2D. Software ProMax merupakan
salah satu software untuk mengolah data seismik yang diproduksi oleh Landmark
Halliburton Ltd.
Tahapan awal pengolahan data dimulai dengan melakukan input data
ke dalam software ProMax. Data yang dimasukkan berupa SEG-D yang
dikonversi menjadi format data SEG-Y. Format data SEG-D merupakan data
lapangan yang langsung diterima dari receiver. SEG-Y merupakan format data
44
Bayu Yudiana, 2014
Tahapan selanjutnya merupakan tahapan yang penting pada pengolahan data yaitu
proses Geometri, Editing, dan Dekonvolusi, tahapan ini merupakan tahapan
pre-processing. Tahapan processing meliputi analisis kecepatan, stacking, dan CRS.
Selanjutnya akan dianalisis perbedaan penampang hasil stacking dengan
45
Bayu Yudiana, 2014
Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian
3.3 Data Lapangan
Penulis melakukan pengolahan data seismik pada lintasan 3.2 dengan
nama lintasan JYPR-3.2, raw data yang diolah mulai dari FFID 5038 sampai
dengan FFID 11474. Di bawah ini merupakan parameter akuisisi pada lintasan
JYPR-3.2.
Tabel 3.1 Parameter Akuisisi pada lintasan JYPR-3.2
Konfigurasi Off-end
Source Interval 37,5 m
Group Interval 12,5 m
Jumlah Source 6437
Jumlah Channel 48
Min. Offset 250 m
Max. Offset 837,5 m
CDP Interval 6,25 m
Fold Maksimum 8
Panjang Lintasan 241350 m
46
Bayu Yudiana, 2014
3.4 Pre-processing
3.4.1 Input Data
Input data lapangan seismik harus sesuai dengan format pita lapangan
(field tape). Dalam hal ini field tape masih berada dalam format multiplex, format
multiplex merupakan penggabungan hasil refleksi gelombang berdasarkan urutan
sampling waktu pada saat perekaman data seismik. Data lapangan dengan format
multiplex harus mengalami perubahan ke dalam demultiplex untuk mengubah
hasil rekaman data berdasarkan urutan trace-trace dalam masing-masing shot
gather. Data lapangan yang telah di-demultiplex dalam penulisan ini selanjutnya
disebut sebagai raw data. Berikut flow dari proses demultiplex dalam program
ProMAX 2D:
Gambar 3.4 Flow Input Data
Dalam pengolahan data kali ini data awal berupa data SEG-D yang
47
Bayu Yudiana, 2014
dalm proses demultiplex, output demultiplex berupa raw data yang nantinya
menjadi input untuk proses geometry.
3.4.2 Geometry Setting
Tahapan geometry berfungsi untuk mengkoreksi geometry agar sesuai
dengan kondisi di lapangan saat pengambilan data.
Gambar 3.5. Panel Jendela 2D Marine Geometry
Menu file berfungsi untuk memanggil data yang akan diolah. Data
yang diambil merupkan data geometri, yaitu JYPR-3.2. Menu setup dan Auto-2D
berfungsi untuk menspesifikasikan konfigurasi global dan informasi operasional
yang digunakan dalam ProMAX 2D. Aplikasi dari menu setup meliputi (Jusri,
2004) :
a). Assign Midpoints Method
Pada parameter ini disediakan pilihan metode binning yang akan
digunakan. Masukan yang diberikan dalam parameter ini mempengaruhi
pilihan-pilihan yang disediakan oleh menu lainnya. Dalam pengolahan berikut, metode
yang digunakan adalah Matching pattern number in the SIN and PAT spreadsheet.
48
Bayu Yudiana, 2014
Parameter ini berisi input nominal receiver interval yang digunakan di
lapangan. Receiver interval yang digunakan adalah 12,5 meter.
c). Nominal source station interval
Parameter ini berisi input nominal shot interval yang digunakan di
lapangan. Shot interval yang digunakan adalah 37.5 meter.
d). Nominal sail line azimuth
Parameter ini berisi input nominal azimuth yang diukur sepanjang
arah lintasan ke arah bertambahnya nomor receiver station atau source station,
searah jarum jam dari arah arah utara, dalam satuan derajat (°).
e). Nominal Source Depth
Parameter ini berisi input kedalaman dari sumber energi. Kedalaman
sumber diukur dari permukaan perairan.
f). Nominal Receiver Depth
Parameter ini berisi input kedalaman dari sumber penerima.
49
Bayu Yudiana, 2014
Gambar 3.6 Panel Jendela Menu Auto 2D Marine Geometry
50
Bayu Yudiana, 2014
Gambar 3.8Stacking Chart hasil geometry setting
3.4.3 Editing
Pada pengolahan data seismik multichannel,trace- trace seismik yang
terekam sepanjang lintasan penelitian tidak semuanya merupakan data tetapi
terdapat data noise. Trace-trace yang memiliki noise dihilangkan sedemikian rupa
dalam proses editing untuk mendapatkan data yang berkualitas sebelum dilakukan
tahap selanjutnya, yakni dekonvolusi. Serangkaian proses dalam editing dilakukan
secara sistematis yang akan berdampak pada hasil akhir penampang seismik
nantinya. Proses editing yang dilakukan adalah top-mute, dan Autocorrelation.
Hasil dari top-mute dan Autocorrelation digunakan dalam proses dekonvolusi.
Top-mute
Muting bertujuan untuk memotong bagian yang tidak diinginkan yaitu sinyal
51
Bayu Yudiana, 2014
digunakan pada pengolahan ini adalah top mute. Top mute berfungsi untuk
menghilangkan noise direct wave.
Gambar 3.9Picking Top-mute pada FFID 5039
Autocorrelation
Proses autocorrelation merupakan proses untuk mengkoreksi kemungkinan
multiple yang ada pada data hasil rekaman seismik. Autocorrelation
dilakukan dengan menentukan panjang operator (operator length) yang
nantinya akan digunakan sebagai input parameter pada predictive
52
Bayu Yudiana, 2014
Gambar 3.10Autocorrelation pada FFID 5038
3.4.4 Dekonvolusi
Dekonvolusi merupakan suatu proses pengolahan data seismik yang
bertujuan untuk meningkatkan resolusi vertikal dengan cara mengkompres
wavelet seismik agar wavelet seismik yang terekam menjadi tajam dan tinggi
kembali. Selain meningkatkan resolusi vertikal, dekonvolusi juga dapat
mengurangi efek multiple yang mengganggu interpretasi data seismik serta
memperbaiki bentuk wavelet yang kompleks akibat pengaruh noise.
118 ms
53
Bayu Yudiana, 2014
Gambar 3.11 Flow Dekonvolusi
Gambar 3.12 Parameter Predictive Dekonvolusi
3.5 Velocity Analysis
Pada pengolahan data ini, velocity analyisis menggunakan metode
penggambaran amplitude (semblance velocity), yang merupakan plot kesamaan
sinyal pada bidang velocity versus two way zero offset time (TWT). Hasilnya
diplot dalam format kontur dengan warna pada penampang semblance. Kecepatan
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kecepatan Root Mean Square
(VRMS), yaitu kecepatan total dari sistem perlapisan horizontal dalam bentuk akar
kuadrat. Velocity analyisis menggunakan metode mengukur-kesamaan atau
metode semblance. Metode ini menampilkan penampang semblance dan CDP
gather secara bersamaan.
Picking kecepatan dimulai pada kecepatan 1500 m/s karena V(RMS)
dasar laut di lapisan tersebut diperkirakan sebesar 1500 m/s. Picking harus
mengalami pertambahan nilai kecepatan seiring dengan pertambahan TWT (Two
54
Bayu Yudiana, 2014
dapat dihindari. Selain itu, picking yang dilakukan harus memperhatikan CDP
gather. Idealnya CDP gather akan menjadi datar setelah di-apply NMO apabila
picking kecepatan yang dilakukan tepat.
Gambar 3.13 Flow Velocity Analysis
55
Bayu Yudiana, 2014
3.6 Koreksi Dip Move Out (DMO)
Koreksi dip move out dilakukan pada data ini untuk mengatasi
masalah picking fungsi kecepatan yang disebabkan oleh reflektor miring. Untuk
kasus reflektor miring, koreksi NMO belum menghasilkan zero offset trace. Oleh
karena itu dengan menggunakan koreksi dip move out, fungsi kecepatan yang
diperoleh akan menghasilkan zero offset trace yang tidak terpengaruh oleh
kemiringan reflektor dan kualitas data stack yang dihasilkan akan semakin bagus.
Input DMO menggunakan hasil dari dekonvolusi dengan menggunakan parameter
hasil velocity analysis.
Gambar 3.15 Flow DMO
3.7 Stacking
Setelah proses dekonvolusi dan DMO, maka dilakukan stacking pada
data, Stacking merupakan proses penjumlahan trace-trace seismik dalam satu
56
Bayu Yudiana, 2014
ratio (S/N), karena sinyal yang koheren akan saling memperkuat dan noise yang
inkoheren akan saling menghilangkan. Selain itu stacking juga mengurangi noise
yang bersifat koheren.
Stack dapat dilakukan berdasarkan common depth point (CDP),
common offset atau common shot point tergantung dari tujuan dari stack itu
sendiri. Biasanya proses stack dilakukan berdasarkan CDP dimana trace-trace
yang tergabung pada satu CDP disuperposisikan dan telah dikoreksi NMO.
Koreksi NMO dilakukan untuk menghilangkan efek jarak offset yang
berbeda-beda dari tiap receiver dalam format CDP.
Gambar 3.16 Flow Stacking
3.8 CRS
Terdapat 3 langkah untuk mendapatkan penampang CRS yang
optimal, diantaranya :
57
Bayu Yudiana, 2014
Dalam flow CRS ZO search dapat diperoleh dip berupa α dan RN dari
muka gelombang ZO section yang muncul. Parameter dip yang telah
ditentukan kemudian dipakai kedalam input CRS precompute Sebagai
input ZO search parameter dibutuhkan aperture dip, waktu tempuh, dan
kecepatan permukaan. Aperture dip merupakan radius dari zona Fresnel
untuk mendapatkan semblance. Sedangkan kecepatan awal diperlukan
untuk mendapatkan nilai maksimum dip.
Gambar 3.17 Flow CRS ZO Search
Gambar 3.18 Flow Parameter 2D CRS ZO Search
2. CRS Precompute
CRS precompute dipakai untuk mengkomputasi panel semblance, gather
58
Bayu Yudiana, 2014
Gather diperoleh menggunakan kecepatan frekuensi yang diperoleh dari
kecepatan NMO untuk mengaplikasikan CRS moveout untuk tiap trace
dan mengaplikasikan inverse NMO untuk tiap offset bin. Dengan
menggunakan CRS precompute, range semblance dapat diperbesar
sehingga semua trace dalam data pre-stack dapat dipakai.
Gambar 3.19 Flow CRS Precompute
3. CRS Stack
CRS stack menggunakan parameter dip dan kecepatan hasil CRS
precompute untuk menghasilkan penampang stack atau gather dengan S/N
yang lebih baik.
59
Bayu Yudiana, 2014
Bayu Yudiana, 2014
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
I.1 Kesimpulan
1. Telah dilakukan proses stack konvensional dan CRS Stack
menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D sehingga dihasilkan
penampang seismik bawah permukaan Perairan Utara Papua yang
berkualitas baik. Hal tersebut dilakukan menggunakan proses
tope-mute yang mampu menghilangkan swell noise, direct wave dan
autocorrelation yang dapat menghilangkan shot period multiple
sehingga terlihat penampang permukaan bawah laut dengan jelas.
2. Penampang seismik yang dihasilkan dengan menggunakan metode
CRS lebih baik daripada yang dihasilkan dengan menggunakan stack
konvensional, hal ini ditunjukan pada kemenerusan reflektor pada
CDP 3000-3500.
3. Dari hasil interpretasi geologi menunjukan adanya Sedimen Neogen,
Eauripik Rise (Oligocene), Oceanic Ridge dan Basement (Oceanic
Crust) yang terlihat jelas dari hasil pengolahan data seismik.
I.2 Saran
Untuk menghasilkan penampang CRS stack yang lebih baik,
72
Bayu Yudiana, 2014
sehingga diperlukan metoda lain, seperti SRME dan Transformasi Radon untuk
Bayu Yudiana, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. 2007. Ensiklopedia Seismik Online.
http://ensiklopediseismik.blogspot.com/ [Diunduh : 7 Januari 2013]
Anggraeni, P. (2008). Metode Zero Offset Common Reflection Surface : Aplikasi
Pada Data Sintetik dan Data Real. ITB, Bandung.
Cervený, V., (2001), Seismic Ray Theory, Cambridge University Press.
Desviyanti, R. (2013). Aplikasi Metode SRME untuk Penekanan Multiple pada
Data Seismik 2D Marine di Perairan Utara Papua. UPI, Bandung.
Hubral, P. and Krey, T., (1980), Interval velocities from seismic re_ection
traveltime measurements, Soc. Expl. Geophys.
Jäger, R. (1999). The Common Reflection Surface Stack - Theory and
Application. Master’s thesis, Universit¨at Karlsruhe.
Mann, J., Schiecher, J., Hertweck, T. (2007). CRS Stacking – A Simplified
Explanation. London: EAGE 69th Conference & Technical Exhibition.
Perroud, H., Hubral, P., and H¨ocht, G. (1999). Common-reflection-point stacking
in laterally inhomogeneous media. Geophys. Prosp., 47(1):1–19.
Priyono, A. (2006). Metoda Seismik I. Diktat Kuliah pada Program Studi
74
Bayu Yudiana, 2014
Purwanto, C. (2013). Laporan Akhir Penelitian Landas Kontinen Indonesia.
Bandung: Puslitbang Geologi Kelautan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Kelautan.
Syafran, A. (2007). Migrasi Penampang Seismik Refleksi 2D Multichanel
Cekungan Gorontalo Menggunakan ProMax. UPI, Bandung.
Taufiqurrahman. (2009). Pengolahan Data Seismik Menggunakan Metode Zero
Offset-Common Reflection Surface Stack. ITB, Bandung.
Telford, W.M., Geldart, L.P dan Sheriff, R.E. (1990). Applied Geophysics.
Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press.
Tristiyoherni, W. 2010. Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D
Pada Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara. Intitut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya.
Yilmaz, O. (1987). Seismic Data Analysis. Tulsa: Society of Exploration
Geophysicist.
Yilmaz, O. (2001), Seismic Data Analysis Volume 1, Tulsa: Society of