• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi Visual

Komunikasi visual terdiri dari dua kata, yaitu komunikasi dan visual.

Komunikasi merupakan pertukaran pesan dari satu orang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) melalui saluran media dengan menghasilkan umpan balik tertentu. Sedangkan visual adalah segala sesuatu yang dapat dilihat melalui indra penglihatan. Dari dua pengertian tersebut maka komunikasi visual dapat diartikan sebagai proses pertukaran pesan visual antara komunikator dan komunikan untuk menghasilkan umpan balik tertentu (Andhita, 2021:3).

Komunikasi visual meliputi mekanisme kerja indra visual yang menangkap kesan dari objek visual. Dalam komunikasi visual, proses pertukaran pesan melibatkan lambang, huruf, warna, foto, gambar, grafis, dan unsur visual lain melalui varian media yang menginterpretasikan makna tertentu.

Kenney (2009:92), menjelaskan bahwa komunikasi visual merupakan proses interaksi antar manusia yang mengekspresikan ide melalui media visual.

Umpan baliknya berupa pemahamam makna dari penerima pesan sesuai yang dimaksudkan oleh pengirim pesan. Konsep komunikasi visual adalah memadukan unsur-unsur desain grafis seperti kreatifitas, estetika, efisiensi, dan komunikatif untuk menciptakan suatu media yang dapat menarik perhatian, juga menciptakan media komunikasi yang efektif agar dapat diapresiasi oleh komunikan atau orang lain. Komunikasi visual juga merupakan payung dari berbagai kegiatan komunikasi yang menggunakan unsur rupa (visual) pada

(2)

13 berbagai media seperti percetakan atau grafika, marka grafis, papan reklame, televisi, film atau video, internet, serta yang lainnya.

2.1.2 Desain Komunikasi Visual

Desain komunikasi visual adalah suatu disiplin ilmu yang ditujukan untuk mempelajari konsep-konsep komunikasi serta ungkapan kreatif melalui berbagai media dalam menyampaikan pesan atau gagasan secara visual dengan mengelola elemen-elemen grafis yang berupa bentuk, gambar, tatanan huruf, komposisi warna, tata letak (layout) agar dapat diterima oleh seseorang atau kelompok yang menjadi sasaran penerimaan pesan (Adi Kusrianto, 2007:2).

Sedangkan menurut Supriyono (2010:54), desain komunikasi visual atau biasa dikenal dengan istilah desain grafis merupakan cabang ilmu dari desain, sama halnya dengan desain yang merupakan cabang ilmu dari seni. Sebagai karya seni, desain grafis tidak boleh lepas dari kaidah-kaidah seni dalam proses pembuatannya. Oleh karena itu, sebuah desain grafis harus berdaya guna dan dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.

Faktor penting yang perlu diperhatikan saat merancang desain komunikasi visual adalah pesan komunikasi visual yang terkandung dalam desain tersebut. Menurut Adi Kusrianto (2007:10), pesan komunikasi visual adalah pesan yang menggunakan bahasa visual sebagai media penyampaian pesan, dimana unsur dasar dari bahasa ini (yang menjadi fokus utama penyampaian pesan) adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dan digunakan untuk menyampaikan makna sebuah pesan. Menurut Sachari (2005:8-9), desain komunikasi visual adalah profesi yang mengkaji dan mempelajari desain dengan mempertimbangkan isi pesan, simbol, gambar, dan media. Dalam aspek

(3)

14 keilmuan, desain komunikasi visual difungsikan untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan pesan komunikasi, teknologi media, teknologi percetakan, dan teknik persuasi kepada masyarakat.

2.1.2.1 Fungsi Desain Komunikasi Visual

Menurut Cenadi (1999:4), desain komunikasi visual memiliki tiga fungsi dasar, yaitu:

1. Sebagai sarana identifikasi

Fungsi utama desain komunikasi visual adalah sebagai sarana identifikasi. Sebuah identitas dapat mewakili seseorang terkait siapa orang itu, dan darimana asal orang itu. Sama halnya dengan sebuah produk, organisasi, atau perusahaan, jika mempunyai identitas maka dapat mencerminkan objek tersebut sehingga mudah dikenali banyak orang.

2. Sebagai sarana informasi dan instruksi

Fungsi desain komunikasi visual sebagai sarana informasi dan instruksi adalah untuk menunjukan hubungan antara satu hal dengan hal lainnya dalam bentuk petunjuk, arah, posisi, dan skala. Informasi tersebut dapat berguna jika dikomunikasikan dengan orang yang tepat dan waktu yang tepat pula secara logis dan konsisten terus menerus.

3. Sebagai sarana presentasi dan promosi

Fungsi desain komunikasi visual sebagai sarana presentasi dan promosi bertujuan untuk menyampaikan pesan, menarik perhatian (atensi) dari mata (secara visual) dan

(4)

15 membuat pesan tersebut agar mudah diingat. Penggunaan kata- kata dan gambar diutamakan lebih sedikit agar berkesan dan memiliki makna. Dalam pemilihan kata harus bersifat persuasif dan mempunyai daya tarik karena tujuan utamanya adalah menjual produk.

2.1.2.2 Unsur Desain Komunikasi Visual

Menurut Supriyono (2010:57), dalam menciptakan desain komunikasi visual terdapat unsur-unsur desain, yaitu:

1. Garis

Gambar 2. 1 Garis Sumber: https://cilacapklik.com/

Garis dapat dimaknai sebagai jejak yang ditinggalkan oleh sebuah objek. Ketika sebuah objek bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain kemudian meninggalkan jejak, maka jejak tersebut bisa disebut dengan garis. Garis tidak memiliki kedalaman (depth), namun hanya memiliki panjang dan tebal saja. Oleh karena itu, garis disebut sebagai elemen satu dimensi. Wujud garis sangat beragam, dan bisa dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan desain. Garis lurus memiliki kesan

(5)

16 kaku dan formal, garis lengkung memiliki kesan lembut dan luwes, garis zig-zag memiliki kesan keras dan dinamis, dan garis tak beraturan yang memiliki kesan fleksibel dan tidak formal.

Begitupun juga dengan arah garis, garis horizontal memiliki kesan pasif, tenang, dan damai, garis vertikal memiliki kesan kuat, stabil, dan elegan, sedangkan garis diagonal memiliki kesan aktif dan dinamis.

Penggunaan garis dalam desain komunikasi visual berbeda fungsi dengan garis pada gambar teknik atau gambar kerja. Garis dalam desain komunikasi visual tidak terikat dengan aturan atau ketentuan tertentu untuk menggunakannya. Garis merupakan salah satu unsur visual yang dapat digunakan kapan saja dengan tujuan untuk memperjelas dan mempermudah pembaca. Sebuah garis bisa saja dijadikan sebagai fantasi visual agar pembaca terkesan dengan desain yang dibuat (Supriyono, 2010:50). Garis dalam pengertian semiotika memiliki artian yang lebih luas lagi, yaitu garis tidak selalu tergores di atas kertas atau media lainnya. Kolom arsitektur, kerangka jembatan, tinggi median lampu dan pohon dalam pengertian semiotika juga dapat dikatakan sebagai garis. Dengan demikian, penggunaan garis dalam desain komunikasi visual memiliki media yang tidak terbatas.

(6)

17 2. Bidang

Gambar 2. 2 Bidang Sumber: https://www.sangdes.com/

Semua bentuk yang memiliki dimensi tinggi dan lebar bisa disebut dengan bidang. Bidang dapat berupa bentuk-bentuk geometris (segitiga, segiempat, lingkaran, elips, setengah lingkaran dan sebagainya) dan bentuk-bentuk tak beraturan lainnya. Bidang berbentuk geometris memiliki kesan yang kaku dan terlihat formal. Sedangkan bidang tak beraturan memiliki kesan informal, santai, dan dinamis (Supriyono, 2010:66).

3. Tekstur

Gambar 2. 3 Tekstur

Sumber: https://www.fesyendesign.com/

Tekstur merupakan nilai raba atau halus-kasarnya suatu permukaan objek. Dalam bidang seni rupa, tekstur dapat bersifat

(7)

18 nyata dan dapat bersifat tidak nyata (Supriyono, 2010:80).

Dalam bidang desain komunikasi visual, tekstur lebih cenderung bersifat tidak nyata (semu), atau dilihat dari kesan visualnya.

Sebagai contoh, bidang cetak yang kosong dan tidak terdapat gambar ataupun tulisan dapat memberikan kesan tekstur halus.

Sebaliknya, bidang yang ada susunan teks dengan ukuran 11 poin memiliki kesan tekstur cukup kasar, dan susunan huruf untuk judul dengan ukuran yang besar akan memiliki kesan tekstur lebih kasar lagi (Supriyono, 2010:82).

4. Gelap-Terang

Gambar 2. 4 Gelap Terang Sumber: https://www.dictio.id/

Perbandingan gelap-terang dalam desain komunikasi visual disebut dengan value. Untuk memudahkan penyampaian pesan dalam suatu desain, salah satu cara yang dapat digunakan adalah menyusun elemen-elemen grafis secara kontras (value).

Kontras pada desain komunikasi visual mempunyai peran utama untuk memperkuat isi pesan atau informasi yang terkandung di dalam desain. Berdasarkan nilai gelap-terangnya, warna dapat

(8)

19 dibagi menjadi beberapa tingkatan, mulai dari warna yang paling terang (putih), cukup terang (kuning), terang (kuning-orange), sedang (merah), gelap (ungu), hingga yang paling gelap (hitam).

Penggunaan warna-warna terang akan lebih terlihat jelas jika ditempatkan pada latar belakang yang gelap, sedangkan penggunaan warna-warna gelap akan lebih terlihat jelas jika ditempatkan pada latar belakang yang terang (Supriyono, 2010:79).

5. Warna

Gambar 2. 5 Warna Sumber: https://laundry.drop.id/

Warna merupakan salah satu unsur visual yang bisa mempengaruhi sebuah desain. Pemilihan warna yang tepat disertakan pengelolaan dan penggabungan satu warna dengan warna lainnya dapat memberi kesan atau image yang khas, dikarenakan setiap warna memiliki karakter sifat yang berbeda- beda. Danger (1992:51), menjelaskan warna sebagai salah satu dari dua unsur desain yang menghasilkan daya tarik visual, dan

(9)

20 faktanya warna lebih menarik emosi ketimbang akal. Selain untuk menambah daya tarik visual, warna juga berperan penting dalam menyampaikan makna pesan dari sebuah desain komunikasi visual. Hal tersebut dijelaskan oleh Anggraini (2014:67), bahwasanya warna bisa memperkuat identitas suatu produk atau perusahaan untuk membantu menyampaikan pesan kepada target audience.

Menurut kejadiannya, warna dibagi menjadi dua yakni warna additive dan warna subtractive. Additive adalah warna yang tercipta langsung dari cahaya, yaitu red, green, dan blue atau biasa disebut RGB. Sedangkan subtractive adalah warna yang tercipta dari pigmen-pigmen warna, yaitu cyan, magenta, yellow, dan key atau biasa disebut CMYK. Sejauh ini pengelompokan warna dibagi menjadi empat, yaitu:

a. Warna Primer

Warna primer merupakan warna dasar atau warna pokok yang bukan campuran dari warna lain dan tidak bisa dibentuk oleh warna lain, seperti biru, kuning, dan merah.

b. Warna Sekunder

Warna sekunder merupakan hasil dari penggabungan warna-warna primer dengan proporsi 1:1, contohnya warna orange adalah campuran dari warna merah dan kuning, warna

(10)

21 violet adalah campuran dari warna merah dan biru, warna hijau adalah campuran dari warna kuning dan biru.

c. Warna Tersier

Warna tersier merupakan hasil dari campuran salah satu warna primer dan warna sekunder, contohnya warna kuning (primer) yang dicampur dengan warna orange (sekunder) akan menjadi warna marigold.

d. Warna Netral

Warna netral merupakan hasil dari campuran ketiga warna primer dengan proporsi 1:1:1. Seringkali warna netral juga digunakan sebagai penyeimbang warna yang kontras. Hasil dari ketiga warna tersebut jika digabungkan akan menghasilkan warna hitam.

2.1.2.3 Prinsip Desain Komunikasi Visual

Menurut Adi Kusrianto (2007:34), prinsip dasar desain merupakan suatu komposisi untuk mengatur unsur-unsur visual. Prinsip-prinsip desain tersebut adalah:

1. Kesatuan

Kesatuan merupakan prinsip desain yang menekankan keselarasan atas unsur-unsur visual yang disusun, baik berupa wujudnya ataupun ide-ide yang melandasinya. Kesatuan

(11)

22 diperuntukan untuk menyusun setiap elemen grafis, sehingga menjadikan desain tersebut lebih nyaman untuk dipandang.

Dengan adanya kesatuan maka setiap elemen grafis yang ada akan dapat saling mendukung untuk memperoleh fokus yang diinginkan.

2. Keseimbangan

Keseimbangan dalam prinsip desain merupakan pembagian antara segi visual dan optik. Keseimbangan dapat diciptakan melalui dua cara. Pertama, penyusunan unsur-unsur visual yang sama berat di semua sisi baik kanan-kiri atau atas- bawah secara simetris (formal balance). Kedua, penyusunan unsur-unsur visual yang dibuat tidak simetris baik kanan-kiri atau atas-bawah tetapi masih terasa seimbang (informal balance).

3. Irama

Irama pada pola tatanan letak (layout) dapat diciptakan dengan menyusun unsur-unsur visual secara berulang kali.

Penyusunan irama dalam desain bisa dilakukan dengan pola repetisi dan variasi. Repetisi adalah irama yang dibuat dengan menyusun unsur-unsur visual secara berulang kali dengan konsisten. Sedangkan variasi adalah pengulangan unsur-unsur visual disertai perubahan bentuk, posisi, dan ukuran.

(12)

23 4. Kontras

Kontras dalam komposisi desain digunakan sebagai vitalitas pada unsur-unsur visual agar tidak terkesan monoton.

Penggunaan kontras dalam desain sebaiknya ditampilkan secukupnya saja, karena apabila terlalu berlebihan akan menimbulkan ketidakteraturan dan kontradiksi yang jauh dari kesan sebuah karya yang harmonis.

5. Fokus

Fokus atau pusat perhatian merupakan prinsip desain yang diperuntukan untuk menunjukan bagian yang dianggap penting untuk dijadikan sebagai inti dari pusat perhatian.

Keharmonisan dalam membuat fokus dapat dilakukan dengan menjadikan segala sesuatu yang berada di sekeliling inti fokus untuk mendukung fokus yang telah ditentukan.

6. Proporsi

Proporsi adalah perbandingan antara suatu bilangan dari sebuah objek atau komposisi (Kusmiati, 1999:19). Proporsi merupakan kesesuaian bentuk dan ukuran dalam menciptakan keselarasan pada sebuah bidang. Ada tiga hal yang berkaitan dalam pembentukan proporsi, yaitu penempatan susunan yang menarik, penentuan bentuk dan ukuran yang tepat, dan penetapan skala agar dapat disusun sebaik mungkin.

(13)

24 2.1.3 Identitas Visual

Identitas visual merupakan segala bentuk identitas yang berkaitan dengan image suatu perusahaan atau entitas lain sebagai jembatan dalam menyatukan audience. Identitas visual dapat diciptakan melalui histori, visi dan misi, atau program yang menggambarkan image perusahaan yang diwakilkan.

Menurut Rustan (2009:22), identitas visual terdiri dari beberapa unsur atau atribut didalamnya, meliputi pemilihan nama, tipografi, logo, warna, serta elemen visual lain seperti foto, artworks, dan infographics. Alessandri dalam bukunya yang berjudul “Visual Identity: Promoting and Protecting the Public Face of an Organization” menjelaskan identitas visual sebagai brand personality dari suatu perusahaan yang dapat dikenali melalui apa yang kita lihat dengan satu kesatuan konsep (Alessandri, 2009:5).

2.1.3.1 Tujuan Identitas Visual

Menurut Landa (2011:241), idealnya identitas visual yang baik harus bisa mengkomunikasikan makna, menambah nilai, relevan dengan target audience, dan seharusnya:

1. Recognizable

Bentuk dari identitas visual harus mudah diidentifikasi dan dapat diartikan.

2. Memorable

Bentuk, warna, dan elemen lainnya harus koheren, unik, dan menarik.

(14)

25 3. Distinctive

Bentuk, warna, nama, dan elemen lainnya harus memiliki karakteristik yang unik sehingga dapat membedakan dengan kompetitor.

4. Sustainable

Bentuk, warna, nama, dan elemen lainnya harus relevan untuk jangka waktu yang lama.

5. Flexible/Extendible

Bentuk, warna, nama, dan elemen lainnya harus memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi agar mudah digunakan dan diaplikasikan ke berbagai media.

2.1.3.2 Elemen Identitas Visual

Identitas visual terdiri dari sistem-sistem yang terintegrasi, termasuk di dalamnya terdapat elemen-elemen grafis meliputi:

1. Nama

Menurut Rustan (2009:60), semua atribut identitas visual seperti logo, tipografi, warna, dan lain sebagainya dibangun berdasarkan pemilihan nama. Nama merupakan atribut identitas visual yang dapat membentuk image perusahaan di benak masyarakat. Oleh karena itu, dalam memilih dan mencari sebuah nama diperlukan proses yang panjang dan tidak mudah dikarenakan nama dapat berfungsi sebagai sarana dalam menginformasikan identitas perusahaan kepada masyarakat.

(15)

26 Berikut merupakan panduan yang harus dipastikan ketika hendak menentukan sebuah nama:

a. Apakah nama tersebut berbahasa Indonesia atau bahasa asing? Bagaimana jika ada perbedaan nama, penulisan, dan penyebutan di negara lain/tertentu.

b. Unik, tidak generil dan orisinil. Belum dipakai oleh merek lain.

c. Singkat dan mudah untuk diucapkan.

d. Tidak ambigu/mirip dengan kata lain sehingga tidak menimbulkan salah pengertian.

e. Tidak mengandung konotasi yang bersifat negatif.

f. Fleksibel, memiliki orientasi ke masa depan dan tetap relevan dengan tren dan budaya.

g. Jelas dan menarik ketika divisualkan ke dalam bentuk logo.

2. Logo

Menurut Pujiyanto (2014:97), logo berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu logos yang berarti kata, pemikiran pembaca, dan akal budi. Logo merupakan identitas perusahaan yang merepresentasikan simbol, signature, atau tanda-tanda yang tidak harus mendeskripsikan bisnis dari perusahaan secara penuh, namun harus bisa menjelaskan histori yang dimiliki oleh

(16)

27 perusahaan tersebut. Identitas perusahaan merupakan cerminan dari visi dan misi yang dihasilkan ke dalam bentuk logo. Logo adalah suatu hal yang mencerminkan hal-hal yang bersifat non- visual dari perusahaan, misalnya budaya, sikap, kepribadian dan perilaku yang dituangkan pada bentuk visual (Suwardikun, 2000:7). Supriyono (2010:98), menjelaskan jika terdapat pertimbangan-pertimbangan dalam menciptakan logo yang baik serta harus mencakup beberapa hal sebagai berikut:

a. Original and Distinctive

Memiliki keunikan, ciri khas, dan menjadi pembeda yang jelas antara perusahaan- perusahaan sejenis.

b. Legible

Memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi meskipun diaplikasikan ke berbagai macam ukuran dan media.

c. Simple

Mudah dipahami dan dimengerti dalam waktu yang relatif singkat.

d. Memorable

Mudah diingat karena keunikannya, bahkan dalam kurun waktu yang lama.

(17)

28 e. Easily associated with the company

Mudah dihubungkan dengan jenis usaha dan citra suatu perusahaan.

f. Easily adaptable for all graphic media

Kemudahan dalam mengaplikasikan logo yang meliputi bentuk, warna, maupun konfigurasi pada berbagai media.

Adapun jenis-jenis logo menurut Landa (2011:247), yaitu:

a. Logotype (Wordmark)

Gambar 2. 6 Logotype (Wordmark) Sumber: https://gudrilogo.blogspot.com/

Logo yang dibentuk dari nama sebuah brand dengan menggunakan tipografi atau huruf yang unik.

(18)

29 b. Lettermark

Gambar 2. 7 Lettermark

Sumber: https://commons.wikimedia.org/

Logo yang dibentuk dari inisial nama sebuah brand.

c. Symbol

Gambar 2. 8 Symbol Sumber: https://www.pakbob.id/

Logo yang dibentuk dari sebuah abstrak, gambar, atau visual yang memiliki sifat nonrepresential.

(19)

30 d. Pictorial Symbol

Gambar 2. 9 Pictorial Symbol

Sumber: https://haloyouth.pikiran-rakyat.com/

Logo yang dibentuk dari sebuah gambar yang bersifat representational, dan mengacu kepada orang, tempat, aktifitas atau obyek.

e. Abstract Symbol

Gambar 2. 10 Abstract Symbol Sumber: https://www.designyourway.net/

Logo yang dibentuk dari sebuah komposisi yang sederhana atau kompleks, dengan tujuan untuk berkomunikasi.

(20)

31 f. Nonrepresentational Symbol

Gambar 2. 11 Nonrepresentational Symbol Sumber: https://id.pinterest.com/

Logo yang dibentuk dari sebuah simbol yang murni ditemukan dan tidak mengacu kepada objek apapun, serta tidak merepresentasikan orang, tempat, atau sesuatu.

g. Character Icon

Gambar 2. 12 Character Icon Sumber: https://www.dafontfree.io/

Logo yang dibentuk dari sebuah karakter yang menggambarkan brand personality.

(21)

32 h. Combination Mark

Gambar 2. 13 Combination Mark Sumber: https://www.designyourway.net/

Logo yang dibentuk dari kombinasi kata dan simbol.

i. Emblem

Gambar 2. 14 Emblem

Sumber: https://gudrilogo.blogspot.com/

Logo yang dibentuk dari kombinasi kata dan visual yang selalu bersama dan tidak pernah terpisah.

(22)

33 3. Warna

Umumnya terdapat dua macam warna dalam identitas visual, yaitu warna pada logo dan warna pada perusahaan (corporate color). Terkadang, corporate color yang digunakan pada media dan aplikasi-aplikasi desain menggunakan warna yang sama dengan warna yang terdapat pada logo, namun ada juga yang memperluas jangkauan area warnanya.

4. Tipografi

Tipografi merupakan proses penataan huruf yang menjadi aspek penting dalam desain komunikasi visual. Dalam tipografi terdapat proses keselarasan antara konsep dan komposisi karya, sehingga bisa teridentifikasi maksud dan tujuan dari desain tersebut (Santosa, 2002:108). Pemilihan jenis huruf dalam tipografi serta cara pengelolaannya yang tepat sangat menentukan keberhasilan sebuah desain dalam konteks komunikasi. Dibaca atau tidaknya suatu pesan tergantung pada penggunaan huruf dan penyusunannya. Informasi yang menarik belum tentu dilihat oleh pembaca jika disampaikan dengan tipografi yang buruk (Supriyono, 2010:23).

(23)

34 Berikut adalah klasifikasi huruf menurut sejarah dan perkembangan tipografi secara umum:

a. Serif

Gambar 2. 15 Serif Sumber: https://befonts.com/

Serif merupakan jenis huruf yang mempunyai kaki atau sirip berbentuk lancip di setiap ujungnya. Serif mempunyai ketebalan dan ketipisan yang kontras di setiap garis hurufnya, sehingga jenis huruf ini memiliki tingkat keterbacaan (readability) yang cukup tinggi.

Huruf ini bisa memberikan kesan klasik, resmi, dan elegan pada suatu karya. Serif juga sering digunakan pada buku-buku, surat-surat resmi, surat kabar, dan lain-lain. Contoh: Garamond, Times New Roman (Anggraini, 2014:58).

(24)

35 b. Sans-Serif

Gambar 2. 16 Sans-Serif Sumber: https://befonts.com/

Sans-serif disebut juga sebagai huruf tanpa sirip (serif). Huruf ini memiliki ketebalan yang sama atau hampir sama di setiap garisnya.

Sans-serif memiliki kesan simpel, sederhana, dan futuristik. Huruf jenis ini sangat cocok jika dipadukan dengan garis tipis dan penggunaan warna yang tidak begitu mencolok agar mendapatkan kesan sederhana. Untuk menegaskan kata atau judul pada sebuah desain, huruf ini juga dapat ditebalkan. Contoh: Open Sans, Sans Font (Anggraini, 2014:60).

(25)

36 c. Dekoratif

Gambar 2. 17 Dekoratif Sumber: https://fontsrepo.com/

Dekoratif adalah pengembangan dari jenis-jenis huruf yang sudah ada. Huruf jenis ini identik dengan adanya hiasan atau ornamen- ornamen yang memberikan kesan dekoratif dan ornamental. Dekoratif tidak cocok digunakan dalam menulis body text, dikarenakan tingkat keterbacaan (readability) yang rendah (Anggraini, 2014:62).

d. Script

Gambar 2. 18 Script Sumber: https://befonts.com/

(26)

37 Script memiliki bentuk menyerupai goresan tangan yang dilukis menggunakan pensil atau kuas, serta biasanya memiliki karakteristik miring ke kanan. Script memiliki dua jenis huruf, yaitu formal script dan casual script. Formal script memiliki bentuk serupa dengan tulisan tangan menggunakan pena. Jenis ini banyak digunakan untuk undangan yang bersifat formal.

Sedangkan casual script lebih menyerupai tulisan tangan menggunakan pensil, karena memiliki kesan kesederhanaan dan akrab (Anggraini, 2014:62).

Menurut Wibowo (2015:92), terdapat pedoman dalam menentukan tipografi yang baik dan benar, yaitu:

a. Readability

Merupakan tingkatan atau level dimana sebuah tulisan dapat dipahami dan dibaca dengan mudah berdasarkan kompleksitas penggunaan kata-kata dalam sebuah kalimat.

b. Clearity

Kejelasan adalah hal yang paling penting dalam pemilihan jenis huruf, tipografi yang baik adalah yang tingkat kejelasannya dalam membaca tulisan cukup tinggi.

(27)

38 c. Visibility

Pemilihan jenis huruf harus disesuaikan dengan komposisi desain yang baik. Peletakan huruf yang terhalang oleh objek lain akan mempersulit pembaca dalam melihat tulisan yang ingin disampaikan.

d. Legibility

Merupakan kejelasan dari penulisan teks, biasanya berdasarkan pada ukuran, jenis huruf, dan spasi antar huruf yang digunakan.

2.1.4 Layout

Gambar 2. 19 Layout

Sumber: http://bandung-training.com/

Menurut Graphic Art Encyclopedia (1992:296), layout adalah penyusunan tata letak pada buku, majalah, atau bentuk publikasi lainnya sehingga unsur-unsur visual dapat mengikuti format yang disediakan. Selain itu, penyusunan layout juga meliputi penempatan ukuran dan bentuk ilustrasi, pengaturan teks atau huruf, serta penempatan garis tepi. Menurut Sutopo

(28)

39 (2002:174), proses penyusunan layout merupakan kegiatan merangkai unsur- unsur visual hingga menjadi sebuah susunan yang baik dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam desain komunikasi visual, penyusunan layout berfungsi untuk mengatur pola tata letak dari unsur-unsur visual terhadap suatu bidang tertentu agar memudahkan proses penyampaian pesan.

2.1.4.1 Prinsip Dasar Layout

Menurut Anggraini (2014:75), prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam menyusun layout terbagi menjadi 4, yaitu:

1. Sequence

Sequence merupakan aliran pandang mata ketika melihat layout atau urutan perhatian dalam layout. Layout dapat dikatakan baik dan benar jika pembaca dapat fokus kepada informasi utama yang disajikan.

2. Emphasis

Emphasis merupakan penekanan bagian tertentu pada layout agar pembaca dapat mengarahkan pandangannya ke bagian yang penting. Emphasis atau penekanan bisa dihasilkan dengan cara:

a. Memberikan ukuran huruf atau teks yang lebih besar daripada unsur visual lain di halaman tersebut.

b. Menggunakan warna yang kontras atau berbeda dengan warna unsur visual lainnya.

(29)

40 c. Meletakan bagian penting pada posisi yang

strategis agar menarik perhatian pembaca.

d. Menggunakan bentuk atau style yang berbeda dari unsur visual lainnya.

3. Balance

Balance atau keseimbangan dapat dibagi menjadi dua, yaitu keseimbangan simetris dan asimetris. Keseimbangan simetris adalah keseimbangan pada sisi-sisi yang berlawanan dan harus sama persis. Sedangkan keseimbangan asimetris adalah ketidakseimbangan pada objek-objek yang berlawanan.

Kelebihan dari keseimbangan asimetris adalah dapat memberi kesan santai dan tidak kaku.

4. Unity

Unity merupakan kesatuan dalam desain secara keseluruhan. Dalam menciptakan unity, setiap unsur-unsur visual yang dituangkan harus saling berkaitan dan disusun dengan benar.

2.1.4.2 Elemen Layout

Menurut Rustan (2009:27), untuk menyusun layout yang optimal, seorang desainer harus mengetahui peran dari masing-masing elemen visual yang ada. Peran tersebut terbagi menjadi 3, yaitu:

(30)

41 1. Elemen Teks

a. Judul

Sebuah artikel sejatinya diawali dengan beberapa kalimat singkat yang disebut dengan judul. Judul ditulis dengan ukuran teks yang besar, sehingga bisa menarik perhatian pembaca.

Selain ukuran teks, pemilihan kata yang digunakan juga harus diperhatikan untuk menarik minat pembaca.

b. Deck

Deck merupakan gambaran singkat dari topik yang akan dibahas dalam body text, Letak deck bisa beragam, tetapi umumnya terletak di antara judul dan body text.

c. Body Text

Isi dari sebuah artikel adalah bagian dari layout yang banyak memberikan informasi terkait topik yang akan dibahas. Keberhasilan body text bisa ditentukan melalui judul dan deck yang menarik, sehingga pembaca dapat meneruskan bacaanya.

d. Jumps

Untuk artikel panjang dengan halaman terbatas, diharuskan membuat sambungan di

(31)

42 halaman berikutnya. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah teks singkat untuk menginformasikan kepada pembaca terkait halaman yang menjadi sambungan. Jumps umumnya berbunyi

“sambungan dari halaman 1”.

e. Signature

Signature umumnya dapat dijumpai di flier, brosur, poster, dan lain-lain, yang biasanya berisikan alamat, nomor telepon, atau informasi tambahan lainnya. Bila menyangkut sebuah acara, umumnya disertakan logo, sponsor, dan media partner.

f. Nameplate

Peletakan nama pada media publikasi seperti brosur, majalah, dan surat kabar biasa disebut sebagai nameplate. Nameplate dibuat dengan ukuran yang besar serta diletakan pada bagian atas halaman depan.

2. Elemen Visual a. Foto

Kemampuan untuk menciptakan kesan dan pesan yang kuat adalah kekuatan terbesar dari fotografi. Hal ini berpengaruh pada

(32)

43 penggunaan media publikasi untuk meyakinkan pembaca.

b. Artworks

Artworks ditujukan untuk menyajikan informasi yang akurat dalam mengandung isi pesan yang sangat dalam. Artworks adalah jenis karya seni yang bisa dibuat secara manual ataupun digital.

c. Garis

Garis merupakan unsur desain yang dapat menciptakan kesan estetis pada sebuah karya visual. Pada layout, garis memiliki sifat fungsional untuk membagi area agar terjaga kesatuannya.

d. Shape

Shapes berisikan artikel yang bersifat tambahan dari artikel utama. Shapes berfungsi untuk merapikan setiap komponen layout.

Dengan begitu informasi tambahan bisa dibedakan oleh pembaca.

3. Elemen Tidak Terlihat a. Margin

Margin digunakan sebagai penentu jarak antara samping kertas dengan ruang yang akan

(33)

44 diisi oleh elemen-elemen layout, agar tidak terlalu jauh ke samping halaman.

b. Grid

Grid adalah alat bantu yang digunakan untuk mempermudah penyusunan elemen- elemen layout dan mempertahankan konsistensi dari kesatuan layout.

2.1.5 GSM (Graphic Standard Manual)

Sugeng Widada (2008:92), menjelaskan GSM (Graphic Standard Manual) sebagai metode yang diterapkan dalam perancangan media sebagai pedoman untuk menjaga konsistensi identitas perusahaan secara terstruktur agar tetap tampil baik dan benar dalam penempatannya ke berbagai macam media.

Penggunaan GSM (Graphic Standard Manual) difungsikan agar penempatan logo sebagai identitas visual dapat tersusun secara sistematis, sehingga tidak terjadi salah persepsi dalam penerapan logo di setiap media yang digunakan.

Menurut Putrasun (2011:2), beberapa unsur penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun GSM (Graphic Standard Manual) adalah:

1. Makna Logo 2. Logo Hitam Putih 3. Logo Grayscale 4. Logo in Grid 5. Clear Space Area 6. Area

7. Tipografi

(34)

45 8. Elemen Estetis

9. Layout Penerapan Identitas 10. Incorrect Used

11. Stationeries 2.1.6 Brand

American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai nama, istilah, tanda, lambang, desain, atau kombinasi dari semuanya, yang tujuannya adalah untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan membedakannya dari para pesaing. Artinya, brand merupakan produk atau jasa yang dimensinya dibedakan dengan beberapa produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang sama. Brand bisa diibaratkan sebagai sebuah nama yang mewakili suatu produk secara menyeluruh, baik produk itu sendiri, jasa yang diberikan, atau perusahaan yang memproduksinya. Brand berfungsi sebagai indikasi nilai yang menggambarkan seberapa kuat nilai yang ditawarkan dan mempunyai peran penting bagi konsumen dalam menetapkan pilihannya.

2.1.6.1 Brand Image

Kotler (2002:215) mendefinisikan brand image sebagai seperangkat ide, kesan, dan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap sebuah merek, dikarenakan sikap dan tindakan konsumen terhadap merek tersebut sangat ditentukan oleh image yang dimiliki. Brand image merupakan salah satu syarat yang penting bagi merek yang kuat, dan image merupakan persepsi yang relatif konsisten dalam jangka panjang (enduring perception). Maka dari itu tidak mudah dalam membentuk sebuah image, dan bila terbentuk maka akan sulit

(35)

46 untuk merubahnya. Image yang dibentuk oleh sebuah merek harus jelas dan memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan para pesaingnya. Pada saat perbedaan dan keunggulan sebuah merek dihadapkan dengan merek lain, maka muncullah yang disebut brand positioning (Kotler, 2002:225).

2.1.6.2 Brand Awareness

Kesadaran merek atau biasa disebut dengan brand awareness merupakan kesanggupan calon konsumen untuk mengenali dan mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari kategori produk tertentu (Durianto, 2001:47). Bagian dari kategori produk tersebut perlu ditekankan, dikarenakan melibatkan suatu merek dalam proses pemasaran. Kesadaran akan merek dapat diciptakan dari perasaan tidak yakin terhadap suatu merek hingga mengenali merek tersebut. Terdapat juga kondisi tingkat kesadaran dimana pada awal sadar akan merek tetapi lama kelamaan ditinggalkan (Aaker, 1997:61).

Kesadaran merek dapat menjadi hal utama bagi perusahaan untuk bersaing dalam mendapatkan kesan yang baik atas produk atau jasa yang ditawarkan.

Menurut Aaker (1997:40), kemampuan konsumen dalam mengingat dan mengenali merek dibagi dalam beberapa tingkatan, yaitu:

1. Unaware of Brand

Kategori ini termasuk dalam tingkatan kesadaran merek yang tidak teridentifikasi oleh calon konsumen walaupun telah melakukan upaya pengingatan kembali.

(36)

47 2. Brand Recognition

Kategori ini meliputi merek dari produk yang telah teridentifikasi oleh calon konsumen setelah dilakukan upaya pengingatan kembali.

3. Brand Recall

Kategori ini termasuk dalam suatu kategori yang telah diingat oleh konsumen tanpa harus melakukan upaya pengingatan kembali.

4. Top of Mind

Kategori ini meliputi merek suatu produk yang pertama kali muncul di benak calon konsumen.

2.1.6.3 Brand Engagement

Engagement dijelaskan sebagai “involves turning on a prospect to brand idea enhanced by the surrounding context”, yang artinya adalah hubungan emosional dan kognitif antara seseorang dengan suatu brand. Saat pelanggan memiliki hubungan emosional dan kognitif terhadap suatu brand, maka mereka akan lebih perhatian dan menyukai brand tersebut (Strauss dan Forst, 2011:39).

Sedangkan customer engagement merupakan kegiatan yang melibatkan pelanggan untuk berinteraksi dalam dialog atau pengalaman guna mempengaruhi keputusan mereka dalam melakukan pembelian (Vivek dkk, 2012:128). Dengan adanya customer engagement, brand dapat memfokuskan kepuasan pelanggan dengan memberikan value yang lebih dari para pesaing untuk membangun kepercayaan dan komitmen pada hubungan jangka panjang (Sashi, 2012:260).

(37)

48 2.1.6.4 Brand Loyalty

Menurut Arnold, dkk (2010:783), loyalitas merek merupakan komitmen konsumen dalam melakukan pembelian ulang terhadap merek tertentu secara konsisten pada masa yang akan datang, tanpa terpengaruh adanya situasi dan usaha pemasaran dari merek lain yang berpotensi membuat konsumen untuk pindah merek. Sehingga dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek mencakup adanya kesiapan untuk bertindak (dalam hal ini melakukan pembelian secara berulang) dan adanya resistensi terhadap merek alternatif. Pemeliharaan dan pengembangan loyalitas merek merupakan inti dari rencana pemasaran suatu perusahaan, terutama dalam menghadapi persaingan pasar yang ketat dengan meningkatnya ketidakpastian, serta mengurangi diferensiasi produk (Fournier dan Yao, 1997:90). Berikut beberapa fungsi brand loyalty menurut Rangkuti (2009:63):

1. Mampu mengurangi biaya pemasaran.

2. Mampu meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan pada pemasaran.

3. Mampu menarik minat konsumen baru.

4. Memberikan waktu untuk merespon ancaman persaingan.

(38)

49 2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Review Karya Sejenis

1. Tugas Akhir Karya oleh Linda Febrianti (2019), Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Teknologi dan Informatika, Institut Bisnis dan Informatika STIKOM Surabaya, dengan judul

“Perancangan Identitas Visual Boon Pring Malang Sebagai Upaya Meningkatkan Brand Awareness”.

Gambar 2. 20 Identitas Visual Boon Pring Malang Sumber: Dok. Linda Febrianti, 2019

Penelitian di atas ditujukan untuk mengangkat image objek wisata Boon Pring Malang agar lebih dikenal luas oleh masyarakat. Peneliti berencana menggunakan identitas visual sebagai upaya membangun brand awareness dalam memenuhi kebutuhan promosi. Konsep perancangan identitas visual yang digunakan dalam penelitian ini adalah native. Konsep ini digunakan untuk menonjolkan potensi alam sebagai daya tarik wisata. Hasil dari perancangan ini berupa logo dan GSM (Graphic Standard Manual) sebagai pedoman untuk menjaga

(39)

50 konsistensi desain. Media yang digunakan antara lain adalah brosur, green maps, wayfinding sign, dan billboard.

Secara konsep, native juga merupakan konsep yang nantinya peneliti gunakan dalam merancang identitas visual Lumbung Stroberi. Akan tetapi perbedaannya adalah pada makna konsep yang diusung. Dalam perancangan identitas visual Boon Pring Malang, peneliti lebih menekankan sisi kealamian objek wisata sebagai daya tarik wisata. Sedangkan dalam perancangan yang peneliti buat bersifat lebih luas, dalam artian juga membawa potensi alam desa untuk ikut di branding dengan identitas visual tersebut. Hal ini dikarenakan image desa petik stroberi sudah dikenal luas oleh masyarakat dan menjadi satu paket dengan objek wisata Lumbung Stroberi.

2. Tugas Akhir Karya oleh Jaka Triwiyana (2018), Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Surakarta, dengan judul “Potensi Desa Sebagai Sumber Ide Perancangan Identitas Visual dan Promosi Desa Wisata Jarum, Kabupaten Klaten”.

Gambar 2. 21 Identitas Visual Desa Wisata Jarum Sumber: Dok. Jaka Triwiyana, 2018

(40)

51 Penelitian di atas mengkaji akan setiap potensi wisata yang dimiliki oleh Desa Jarum sebagai dasar pembuatan identitas visual. Berdasarkan potensi tersebut, peneliti berupaya membangun brand awareness melalui penerapan identitas visual ke berbagai bentuk media promosi. Skema perancangan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 4, yaitu eksplorasi, eksperimentasi, perwujudan, dan evaluasi. Hasil dari perancangan ini berupa logo dan tagline yang kemudian diaplikasikan ke berbagai bentuk media promosi seperti stationery kit (kartu nama, kop surat, stempel, nota, dan seragam), packaging, merchandise, website, dan media sosial lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa perancangan identitas visual Desa Wisata Jarum hampir sama dengan perancangan yang peneliti buat, yaitu sama-sama mengandalkan potensi alam desa sebagai dasar pembuatan identitas visual. Akan tetapi yang membedakan adalah pada skema perancangan peneliti yang lebih kompleks. Dalam perancangan ini skema yang digunakan adalah brainstorming, eksplorasi, konsep, perancangan, revisi, dan eksekusi. Dengan proses kreatif tersebut diharapkan bisa menghasilkan sebuah karya yang lebih baik lagi.

(41)

52 3. e-Proceeding of Art & Design oleh Iklar Viola Clasic dan Maria Apsari Sugiat (2016), Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom, dengan judul

“Perancangan Identitas Visual dan Implementasinya Pada Media Promosi Desa Wisata Temas Kota Batu”.

Gambar 2. 22 Identitas Visual Desa Wisata Temas Sumber: Dok. Iklar Viola Clasic, 2016

Penelitian ini ditujukan untuk memberikan lebih banyak informasi terkait keberadaan Desa Wisata Temas dengan maksud untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.

Target pasar dalam perancangan ini adalah kelompok usia antara 7-17 tahun, dimana pada usia ini motivasi untuk beraktivitas cenderung lebih besar. Untuk mencapai target tersebut, pemilihan bentuk media promosi sangat menentukan proses penyampaian pesan. Oleh karena itu, peneliti menggunakan strategi W-O (weakness-opportunity).

Pembuatan konsep kreatif dalam perancangan ini mengambil pendekatan karakter anak-anak. Pendekatan ini nantinya akan mempengaruhi unsur-unsur visual yang digunakan dalam merancang identitas visual. Selain itu, fokus

(42)

53 utama dalam perancangan ini adalah mengangkat potensi pertanian organik Desa Wisata Temas. Melalui tahapan mind mapping, nantinya bisa ditarik kesimpulan untuk dijadikan sebagai dasar pembuatan logo. Media implementasi desain logo yang digunakan dalam perancangan ini adalah brosur, tiket, x- banner, poster, website, dan media sosial.

Referensi

Dokumen terkait

Contohnya adalah pengiriman semen Tiga Roda dari pabrik di Jawa Barat ke distributor di Jawa Tengah lalu ke distributor Yogyakarta kemudian ke toko-toko bangunan lalu dikirim

Pada proses commissioning dilakukan berbagai tahapan proses hingga biodiesel plant tersebut dapat menghasilkan Biodiesel kualitas standar yang ditetapkan sebagai bahan bakar

Penelitian yang lainnya yang menunjukkan bahwa metode belajar contextual teaching and learning (CTL) dapat mempengaruhi kompetensi pedagogik guru adalah Pelatihan

Bentuk dari kelenjar parotis bervariasi, tetapi yang paling sering terdapat adalah bentuk triangular dengan apeks menghadap inferior (Carlson dan Ord, 2008). Duktus

Penelitian tentang reduplikasi tidak hanya ditemukan dalam dialek bahasa daeah tetapi melalui sebuah artikel dapat juga ditemukan proses reduplikasi seperti pada

A Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab dan disampaikan secara mutawatir mendapat pahala jika membacanya.. B Kalam Allah SWT yang

Dua dari lima genotip tersebut, BTM 2064 dan BTM 867, memiliki karakter jumlah cabang produktif, jumlah bunga per tanaman, jumlah tandan bunga per tanaman,

Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengenalan akan peran penting manajemen strategik dalam manajemen perusahaan dan keterlibatannya untuk menghadapi