• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS METODE SURFACE RELATED MULTIPLE ELIMINATION (SRME) DAN TRANSFORMASI RADON UNTUK PENEKANAN MULTIPLE PADA DATA SEISMIK 2D MARINE DI PERAIRAN UTARA PAPUA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS METODE SURFACE RELATED MULTIPLE ELIMINATION (SRME) DAN TRANSFORMASI RADON UNTUK PENEKANAN MULTIPLE PADA DATA SEISMIK 2D MARINE DI PERAIRAN UTARA PAPUA."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS METODE SURFACE RELATED MULTIPLE

ELIMINATION (SRME) DAN TRANSFORMASI RADON UNTUK

PENEKANAN MULTIPLE PADA DATA SEISMIK 2D MARINE

DI PERAIRAN UTARA PAPUA

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Fisika

Jurusan Pendidikan Fisika

Oleh

Risma Deviyanti

0905902

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

ANALISIS METODE SURFACE RELATED

MULTIPLE ELIMINATION (SRME) DAN

TRANSFORMASI RADON UNTUK PENEKANAN

MULTIPLE PADA DATA SEISMIK 2D MARINE

DI PERAIRAN UTARA PAPUA

Oleh Risma Deviyanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Risma Deviyanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

ABSTRAK

ANALISIS METODE SURFACE RELATED MULTIPLE ELIMINATION (SRME) DAN TRANSFORMASI RADON UNTUK PENEKANAN MULTIPLE

PADA DATA SEISMIK 2D MARINE DI PERAIRAN UTARA PAPUA

Dalam pengambilan data seismik laut, informasi struktur bawah permukaan yang terekam sebagai sinyal bersama dengan gangguan atau noise yang merupakan multiple yang bisa merusak kualitas data sehingga data tidak bisa diinterpretasi dengan baik. Multiple adalah pengulangan refleksi akibat ’terperangkapnya’ gelombang seismik dalam air laut atau terperangkap dalam lapisan batuan lunak. Salah satu jenis multiple adalah surface-related multiple. Beberapa metode untuk menghilangkan surface-related multiple diantaranya adalah Surface Related Multiple Elimination (SRME) dan Transformasi Radon. SRME adalah metode untuk menghilangkan energi multiple yang dihasilkan oleh batas air-udara (surface-related multiple). SRME tidak memerlukan informasi subsurface dan informasi kecepatan. Metode Transformasi Radon merupakan salah-satu metode yang digunakan untuk mereduksi multiple data seismik. Dalam proses demultiple, metode tersebut mengubah domain data seismik dari domain waktu-jarak (time-offset) menjadi domain tau-p (intercept time-moveout ray parameter).

Dalam penelitian ini telah dilakukan tahapan pengolahan data seismik sampai migrasi menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D. Hasil Pre-Stack Time Migration (PSTM) dengan Transformasi Radon memperlihatkan penampang reflektivitas seismik lapisan bawah permukaan lebih representatif dengan multiple yang minimal sehingga tahap interpretasi selanjutnya pada penampang seismik termigrasi semakin optimum.

(5)

ABSTRACT

ANALYSIS OF SURFACE RELATED MULTIPLE ELIMINATION (SRME) AND RADON TRANSFORM METHOD FOR SUPPRESSING 2D MARINE

SEISMIC DATA IN THE NORTHERN OF PAPUA WATERS

In marine seismic data acquisition, information of subsurface structure recorded as signal along with noise such as multiple that could damage the quality of the data hence the data cannot be interpreted properly. Multiple is repetitions of reflection due to 'trapping' seismic waves in sea water or trapped in rock layers. Some method for eliminating multiple are Surface Related Multiple Elimination (SRME) and Radon Transform. SRME removes multiple energy generated by the water-air boundary or surface-related. The method does not require subsurface information and velocity information. Radon Transform is used to suppress seismic data multiple by isolating multiple from reflector. It changes domain of seismic data from time-offset domain to tau-p domain (intercept time-moveout ray parameter).

In this research is conducted the process to migrate seismic data processing using PROMAX 2D. Pre-Stack Time Migration (PSTM) output of Radon Transform displays seismic reflectivity of the subsurface section is more representative with minimum existence of multiple hence better seismic interpretation.

(6)

DAFTAR ISI 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Rumusan Masalah ... 5

1.3Batasan Masalah ... 5

1.4Tujuan ... 5

1.5Metode Penelitian ... 6

1.6Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Seismik Refleksi ... 7

2.2 Prinsip Dasar Perambatan Gelombang Seismik ... 7

2.2.1 Hukum Snell ... 7

2.2.2 Prinsip Huygen ... 9

2.2.3 Prinsip Fermat ... 9

2.2.4 Difraksi ... 10

2.3 Kecepatan Gelombang Seismik Dalam Medium Elastik ... 10

2.4 Wavelet Seismik ... 11

2.5 Tau-P ... 13

2.6 Konvolusi ... 14

(7)

2.8 Multiple ... 16

2.9 Normal Move Out (NMO) ... 19

2.10 Surface Related Multiple Elimination (SRME) ... 22

2.10.1 Konsep Matematis SRME ... 25

2.10.2 Tahapan SRME ... 28

2.11 Metode Transformasi Radon ... 31

2.11.1 Transformasi Radon Paraboik ... 33

2.11.2 Transformasi Radon Parabolik Sebagai Filter Moveout ... 35

2.12 Stacking ... 36

2.13. Migrasi ... 37

2.13.1 Pengertian Migrasi... 37

2.13.2 Konsep Dasar Migrasi ... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Lokasi Akuisisi Data Seismik... 40

3.2Peralatan Akuisisi Seismik 2D ... 43

3.2.1 Peralatan Seismic Multichannel ... 44

3.3Data Lapangan ... 53

3.3.1 Diagram Alir Pengolahan Data... 54

3.4Pengolahan Data Seismik ... 55

3.4.1 Pre-Processing ... 55

3.4.2 Analisis Kecepatan ... 62

3.4.3 Penerapan Metode SRME ... 64

3.4.4 Penerapan Metode Transformasi Radon... 73

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Analisis Raw Data ... 79

4.2Analisis Geometry ... 81

4.3Autocorrelation ... 82

(8)

4.5Analisis Kecepatan ... 84

4.6Analisis Demultiple ... 85

4.7Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) ... 88

4.8Interpretasi Geologi ... 89

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Refleksi dan Refraksi Saat VP2> VS2> VP1> VS1

(Yuliandri, 2009) ... 8

Gambar 2.2 : Prinsip Huygen (R.Setiady, 2004) ... 9

Gambar 2.3 : Representasi Wavelet (Yilmaz, 1987) ... 12

Gambar 2.4 Wavelet fase nol dan fase minimum. (Yilmaz, 1987) ... 12

Gambar 2.5 Ilustrasi ray parameter ... 13

Gambar 2.6 : Tranformasi rekaman seismik menjadi domain tau (Abdullah, 2007). ... 14

Gambar 2.7 : Contoh aplikasi tranformasi tau-p untuk data real (Abdullah, 2007) ... 14

Gambar 2.8 : Skema proses konvolusi. (Yilmaz, 1987) ... 15

Gambar 2.9 : Macam-macam multiple: (a) water-bottom multiple orde satu dan orde dua. (b) free-surface multiple orde satu dan orde dua. (c) pegleg multiple orde satu dan orde dua. (d) intrabed multiple orde satu dan orde dua. (e) interbed multiple orde satu dan orde dua (Yilmaz, 1987) ... 18

Gambar 2.10 : Rekaman Seismik yang menunjukan Multiple (Abdullah, 2007)... 19

(10)

(b) Dipping reflektor CMP≠CDP (R.Setiady, 2004)………...…20

Gambar 2.12: Koreksi NMO (A.Priyono, 2006) ... 20

Gambar 2.13 : Koreksi NMO pada suatu CMP gather, (a) Sebelum

dilakukannya koreksi NMO (b) Setelah dilakukannya

koreksi NMO (Yilmaz, 2001) ... 21

Gambar 2.14 : Multiple permukaan orde pertama dapat dilihat sebagai

kombinasi dua refleksi primer yang dihubungkan satu

sama lain pada titik refleksi permukaan.

(Verschuur, 2006) ... 22

Gambar 2.15 : Proses metode SRME (Abdullah, 2007) ... 24

Gambar 2.16 : Menunjukkan keampuhan metode SRME dibandingkan

dengan metode konvensional (Abdullah, 2007) ... 24

Gambar 2.17 : a) Setelah refleksi di permukaan, seluruh refleksi primer

yang tedapat di dalam respon impulse bawah permukaan

x0(t), menjadi multiple orde pertama. Setelah refleksi

berikutnya di permukaan mereka menjadi multiple orde

kedua, dan seterusnya. b) Pembentukan multiple

permukaan dapat dinyatakan dalam diagram umpan balik.

(Verschuur, 2006) ... 26

Gambar 2.18 : Pembentukan multiple permukaan melalui auto-konvolusi

dari respon refleksi primer. (Verschuur, 2006) ... 27

Gambar 2.19 : Diagram alir pengurangan adaptif Least-Square

(11)

Gambar 2.20 : Pemetaan domain CMP gather (a) menjadi domain

slant-stack (b) dan domain radon (c) (O.Yilmaz, 2001) ... 31

Gambar 2.21 : Ilustrasi difraksi (Yilmaz, 1987) ... 38

Gambar 3.1 : Rupa bumi dasar laut dari lempeng Caroline dicirikan oleh cekungan, tinggian, punggungan dan palung laut. Garis merah menerus merupakan patahan geser; garis merah bergigi adalah penunjaman lempeng; garis merah putus dan titik adalah zona pemekaran lempeng dan titik-titik merah adalah kelurusan struktur (GMTmap.v.3). ... 41

Gambar 3.2 : (a) Peta Lintasan Akuisisi Seismik (b) Morfologi Dasar Laut Daerah Survei Seismik ... 42

Gambar 3.3 : Sistem navigasi dan hubungannya dengan peralatan-peralatan lain selama survei lapangan ... 43

Gambar 3.4 : Echosounder SyQuest Bathy 2010 ... 44

Gambar 3.5 : Konfigurasi airgun selama survei seismik ... 45

Gambar 3.6 : Airgun yang digunakan di Kapal Riset Geomarin III ... 45

Gambar 3.7 : Layar Gun Controller (kiri) dan layar DigiCourse (kanan) ... 46

Gambar 3.8 : Konfigurasi Array Gun dan Streamer yang dipergunakan selama kegiatan survei seismik multichannel ... 48

Gambar 3.9 : Streamer ... 49

(12)

Gambar 3.11 : Sercel Seal Recording System yang digunakan selama

survei ... 51

Gambar 3.12 : Screenshot dari menu utama Recording System pada layar monitor HCL ... 52

Gambar 3.13 : Monitoring kualitas data perekaman data seismik oleh eSQCPro. ... 52

Gambar 3.14 : Diagram Alir Metode Penelitian ... 54

Gambar 3.15 : Urutan tahapan pengolahan data seismik ... 55

Gambar 3.16 : Tahapan input data ... 56

Gambar 3.17 : Parameter rawdata ... 56

Gambar 3.18 : Urutan flow tahapan geometry ... 57

Gambar 3.19 : Panel Jendela Geometry ... 58

Gambar 3.20 : Tampilan Jendela Geometry Setup ... 58

Gambar 3.21 : Parameter-parameter dari flow proses Inline Geom Header Load ... 59

Gambar 3.22 : Stacking Chart hasil geometry ... 60

Gambar 3.23 : Urutan flow tahapan preprocessing ... 61

Gambar 3.24 : Jendela Interactive Spectral Analysis ... 62

Gambar 3.25 : Parameter Bandpass Filter untuk dekonvolusi ... 62

(13)

Gambar 3.27 : Jendela Velocity Analysis ... 64

Gambar 3.28 : Flow SRME ... 65

Gambar 3.29 : Wiggle Trace SRME Macro ... 67

Gambar 3.30 : Wiggle Trace SRME Un-regularization ... 68

Gambar 3.31 : Jendela picking horizon multiple ... 69

Gambar 3.32 : Flow Velocity Analysis SRME ... 70

Gambar 3.33 : Jendela picking Velocity Analysis SRME... 71

Gambar 3.34 : Flow DMO SRME ... 72

Gambar 3.35 : Flow PSTM SRME ... 72

Gambar 3.36 : Flow Radon ... 73

Gambar 3.37 : Parameter Radon Analysis ... 74

Gambar 3.38 : (a.) Jendela Radon Analysis before (b) Jendela Radon Analysis after ... 75

Gambar 3.39 : Flow Radon Velocity Analysis ... 76

Gambar 3.40 : Flow DMO Binning Transformasi Radon ... 77

Gambar 3.41 : Flow PSTM Transformasi Radon ... 78

Gambar 4.1: Shot Gather FFID 3726 dan FFID 3727 ... 80

Gambar 4.2 : Tampilan Geometry Setting. ... 81

(14)

Gambar 4.4 : Tampilan predictive deconvolution. ... 84

Gambar 4.5 : Semblance analisis kecepatan. ... 85

Gambar 4.6 : Tampilan Horizon Multiple (atas), hasil SRME (tengah) dan hasil Transformasi Radon (bawah) ... 86

Gambar 4.7 : Tampilan FFID 4190-4715 hasil metode SRME (atas) dan

Transformasi Radon (bawah). ... 87

Gambar 4.8 : Tampilan PSTM SRME (atas) dan

PSTM Transformasi Radon (bawah). ... 88

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Harga kecepatan dan impedansi akustik gelombang-P untuk

berbagai jenis batuan sedimen. (Priyono, A, 2006) ... 11

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 3.1 : Peta Daerah Survei Akuisisi Seismik

di Perairan Utara Papua... 95

Lampiran 3.2 : Parameter Processing ... 96

Lampiran 4.1 : Data sekunder survei LKI ... 124

Lampiran 5 : Dokumentasi Akuisisi Seismik di Perairan Utara Papua

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Seiring dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan dan teknologi

mendorong manusia untuk lebih mengeksplorasi kekayaan dan sumber daya alam

yang belum terjamah, khususnya di lautan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

kegiatan ekplorasi kekayaan bawah laut seperti minyak bumi, hidrotermal, energi

dan mineral lain yang terkandung didalamnya. Seperti diketahui, Indonesia

mempunyai wilayah perairan yang cukup luas, dengan kurang lebih 70%

wilayahnya adalah lautan dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang

melimpah. Selama ini sumber daya alam yang banyak dieksplorasi adalah sumber

daya alam di darat, baik itu emas, batu bara, nikel, minyak bumi dan gas.

Sehingga sumber daya alam yang ada di laut masih sedikit dieksplorasi.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian,

sumber daya alam di lautan Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang

lebih melimpah daripada di darat. Oleh karena itu, saat ini eksplorasi sumber daya

alam di laut sangat banyak dilakukan. Wilayah perairan Utara Papua menjadi

salah satu tempat yang berpotensi menghasilkan sumber daya alam yang

melimpah, Selama ini eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) masih terpusat di

kawasan barat Indonesia. Padahal Kawasan Timur Indonesia menyimpan potensi

migas yang besar, namun belum dieksplorasi. Wilayah Perairan Papua diprediksi

memiliki cadangan minyak dan gas bumi akan tetapi belum dieksplorasi, karena

terkendala infrastruktur dan kondisi lokasi yang sulit. Kawasan Timur Indonesia

memang lebih banyak memiliki kandungan gas dan minyak, karena kawasan itu

memiliki banyak bebatuan tua. Kendala utama yang dihadapi di Kawasan Timur

(18)

2

lokasi blok minyak dan gas bumi, berada di pegunungan atau laut dalam, sehingga

membutuhkan infrastruktur dan teknologi tinggi.

Dalam upaya pencarian sumber daya alam di wilayah laut diperlukan

penelitian terlebih dahulu untuk mengetahui gambaran sebaran potensi sumber

daya alam tersebut, sehingga dapat meminimalisir kegagalan yang terjadi. Salah

satu metode eksplorasi geofisika yang sering digunakan untuk mengetahui

struktur geologi bawah permukaan laut adalah metode seismik refleksi

multichannel. Metode seismik refleksi multichannel merupakan salah satu

metode geofisika yang digunakan untuk menyelidiki struktur lapisan bawah

permukaan dengan target kedalaman yang cukup jauh. Metode ini memberikan

gambaran yang cukup baik tentang bawah permukaan. Tiga hal pokok yang

menjadi tahapan dalam metode ini adalah acquisition, processing, dan

interpretation. Dari ketiga tahapan tersebut, tahap processing atau seismic data

processing (pengolahan data seismik) merupakan tahap yang sangat berpengaruh.

Karena pada tahapan ini data yang direkam pada field tape (hasil dari akuisisi

seismik multichannel baik untuk data darat, data zona transisi, maupun data laut)

akan diproses sehingga menghasilkan suatu penampang seismik yang

merepresentasikan struktur lapisan bawah permukaan bumi.

Dalam metode seismik refleksi multichannel di laut, sumber gelombang

buatan yang dikirimkan menembus tiap lapisan bumi akan dipantulkan kembali

berdasarkan reflektivitas batas lapisan. Gelombang yang dipantulkan dari lapisan

permukaan bumi akan diterima suatu alat yang disebut hydrophone. Hydrophone

akan mencatat waktu kedatangan dari gelombang pantul seismik dan mengubah

gelombang tersebut menjadi bentuk digital kemudian direkam.

Dalam pengambilan data seismik laut, terkadang bukan hanya sinyal

informasi struktur bawah permukaan yang terekam tetapi juga gangguan atau

noise yang bisa merusak kualitas data sehingga data tidak bisa diinterpretasi

dengan baik. Salah satu jenis gangguan yang sering dijumpai dalam perekaman

(19)

multiple atau surface-related multiple, (b) peg-leg multiple dan (c) intra-bed

multiple. Pemisahan antara sinyal dan noise, incoherent maupun coherent,

merupakan hal yang penting dalam suatu processing data seismik. Walaupun

setelah dilakukan processing data seismik, noise coherent terkadang masih

menyatu dengan sinyal. Salah satu noise coherent adalah surface-related multiple.

Gelombang multiple masih menjadi permasalahan serius dalam pengolahan data

seismik dikarenakan gelombang multiple sulit dihilangkan. Beberapa teknik

pengolahan data seismik yang bisa menghilangkan multiple adalah predictive

deconvolution, akan tetapi metode tersebut masih memiliki keterbatasan terutama

pada multiple tipe water bottom multiple dan dalam hal keterbatasan offset.

Teknik yang bisa mengeliminasi multiple diantaranya adalah teknik Surface

Related Multiple Elimination (SRME) dan transformasi radon.

Metode Surface Related Multiple Elimination (SRME) sudah

diperkenalkan oleh Verschuur dan Berkhout sejak tahun 1997, namun metode ini

baru populer di industri migas sejak tahun 2003-an. Surface Related Multiple

Elimination (SRME) adalah metode untuk menghilangkan energi multiple yang

dihasilkan oleh batas air-udara (surface-related multiples). Multiple yang

dihasilkan oleh batas air-udara ini kadang-kadang sangat sulit dihilangkan dengan

menggunakan metode demultiple konvensional biasa. Kelebihan SRME

dibandingkan teknik-teknik demultiple lain, yaitu tidak memerlukan informasi

subsurface dan informasi kecepatan.

SRME akan lebih optimal apabila diaplikasikan untuk data seismik

marine, terlebih dengan spatial sampling yang cukup rapat, terutama di arah

crossline. SRME memerlukan adanya shot di tiap posisi receiver, yang hampir

tidak mungkin dilakukan di lapangan dengan alasan ekonomis, sehingga data

interpolation dan regularization merupakan salah satu pre-requisite untuk SRME.

SRME dapat pula dilakukan untuk data land seismic apabila terdapat

surface-related multiples. SRME bertujuan menghilangkan surface-surface-related multiples yang

mungkin tidak efektif dihilangkan dengan moveout-based demultiple. Contoh

kasus dimana moveout-based demultiple menjadi tidak efektif: shallow water

(20)

4

Diharapkan dengan metode SRME ini dapat menekan surface-related multiples

dengan efektif meskipun tanpa informasi mengenai subsurface (velocity).

Metode radon merupakan metode untuk mereduksi multipel dalam data

seismik. Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah merubah domain data

seismik menggunakan pendekatan moveout parabola. Dengan menggunakan

pendekatan moveout parabola, domain waktu-jarak (t-x) dirubah menjadi domain

tau-p (intercept time-parameter ray). Hal ini dilakukan karena pada domain tau-p

suatu multipel akan mudah dibedakan terhadap data primernya.

Untuk mendapatkan penampang seismik bawah permukaan yang baik,

perlu juga dilakukan proses migrasi. Migrasi adalah proses dimana seolah-seolah

kita mengetahui dengan tepat posisi reflektor dibawah permukaan bumi,

mengkoreksi penggambaran struktur geologi bawah permukaan pada penampang

seismik yg muncul akibat adanya distorsi posisi. Tujuan dari migrasi adalah untuk

mengetahui gambaran fisis bawah permukaan dengan cermat.

Kedudukan reflektor yang tergambar pada penampang seismik hasil

stack belumlah mencerminkan kedudukan yang sebenarnya (masih semu), karena

rekaman normal incident belum tentu tegak lurus terhadap bidang permukaan,

terutama untuk bidang reflektor miring. Untuk mendapatkan kedudukan reflektor

yang sebenarnya perlu dilakukan perpindahan ke posisi dan waktu pantul yang

sebenarnya berdasarkan lintasan gelombangnya. Proses inilah yang dikenal

dengan proses migrasi.

Hasil migrasi dengan proses Surface Related Multiple Elimination

(SRME) dan Transformasi Radon diharapkan dapat membuat reflektivitas

penampang seismik lapisan bawah permukaan menjadi lebih representatif tanpa

adanya multiple sehingga tahap interpretasi selanjutnya pada penampang seismik

termigrasi akan semakin optimum. Hal ini sangat bermanfaat dalam menentukan

(21)

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana menampilkan pola reflektivitas penampang seismik bawah

permukaan 2D pre-stack time migration yang telah mengalami penekanan

multiple oleh Surface Related Multiple Elimination (SRME) dan Transformasi

Radon yang kemudian hasil kedua penampang tersebut dibandingkan.

1.3 Batasan Masalah

Pola reflektivitas penampang seismik bawah permukaan 2D pre-stack

time migration dengan metode Surface Related Multiple Elimination (SRME)

dibandingkan dengan pola reflektivitas penampang seismik bawah permukaan 2D

dengan metode Transformasi Radon. Pengolahan data seismik dilakukan dengan

filter bandpass (bandpass filter) dan analisis kecepatan RMS (root mean square

velocity analysis). Dari hasil pola reflektivitas penampang seismik yang diperoleh

akan dicari informasi geologi untuk menentukan struktur geologi dari batas-batas

landas kontinen Perairan Utara Papua.

1.4 Tujuan

1. Melakukan proses migrasi data seismik pre-stack time migration

dengan metode Surface Related Multiple Elimination (SRME) dan

Transformasi Radon sehingga diperoleh penampang seismik bawah

permukaan Perairan Utara Papua yang berkualitas tanpa adanya

keberadaan multiple sebelum dilakukan interpretasi.

2. Membandingkan hasil penampang sesimik bawah permukaan Perairan

Utara Papua hasil dari pre-stack time migration dengan metode

Surface Related Multiple Elimination (SRME) dan metode

Transformasi Radon.

3. Memperoleh informasi geologi dari hasil penampang seismik bawah

permukaan Perairan Utara Papua yang akan membantu proses

interpretasi untuk mengetahui potensi sumber daya alam di Perairan

(22)

6

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan software ProMAX 2D dengan menggunakan

data primer untuk melakukan pengolahan data seismik dan menggunakan metode

studi literatur dari beberapa kajian pustaka ilmiah (jurnal ilmiah, artikel ilmiah,

dan literasi ilmiah). Untuk Akuisisi data seismik dilakukan oleh lembaga

penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) di

Perairan Utara Papua.

1.6 Manfaat Penelitian

1. Hasil penampang seismik bawah permukaan 2D dari pre-stack time

migration dengan menggunakan Surface Related Multiple Elimination

(SRME) dan Transformasi Radon dapat bermanfaat sebagai data yang

siap diinterpretasi untuk menentukan potensi sumber daya alam yang

ada di bawah permukaan Perairan Utara Papua.

2. Hasil penampang seismik tersebut bisa digunakan juga untuk

menentukan batas landas kontinen garis terluar dari Perairan Utara

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini disusun menggunakan pendekatan kualitatif karena tidak

menyajikan data-data kuantitatif melainkan analisis pengolahan data sehingga

diperoleh hasil penampang struktur geologi bawah permukaan yang baik. Data

hasil akuisisi diproses secara terpadu dalam pengolahan data seismik (seismic

data processing) menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D sehingga diperoleh

representasi dari penampang geologi bawah permukaan berupa penampang

seismik hasil pre-stack time migration (PSTM) dengan metode Surface Related

Multiple Elimination (SRME) dan Transformasi Radon.

3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik

Akuisisi data seismik dilakukan bersama Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) pada bulan April 2013 dengan

menggunakan Kapal Riset Geomarin III di kawasan batas laut dan Zona Ekonomi

Eksklusif (ZEE) Indonesia di Perairan Utara Papua ditunjukan pada Gambar 3.1

yang merupakan bagian dari Samudera Pasifik atau secara lebih spesifik

merupakan bagian dari Laut Caroline. Dasar laut kawasan ZEE dicirikan oleh

morfologi dasar laut yang kasar dengan kedalaman laut mulai dari 2000 m sampai

dengan rata-rata 4500 m. Beberapa cekungan sempit sampai pada kedalaman

5000 m teramati sepanjang palung di utara Pulau Biak dan sekitar Kelurusan

Timurlaut (Gambar 3.1).

Morfologi dasar laut dicirikan oleh Tinggian Eauripik (Eauripik Rise)

berarah hampir utara-selatan dengan kedalaman mulai dari 2500 m yang

memisahkan Cekungan Caroline Barat dan Timur. Di sisi barat laut Caroline

dicirikan morfologi kasar berupa punggungan bukit maupun perbukitan terisolir

(24)

41

pulau-pulau kecil. Beberapa pematang bukit (ridge) tersingkap kepermukaan

seperti Pematang Palau dan Pematang Yap (Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Rupa bumi dasar laut dari lempeng Caroline dicirikan oleh cekungan, tinggian, punggungan dan palung laut. Garis merah menerus merupakan patahan geser; garis merah bergigi adalah penunjaman lempeng; garis merah putus dan titik adalah zona pemekaran lempeng dan titik-titik merah adalah kelurusan struktur (GMTmap.v.3).

Lintasan seismik dibuat memotong kontur untuk mendapatkan model

(25)

Gambar 3.2 (a) Peta Lintasan Akuisisi Seismik

Gambar 3.2 (b) Morfologi Dasar Laut Daerah Survei Seismik

(26)

43

3.2. Peralatan Akuisisi Seismik 2D

Sistem penentuan posisi kapal menggunakan sistim DGPS (Differential

Global Positioning System) C-NAV yang dapat memberikan ketelitian pengukuran

posisi hingga 0.1 meter

(27)

Pengukuran kedalaman dasar laut dilakukan dengan menggunakan Echosounder SyQuest

Bathy 2010 frekuensi sekitar 3.5 kHz, karena daerah survei termasuk perairan dalam

(lebih dari 1000 m).

Gambar 3.4 memperlihatkan Echosounder yang digunakan pada Geomarin III mendapatkan data posisi dari DGPS C-Nav dan memberikan keluaran data kedalaman digital terukur di bawah transduser (DBT, depth below transducer) ke sistem navigasi

GeoNav.

3.2.1 Peralatan Seismic Multichannel

a. Seismic Compressor dan Array Airgun

Kapal Riset Geomarin III memiliki 2 unit kompresor seismik tipe

SBM 18-44/2700 dari Atlas Copco masing-masing dengan kapasitas

minimum 620 SCFM pada 1400 rpm dan kapasitas maksimum 800 SCFM

pada 1800 rpm. Konfigurasi dan posisi airgun yang dipergunakan selama

(28)

45

arah penarikan adalah 1 meter, dan jarak antar airgun yang berdampingan

(parallel cluster) adalah 0.8 meter.

Dalam operasional kegiatan lapangan array airgun tersebut ditarik 40

meter dibelakang kapal, dan jarak airgun terhadap streamer dibelakangnya

adalah 250 meter (Gambar 3.9.). Selama survei berlangsung 2 airgun dengan

kapasitas total 630 cu in dioperasikan untuk mendapatkan penetrasi yang

dalam dengan source interval tiap 37.5 m.

(29)

b. Gun Controller dan Digicourse

Peledakan airgun dilakukan oleh kelep (valve) Solenoid yang

terpasang pada setiap Airgun. Solenoid ini memerlukan arus listrik pada

tegangan 60 volt yang dibangkitkan oleh Gun Controller TTS di

Laboratorium Geofisika Kapal Riset Geomarin III.

Pada Gambar 3.7 memperlihatkan Layar Gun Controller untuk

memonitor terjadinya ledakan airgun (kiri) dan layar DigiCourse untuk

mengatur naik-turunnya Digibird pada Streamer.

c. Streamer

Streamer berfungsi sebagai penerima pulsa suara terpantul oleh

struktur perlapisan bumi di bawah permukaan dasar laut. Streamer dari

Sercel Seal digunakan dalam kegiatan survei seismik ini dengan panjang 600

meter atau 4 active section (ALS) yang terdiri dari 48 active channel, dengan

spasi antar channel 12.5 meter. Keseluruhan panjang tersebut terbagi

kedalam 4 active section dengan panjang masing-masing 150 meter, sehingga

setiap active section terdapat 12 active channel. Pada masing-masing channel

terdapat 16 hydrophone aktif yang disambungkan secara paralel. Enam unit

Field Digitizer Unit (FDU) dipasang di dalam streamer berfungsi mengubah

(30)

47

sinyal yang dikirim ke recording system di Laboratorium Geofisika, Kapal

Riset Geomarin III telah dalam bentuk file yaitu Field File Identification

(FFID) untuk setiap shot gather. Konfigurasi streamer sebagai berikut:

- 1 x 140 m Towing Cable Leader

Selain active streamer juga terdapat beberapa modul-modul lain yang

ikut digelar di belakang kapal, konfigurasi keseluruhan adalah seperti pada

Gambar 3.8.

Active streamer ditarik di belakang kapal pada kurang lebih 290 meter

dari buritan. Disepanjang streamer ini dipasang 4 Ion Digibird 5010 di ujung

depan, tengah dan belakang streamer, yang digunakan sebagai pengontrol

kedalaman streamer. Selama survei posisi Digibird dimonitor oleh

Positioning Control System (PCS) dengan perangkat lunak DigiCourse di

Laboratorium Geofisika, Kapal Riset Geomarin III dan diusahakan untuk

tetap berada pada kedalaman sekitar 7 meter dari permukaan laut. Posisi

kedalaman streamer sangat berpengaruh pada kondisi noise (derau), jika

terlalu dangkal atau dekat dengan permukaan laut noise akan meninggi akibat

riak gelombang permukaan laut hingga menutupi sinyal terpantul dari dasar

laut. Sebaliknya bila terlalu dalam, sensitivitas dari streamer akan berkurang

akibat tingginya tekanan hidrostatis, atau secara otomatis akan mati bila

kedalamannya melebihi 30 meter. Gambar 3.9 dan 3.10 mempelihatkan

(31)
(32)

Gambar 3.9 Streamer Gambar 3.10 Digibird

d. Recording System

Seismic Recording System di Geomarin III terdiri dari beberapa

sub-sistem yang disebut sebagai Sercel Seal System, disamping itu juga terdapat

Deck System yang menghubungkan Streamer dengan recording system. Secara

detail Recording System terdiri dari :

HCI (Human Computer Interface), yang terdiri dari sebuah SUN Workstation Computer berikut software yang menghubungkan antara

operator dengan perangkat keras Seal System.

Modul CMXL, yang terdiri dari unit 408XL dan unit pemroses PRM. Semua parameter yang dimasukkan oleh operator melalui HCI akan diterima oleh

(33)

PRM, terdiri dari SUN Workstation dan software yang berfungsi untuk memformat data dari dan ke NAS (Network Attached Storage), printer dan

sistem kontrol kualitas (eSQCPro system).

Interface Unit, yang terdiri dari DXCU module, berfungsi sebagai pemberi daya listrik bagi Streamer serta interface aliran data dari Streamer ke

CMXL dan dari Digibird ke PCS (ION Positioning Control System) di

dalam Laboratorium Geofisika Geomarin III.

Kontrol kualitas perekaman selama survei berlangsung dilakukan oleh

sebuah IBM Workstation berikut software eSQCPro system. Hubungan antar

komputer-komputer di atas secara fisik dilakukan dengan melalui jaringan

khusus yang terpisah dari jaringan komputer umum di Geomarin III. Parameter

perekaman data seismik adalah :

Sampling Rate (SR) : 2 ms

Low Cut Filter (LCF) : 3 Hz dengan gain 0 dB

High Cut Filter (HCF): 1 / (2 x SR) = 1 / (2 x 2 ms) = 250 Hz

(34)

Gambar 3.11 Sercel Seal Recording System yang digunakan selama survei

Pada Gambar 3.12 memperlihatkan Sreenshot dari menu utama

Recording System pada layar monitor HCI yang menunjukkan berbagai

(35)

Pada Gambar 3.13. menunjukkan gambar layer monitoring kualitas data

perekaman data seismik oleh eSQC Pro. Layar bagian kiri menunjukkan signal

seismik yang diterima oleh masing-masing channel. Bagian tengah menunjukkan

spektrum frekuensi suara yang diterima oleh Streamer. Bagian kanan

menunjukkan keseluruhan penampang seismik yang telah dilakukan, diambil

dari salah satu channel.

(36)

3.3 Data Lapangan

Penulis melakukan pengolahan data seismik pada lintasan 5 dengan nama

lintasan JYPR-05, raw data yang diolah mulai dari FFID 3501 sampai dengan FFID

5500. Data yang diperoleh masih dalam format SEG-D. Parameter akuisisi yang

digunakan pada survei tersebut dijelaskan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Parameter Akuisisi pada lintasan JYPR-05

(37)

3.3.1 Diagram Alir Pengolahan Data

Gambar 3.14 memperlihatkan diagram alir pengolahan data seismik

(seismic data processing) menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D

sehingga diperoleh representasi dari penampang geologi bawah permukaan

berupa penampang seismik hasil pre-stack time migration (PSTM) dengan

metode Surface Related Multiple Elimination (SRME) dan penampang PSTM

dengan metode Transformasi Radon.

(38)

3.4 Pengolahan Data Seismik

Pengolahan data seismik menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D Version

5000 yang merupakan produk dari Landmark Halliburton Ltd. Tahapan pengolahan

data seismic bertujuan untuk mengingkatkan signal to noise ratio sehingga hasil

pengolahan data seismik tersebut bisa diinterpretasi secara geologi. Urutan tahapan

pengolahan data seismik pada perangkat lunak ProMAX diperlihatkan pada Gambar

3.15.

Gambar 3.15 Urutan tahapan pengolahan data seismik

3.4.1 Pre-Processing

Data seismik dari hasil akuisisi tersebut masih merupakan raw data yang

menggunakan tampilan hasil rekaman berdasarkan urutan sampling waktu. Oleh

karena itu diperlukan tahapan demultiplexing untuk mengubah hasil rekaman

berdasarkan urutan trace-trace dalam masing-masing shot gather yaitu Field File

Identification (FFID). Selanjutnya data hasil demultiplexing melewati proses

geometry dengan memasukkan parameter akuisisi dan posisi shot dan receiver sesuai

posisi yang sebenarnya pada saat akuisisi.

a. Input Data

Dalam pengolahan data kali ini yang digunakan adalah format data SEG-Y

(39)

Masing-masing FFID terdiri dari 48 channel dalam rentang satu streamer dan panjang

waktu rekaman two way travel time (TWT) 10 detik yang digunakan pada saat

melakukan akuisisi data seismik. Flow input data beserta parameter rawdata

diperlihatkan pada Gambar 3.16. dan Gambar 3.17.

Gambar 3.16. Tahapan input data

Gambar 3.17 Parameter rawdata

b. Geometry Setting

Setelah data yang akan diproses dimasukan, lalu buat Flow seperti pada

(40)

flow pengolahan data seismik yang kita inginkan, penamaan flow sebaiknya

diberikan penomoran sesuai dengan urutan processingnya sehingga mempermudah

kita, karena nama flow akan berurutan seperti contoh diatas. Untuk menambahkan

flow, kita cukup mengklik Add. Selanjutnya kita dapat melakukan Delete, Rename

dan Copy dari flow-flow yang telah ada.

Matikan flow selain dari flow di Blok 1. Flow diatas dapat di-running

(execute) sekaligus, tapi sebaiknya di run dari masing-masing blok nya secara

berurutan (masing-masing blok dibatasi oleh ’Add Flow Comment’) supaya lebih

mudah pengecekan apabila terdapat error , bila terdapat error klik View dan lihat

bagian mana yang terdapat error, perbaiki, kemudian run kembali.

Disk Data Output bertujuan agar data kita tersimpan dalam dataset project

ProMAX ini. Berikan nama dataset sesuai dengan keluaran datanya.

Matikan flow selain dari flow di Blok 2. Flow ini di gunakan untuk menampilkan

dataset yang kita miliki.

Gambar 3.18 Urutan flow tahapan geometry

(41)

Gambar 3.19 Panel Jendela Geometry

Dari sini kita telah masuk kedalam proses Geometry, yaitu memasukkan

parameter akusisi kedalam dataset yang kita miliki. Terdapat tiga buah tahap yang

penting pada proses ini, yakni memasukkan semua parameter geometri lapangan

yang dibutuhkan, data binning, dan finalizing database.

(42)

Proses selanjutnya dari geometry adalah memberikan header pada raw data. Pada

tahap ini informasi geometri secara otomatis dipanggil atau dikeluarkan dari

database ke trace header, dengan menggunakan perintah Inline Geom Header

Load.

Gambar 3.21 Parameter-parameter dari flow proses Inline Geom Header Load

Untuk melihat apakah data-data yang telah kita masukkan telah benar kita harus

melakukan Quality Control hasil geometry tersebut. Setelah itu kita dapat melihat

stacking chart seperti pada Gambar 3.22. Stacking chart antara CDP number

terhadap interval source-receiver menunjukkan fold coverage tinggi pada CDP di

(43)

Gambar 3.22 Stacking Chart hasil geometry

c. Dekonvolusi

Pre-processing dilanjutkan dengan tahapan Interactive Spectral Analysis

untuk memilih frekuensi bandpass filter yaitu rentang frekuensi 6-10-75-85 Hz untuk

selanjutnya digunakan sebagai input dari dekonvolusi. Untuk menghilangkan noise

dalam data seismik dilakukan proses editing sehingga mendapatkan data yang

berkualitas sebelum dilakukan tahap selanjutnya, yakni dekonvolusi. Proses editing

yang dilakukan adalah memasukkan dataset top-mute, dan decon-gate. Berikut urutan

(44)

Gambar 3.23 Urutan flow tahapan preprocessing

Proses terakhir dalam pre-processing adalah dekonvolusi yang bertujuan

untuk meningkatkan resolusi vertikal, mengurangi efek multiple yang mengganggu

interpretasi data seismik serta memperbaiki bentuk wavelet yang kompleks akibat

pengaruh noise. Pada bagian pre-processing ini akan dianalisis raw data setelah

(45)

Gambar 3.24 Jendela Interactive Spectral Analysis

Gambar 3.25 Parameter Bandpass Filter untuk dekonvolusi

3.4.2. Analisis Kecepatan

Analisis kecepatan merupakan proses pemilihan kecepatan gelombang

seismik yang sesuai. Definisi kecepatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kecepatan Root Mean Square (VRMS), yaitu kecepatan total dari sistem perlapisan

horizontal dalam bentuk akar kuadrat. Dalam penelitian ini, metode analisis

kecepatan yang digunakan ialah metode mengukur-kesamaan atau metode semblance.

(46)

Untuk menghindari kesalahan, picking yang dilakukan harus mengalami

pertambahan nilai kecepatan seiring dengan pertambahan TWT (Two Way

Traveltime). Sehingga kemungkinan melakukan picking pada nilai kecepatan multiple

dapat dihindari. Selain itu, picking yang dilakukan juga harus memperhatikan CDP

gather dari data yang dianalisa kecepatannya. Idealnya CDP gather akan menjadi

datar setelah di-apply NMO apabila picking kecepatan yang dilakukan tepat.

Sehingga tampilan CDP gather bisa dijadikan acuan untuk melihat benar atau

salahnya picking kecepatan yang dilakukan.

Untuk melakukan analisis kecepatan kita klik flow velocity analysis dari jendela

Flows pada Gambar 3.26. Berikut flow dan spesifikasi parameter subflow proses

velocity analysis dengan ProMAX 2D.

Gambar 3.26 Flow Velocity Analysis

Setelah menjalankan parameter subflow dari flow velocity analysis, klik Execute

untuk menjalankan flow velocity analysis dan akan muncul jendela velocity analysis

seperti pada Gambar 3.27.

Proses picking kecepatan analisis kecepatan yaitu memilih kecepatan

gelombang primer pada semblance kecepatan. Picking dilakukan dengan klik kiri

untuk meletakkan titik gelombang primer dan gelombang sekunder, klik tengah untuk

menghapus dan klik kanan untuk menggeser titik. Setelah selesai melakukan picking

(47)

yg berbeda. Analisis kecepatan yang dilakukan dengan increment CDP 100. Picking

kecepatan dimulai dengan kecepatan 1500 m/s karena reflektor pertama, yakni V(RMS)

seabottom di lapisan tersebut diperkirakan sebesar 1500 m/s. Proses diatas terus

dilakukan sampai muncul jendela Velocity Analysis dengan tombol run yang sudah

mati kemudian semua proses yang telah dilakukan di-save.

Gambar 3.27 Jendela Velocity Analysis

3.4.3. Penerapan Metode SRME

Metode (SRME) merupakan metode untuk menghilangkan multiple

permukaan yang terdapat pada data seismik dengan memanfaatkan refleksi-refleksi

yang terdapat dalam data seismik pre-stack untuk memprediksi multiple permukaan.

Metode SRME memiliki tiga tahap utama: pertama, menghilangkan noise non

(48)

interpolasi near dan intermediate offset yang hilang, menghilangkan gelombang

langsung dan gelombang permukaan. Kedua: prediksi multiple, prediksi ini

didasarkan pada observasi bahwa multiple yang terkait dengan permukaan dapat

diprediksi melalui konvolusi temporal dan spasial dari data itu sendiri (Berkhout,

1982). Ketiga: data input dikurangi dengan multiple yang terprediksi pada tahap dua.

Untuk melakukan metode SRME terlebih dahulu kita buat subflow SRME

seperti pada Gambar 3.28.

Gambar 3.28 Flow SRME

(49)

Dalam setiap akusisi seismik, selalu terjadi gap data pada near offset. Untuk

mengisi gap pada near offset ini maka dilakukan regularization near offset. Proses

regularization dilakukan dengan cara mengisi trace yang tidak terekam melalui

ekstrapolasi dari trace yang ada.

Tahapan pertama yang dilakukan pada metode ini adalah SRME

regularization, Sama seperti pada Radon, input yang kita masukan adalah input

preprocessing. Pada tahap ini akan dibuat suatu ensemble baru dengan spasi offset

yang teratur dan dilakukan ekstrapolasi trace dari offset minimum hingga offset nol.

Pada tahap ini juga dilakukan interpolasi trace-trace yang berdekatan sehingga setiap

satu shot point terdapat satu receiver.

b. Prediksi Multiple

Tahapan kedua adalah SRME Macro, pada tahapan ini dilakukan prediksi

multiple. Prosedur prediksi multiple permukaan pada prinsipnya merupakan

konvolusi antar trace seismik. Konvolusi antara trace awal dengan trace awal akan

menghasilkan multiple orde satu. Konvolusi antara multiple orde satu dengan trace

awal akan menghasilkan multiple orde dua. Multiple orde tiga diperoleh melalui

konvolusi multiple orde dua dengan awal dan seterusnya.

Agar dapat memprediksi multiple secara akurat dan tepat dengan

menggunakan wavelet yang benar, maka kedalaman source dan receiver serta wavelet

source harus diketahui. Untuk melakukan proses ini, matikan semua blok, kecuali

blok SRME macro, yakni blok ke dua, lalu klik Execute . Berikut jendela SRME

(50)

Gambar 3.29 Wiggle Trace SRME Macro

c. SRME Un-Regularization

Modul SRME Un-Regularization diterapkan untuk mengembalikan offset nol

dari estimasi multiple ke offset minimum semula, kemudian menggabungkannya

dengan data input awal hasil preprocessing ke dalam satu ensemble. Input yang

dibutuhkan adalah data awal hasil preprocessing dengan model estimasi multiple

hasil output modul SRME Macro. Agar model prediksi multiple dapat dicocokkan

dengan multiple data preprocessing melalui proses adaptif filter, maka kedua data ini

harus memiliki offset yang sama. Untuk itulah dilakukan proses un-regularization,

dimana offset model prediksi multiple dikembalikan menjadi offset minimum.

(51)

Gambar 3.30 Wiggle Trace SRME Un-regularization

d. MatchFilter

Modul Match Filter bertujuan untuk me-match-kan model estimasi multiple

dengan multiple sesungguhnya yang terdapat pada data input awal. Pada proses ini

digunakan filter Least-Square. Pada tahap ini kita mencoba-coba untuk mencari

parameter filter yang terbaik agar model estimasi multiple mendekati multiple

sesungguhnya, baik besar amplitudo maupun fasenya. Agar multiple hasil prediksi

mirip atau mendekati multiple sebenarnya, maka model prediksi dikonvolusikan

dengan suatu fungsi filter. Fungsi filter ini sendiri diperoleh dari dekonvolusi antara

autokorelasi model prediksi multiple dengan korelasi silang data input awal dan

model prediksi multiple.

Selain itu pada proses ini, dilakukan estimasi horizon multiple yang mana dua

kalinya dari horizon water bottom multiple. Picking horizon diperlihatkan pada

(52)

Gambar 3.31 Jendela picking horizon multiple

e. Adaptive Subtraction

Tahap terakhir dari penerapan SRME ini adalah menggunakan modul

Adaptive Substraction atau pengurangan adaptif. Dalam modul ini data input awal

akan dikurangkan dengan model multiple yang telah di match-kan dengan data

multiple sesungguhnya melalui proses filter. Dalam tahap ini hasil yang diharapkan

adalah data telah bebas dari multiple permukaan, sebab multiple yang dikurangkan

dari data input telah mendekati besar amplitudo dan fase multiple sesungguhnya.

Seperti halnya pada modul Match Filter, pada modul Adaptive Substraction ini juga

kita perlu mencari parameter filter yang tebaik agar multiple yang kurangkan

(53)

f. Velocity Analysis SRME

Velocity Analysis pada SRME sama seperti pada tahap Velocity sebelumnya,

hanya saja input yang digunakan berbeda, dengan input pre-compute SRME, seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 3.32 beserta jendela velocity analysis pada Gambar

3.33.

(54)

Gambar 3.33 Jendela picking Velocity Analysis SRME

g. DMO Correction SRME

Pada kasus lapisan miring, titik tengah tidak lagi merupakan proyeksi vertikal

dari titik hantam, sehingga pada kasus lapisan miring, CDP gather tidak ekuivalen

dengan CMP gather. Secara sederhana DMO (Dip Move Out) dapat diterjemahkan

dengan koreksi NMO pada lapisan miring. Pada bidang pemantul yang miring

common mid point (CMP) tidak sama dengan common depth point (CDP) sehingga

ada jarak antara titik CMP dan CDP. Koreksi DMO dilakukan untuk mengembalikan

titik CDP kembali sama dengan titik CMP karena dalam pengolahan data seismik

penampang seismik yang dihasilkan harus dalam zero offset. Berikut flow koreksi

(55)

Gambar 3.34 Flow DMO SRME

h. Pre-Stack Time Migration SRME

Prestack migration merupakan proses dimana migrasi dilakukan terlebih

dahulu sebelum data di-stack. Data input dari proses PSTM adalah data yang telah

terkoreksi DMO dan binning. Dalam tugas akhir ini penulis menggunakan metode

Kirchhoff sebagai alat perhitungannya. Metode Kirchhoff dilakukan dalam domain

waktu 2 dimensi pada migrasi sebelum stack (Pre-stack Time Migration). Berikut

flow pre-stack time migration dalam ProMAX 2D :

Gambar 3.35 Flow PSTM SRME

(56)

a. Analysis Radon

Metode radon merupakan metode untuk mereduksi multipel dalam data

seismik. Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah merubah domain data

seismik menggunakan pendekatan moveout parabola. Dengan menggunakan

pendekatan moveout parabola, domain waktu-jarak (t-x) dirubah menjadi domain

(tau-p) (intercept time-moveout parameter ray). Hal ini dilakukan karena pada

domain tau-p suatu multipel akan mudah dibedakan terhadap data primernya.

Pertama-tama kita buat dahulu subflow untuk Radon, seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 3.36.

Gambar 3.36 Flow Radon

Setelah membuat parameter subflow dari flow Radon, kita masukan input

preprocessing yang sudah dilakukan dekonvolusi, dan memasukan subflow NMO,

lalu subflow Radon Analysis. Sebelum melakukan tahap Radon Analysis, terlebih

dahulu kita masukan parameter-parameter seperti pada Gambar 3.37. Metode Radon

(57)

Gambar 3.37 Parameter Radon Analysis

b. Radon Filter

Untuk melakukan Radon Filter, jalankan subflow pada blok pertama, dan

matikan dahulu subflow yang ada dibawahnya, setelah itu klik Execute untuk

menjalankan flow Radon analysis dan akan muncul jendela Radon Filter seperti pada

Gambar 3.38.

Penampang gelombang yang disebelah kiri adalah penampang sebelum

dilakukan picking Radon, dan yang disebelah kanan setelah dilakukan picking Radon.

(58)

Gambar 3.38 (a) Jendela Radon Analysis before

(59)

c. Radon Velocity Analysis

Setelah itu, lakukan Velocity Analysis ulang untuk Transformasi Radon,

dengan input radon. Tahapan untuk melakukan Velocity Analysis sama seperti pada

tahap Velocity sebelumnya, hanya saja input yang digunakan berbeda. Velocity

Analysis Radon ditunjukan pada Gambar 3.39.

Gambar 3.39 Flow Radon Velocity Analysis

d. DMO Correction Radon

Sama seperti pada SRME, setelah dilakukan analisa kecepatan, perlu juga

dilakukan koreksi DMO untuk untuk mengembalikan titik CDP kembali sama dengan

titik CMP karena dalam pengolahan data seismik penampang seismik yang dihasilkan

(60)

Gambar 3.40 Flow DMO Binning Transformasi Radon

e. Pre-Stack Time Migration Radon

Untuk memindahkan data seismik ke posisi yang benar secara horisontal

maupun vertikal diperlukan proses migrasi. Migrasi menggeser kedudukan reflektor

non horisontal posisi subsurface pada penampang seismik.

Sama seperti pada SRME, penulis melakukan Pre-stack time migration

setelah penerapan metode Radon. Data input dari proses PSTM adalah data yang

telah terkoreksi DMO dan binning sebelumnya. Berikut flow pre-stack time

migration SRME dalam ProMAX 2D:

(61)
(62)

91

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Telah dilakukan proses migrasi data seismik pre-stack time migration

dengan metode Surface Related Multiple Elimination (SRME) dan

Transformasi Radon menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D

sehingga dihasilkan penampang seismik bawah permukaan Perairan

Utara Papua yang berkualitas dengan keberadaan multiple yang jauh

berkurang.

2. Penampang seismik pre-stack time migration dengan metode Surface

Related Multiple Elimination (SRME) menunjukan pola reflektivitas

yang masih terdapat keberadaan multiple terutama pada zona-zona

tertentu. Sedangkan penampang seismik pre-stack time migration

dengan metode Transformasi Radon menujukan pola reflektivitas

dengan keberadaan multiple yang jauh berkurang.

3. Dari hasil interpretasi geologi menunjukan adanya Sedimen Miocene,

Eauripik Rise (Oligocene) dan Basement (Oceanic Crust) yang terlihat

jelas dari hasil pengolahan data seismik. Rentang kecepatan

(63)

5.2 Saran

Kombinasi antara metode SRME dan Transformasi Radon dapat

digunakan untuk pengembangan teknik pengolahan data selanjutnya sehingga

hasil penampang seismik dapat menunjukan pencitraan bawah permukaan yang

(64)

93

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. 2007. Ensiklopedia Seismik Online.

http://ensiklopediseismik.blogspot.com/ [Diunduh : 20 Desember 2012]

Bisley, R. (2006), SRME Lunch and Learn, Presentation Documentation,

WesternGeco, Schlumberger.

Claerbout, J.F. (1985). Fundamental of Geophysical Data Processing, with

Applications to Petroleum Prospecting. Palo Alto: Blackwell Scientific

Publications.

Darman, H. dan Sidi, F.H. (2000). An Outline of The Geology of Indonesia. Ikatan

Ahli Geologi Indonesia (IAGI).

Ekasapta, A. (2007). Migrasi Penampang Seismik Refleksi 2D Multichannel

Cekungan Gorontalo Menggunakan ProMAX.

Kahfi, A. Rian., (2012), Penekanan Gelombang Multiple Pada Data Seismik

Dengan Surface Related Multiple Elimination (SRME), Thesis pada

Program Studi Geofisika ITB Bandung.

Priyono, A. (2006). Metoda Seismik I. Diktat Kuliah pada Program Studi

Geofisika FIKTM ITB.

ProMAX 2D Version 5000. 2011. Promax Reference. Landmark Graphics

(65)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. (2013). Laporan Akhir

Penelitian Landas Kontinen Indonesia. Bandung: Puslitbang Geologi

Kelautan.

Saputra, D. (2006). Atenuansi Multiple Pada Data Seismik Laut dengan

Menggunakan Metode Predictive Deconvolution dan Radon Velocity Filter.

Skripsi pada Program Studi Geofisika ITB Bandung.

Setiadi, R. (2004). Evaluasi Migrasi Data Seismik Marin 2D Resolusi Tinggi

Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Tricahyono, wahyu, 2000, Eliminasi Multipel Dengan Menggunakan

Transformasi Radon Parabola, Surabaya: Jurusan Fisika FMIPA ITS

Verschuur, D. J. (2006), Seismic Multiple Removal Techniques : past, present and

future, EAGE.

Yilmaz, O. (1987). Seismic Data Analysis. Tulsa: Society of Exploration

Geophysicist.

Yilmaz, O. (2001), Seismic Data Analysis Volume 1, Tulsa: Society of

Exploration Geophysics

Yuliandri, I. 2009. Teori Dasar AVO.

Gambar

Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Konfigurasi Array Gun dan Streamer yang dipergunakan selama kegiatan survei seismik multichannel
Gambar 3.11 Sercel Seal Recording System yang digunakan selama survei
Gambar 3.12  Screenshot dari menu utama Recording System pada layar monitor HCI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.20 Grafik Nilai Rata-rata Uji Kekerasan Dari grafik uji kekerasan yang ditampilkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai kekerasan rata-rata yang paling tinggi pada

L’ ANSES a été saisie à cet effet, le 30 juin 2014, par le ministère de la santé et par le m inistère de l’ écologie, du développement d urable et de l’ é nergie,

Bertambahnya kandungan bahan organik akibat bertambahnya dosis POG menyebabkan bertambahnya porositas tanah sehingga meningkatkan kemampuan tanah memegang molekul air

The problem, which is widely associated with the municipal sector, is particularly high- lighted in the steering of environmental health care because as a result of

Kontrol aplikasi dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah kontrol internal dalam sistem yang terkomputerisasi pada aplikasi komputer tertentu sudah memadai untuk

Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang

Dari analisis data yang telah dilakukan, dalam teks pidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, ditemukan

Menurut saya, isi pesan iklan yang disampaikan melalui SMS memberikan informasi tentang cara yang harus dilakukan oleh konsumen (misalnya: memperlihatkan SMS saat berkunjung